The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Agung Mas, 2023-04-30 22:29:39

Materi Bab 6 Puisi Kelas X

Materi Bab 6 Puisi Kelas X

[Document title] Oleh: I Gusti Agung Mas Widiastari/ Ig: gungmaswdi


[Document title] Puisi Karya sastra mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair dengan cara imajinatif dan bahasa yang padat. Karakteristik Puisi Ditulis dalam bentuk bait (baris) bukan paragraph Diksi bersifat kiasan, padat, dan indah Perlambangan dan majas domain pada puisi Pemilihan diksi mempertimbangkan sajak/rima Setting, alur, tokoh tidak ditonjolkan Ambiguitas (memberi banyak penafsiran) A. Unsur intrinsik Unsur-unsur puisi yang menjadi pembangun puisi dalam naskah puisi. 1. Unsur/struktur fisik merupakan unsur pembangun puisi yang bersifat nampak dalam bentuk susunan kata-katanya. Meliputi diksi (pemilihan kata), gaya bahasa (majas), pengimajian (citraan), kata kongkret, kata konotatif, rima, tipografi. 2. Unsur/struktur batin merupakan unsur pembangun puisi yang tidak nampak secara langsung pada penulisan puisi. Meliputi tema, nada, rasa/perasaan, dan, amanat. B. Unsur Ekstrinsik Unsur-unsur puisi yang berada di luar naskah puisi. Meliputi, latar belakang kehidupan pengarang (sosial, ekonomi, agama), nilai-nilai yang terkandung, situasi/kondisi ketika puisi dibuat.


[Document title] PENJELASAN JENIS UNSUR INTRINSIK PUISI A. Unsur-unsur fisik 1. Majas (gaya bahasa) adalah gaya bahasa dalam sastra yang digunakan untuk menyampaikan makna atau perasaan melalui penggunaan bahasa yang indah, imajinatif, dan kreatif atau berupa kiasan. Jenis-jenis majas: A. Perbandingan 1. Personifikasi. Majas personifikasi membandingkan manusia dan benda mati. Gaya bahasa yang digunakan seolah-olah benda tersebut bersikap selayaknya manusia. Contoh: • - Laut yang biru seakan menatapku dalam keheningan. • - Angin berbisik di telingaku. • - Matahari tersenyum di langit. • - Hujan menangis di atas atap. • - Bulan mengejar awan. • - Pohon-pohon menari dengan indah di taman. 2. Metafora. Majas metafora menyamakan dua hal yang tidak sama secara harfiah atau literal. Gaya bahasa ini sering digunakan dalam sastra, puisi, dan prosa untuk menambah daya tarik atau memberikan makna yang lebih dalam sehingga teks menjadi lebih indah, memukau, dan menyentuh perasaan pembacanya. Contoh: • - Sang raja siang bersinar dan membawa kehangatan. • - Dia adalah pelita dalam kegelapan. • - Dia adalah musik dalam hidupku. 3. Asosiasi. Gaya bahasa perbandingan dalam majas asosiasi digunakan untuk menyampaikan perasaan atau emosi dengan suatu objek, simbol, atau situasi yang berbeda. Contoh: • Langit yang biru mengingatkan aku pada kenangan indah masa kecil. • Bunga mawar merah mengingatkan aku pada cinta yang dahulu. • Hangatnya api unggun mengingatkan aku pada kedamaian dan kebahagiaan. • Suara gemericik air mengingatkan aku pada kesegaran dan kebebasan. • Suasana malam yang gelap mengingatkan aku pada ketakutan dan ketidakpastian. 4. Hiperbola. Mengekspresikan sesuatu dengan sedemikian rupa sehingga meninggalkan kesan berlebihan itu... lebay. Eh, bukan, Sobat. Itulah majas hiperbola. Hiperbola merupakan majas yang mengandung unsur exaggerasi atau pembesaran. Gaya bahasa ini digunakan saat kita membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dan tak masuk akal untuk disandingkan sebagai perbandingan. Contoh: • Katanya dia berlatih bernyanyi, tapi suaranya bikin pecah gendang telingaku setiap hari. • Sudah kubilang berjuta kali. • Kamu bikin aku gila.


