The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Antologi Cerita Pendek Bibit Penulis Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya Bekerja Sama dengan SDN Sidotopo Wetan V Surabaya

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Ameilia_Cristiani, 2022-12-18 20:56:41

MERANGKAI IMAJI V1

Antologi Cerita Pendek Bibit Penulis Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya Bekerja Sama dengan SDN Sidotopo Wetan V Surabaya

GENDIS SEWU BERKARYA

MERANGKAI IMAJI

Antologi Cerita Pendek
Bibit Penulis Gendis Sewu Dinas Perpustakaan

dan Kearsipan Kota Surabaya
Bekerja Sama dengan SDN Sidotopo Wetan V

Surabaya

MERANGKAI IMAJI

Penulis : Prabu Nizam Dharmawan,

Krisna Dharma Putra, Rara

Wijaya, dkk.

Desain Sampul : Alfian Adam Prasetya

Penyunting : A’an Aditya dan Ameilia

Rizky C

Penyunting Akhir : Faradila Elifin, Vivi

Sulviana, Ayu Dewi ASN, Rici

Alric K, dan Vegasari Yuniati

Diterbitkan pada tahun 2022 oleh
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota
Surabaya
Jln. Rungkut Asri Tengah 5-7, Surabaya
Buku ini merupakan kumpulan karya dari bibit
Gendis Sewu, sebagai penghargaan atas
partisipasi yang telah diberikan dalam Gerakan
Melahirkan 1000 Penulis dan 1000 Pendongeng.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt.
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang
begitu besar, sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan buku ini sebagai bentuk apresiasi
kepada para bibit penulis yang mengikuti
Gerakan mendongeng dan menulis seribu (Gendis
Sewu) dengan baik dan lancar.

Antologi merupakan kumpulan karya cerita
pendek dari para penulis SDN Sidotopo Wetan V
Surabaya. Buku ini merupakan hasil imajinasi dan
kreatifitas berfikir dari para penulis yang
merupakan bibit Gendis Sewu Berkarya.

Kami menyadari bahwa sebuah karya
memiliki ketidaksempurnaan. Apabila dalam
penyusunan buku ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih ada kekurangan kami
mengharap kritik dan saran yang bisa
membangun dari segenap pembaca buku ini.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan karya tulis anak bangsa
khususnya di Kota Surabaya dan seluruh
Indonesia pada umumnya.

Surabaya, 2022

Tim Penulis se-Kecamatan Kenjeran

KATA SAMBUTAN

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
Kota Surabaya

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt.
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayat-Nya, hanya dengan kemurahan-Nya kita
selalu dapat berikhtiar untuk berkarya dalam ikut
serta membangun Kota Surabaya yang kita
cintai.

Kita patut bangga dan memberi apreasiasi
kepada para bibit penulis Gendis Sewu Gerakan
mendongeng dan menulis seribu, para editor
penulis Dispusip di Kota Surabaya yang telah
bekerja keras membuat karya tulis yang berjudul
Merangkai Imaji.

Buku para bibit  Gendis Sewu
menghasilkan karya tulis dari anak-anak cerdas
yang telah melalui proses panjang dan berjenjang
dan merupakan karya-karya imajinatif yang

mengandung pesan moral dengan bahasa yang
mudah dipahami juga sangat baik untuk
dinikmati.

Semoga ke depannya akan menjadi
inspirasi untuk berkembangnya budaya literasi
dari berbagai kalangan masyarakat di Kota
Surabaya. Akhir kata, semoga buku Gendis Sewu
Berkarya dengan judul Merangkai Imaji
bermanfaat bagi semua pihak dan perkembangan
para bibit Gendis Sewu.

Surabaya, 2022

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan

Kota Surabaya,

Mia Santi Dewi, S.H, M.Si

SEKAPUR SIRIH
Kepala SDN Sidotopo Wetan V Surabaya

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kita dapat melaksanakan  rangkaian
kegiatan Gendis Sewu 2022 dengan lancar serta
terselesaikan dengan baik. Kami berharap dengan
kegiatan ini dapat meningkatkan kompetensi siswa
dalam mendongeng  dan menulis sebagai bagian
dari kegiatan literasi di SDN Sidotopo Wetan V
Surabaya. 

Kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak/Ibu dan rekan-rekan dari Dinas
Perpustakaan dan  Kearsipan Kota Surabaya yang

telah memberikan kesempatan serta

pendampingan  kepada siswa-siswi SDN Sidotopo

Wetan V Surabaya menyusun Antologi Cerpen

berjudul Merangkai Imaji sebanyak 6 karya

cerpen.

Harapan kami semoga kegiatan ini

berkelanjutan agar dapat terus mengasah

kemampuan siswa-siswi di SDN Sidotopo Wetan V.

Sehingga dapat lebih meningkatkan prestasi siswa

saat mengikuti berbagai event lomba terkait

kegiatan literasi, serta dapat memotivasi siswa

untuk mengembangkan bakat menjadi pendongeng

dan penulis.

Semoga Antologi Cerpen ini dapat

menginspirasi pembaca untuk mengahasilkan

karya-karya baru dan menambah wawasan literasi
warga sekolah. Mohon maaf apabila ada
kekurangan, terima kasih. 
Salam Literasi. 

Surabaya, 2022

Kepala SDN Sidotopo Wetan V Surabaya

Iin Muryaningsih, S.Pd
NIP. 197509301999122001

DAFTAR ISI 1
9
1. Brian dan Zuro 15
2. Kebiasaan Buruk 25
3. Bintang Oh Bintang 29
4. Marwo 32
5. Berlibur Bersama Keluarga
6. Tanah yang Kucintai

BRIAN DAN ZURO

Oleh Prabu Nizam Dharmawan

Brian adalah anak tunggal di sebuah keluarga.
Dia hanya tinggal bersama kedua orang tuanya.
Brian selalu berharap memiliki teman agar tidak
kesepian.

Setiap ulang tahun, orang tua Brian selalu
memberi hadiah. Hari ini Brian berulang tahun,
dia berharap mendapat hadiah yang istimewa.
Ayah Brian sedang tugas ke luar kota sejak tiga
hari yang lalu. Brian dan ibu menunggu ayah
pulang. Terdengar suara mobil ayah datang dan
Brian langsung berlari ke luar rumah.

“Hai, Brian,” sapa ayah.
“Hai, Ayah,” balas Brian.

1

“Selamat ulang tahun, Brian. Ayah punya
hadiah yang pasti Brian suka. Tara ...!” kata ayah
sambil mengeluarkan sebuah kotak besar dari
dalam mobil.

Brian terkejut ketika ayah menunjukkan
sesuatu yang menarik perhatiannya. Kotaknya
sangat besar dan tinggi.

“Wah, apa itu, Yah?” tanya Brian
penasaran.

“Kita masuk dulu dan buka kotak ini di
dalam saja ya, Nak,” kata ayah sambil mengajak
Brian masuk.

Mereka berdua masuk ke ruang tamu dan
duduk bersama ibu yang sudah menunggu. Brian

2

yang sudah tak sabar dengan apa yang dibawa
ayah langsung membuka kotaknya.

“Terima kasih, Ayah. Kado tahun ini
sungguh keren. Akhirnya Brian punya teman
main, Yah,” kata Brian sambil memeluk ayahnya.

Kado itu berisi robot AI (Artificial
Intelligence) yang bisa berbicara dan diajak
bermain bersama. Ayah bekerja di tempat
perakitan robot. Ayah membuat sendiri robot itu
khusus untuk Brian. Robot itu tingginya hampir
sama dengan Brian.

“Aku akan memberinya nama Zuro!” teriak
Brian.

“Dijaga baik-baik ya, Nak,” pesan ibu.

3

Kehadiran Zuro membuat Brian jadi jarang
keluar rumah untuk bermain selama beberapa
hari. Brian lebih suka bermain dengan Zuro di
kamar sepulang sekolahnya. Namun, Brian mulai
bosan dan ingin mengajak Zuro bermain di luar.

Keesokan harinya, waktu libur sekolah,
Brian mengajak Zuro bermain di luar rumah.

“Zuro, ayo kita bermain bola di lapangan!”
seru Brian.

