LEGAL OPINION
KASUS PEMUKULAN SUPORTER VOLI DENGAN PEMAIN VOLI DI
KABUPATEN KUTAI BARAT
Sebagai Pemenuhan Program Kerja Prodi Ilmu Hukum Kuliah Kerja Nyata Non-Reguler
Profesi Kelompok 7
Oleh: (1908016004)
1. LISA APRILIA GUSREYNA (1908016001)
2. GILBERT SINGO YUDHA (1908016047)
3. MUH. ZAUDAN AKBAR SIDIQ (1908016049)
4. REZA ASPIANUR
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
A. FAKTA HUKUM
1. Pada 5 Juli 2022, telah terjadi penganiayaan terhadap pemain voli di
lapangan Lamin Singa Praja, Kabupaten Kutai Barat.
2. Penganiayaan tersebut dimulai dari suatu pertengkaran antar
supporter.
3. Pemain voli tersebut bertujuan untuk melerai keduabelah pihak yang
berseteru.
4. Salah satu dari pihak yang berkelahi tadi tidak terima karena dilerai
sehingga dia mengepalkan tangan dan meninju pemain voli tersebut
hingga terluka.
5. Karena merasa tidak terima dan merasa sakit atas pukulan tersebut,
pemain voli tersebut menangkis pukulan yang kedua dari para pihak
yang seteru tadi, dan itu cukup keras.
B. ISU HUKUM
1. Pemain voli ingin dilaporkan oleh salah satu pihak yang berseteru
karena merasa tidak terima dengan tangkisan pemain voli tadi.
2. Telah terjadi perkelahian dan penganiayaan ringan dalam kasus
tersebut.
C. RULES OF LAW
1. Pasal 351 ayat (1) KUHP : “Penganiayaan dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp4.500.”
D. ANALYSIS
Perbuatan memukul orang lain pada pokoknya merupakan tindak pidana
penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (“KUHP”), yang berbunyi:
a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pada penganiayaan memang tidak memberikan batasan jelas apa yang
dimaksud dengan “penganiayaan”. Adami Chazawi dalam bukunya
Pelajaran Hukum Pidana Bagian I: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-
Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana (hal. 113-114)
menyatakan, pada dasarnya secara tersirat di dalam kualifikasi
penganiayaan (mishandeling) telah terdapat unsur perbuatan yakni
“menganiaya”, yang artinya melakukan suatu perbuatan terhadap tubuh
orang yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh orang. Tubuh orang
adalah objek kejahatan menurut rumusan pasal ini, sehingga terdapat
perlindungan hukum terhadap fisik orang dari perbuatan setiap orang
yang menyerang atau menyakiti pisik orang lain.
Masih bersumber dari buku yang sama (hal. 127), unsur akibat menjadi
penting untuk dapat dikatakan tindak pidana penganiayaan. Akibat
terlarang itu adalah: (a) rasa sakit, tidak enak pada tubuh dan atau (b)
lukanya tubuh, dan ini menjadi unsur sehingga harus dapat dibuktikan
oleh jaksa penuntut umum untuk dapat dipidananya terdakwa
penganiayaan.
Jenis-Jenis Penganiayaan
Selanjutnya penganiayaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu penganiayaan
ringan dan berat. Mengenai penganiayaan ringan diatur dalam Pasal 352
KUHP yang menyatakan:
a. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan
ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu
terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
b. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Sementara terhadap penganiayaan berat dijerat dengan Pasal 354
KUHP yang menyebutkan:
a. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian. yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Dalam hal korban tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit yang
dialami dari penganiayaan, tetapi tidak sampai luka berat, maka
pelaku penganiayaan tersebut dapat dijatuhi hukuman menurut Pasal
351 ayat (1) KUHP sebagaimana telah dituliskan di atas.
E. CONCLUSION
Pada pokoknya, memukul orang dalam kondisi apapun misalnya dalam
hal ini pada saat berusaha melerai/mencegah perkelahian, maka pelaku
dapat dijatuhi pidana atas perbuatan penganiayaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
sepanjang unsur-unsur pidananya terpenuhi.
F. RECOMMENDATION
Pertama, saudara bisa selesaikan secara kekeluargaan tanpa adanya
paksaan baik dari 2 orang tadi atau pun dari saudara. Kedua, saudara
juga bisa selesaikan dengan melapor ke pihak berwajib, dengan dugaan
penganiayaan ringan.