[Document title] 5. Simile. Majas Simile digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda dengan menggunakan kata-kata 'seperti' atau 'sebagai.' Simile digunakan untuk memberikan efek khusus, meningkatkan deskripsi atau memperkuat perasaan. Contoh: • Dia berbicara seperti air yang mengalir. • Wajahnya segar seperti buah delima. • Dia berlari sekuat lembu. • Wajahnya sebening kristal. • Ia berlari secepat kilat. 6. Alegori. Majas Alegori digunakan untuk menyampaikan pesan moral atau filosofis yang lebih dalam atau untuk memberikan interpretasi yang lebih kaya atas suatu cerita atau teks. Dalam alegori, suatu bentuk atau konsep digunakan untuk mewakili atau merepresentasikan suatu hal yang lain. Contoh: • Kupu-kupu yang melintas mewakili kebebasan dan transformasi. • Lumbung padi yang penuh mewakili kesuksesan dan kekayaan. • Cahaya mentari yang menembus awan mewakili harapan di tengah kesulitan. • Kapal yang terdampar di tepi pantai mewakili kesendirian dan keputusasaan. 7. Antonomasia. Majas antonomasia biasanya digunakan dengan nama atau gelar yang secara umum mewakili seseorang atau sesuatu yang lebih spesifik. Majas ini sering digunakan untuk menyampaikan suatu ide atau perasaan secara implisit atau memberikan efek khusus dalam teks. Contoh: • "Bapak Proklamator" mengacu pada Bung Karno sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia. • "Guru Besar" mengacu pada seseorang yang diakui sebagai ahli dalam bidang tertentu. • "Raja Komedi" mengacu pada seseorang yang diakui sebagai ahli dalam komedi. 8. Eufemisme. Majas eufemisme digunakan untuk mengganti kata-kata atau frasa yang kasar atau tidak sopan dengan kata-kata atau frasa yang lebih halus atau sopan. Eufimisme sering digunakan untuk menghindari konfrontasi atau menyampaikan pesan yang lebih halus. Contoh: • Dia telah pergi ke alam sana (artinya dia meninggal). • Dia sedang mengalami kesulitan finansial (artinya dia miskin). • Dia sedang berada dalam masa transisi (artinya dia sedang dalam masa kesulitan atau mengalami perubahan). B. Pertentangan 9. Sinekdoke. Majas sinekdoke digunakan untuk menyamakan atau menyamarkan maksud sebenarnya dengan menggunakan kata atau frasa yang tidak sesuai dengan arti sesungguhnya atau dengan menyebut sesuatu yang sebenarnya bukan inti dari masalah yang dibicarakan. digunakan untuk menyampaikan ide atau perasaan secara implisit atau memberikan efek khusus dalam teks. Ciri khas majas sinekdoke adalah pada kata atau frasa dengan makna sebenarnya yang berbeda dari yang dimaksud. Contoh: • Kepala sekolah memuji murid-murid yang rajin (tetapi dia sendiri sering terlambat datang ke sekolah). • Politisi itu berbicara tentang korupsi (tapi dia sendiri terlibat dalam skandal korupsi). • Kapten tim bola berbicara tentang persatuan (tapi dia selalu menyalahkan rekan satu timnya saat kalah).