“Ayo ... Brian ...!” sahut Zuro.
Sampai di lapangan, Brian langsung
bermain bersama Zuro. Kecanggihan Zuro
membuat anak-anak yang sedang bermain di
sana terpesona melihatnya. Brian dan Zuro
bermain hingga sore hari. Lalu, ada anak yang

4

menghampiri Brian, namanya Hanif. Hanif adalah
teman sekolah Brian yang sangat jahil.

“Hai, Brian. Punya teman baru, nih?” kata
Hanif meledek.

“Hai, Hanif. Iya ini teman main baruku. Ini
hasil buatan ayahku sendiri,” jawab Brian dengan
bangga.

Hanif mengambil bola di dekatnya lalu
melempar ke arah Brian.

“Brian ... awas!” seru Zuro.
Zuro menolong Brian yang tak jauh dari
tempatnya. Bola itu mengenai kepala Zuro dan ia
terjatuh. Hal itu membuat Zuro mengalami
kerusakan hingga tidak bisa bergerak lagi.
“Zuro ...!” teriak Brian.

5

Brian berjalan ke rumah membopong Zuro
sambil menangis.

Sesampai di rumah, Brian langsung
mencari ayahnya.

“Ayah ... Ayah ... tolong, Yah! Zuro
terjatuh dan tidak bergerak lagi,” teriak Brian
sambil menangis.

“Tenang dulu, Brian. Cerita pelan-pelan
ya. Kenapa bisa Zuro sampai terjatuh?” tanya
ayah menenangkan.

“Aku tadi sedang bermain bola di lapangan
bersama Zuro. Lalu, ada Hanif, teman sekolahku
datang mendekat. Dia melempar bola ke arahku,
tetapi Zuro datang menolong. Akhirnya bola itu
terkena kepala Zuro dan membuatnya terjatuh.

6

Sekarang dia tak bisa bergerak, Yah,” Brian
menceritakan pada ayah.

“Tidak apa, Brian. Kamu tenang, ya. Nanti
akan Ayah coba perbaiki Zuro. Sekarang Brian
cuci tangan dan kaki lalu masuk kamar. Kamu
istirahat, ya,” kata ayah.

“Baiklah, Ayah. Terima kasih,” Brian pergi
ke kamar sambil mengusap air mata.

Keesokan harinya, Zuro sudah diperbaiki
ayah dan bisa kembali bergerak. Zuro diletakkan
di sebelah kasur Brian untuk membangunkannya
yang sedang tidur pulas.

“Hai, Brian. Ayo bangun, waktunya pergi
ke sekolah!” ucap Zuro.

7

Brian terbangun karena kaget mendengar
suara Zuro.

“Zuro ...! Maafkan aku ya, Zuro! Kamu
terjatuh karena aku,” teriak Brian.

“Tidak apa Brian, sekarang aku baik-baik
saja,” jawab Zuro.

8

KEBIASAAN BURUK

Oleh Raihan Nur Magfirah

Fire ... fire ...
Suara yang keluar dari salah satu ponsel
anak-anak yang sedang asyik nongkrong di
perkampungan. Kampung itu bernama Rejo Asri.
Biasanya tepat pukul tiga sore hingga menjelang
Magrib, banyak dijumpai anak-anak yang sedang
asyik bermain. Seperti suasana kampung pada
umumnya. Namun, sekarang ada yang berbeda.
Jumlah mereka banyak, tetapi cenderung tidak
bermain yang mengandalkan fisik. Mereka hanya
sering diam dan serius melihat layar ponsel.
Dari sekian banyak anak yang bermain di
sana, ada pemandangan menarik. Ada satu anak

9

yang bermain sendiri bahkan sesekali melihat
layar ponsel temannya. Hafid namanya. Dia tidak
memiliki ponsel. Walaupun begitu Hafid masih
bisa asyik bermain sendiri. Dia tidak merasa
minder.

“Ayo, teman-teman! Kita bermain petak
umpet,“ ajak Hafid.

Namun, ajakan Hafid tidak ada respon.
Teman-temannya asyik sendiri dengan ponsel
masing-masing. Mereka lebih tertarik bermain
gim online daripada permainan tradisional.
Melihat suasana yang tidak asyik, Hafid mencoba
mengajak lagi.

10

“Apa kalian tidak bosan bermain gim
online? Ayo, kita bermain yang lain!” tambah
Hafid.