TTD
1. Lisa Aprilia Gusreyna
2. Gilbert Singo Yudha
3. Muh.Zaudan Akbar Sidiq
4. Reza Aspianur
LEGAL OPINION
KASUS PENIPUAN ONLINE KABUPATEN KUTAI BARAT
Sebagai Pemenuhan Program Kerja Prodi Ilmu Hukum Kuliah Kerja Nyata Non-Reguler
Profesi Kelompok 7
Oleh: (1908016004)
5. LISA APRILIA GUSREYNA (1908016001)
6. GILBERT SINGO YUDHA (1908016047)
7. MUH. ZAUDAN AKBAR SIDIQ (1908016049)
8. REZA ASPIANUR
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
A. FAKTA HUKUM
6. Pada 1 Juli 2022, telah terjadi transksi jual-beli online dengan sistem
tranfer barang oleh salah satu pembeli yaitu Ibu Ninik.
7. Ibu Ninik mendapatkan iklan barang jualan tersebut dari Tiktok, pada
20 Juni 2022.
8. Nominal yang ditransfer oleh Ibu Ninik adalah Rp.5000.000,- (Lima
Juta Rupiah). Barang tersebut berupa Baju Daster dengan harga per
pcs adalah Rp.250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu).
9. Ibu Ninik membeli sebanyak 20 pcs daster.
10. Tanggal 28 Juli harusnya barang sudah sampai ke tangan ibu Ninik.
Tapi ternyata, barang tersebut tidak sampai kepada ibu Ninik.
11. Ibu Ninik telah berusaha menghubungi pihak penjual bahkan
kepada owner online shop tersebut. Tetapi tidak ada respon.
12. Sampai pada legal opinion ini dibuat Ibu Ninik tidak mendapatkan
barang yang telah ia pesan dan begitupula dengan Uang transferan
tersebut, tidak didapat oleh ibu Ninik.
B. ISU HUKUM
1. Telah terjadi penipuan terhadap Ibu Ninik dengan modus iklan di
tiktok.
C. RULES OF LAW
2. Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dengan ancaman pidana penjara
paling lama 9 tahun.
3. Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman pidana penjara 4
tahun.
4. Pasal 27 ayat (4) UU ITE jo Pasal 45 ayat (4) UU No.19 tahun 2016
5. Pasal 29 UU ITE jo Pasal 45B UU Nomoro 19/2016
6. Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) UU ITE
7. Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo Pasal 45A ayat (1) UU No.19/2016
8. Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tahun 2016
9. Pasal 2 ayat (2) POJK 77/2016
10. Pasal 19 ayat (1) POJK 77/2016
D. ANALYSIS
Pada dasarnya, penipuan online merupakan tindakan kejahatan yang
sama dengan penipuan konvensional yang diatur dalam KUHP. Hanya
saja, yang menjadi pembedanya adalah media yang digunakan.
Menurut Asril Sitompul, penipuan online dalam e-commerce
merupakan penipuan yang menggunakan internet untuk keperluan
bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan basis
perusahaan yang bersifat konvensional dan nyata.
Perlu Anda ketahui, UU ITE dan perubahannya tidak mengatur secara
khusus mengenai tindak pidana penipuan maupun pasal tentang
penipuan online. Namun, Pasal 378 KUHP mengatur tindak pidana
penipuan sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu
atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.”
Walaupun UU ITE tidak mengatur secara spesifik tentang pasal
penipuan online, akan tetapi Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur
larangan untuk menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik.
Adapun bunyi Pasal 28 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik”.
Berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, setiap orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1 miliar.