[Document title] 10. Litotes. Litotes adalah jenis majas yang menggunakan kata-kata negatif atau kata sifat negatif untuk menyatakan sesuatu yang positif, dengan harapan memberikan kesan yang lebih kuat. Gaya bahasa ini digunakan untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa atau untuk menghindari kemunculan ekspresi yang terlalu berlebihan. Contoh: • Ini bukan hal yang mudah (berarti sangat sulit). • Dia tidak terlalu buruk dalam bermain musik (berarti sangat hebat dalam bermain musik). • Tidak ada sesuatu yang tidak dia bisa lakukan (berarti dia sangat berkompeten dalam apa saja). 11. Paradoks. Paradoks adalah pernyataan atau situasi yang muncul kontradiktif atau tidak masuk akal. Majas paradoks adalah jenis khusus dari paradoks yang muncul dalam karya sastra, terutama dalam puisi, di mana kalimat atau frasa digunakan secara metaforis atau sarkastis untuk menyampaikan ide yang kontradiktif. Contoh: • Isi kepalanya begitu bising ketika ia duduk sendiri di ruang keluarga yang begitu sepi. • Semua orang hidup untuk mati, tidak ada yang mati untuk hidup. • Kedatangannya adalah kebahagiaan yang menyedihkan. 12. Antitesis. Ciri khas gaya bahasa ini adalah penggunaan dua konsep, ide, atau pernyataan yang kontradiktif secara bersamaan dalam satu kalimat atau frasa. Antitesis biasanya digunakan dalam puisi dan prosa untuk menunjukkan kontras yang kuat. Contoh: • Kemarau panjang, hujan yang sangat dibutuhkan. • Dia adalah cahaya dalam kegelapan, dia juga adalah bayangan dalam cahaya. • Hidup miskin dengan hati yang kaya, lebih baik daripada hidup kaya dengan hati yang miskin. • Dia pandai bicara tapi tidak pandai bertindak. • Kau bicara dari mulut, tapi aku bicara dari hati. C. Sindiran 13. Ironi. Kita menggunakan majas ironi untuk mengejek atau mengejutkan dengan mengungkapkan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan. Pernyataan yang dibuat kelihatannya sesuai dengan konteks, tetapi sebenarnya bertolak belakang dengan apa yang dimaksudkan atau diharapkan. Contoh: • Santun sekali perilakunya, bertanya saja pakai teriak-teriak. • Hari ini hujan deras sekali, benar-benar cocok untuk berenang. • Ibu bilang tidak boleh makan es krim, tapi dia yang pertama yang menyentuh es krim itu. 14. Sinisme. Dalam majas sinisme, kita menyindir secara langsung. Meskipun tanpa memperhalus seperti pada majas ironi, gaya bahasa sinisme tidak dapat serta-merta disebut kasar. Contoh: • Kakakku pelit sekali, tak mau berbagi penganannya denganku. • Keberuntungan? Itu hanyalah istilah yang digunakan orang-orang untuk menutupi kesalahan mereka. • Semua orang berbicara tentang persatuan, tapi tindakan mereka justru menunjukkan sebaliknya.


[Document title] 15. Sarkasme. Kata-kata sindiran dalam sarkasme disampaikan secara langsung dan cenderung pedas. Majas ini digunakan untuk mengejek, mengecilkan, atau mengolok-olok sesuatu atau seseorang dengan menggunakan bahasa yang tidak langsung dan seringkali bertentangan dengan apa yang sebenarnya dikatakan. Biasanya sarkasme digunakan untuk menyampaikan kritik atau komentar yang tidak serius atau untuk menimbulkan humor dalam percakapan atau tulisan. Contoh: • Oh, terima kasih banyak untuk bantuanmu. Tanpa bantuanmu, pasti aku tidak akan bisa menyelesaikannya • Ya, benar sekali. Kenapa tidak kita pikirkan hal yang benar-benar penting seperti ini selama ini? • Ah, ini pasti cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. • Senang sekali bisa bertemu dengan seseorang yang begitu cerdas dan bijaksana. D. Penegasan 16. Pleonasme. Majas pleonasme menggunakan kata-kata dengan makna yang sama. Dengan adanya penambahan kata atau frasa yang tidak diperlukan memberi kesan kalimat menjadi kurang efektif, tapi memang sengaja dilakukan agar kita mendapatkan efek penegasan yang diinginkan. Di sisi lain, pleonasme juga bisa digunakan untuk mengejek atau mengolok-olok sesuatu yang dianggap sudah jelas, atau menekankan satu kata atau frasa dengan memberikan kata atau frasa yang sama atau berarti sama sehingga bisa menimbulkan efek komik dalam kalimat yang digunakan Contoh: • Berusahalah berhenti terus mengingat sejarah masa lalu. • Kita harus berkumpul bersama-sama. • Dia selalu bangun pagi-pagi sekali. 17. Repetisi. Gaya bahasa ini tampak pada pengulangan suatu kata, frasa, atau kalimat. Tujuan majas repetisi masih sama, yaitu pengulangan yang dilakukan untuk menegaskan, meningkatkan ritme, memperkuat pesan atau perasaan, ataupun menciptakan efek dendangan. Contoh: • Rumah adalah tempat yang paling nyaman, rumah juga menjadi tempat bernaung dari panas dan hujan. • Tepat, tepat waktu, tepat pada waktunya. • Sendiri, sendiri, terus-menerus sendiri. 18. Retorika. Majas retorika berbentuk kalimat tanya. Sobat tentu sudah tahu bahwa kalimat tanya retorika tak memerlukan jawaban. Iya, tujuan kalimat tanya tersebut memang untuk membuat penegasan. Contoh: • Siapa yang tak ingin kuliah di kampus terbaik? • Siapa yang akan menjaga negara ini jika tidak kita semua? • Bagaimana kita bisa berharap masa depan yang baik jika kita tidak bekerja untuk itu sekarang? • Siapakah yang akan membela hak-hak kita jika tidak kita sendiri? • Bagaimana kita bisa mencapai kesuksesan jika kita tidak berusaha? • Apakah kita akan terus diam saat keadilan diinjak-injak? 19. Aliterasi. Majas aliterasi digunakan untuk meningkatkan ritme, memperkuat perasaan, atau untuk memberikan efek khusus lainnya. Ciri khas yang tampak dalam majas aliterasi adalah pengulangan kata atau kalimat yang sama atau serupa dengan kata atau kalimat yang berdekatan. Contoh:


[Document title] • Si Siti tidur di atas selimut sutra yang sama. • Bunga berguguran di bumi yang basah. • Sudah sangat lama sejak sang surya terbenam. • Mendung mengambang di atas muka air laut yang merah. • Keras keringat mengalir dari kening ke kening. 20. Metonimia. Majas metonimia digunakan untuk menyampaikan suatu ide atau perasaan secara implisit atau memberikan efek khusus dalam teks. Caranya adalah dengan menggunakan suatu kata atau frasa untuk mewakili suatu hal yang lain. Contoh: • "Kursi kepresidenan" tidak diartikan sebagai kursi yang digunakan oleh presiden, tetapi lebih mengarah pada posisi dan kekuasaan presiden. • "Mata uang" bukanlah sebuah mata fisik, melainkan bentuk uang. • "Tangan industri" bukanlah tangan fisik, melainkan sebuah organisasi di sektor ekonomi. • "Langkah kebijakan" bukanlah langkah fisik, melainkan keputusan atau tindakan yang diambil oleh pemerintah atau organisasi. • "Kekaisaran" digunakan untuk menyatakan pemerintahan yang dipegang oleh seorang kaisar. 21. Simbolik. Majas simbolik menggunakan simbol atau lambang untuk mewakili suatu konsep, perasaan, atau ide. Simbol tersebut dapat berupa kata, frasa, gambar, atau benda yang dapat memberikan kesan mendalam dalam teks dan membantu dalam menyampaikan pesan. Contoh: • Mawar merah simbol dari cinta yang romantis. • Gerbang simbol dari kesempatan baru. • Burung hantu simbol dari kebijaksanaan. 22. Paralelisme. Lumrah digunakan dalam puisi, majas paralelisme ditunjukkan oleh pengulangan kata. Meskipun diulang-ilang, definisi kata tersebut tak sama antara satu dengan lainnya. Anafora adalah pengulangan di bagian awal kalimat, sedangkan epifora adalah pengulangan di bagian akhir kalimat. Contoh: Cinta itu sabar. Cinta itu lemah lembut. Cinta itu memaafkan. Cinta itu tidak serakah. Kasih itu penyabar. Kasih itu tidak pernah marah. Kasih itu selalu mengerti. Yang terbaik itu cinta. Yang terkasih itu cinta. Yang paling sempurna itu cinta. Perempuan paling hebat itulah ibuku. Perempuan yang penuh kasih sayang itulah ibuku. Perempuan yang penuh pengertian adalah ibuku. Perempuan paling sempurna adalah ibuku.


[Document title] 2. Pengimajian/citraan adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan efek khayalan atau imajinasi pada diri pembacanya. Pembaca seolah-olah ikut merasakan, mendengar, melihat, meraba dan mengecap sesuatu yang diungkapkan pada puisi. Ada beberapa jenis citraan, yaitu: citraan pengelihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, dan citaan gerak. Contoh pada puisi. Imaji pendengaran dapat ditemukan pada larik 1, sedangkan imaji penglihatan dapat ditemukan dalam larik 1-4. 3. Kata Kongkret adalah kata rujukan lebih mudah ditangkap panca indra yang nyata, berwujud, atau benar-benar ada. Contoh pada puisi. Terdapat beberapa kata konkret pada puisi di atas, di antaranys hujan, jalan, dan pohon bunga. Kata hujan dapat mengonkretkan maksud penulis untuk manusia yang selalu jatuh atau menangis. Hal ini dibuktikan dengan larik selanjutnya yang menyebutkan bahwa hujan sangat tabah karena menyembunyikan rasa rindunya pada pohon yang berbunga Kata jalan juga dapat tergolong sebagai kata konkret karena dapat diartikan sebagai kehidupan atau kisah hidup. Hal ini tampak pada larik selanjutnya pada larik dihapuskan Senja di Pelabuhan Kecil Karya: Chairil Anwar …………………………………… Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini, tanah, dan air tidur, hilang ombak. …………………………………..