Hening. Tetap saja Hafid tidak mendapat
respon. Akhirnya Hafid memutuskan bermain
sendiri. Dia pergi meninggalkan teman-teman.
Saat Hafid hendak bergegas pergi, Budi ternyata
melihatnya.

“Mau ke mana?” tanya Budi.
“Sebentar. Aku mau ambil sesuatu untuk
bermain,” sahut Budi.
“Oh ...,” Budi menjawab dengan singkat.
Sekitar satu jam berlalu, teman-teman
Hafid mulai bosan. Mereka merasa lelah bermain
ponsel terus. Rendi sadar kalau Hafid tidak ada di

11

sana. Budi langsung memberitahu kalau Hafid
sedang mengambil sesuatu untuk bermain.
Mendengar ucapan Budi, Rendi merasa heran.

“Kenapa Hafid lama sekali?” tanya Rendi.
Masing-masing dari mereka mulai bingung
karena Hafid tidak kunjung kembali. Mereka
memutuskan untuk berpencar mencari Hafid. Ada
yang mencari ke lapangan, di dekat sungai, dan
rumah Hafid. Mereka akan berkumpul kembali di
tempat semula setelah itu.
Tiga puluh menit berlalu. Pencarian
mereka tidak membuahkan hasil lalu memutuskan
kembali. Mereka panik sekali dan mulai muncul
rasa bersalah.

12

“Mungkin Hafid ngambek karena kita tidak
menghiraukan dia? “ ucap Rendi.

“Iya juga. Kita lebih fokus bermain ponsel
masing-masing,” tambah Joko.

Tak lama kemudian mereka melihat Hafid
di depan salah satu rumah dekat pos ronda. Hafid
terlihat berbeda. Dia membuat teman-temannya
heran.

“Itu Hafid!” ucap Rendi.
“Kita harus meminta maaf pada Hafid,”
tambah Joko.
Mereka semua berlari mendekati Hafid.
Sesampai di sana, mereka segera meminta maaf
kepada Hafid.
“Kamu ke mana saja, Fid?” tanya Budi.

13

“Kami minta maaf, ya!” ucap mereka
bersamaan.

Hafid memaafkan mereka. Hafid juga
memberi pesan kalau kami semua tidak boleh
terlalu asyik bermain ponsel. Perbuatan itu bisa
menjadi kebiasaan yang buruk. Kami bisa menjadi
anak yang egois dan bahkan menjadi generasi
yang salah.

Mendengar itu, semua teman Hafid hanya
bisa mengangguk dan menerima semua
ucapannya.

“Kita semua minta maaf, Fid, “ ucap Joko.
Mereka akhirnya berdamai. Mereka juga
berpelukan sebagai tanda perdamaian.

14

BINTANG OH BINTANG

Oleh Rara Wijaya

Di sebuah bangunan kecil dengan dinding kayu
yang berjajar rapi. Tinggallah Bintang. Bocah
bertubuh mungil yang hidup berdua bersama
ibunya. Sudah hampir sekitar enam tahun dia
menjadi anak yatim.

Sebagai keluarga yang tidak lagi utuh,
Bintang juga terpaksa menanggung beban untuk
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Keputusan itu ternyata bukan hanya karena
kehilangan sosok ayah, tetapi ada peran ibunya
yang memaksa Bintang untuk bekerja. Bintang
disuruh untuk berjualan kue.

15

Setiap pagi, Bintang mempersiapkan
barang dagangannya. Di keranjang persegi, kue
basah dan kering tertata rapi. Begitu juga sepeda
kecil penuh karat yang sudah terparkir di depan
pintu rumahnya. Bintang menjajakan
dagangannya dengan cara berkeliling.

Bintang mulai menyusuri gang demi gang
dengan mengayuh sepeda kecilnya.

“Kue ... kue ... siapa yang mau beli kue?”
teriak Bintang sambil berharap dagangannya
akan ada yang membeli.

Sekitar 15 meter dari belakang posisi
Bintang, ibu membuntutinya. Ibu mengamati
Bintang dari jauh. Sesekali bahkan juga tergopoh

16

untuk bersembunyi, karena takut saling
berpandangan. Sungguh mencurigakan.

Ternyata itu terjadi akibat dari dagangan
Bintang yang selama tiga hari berturut hanya
laku sedikit. Bukan karena khawatir akan
keadaan anaknya. Ibu lebih takut kalau uang
yang didapat tidak sesuai harapan.