Namun untuk menentukan apakah seseorang melanggar Pasal 28
ayat (1) UU ITE atau tidak, terdapat beberapa pedoman implementasi
yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a. Delik pidana dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE bukan merupakan
delik pemidanaan terhadap perbuatan menyebarkan berita bohong
(hoaks) secara umum, melainkan perbuatan menyebarkan berita
bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi
perdagangan daring;
b. Berita atau informasi bohong dikirimkan melalui layanan aplikasi
pesan, penyiaran daring, situs/media sosial, lokapasar
(marketplace), iklan, dan/atau layanan transaksi lainnya melalui
sistem elektronik;
c. Bentuk transaksi elektronik bisa berupa perikatan antara pelaku
usaha/penjual dengan konsumen atau pembeli;
d. Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak dapat dikenakan kepada pihak yang
melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur;
e. Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan delik materiil, sehingga
kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung
dan ditentukan nilainya;
Dalam kasus penipuan online, kerugian tidak hanya dirasakan
konsumen saja, melainkan juga pelaku usaha. Berikut adalah
beberapa bentuk penipuan online dalam bidang jual beli yang lazim
terjadi:
1. Barang/produk yang diterima tidak sesuai dengan yang dipesan;
2. Barang/produk adalah barang tiruan;
3. Identitas pelaku usaha atau konsumen fiktif;
4. Penipuan harga diskon terhadap barang/produk yang ditawarkan,
yakni barang/produk yang diterima bekas, tidak layak pakai,
bahkan tidak dikirimkan.
Jika Anda tertipu transaksi online, dipaksa melakukan transfer
sejumlah uang dengan iming-iming hadiah atau bentuk penipuan lain
sebagaimana disebut di atas, Anda dapat melakukan pelaporan
penipuan online melalui CekRekening.id by Kominfo, dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Masukkan data nomor rekening yang ingin dilaporkan (dapat
berupa nomor bank atau e-wallet);
b. Masukkan biodata yang dilaporkan dan kategori penipuan
(kategori dapat berupa narkotika, obat terlarang, pemerasan,
prostitusi online, pinjaman online, dan lainnya);
c. Masukkan biodata pelapor;
d. Jelaskan kronologi kejadian;
e. Unggah bukti kronologi.
Penyalahgunaan jasa telekomunikasi berupa panggilan dan/atau
pesan yang bersifat mengganggu dan/atau tidak dikehendaki juga
dapat diindikasikan sebagai penipuan. Berdasarkan informasi yang
dilansir dari laman Aduan BRTI Kominfo, berikut adalah alur pelaporan
penipuan online yang dapat Anda lakukan:
1. Pelapor diminta untuk merekam percakapan dan/atau memfoto
(capture) pesan, serta nomor telepon seluler pemanggil dan/atau
pengirim pesan;
2. Pelapor membuka laman kominfo.go.id dan klik menu ADUAN
BRTI;
3. Pelapor wajib mengisi daftar isian:
a. Identitas pelapor;
b. Memilik Pengaduan pada kolom Pengaduan atau Informasi;
c. Menulis isi aduan;
d. Pelapor klik tombol MULAI CHAT;
4. Pelapor akan dilayani petugas help desk dan diminta melampirkan
bukti yang diindikasikan sebagai penipuan;
5. Petugas help desk akan melakukan verifikasi dan analisis
percakapan yang Anda lampirkan;
6. Petugas help desk membuat tiket laporan ke sistem SMART PPI
dan mengirimkan e-mail ke penyelenggara jasa telekomunikasi
terkait agar nomor yang diindikasikan sebagai nomor penipu
diblokir;
7. Penyelenggara jasa telekomunikasi menindaklanjuti laporan
pemblokiran nomor seluler dalam waktu 1x24 jam;
8. Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan notifikasi
kepada BRTI terkait pengaduan pelanggan yang diselesaikan;
9. Dalam hal pemblokiran nomor seluler yang tidak terkait penipuan,
maka pemblokiran dapat dibuka setelah ada klarifikasi dan
verifikasi yang dapat disampaikan kepada BRTI sesuai peraturan
perundang-undangan.
Selain melapor secara online, Anda juga dapat melaporkan penipuan
online ke Polisi Resor terdekat, dengan membawa bukti schreenshoot
percakapan Anda dengan penipu, URL, foto, rekaman suara maupun
video, dan bukti transfer. Anda perlu mengumpulkan bukti-bukti
tersebut dan menyimpan dalam sebuah flash disk atau CD.
E. CONCLUSION
Pasal penipuan online, pasal tentang penipuan jual beli online maupun
pasal penipuan pinjaman online memang tidak diatur secara eksplisit
dalam KUHP maupun UU ITE beserta perubahannya. Akan tetapi,
berdasarkan pertanyaan Anda, maka kami asumsikan bahwa telah
terdapat berita bohong dan menyesatkan, yang mengakibatkan
timbulnya kerugian bagi Anda selaku konsumen dalam transaksi
elektronik. Dengan demikian, terhadap pelaku penipuan online dapat
diterapkan Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016.