[Document title] jejak-jejak kakinya/yang ragu-ragu di jalan itu. Ungkapan ini dapat bermakna seseorang yang melupakan kisah masa lalunya. Adapun kata pohon bunga dapat mengonkretkan wujud atau sosok seseorang atau sesuatu yang dirindu atau diinginkan. Kata bunga juga dapat dimaknai sebagai seseorang yang cantik atau perempuan yang diharapkan. 4. Diksi merupakan pemilihan kata yang dilakukan penyair. Diksi muncul karena adanya tiga unsur, yaitu makna khas (konotatif), simbol, persamaan bunyi (rima). Kata konotatif adalah sebuah kata yang mengandung makna kiasan atau bukan kata sebenarnya. Rima adalah istilah lain sajak, yaitu perulangan bunyi yang berulang, baik di dalam larik maupun pada akhir larik puisi (Penjelasan: https://katadata.co.id/intan/berita/620b87ee99075/penjelasan-jenis-rima-dancontohnya-dalam-puisi).


[Document title] Jenis-jenis Rima Rima juga memiliki fungsi untuk dapat mendukung perasaan serta suasana puisi. Puisi yang termasuk dalam karya sastra lama, terikat oleh rima akhir serta jumlah kata pada setiap lariknya. Contohnya seperti pada pantun, syair, dan gurindam. Rima akan memberikan efek intelektual dan efek magis pada puisi-puisi tersebut. Keserasian bunyi dalam puisi rakyat, pada umumnya dibentuk melalui rima vertikal yang ada pada akhir baris. Rima sebagai pola dari persajakan dalam puisi lama terbagi atas rima sejajar, rima silang, rima kembar serta rima berpeluk. Rima dibagi menjadi beberapa jenis, ada rima yang digolongkan sesuai dengan bunyi dan berdasarkan letak kata-katanya dalam baris. Jenis-jenis Rima Puisi Berdasarkan Bunyi dalam Kata atau Suku Kata 1. Rima Sempurna 2. Rima Tidak Sempurna 3. Rima Mutlak 4. Rima Terbuka 5. Rima Tertutup 6. Rima Aliterasi 7. Rima Asonansi 8. Rima Disonansi Jenis-jenis Rima Puisi Berdasarkan Letak Kata dalam Baris Kalimat 1. Rima Awal 3. Rima Akhir 4. Rima Tegak 5. Rima Datar 6. Rima Sejajar 7. Rima Berpeluk atau Rima Berpaut 8. Rima Bersilang atau Rima Salib 8. Rima Rangkai 9. Rima Kembar 10. Rima Patah Rima puisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik dalam larik sajak atau pada akhir larik sajak yang berdekatan atau secara singkat. Rima itu sendiri dapat dikatakan sebagai pengulangan bunyi yang ada dalam kata maupun suku kata yang ada dalam puisi.


[Document title] Jenis-jenis Rima Puisi Berdasarkan Bunyi dalam Kata atau Suku Kata Rima dibagi menjadi dua jenis, jenis pertama adalah berdasarkan persesuain bunyi dalam kata atau suku katanya dan jenis yang kedua adalah berdasarkan letak kata dalam baris kalimat. Rima berdasarkan bunyi, dapat dibedakan menjadi 8 jenis. Berikut penjelasannya. 1. Rima Sempurna Jenis rima berdasarkan bunyinya adalah rima sempurna. Rima sempurna merupakan rima yang seluruh suku kata terakhir pada akhirnya barisnya sama. Jenis rima ini banyak ditemukan dalam puisi yang berbentuk pantun. Contohnya seperti ma, lang, ma ti atau pa, lang dan ha, ti. Apabila ditaruh dalam puisi, maka berikut bentuk dari rima sempurna. Jika ada jarum yang patah Jangan disimpan di dalam peti Apabila ada salah sepatah Jangan simpan di dalam hati. Dari contoh di atas, maka bisa dilihat bahwa rima sempurna adalah ah, ti dan ah, ti. Oh, sungguh malang nasibnya Dia ditinggal pergi oleh kekasihnya Dari contoh rima di atas, maka rima sempurna dapat dilihat pada nya. 2. Rima Tidak Sempurna Jenis rima kedua berdasarkan pada bunyinya adalah rima tidak sempurna yang dimaksud dengan rima tak sempurna adalah jika berima hanya pada sebagian suku kata terakhirnya saja. Dengan kata lain, persamaan bunyi hanya ada pada sebagian suku kata terakhir dari sebuah kata. Contoh dari rima tidak sempurna adalah pu, lang dan pa, gi atau tu, kang dan ha, ri. Apabila ditaruh dalam sebuah puisi, maka berikut contoh dari rima tidak sempurna. Adakah perisai bertali rambut Rambutnya dipintal oleh akar cemara Adakah kami rasa takut Kami ini muda remaja Dari contoh di atas, maka bisa dilihat bahwa rima tidak sempurna adalah but dan kut, serta ra dan ja. 3. Rima Mutlak Rima mutlak merupakan rima yang terjadi jika seluruh kata berima atau persamaan bunyinya ada pada kata yang sama. Berikut contoh dari rima mutlak. Kabut beraroma romansa Ketenangan yang ada di sebuah kota Datang seperti romansa Merindukan nafkah dan harta Dari contoh di atas, rima mutlaknya adalah kata romansa. Berikut contoh lainnya.