Dengan begini aku akan tahu, kenapa anak
itu tidak pernah habis menjual kuenya, ucap ibu
dalam hati sambil sesekali bersiaga.

Matahari sudah di atas ubun-ubun. Angin
panas menyapu debu. Sesekali menabrak kulit
Bintang yang sejak pagi sudah diterpa matahari.
Matanya yang mulai memerah karena terkena
butir-butir pasir. Keadaan di mana banyak orang

17

akan memilih tinggal di rumah saja. Namun,
semua itu berbanding terbalik dengan semangat
Bintang yang masih tetap menyala. Dia masih
tegak berdiri. Suaranya lantang memecah
keheningan.

“Siang ini terik sekali. Pasti banyak orang
yang memilih berdiam diri di dalam rumah,”
gumam Bintang lirih.

Sudah 15 menit Bintang menuntun
sepedanya, dia mulai merasa lelah. Tak jauh dari
pandangannya terlihat sebuah taman di ujung
jalan.

“Wah, kebetulan sekali!” gumam Bintang.
Dia mempercepat langkahnya. Sementara
itu, ibu masih tetap mengikutinya di belakang.

18

Kenapa dia mempercepat langkah? Mau ke
mana dia? batin ibu dalam hati.

Sesampai di taman, terlihat Pohon
Angsana yang tinggi menjulang. Di bawahnya
terlihat bayangan hitam menempel di tanah.
Pohon itu menjadi tempat beristirahat yang
nyaman. Di sekitaran pohon itu juga ada sepetak
tanah yang ditanami bunga-bunga penuh warna.
Seketika Bintang langsung memutuskan
beristirahat di sana.

Sembari duduk santai, Bintang juga
memandangi area taman yang nampak asri itu. Di
salah satu sudut juga terlihat deretan wahana
bermain, seperti perosotan, jungkat-jungkit, dan
kuda-kudaan. Tatapannya tertuju pada satu hal

19

yang membuat raut muka Bintang terlihat sedih.
Bintang melihat keseruan seorang anak yang
sedang bermain dengan orang tuanya. Hal yang
jarang dia dapatkan. Lalu dia membayangkan
dirinya menggantikan posisi anak kecil itu.

Saat Bintang sedang asyik melamun, ibu
masih saja mengawasi dari kejauhan. Ibu mulai
heran. Alih-alih berjualan, dia malah duduk
santai di sana. Melihat itu, ibu memutuskan akan
menghampiri dan memarahi Bintang.

Namun, langkahnya terhenti karena ada
dua sosok pemuda yang mendatangi Bintang.
Dari tampang mereka, kemungkinan seusia
anak-anak SMA. Ibu masih mengamati.

20

“Hei, anak kecil! Sedang apa kamu di sini?”
ucap salah satu anak.

“Aku sedang beristirahat, Kak. Kenapa
ya?” sahut Bintang.

“Ini area kami bermain. Minggir!” teriak
salah satu lagi.

“Kalau tidak mau pergi, aku akan
merampas semua kue ini,” ancam mereka.

Mendengar ancaman itu, Bintang agak
kaget. Namun, Bintang bersikukuh untuk tetap di
sana. Bintang merasa tidak ada yang salah.

“Tidak, Kak. Ini ‘kan tempat umum. Semua
berhak di sini,” sahut Bintang.

Mendengar jawaban Bintang, kedua anak
itu mencoba memprovokasi. Salah satu anak akan

21

mengambil kuenya. Satunya lagi menjatuhkan
sepeda Bintang.

BRUAK ....
Suara sepeda Bintang terjatuh. Jelas
Bintang tidak bisa berkutik banyak. Bintang
bersikeras ingin melawan mereka. Ulah pemuda
itu semakin membuat ibu geram. Akhirnya ibu
memutuskan untuk menolong Bintang. Ibu
menahan lengan anak itu dari belakang. Sontak
Bintang melepaskan diri dan berlari memeluk
ibunya.
“Kalian jangan ganggu anakku! Kalian
tidak boleh seenaknya sendiri melakukan
kekerasan,” ucap ibu dengan nada sedikit keras.