Selain itu, Anda juga dapat melakukan pelaporan penipuan online secara
langsung ke Polisi ataupun mengunjungi laman CekRekening.id by
Kominfo danAduan BRTI Kominfo
F. RECOMMENDATION
Pertama, menghubungi call center Polri 110, bagaimana tindaklanjut
dalam tahap pelaporan. Kedua, mengirim laporan via SMS ke 1717, atau
melapor melalui media sosial seperti facebook, instagram dan twitter.
Atau bisa juga langsung melapor ke website pengaduan Polri.
TTD
1. Lisa Aprilia Gusreyna
2. Gilbert Singo Yudha
3. Muh.Zaudan Akbar Sidiq
4. Reza Aspianur
LEGAL OPINION
KASUS PINJAMAN ONLINE KABUPATEN KUTAI BARAT
Sebagai Pemenuhan Program Kerja Prodi Ilmu Hukum Kuliah Kerja Nyata Non-Reguler
Profesi Kelompok 7
Oleh: (1908016004)
1. LISA APRILIA GUSREYNA (1908016001)
2. GILBERT SINGO YUDHA (1908016047)
3. MUH. ZAUDAN AKBAR SIDIQ (1908016049)
4. REZA ASPIANUR
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
A. FAKTA HUKUM
1. Pada 1 Juni 2022, Pak Nus melakukan pinjamaan online di salah satu
aplikasi (fintech).
2. Pak Nus hanya meminjam sesuai dengan kebutuhan yaitu
Rp.2.500.000,- (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).
3. Kemudian Pak Nus ingin melunasi pinjaman tersebut kepada pihak
kreditor, yaitu aplikasi pinjaman online itu.
4. Tetapi Pak Nus diminta untuk membayar bunga yang pada awal
peminjaman tidak dijelaskan dan tidak diberitahukan.
5. Besaran bunga tersebut ½ dari jumlah pinjaman pokok. Sehingga
total yang harus dibayar Pak Nus adalah sebesar Rp. 3.750.000,- (Tiga
Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
6. Kemudian, Pak Nus diminta lagi untuk membayar uang administrasi
sebesar Rp.1000.000,- (Satu Juta Rupiah).
7. Pak Nus tidak mampu untuk membayar nya, kemudian di bulan
selanjutnya Pak Nus mendapatkan teror dan intimidasi dari debt
collectornya.
B. ISU HUKUM
2. Pak Nus telah melakukan Pinjaman Online di salah satu aplikasi
ilegal (fintech).
3. Pak Nus diteror dan di intimidasi oleh debt collector dengan kata-
kata kasar dan tidak pantas.
C. RULES OF LAW
1. KUHPerdata (Pasal 1320,Pasal 1335 dan Pasal 1338)
2. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi
4. SEOJK Nomor 18/SEJOK.01/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen
Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi
5. Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data
Pribadi dalam Sistem Elektronik Peraturan Bank Indonesia Nomor Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 6 pengaturan
tentang pinjaman online Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Finansial
7. Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE)
8. Pasal 18 ayat (1) UU ITE
D. ANALYSIS
Pertanggungjawaban pidana bahwa seseorang yang melakukan perbuatan
tindak pidana belum tentu dapat dipidana, namun jika ditemukan unsur
kesalahan padanya maka seseorang tersebut baru dapat diminta
pertanggungjawaban atas kesalahannya. Didalam tindak pidana terdapat
actus reus dan mens rea (Sjawie 2015). Menjadikan seseorang dapat
dipidana tergantung dua hal yakni harus ada perbuatan yang bertentangan
dengan hukum atau ada unsur melawan hukum dan terhadap pelakunya
harus ada unsur kesalahan baik secara kesengajaan dan/atau kealpaan,
sehingga perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan.
Indonesia belum memiliki aturan pelaksana yang jelas terkait tata cara
penagihan oleh seorang desk collector, karena pada prinsipnya desk
collector mendapat kuasa khusus dari kreditur untuk menagih utang
kepada debitur namun pada prakteknya kolektor justru melakukan hal-hal
di luar kesepakatan dari perusahaan yang melanggar hukum dan bahkan
mengarah kepada tindak pidana. Berkaitan dengan desk collector yang
melakukan tindak pidana terhadap debitur dalam proses penaagihan,
merujuk pada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/10/DASP Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu bahwa penagihan
melalui pihak lain atau jasa penagih utang harus dilakukan dengan cara
yang tidak melawan hukum. Tentang cara yang tidak melawan hukum
tersebut, tidak dirumuskan secara jelas namun batasannya menggunakan
KUHP maupun di luar KUHP.