[Document title] Sudah lama ku tunggu Tapi dia tidak datang jua Aku mencoba untuk bertahan dan tidak ragu Meskipun hingga kini ia tidak datang-datang jua. Datang-datang jua Kenangan dari masa lampau Menghilang muncul jua Yang dahulu sinau silau 4. Rima Terbuka Rima terbuka adalah persamaan bunyi yang terletak pada akhir dari suatu kata yang diakhiri dengan bunyi vokal. Berikut contohnya. • Buka – luka • Peti – budi • Padu – madu • Grafi – ka, buntu – rugi • Merde – ka, pilu – cari 5. Rima Tertutup Rima tertutup merupakan kebalikan dari rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang diakhiri dengan konsonan dan bukan bunyi vokal. Berikut contohnya. • Tutup – hidup • Putih – bersih • Hilang – malang • Hilang susut lidah • Malang takut susah Pada contoh di atas, rima tertutupnya adalah pada huruf H pada kata putih dan “bersih”, “lidah” dan “susah”, serta huruf P ada pada kata “tutup” dan “hidup”, serta huruf G pada kata “hilang” dan “malang”. 6. Rima Aliterasi Rima aliterasi merupakan rima yang bunyi awalnya ada pada setiap kata dalam satu baris atau pada baris-baris berlainan. Contohnya seperti berikut ini. Bukan beta Bijak berperi Dari contoh di atas, rima aliterasinya adalah pada bu pada kata “bukan” dan be pada kata “beta” serta bi pada kata “bijak dan be pada kata “berperi”. Sungguh sunyi senyap malam ini Seolah seorang pun tidak ada Dari contoh kedua, rima aliterasi ada pada su dari kata “sungguh” dan kata “sunyi” serta se pada kata “seolah” dan kata “seorang”. Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela pada malam gelap


[Document title] Melambai pulang secara perlahan Sabar, setia, selalu Dari contoh tersebut, rima aliterasi atau bentuk dari bunyi pengulangan pada konsonannya adalah huruf K pada bait pertama, huruf L pada bait kedua dan ketiga dan huruf S pada bait terakhir. 7. Rima Asonansi Rima asonansi adalah rima vokal yang menjadi rangka kata, baik pada satu baris maupun baris yang berlainan. Berikut adalah contoh dari rima asonansi. • Secupak – sesukat • Tumbang – mundam • Telah lama dia berjuang sendirian di tengah kota • Saat ia kembali, dia beruang sangat banyak • Burung perkutut di ladang berumput • Neba berkawan dengan menelani kerikil • Kami segan untuk memasang pulut • Memikat burung yang begitu mungil 8. Rima Disonansi Jenis rima terakhir berdasarkan persesuaian bunyi dalam kata atau suku kata adalah rima disonansi. Rima disonansi merupakan vokal yang menjadi rangka kata seperti pada rima asonansi, tetapi tetap memberikan kesan bunyi-bunyi yang berlawanan. Berikut beberapa contoh dari rima disonansi. Tindak – tanduk (i-a / a-u) Mundar – mandir (u-a / a-i) Bolak – Balik (o-a / a-i) Penjelasan Jenis-jenis Rima Puisi Berdasarkan Letak Kata dalam Baris Kalimat Pada link berikut lengkap: https://www.gramedia.com/literasi/rima-puisi/ Jenis-jenis Rima Puisi Berdasarkan Letak Kata dalam Baris Kalimat 1. Rima Awal Persamaan bunyi pada awal baris berupa huruf/kata. Contoh: Dari mana punai melayang Dari sawah turunlah ke padi Dari mana kasih sayang? Dari mata turun ke hati 2. Rima Tengah Kata-kata berima pada tengah baris puisi. Contoh: Maka tidak dijalankan Tindih bertindih dan kaki dulang