22

Kemudian kedua anak itu kabur. Salah
satunya menjatuhkan kue-kue yang sudah
diambil tadi. Sementara itu, Bintang masih
memeluk ibunya. Ibu mengusap kepala Bintang.

“Kamu sudah aman, Nak. Ayo, kita pulang
saja!” ucap ibu.

Ibu sadar kalau perbuatannya menyuruh
Bintang untuk berjualan adalah hal yang keliru.
Seharusnya ibu sendiri yang harus banting
tulang, bukan malah anaknya yang harus
menanggung beban keluarga. Ibu juga sadar
kalau jalanan bukan tempat yang aman untuk
anak-anak.

23

Bintang dan ibu akhirnya pulang dan
bergegas membereskan kue yang berserakan. Ibu
meminta maaf pada Bintang dan tidak akan
menyuruh Bintang untuk berjualan keliling lagi.

24

MARWO
Oleh Gita Andriani

Di suatu desa kecil, hiduplah seorang petani yang
bernama Kusno. Petani ini hidup sebatang kara.
Istrinya pergi bersama anaknya yang sudah
dewasa untuk pindah ke kota. Setiap harinya,
Kusno mengisi waktunya dengan mengolah sawah
dan berkebun. Walaupun tinggal sendirian, dia
jarang sekali merasa kesepian. Hal itu
dikarenakan Kusno memiliki hewan peliharaan
berupa seekor kucing.

Marwo adalah namanya. Kucing berwarna
hitam dengan belang cokelat di dekat hidungnya.
Dia selalu aktif di rumah Kusno. Salah satu hal
yang paling menggemaskan adalah di setiap sore,

25

dia menunggu Kusno pulang bekerja. Dia
menunggu di balik pintu. Lalu saat Kusno
membuka pintu, ia melompat ke arah tubuhnya.
Seperti anak kecil yang bermain cilukba.

Suatu hari, ketika Kusno pulang bekerja.
Ada kejanggalan yang terjadi. Sewaktu membuka
pintu, tidak ada yang menabrak badannya.

“Di mana kucing itu?” gumam Kusno.
Kusno berpikir mungkin Marwo lagi
bermain di rumah tetangga yang kebetulan di
sana juga memelihara kucing betina. Mungkin
Marwo sedang kasmaran. Pikirannya sedikit
tenang. Dia melanjutkan aktivitasnya.
Namun, pikirannya menjadi kalut karena
hingga saat malam hari Marwo tidak kunjung

26

kembali. Makanan kesukaannya sudah
dihidangkan oleh Kusno. Kusno biasa makan
malam bersama Marwo.

Kusno memutuskan pergi keluar mencari
kawan kecilnya itu.

“MARWO ... PUS ... PUS ...!” teriak Kusno
mencari kucingnya.

Pencarian sudah berlangsung lama. Kusno
tidak kunjung menemukan Marwo. Padahal Kusno
sudah mencari ke hampir semua area. Kusno
mulai putus asa dan memutuskan untuk kembali
ke rumahnya.

Saat membuka pintu, ternyata Marwo
melompat ke badan Kusno. Sungguh
mengagetkan. Kusno tidak menyangka kalau

27

Marwo kali ini benar-benar membuatnya
terkejut.

Kemudian Kusno mengajak Marwo untuk
makan bersama. Namun, saat Marwo hendak
memakan makanannya, terlihat kucing lain yang
yang ikut muncul dari bawah kolong meja itu.
Ternyata benar dugaan awal Kusno. Marwo
membawa seekor kucing lain. Melihat itu, Kusno
tersenyum sendiri dan melanjutkan makan
malamnya.

28

BERLIBUR BERSAMA KELUARGA

Oleh Krisna Dharma Putra

Satu bulan yang lalu, aku berlibur dengan
keluarga ke Batu, Malang. Sampai di sana, kami
ingin ke kebun binatang. Namun, ternyata kebun
binatang itu masih tutup karena kami datang
terlalu pagi.

"Ayah, bagaimana ini kebun binatangnya
tutup?” tanyaku.

"Tenang, Ayah punya ide. Bagaimana
kalau kita ke Jatim Park 1?" tanya ayah.