Perbuatan yang dilakukan oleh desk collector tersebut merupakan tindak
pidana dan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE yang menyatakan “setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan”. Berdasarkan pasal tersebut, unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Setiap orang;
2. Dengan sengaja dan tanpa hak;
3. Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik;
4. Memiiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Unsur setiap orang yang dimaksud dalam pasal ini adalah individu atau
badan hukum. Setiap orang ditunjukkan kepada subjek hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban yang disangka melakukan tindak pidana.
Apabila dilihat dari sudut teknis dan formulasi rumusannya, bahwa unsur
“setiap orang” adalah desk collector. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak
dalam pasal 27 ayat (1) merupakan unsur kesalahan.
Perlindungan hukum tidak membedakan antara kaum pria maupun wanita,
kaya maupun miskin, muda maupun tua karena perlindungan hukum
diberikan terhadap subyek hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi
hukum yaitu dapat memberikan suatu keadilan, kepastian, dan
kemanfaatan. Perlindungan hukum terhadap korban didasarkan pada
KUHP sebagai sumber hukum materiil dengan menggunakan KUHAP
sebagai hukum acaranya. Bila diperhatikan, kedudukan korban dalam
KUHP belum optimal dibandingkan dengan kedudukan pelaku, karena
hanya memihak kepada pelaku. Terkhusus lagi perlindungan hukum
terhadap korban kejahatan ini telah diatur dalam UU PSK, selain itu
perlindungan hukum terhadap korban kejahatan tidak dapat dilepaskan
perannya dari viktimologi.
Fakta hukumnya bahwa korban hanya sebatas sebagai alat bukti dalam
memberikan keterangan yaitu sebagai saksi dalam persidangan,
rendahnya hukuman pidana penjara dan denda yang dijatuhkan kepada
pelaku dan tidak adanya ganti kerugiaan (restitusi) yang diberikan oleh
pelaku kepada korban adalah bentuk ketidakadilan yang dirasakan pihak
korban/keluarga korban yang telah mengalami kerugian baik materil
maupun immateril.
E. CONCLUSION
Perbuatan desk collector dalam menangih utang dapat dikategorikan
telah melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Pertanggungjawaban pidana
yang dapat dikenakan terhadap perbuatan adalah tanggungjawab mutlak
(strict liability) terhadap sipembuat. Jika perbuatan tersebut dilakukan
dalam hubungan antara desk collector sebagai karyawan dari
perusahaan, maka tanggungjawab perusahaan berdasarkan vicarious
liability yang dibebankan kepada pengurus perusahaan (direksi) bahwa
direksi tidak ditemukannya delik, namun karena kesalahan tersebut yang
dilakukan pegawainya pihak direksi tetap dapat dimintai pertanggung
jawaban Pasal 1367 KUH Perdata. Bentuk perllindungan terhadap korban
perlu dilakukan oleh LPSK meliputi perlindungan secara psikis maupun
fisik. Bentuk perlindungan terhadap korban berupa korban berhak
mendapatkan restitusi atas penagihan pinjaman online illegal, serta
korban mendapatkan perlindungan berdasarkan UU PSK.
F. RECOMMENDATION
Pertama saudara tidak perlu membayar tagihan tersebut, karena sudah
tentu berbeda tagihan yang diperjanjikan didalam aplikasi dengan
ketentuan bank indonesia khususnya dalam segi bunga. Kedua, saudara
bisa melakukan pembayaran dengan membayar pokoknya saja kepada
pihak peminjam. Caranya saudara hubungi nomor yang tertera atau
hubungi customer service aplikasi tersebut. Ketiga, jika sudah, maka saat
saudara telah melakukan pembayaran, saudara mintakan tanda terima
yang dibubumi tanda tangan dan materai.
TTD
1. Lisa Aprilia Gusreyna
2. Gilbert Singo Yudha
3. Muh.Zaudan Akbar Sidiq
4. Reza Aspianur