[Document title] Maka tidak terkatakan Kakak pemilih kata orang 3. Rima Akhir Persamaan bunyi yang ada pada akhir baris/kalimat. Contoh: Tolong-menolong umpama jari Bantu-membantu setiap hari Bekerja selalu berlima diri Itulah semisal Tuhan memberi 4. Rima Tegak Kata-kata berima pada baris yang berlainan/ suku kata pada berbagai baris-baris yang berbeda/berlawanan. Contoh: Tomat merah didapat dari seberang Tumbuhnya tepat didekat tepi Engkau jauh dirantau orang Sakit siapa yang akan mengobati 5. Rima Datar Persamaan bunyi yang diletakkan secara berderet/datar. Contoh: Air mengalir menghilir sungai Burung perkutut di ladang berumput 6. Rima Sejajar Persamaan bunyi kata yang digunakan berulang-ulang dalam kalimat secara berurutan. Contoh: • Dapat sama laba Cicir sama rugi • Bukit sama didaki Lurah sama dituruni 7. Rima Berpeluk/Berpaut Persamaan bunyi saling berpelukan/saling diapit oleh satu maupun dua suku kata yang memiliki bunyi sama. Contoh: Perasaan siapa ta’kan nyala ( a ) Melihat anak berlagu dendang ( b ) Seorang sajak di tepi padang ( b ) Tiada berbaju buka kepala ( a ) 8. Rima Rangkai Rima beruntun pada setiap kalimat dan barisnya. Rumus: a-a-a-a atau b-b-b-b Contoh: Diriku lemah anggotaku layu


[Document title] Merasakan cinta bertalu-talu Jika begini datanglah selalu Tentulah kanda berpulang dulu 9. Rima Kembar Rima yang beruntun dua-dua dengan rima sama. Rumus: a-a-b-b atau c-c-d-d. Contoh: Sedikitpun matamu tidak berkeling Memandang Ibumu yang sakit berguling Air matamu tidak bercucuran Tinggalkan Ibumu tidak penghiburan 10. Rima Patah Dalam bait-bait puisi terdapat kata yang tidak memiliki rima sedangkan kata lainnya ada pada tempat yang sama pada baris lain yang memiliki rima. Contoh: Beli baju ke pasar minggu Jangan lupa membeli buku Beli kemeja ke pasar senen Jangan lupa untuk mengajak diriku 5. Tipografi (perwajakan puisi) merupakan bentuk penulisan puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, rata tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakahiri dengan tanda titik. Halhal tersebut dapat menentukan pemaknaan puisi. Bentuk-bentuk tipografi (https://ruangsekolah.net/tipografi-pengertian-jenis-fungsi-macam-438) Contoh puisi.


[Document title] B. Unsur-unsur Batin Puisi 1. Tema merupakan ide pokok atau gagasan pokok yang ingin disampaikan penulis. Puisi memiliki media berupa bahasa Tataran bahasa meliputi hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus memiliki makna. Makna tersebut terdapat dalam tiap kata, baris, bait, maupun secara keseluruhan. 2. Rasa (feeling), merupakan sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisi. Pangungkapan tema puisi dan rasa memiliki keterkaitan erat dengan unsur blografi dan sosial penyair seperti latar belakang pendidikan, agama, kelas sosial, usia, pengalaman sosiologis dan pakologis, serta pengetahuan yang dimiliki penyair. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan pengetahuan, pengalaman, serta kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologianya. 3. Nada merupakan sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan berbagai bentuk nada, misalnya nada menggunu mendikle, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, serta menganggap bodoh dan rendah pembaca. 4. Amanat/tujuan maksud (intention), sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi maupun dapat ditemui dalam puisinya. C. Menulis Tanggapan (Resensi) Antologi Puisi Resensi adalah ulasan atau penilaian atau pembicaraan suatu karya, baik buku, film, maupun karya lainnya. A. Langkah-langkah Menyusun Resensi Buku 1. Tentukan antologi puisi yang ingin diresensi. 2. Bacalah dengan seksama, baik secara umum maupun secara detail. 3. Pahami dan kaji secara mendalam isi buku antologi puisi tersebut. 4. Tulis berbagai informasi penting yang terdapat dalam buku sebagai bahan dasar penulisan resensi. B. Hal-hal yang Ditulis dalam Penyusunan Resensi 1. Membuat judul resensi Pemilihan judul resensi sangat penting. Buat judul yang menarik, singkat, padat, jelas, serta mudah dipahami. 2. Menulis hal umum buku (identitas buku) Identitas buku mencakup judul buku, penulis, penerbit, cetakan ke, tempat terbit, jumlah halaman, harga. 3. Membuat ringkasan/ikhtisar Untuk membuat ringkasan harus membaca atau memahami keseluruhan buku.