"Aku setuju," sorakku.
Setelah selesai bermain di Jatim Park, kami
pergi ke restoran langganan untuk membeli
makan. Namun, lagi-lagi tempat yang kami tuju

29

itu tutup. Akhirnya kami memutuskan pergi ke
Alun-alun Kota Batu. Di sana kami ke stan
penjual ketan dan makan di sana. Usai makan,
kami bermain.

Malam tiba, kami mencari hotel karena
beberapa sudah penuh. Akhirnya kami
menemukan hotel yang bisa ditempati. Kami
menginap selama satu malam.

Keesokan harinya, aku bangun kesiangan
karena tidur larut malam. Setelah mandi, aku
mencari kakak, ayah, dan mama. Akhirnya aku
menemukan mereka sedang berenang. Aku juga
ikut berenang. Air di sana sangat segar dan
dingin.

30

Setelah asyik berenang, aku pergi ke
taman untuk berfoto. Lalu, aku dan keluarga
bersiap untuk pulang. Namun, sebelum pulang
kami makan soto di restoran yang kemarin
sempat tutup. Kami mengobati rasa penasaran.
Selanjutnya kami mampir ke tempat cinderamata.

31

TANAH YANG KUCINTAI

Oleh Muhammad Zaffan

Bersilaturahmi sambil belajar. Lebaran kemarin
kami sekeluarga mengunjungi kerabat yang ada
di Pulau Madura, tepatnya di Kota Bangkalan.

Sudah sekian lama, kami tidak bertemu
karena adanya pandemi Covid-19. Setelah
sampai, kami disambut dengan riang gembira
oleh kerabat. Lalu kami bersalam-salaman dan
berpelukan melepaskan rindu yang sangat dalam.
Kami berkumpul bersama untuk mengobrol. Ibu
bernostalgia dengan saudara-saudaranya
tentang masa kecilnya. Ibu sepertinya ingin
mengengang masa-masa bahagia saat masih kecil
dulu.

32

Semasa kecil, ibu dan saudaranya hidup di
desa terpencil yang sangat indah dan asri.
Seperti desa di Pulau Madura pada umumnya, di
sana akan banyak dijumpai perkebunan dan
persawahan. Bahkan di sana akan mudah
menemukan area lapang yang luas untuk
bermain.

Suasana khas di sana juga terlihat dari
bentuk bangunan rumah penduduknya. Banyak
rumah yang terbuat dari kayu dan bambu. Salah
satu yang unik, di mana setiap rumah akan
memiliki satu musala. Hal yang jarang dan
mungkin sulit ditemui di Surabaya.

Makanan di desa terkesan sederhana.
Namun, kesederhanaan itu memiliki nilai positif

33

lain. Makanan di sana banyak didapat dari hasil
perkebunan sendiri. Singkong, jagung, dan
umbi-umbian. Sesekali menikmati makanan
seperti itu, membuatku merasakan kebahagiaan
yang berbeda. Sederhana tapi bahagia.

Saat asyik bercerita dengan ibu. Aku
sesekali melemparkan pertanyaan untuk
menambah pengetahuan tentang ciri khas dari
desa kami.

“Jenis permainan apa yang dulu biasa ibu
mainkan?” tanyaku.

“Ada banyak sekali jenis permainan
tradisional, Nak. Seperti permainan engklek,
lompat tali karet, dan bermain gundu” jawab ibu.

34

Masih banyak permainan lainnya.
Selanjutnya ibu berkata kalau permainan
tradisional ini hampir tidak dikenali oleh anak
sekarang. Anak sekarang rata-rata bermain
menggunakan teknologi canggih seperti gawai.
Setelah mendengar ibu berkata seperti itu, aku
tersenyum dan kemudian berpikir kalau memang
benar apa yang dikatakan oleh ibu.

“Bu, kesenian tradisional apa yang ada di
Pulau Madura ini?” tanyaku sekali lagi.

“Ada banyak kesenian tradisi seperti ada
karapan sapi dan saronen.”

“Saronen itu apa, bu?”
“Saronen adalah pertunjukan seni musik
khas dari pulau ini, Nak.”

35

Tak berselang lama, kami mengakhiri
cerita karena mendengar suara azan
berkumandang. Berikutnya kami berangkat untuk
salat bersama di musala milik kakek yang ada di
pekarangan rumah.

36


Click to View FlipBook Version