[Document title] 4. Menulis hal yang menarik/unik atau berkesan Hal-hal unik atau berkesan yang dituliskan dapat menjadi paparan kelebihan dari buku. 5. Menulis manfaat buku Tuliskan manfaat dari antologi puisi yang diresensi dengan cara membaca keseluruhan. 6. Menuliskan kekurangan atau kelebihan buku Paparkan kelebihan dan kekurangan dari antologi yang diresensi serta bisa dibandingkan dengan buku yang lainnya. 7. Menulis kritik dan saran Sampaikan kritik dan saran dari buku yang diresensi sesuai dengan pendapat sendiri. 8. Menuliskan simpulan atau penutup Beri penegsan ulang dari buku yang diresensi sehingga harus dibaca dan dipahami dari awal hingga akhir buku. D. Menyajikan pembacaan puisi dengan penghayatan, ekspresi, gesture, suara, dan metode yang sesuai secara kreatif. 1. Ekspresi/mimik wajah Ekspresi atau mimik wajah merupakan bentuk dan pengaturan tampilan wajah sesuai dengan isi dan nada puisi yang dibacakan. Ekspresi wajah yang ditampilkan saat membacakan puisi tentu harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Sebagai contoh, puisi yang bermakna sedih tentu harus diwujudkan dengan ekspresi wajah yang tampak sedih. 2. Gerak tubuh/gesture Gerak tubuh merupakan bagaimana bagian-bagian tubuh bergeser atau bergerak sesuai dengan penjiwaan dan pemaknaan terhadap isi puisi yang dibaca. Gerak tubuh meliputi gerakan seluruh anggota tubuh: kaki, tangan, badan, dan kepala. 3. Lafal/artikulasi Lafal merupakan kejelasan dalam pengucapan setiap kata dan huruf. Setiap vokal atau konsonan yang terdapat dalam setiap kata dalam puisi yang dibacakan harus jelas dan tepat. 4. Tekanan Tekanan terkait pemberian nada khusus pada suatu kata, misalnya keras atau lunaknya suara dalam mengucapkan suatu kata. Pada kata- kata yang ingin kalian tegaskan maknanya dapat diucapkan dengan nada yang lebih keras dibandingkan dengan kata lainnya. 5. Jeda dan tempo Jeda merupakan pemberhentian singkat/sesaat pada suatu kata atau baris dalam pembacaan puisi. Pengaturan jeda yang baik dapat memudahkan memahami makna puisi yang dibacakan. Karena itu, pengaturan jeda setiap kata, baris, dan bait dalam pembacaan puisi penting untuk diperhatikan dengan cermat. Sebagai contoh, kalian sebaiknya tidak memotong kalimat pada bagian susunan kata yang memiliki satu


[Document title] pengertian. Hal tersebut akan membuat makna puisi yang dibacakan menjadi bias dan janggal bagi pendengar. Selain jeda, penghentian cepat-lambatnya tempo juga memengaruhi isi suatu kalimat. Tempo memberikan alunan irama pembacaan puisi. Kalimat- kalimat puisi yang dialunkan akan terasa merdu jika pemberian temponya diperhatikan dengan baik. 6. Intonasi Intonasi merupakan tinggi rendahnya nada pada kalimat atau naik turunnya lagu kalimat. Pengaturan intonasi juga dapat menghasilkan jenis kalimat yang berbeda.


Click to View FlipBook Version