MODUL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I LABORATORIUM TERPADU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK 2018
PERCOBAAN 1 DASAR-DASAR PENGUKURAN 1. Tujuan percobaan Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan : a. Mampu menggunakan beberapa alat ukur dasar b. Mengenal teknik-teknik dasar pengukuran c. Mampu menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran d. Mampu menggunakan pengertian angka berarti 2. Dasar teori Pengenalan beberapa alat ukur dasar 1. Jangka sorong Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang memiliki bentuk seperti pada gambar berikut : Ada tiga fungsi pengukuran panjang yang dimiliki oleh jangka sorong, yaitu : 1. Pengukuran panjang bagian luar benda 2. Pengukuran panjang bagian rongga dalam benda 3. Pengukuran kedalaman/lubang suatu benda. Jangka sorong dilengkapi dengan skala nonius. Skala nonius yang digunakan mengandung 10 skala sepanjang 9 mm. Maka satu skala nonius menunjukkan panjang 0,9 mm berselisih 0,1 mm dengan skala induknya. Angka yang meragukan sebagai hasil penaksiran dapat dihindari karena dapat ditentukan dengan tepat dengan cara melihat skala nonius yang berimpitan dengan skala induknya. Pengukuran bagian dalam benda Pengukuran bagian luar benda Pengukuran bagian luar benda Skala utama Skala nonius Gambar 1. Jangka sorong
2. Micrometer sekrup Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur panjang benda yang memiliki ukuran maksimum sekitar 2,5 cm. Benda yang diukur dijepit antara bagian A dan B untuk menggerakkan bagian B, maka bagian C harus diputar. Skala nonius dibuat melilit melingkar skala induk yang terdiri dari 50 garis. Untuk satu putaran skala nonius, pada skala induk telah menunjukkan jarak 0,005 mm. Jadi 1 skala nonius ekivalen dengan penujukkan sepanjang 0,001 mm, oleh karena itu micrometer sekrup dapat mencapai ketelitian sampai 0,001mm. 3. Stopwatch Untuk menentukan waktu yang diperlukan dalam melakukan pengamatan fisis biasanya digunakan stopwatch. Stopwatch yang digunakan dalam praktikum di laboratorium untuk skala praktikum adalah stopwatch analog. 3. Metodologi 3.1 Alat dan bahan a. Jangka sorong b. Mikrometer sekrup c. Spherometer d. Neraca e. Satu set lensa (cembuang, cekung dan datar) f. Bola-bola kecil g. Balok kecil Skala utama Skala nonius (C) A B D Gambar 2. Mikromater sekrup Garis tengah skala utama
3.2 Cara Kerja a. Jangka Sorong 1. Perhatikan skala utama dan nonius pada jangka sorong tersebut dan hitung nilai skala terkecil (nst)nya tanpa dan dengan nonius. 2. Ukurlah panjang, lebar dan tebal balok dengan cara meletakkan balok pada bagian pengukuran bagian luar benda. 3. Kuncilah pengkuran pada saat kedua sisi pengukuran menyentuh sisi balok dengan cara mengkatupkan bagian pengunci rapat-rapat. 4. Catat kedudukan skala dalam keadaan sekarang Cara pembacaan alat ukur jangka sorong: a. Untuk pembacaan skala utama yakni melihat angka pada skala utama yang sejajar dengan angka nol pada skala pada skala nonius. b. Untuk pembacaan skala nonius yakni melihat angka yang sejajar selain pada angka nol pada skala nonius. c. Menjumlah nilai pada kedua skala tersebut. 5. Gunakan neraca untuk menimbang balok. 6. Ulangi langkah pertama sampai enam sebanyak 8 kali (atau sesuai dengan instruksi asisten) No. Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Massa (grm) 1 2 3 4 5 6 7 8 b. Mikrometer sekrup 1. Perhatikan skala utama dan nonius pada micrometer sekrup tersebut dan hitung nilai skala terkecil (nst)nya tanpa dan dengan nonius.
2. Ukurlah diameter bola-bola kecil dengan cara meletakkan bola tersebut antara bagian A dan B kemudian putar ke kanan sekrup (C) sampai sisi bagian dalam A dan B menyentuh bola tersebut. 3. Setelah bola tersentuh oleh sisi A dan B maka putar satu kali bagian D sampai terdengar suara klik (tidak boleh lebih dari satu kali putaran karena dapat merusak alat ukur tersebut) Cara pembacaan alat ukur mikrometer sekrup: a. Untuk pembacaan skala utama yakni melihat angka pada skala utama yang berimpit dengan skala nonius. b. Untuk pembacaan skala nonius yakni melihat angka pada skala nonius yang sejajar dengan garis tengah skala utama. c. Menjumlahkan nilai pada kedua skala tersebut. 4. Kuncilah pengkuran pada saat kedua sisi pengukuran menyentuh bola dengan cara mengkatupkan bagian pengunci rapat-rapat. 5. Catat kedudukan skala dalam keadaan sekarang 6. Gunakan neraca untuk menimbang balok. 7. Ulangi langkah pertama sampai enam sebanyak 8 kali (atau sesuai dengan instruksi asisten) No. Diameter (mm) Massa (grm) 1 2 3 4 5 6 7 8
PERCOBAAN 2 AYUNAN MATEMATIS 1. Tujuan Percobaan Menentukan percepatan gravitasi bumi, (g). 2. Dasar Teori Gravitasi merupakan fenomena atau gejala alamiah berupa peristiwa tarik menarik antara dua massa. Percepatan gravitasi adalah gaya gravitasi per satuan massa. Menurut Newton gaya gravitasi dinyatakan sebagai: 2 1 2 r m m F G (1) dimana: G = Konstanta Gravitasi m1 dan m2 = Massa benda yang tarik menarik r = Jarak antara kedua massa Nilai G ditentukan oleh Cavendish dengan menggunakan neraca puntir dan percobaan ini terkenal dengan nama ‘menimbang bumi’ karena dengan diketahuinya G maka massa bumi dapat dihitung yakni: G R atau M g m.g R mM F G 2 o o 2 . (2) dengan: M = Massa bumi R = Jari-jari bumi go = Percepatan gravitasi bumi di permukaannya Pada jarak r = h+R dari pusat bumi maka berat suatu benda yang bermassa m adalah: gr G.M m.g atau r mM G 2 2 (3) Untuk r = R (di permukaan bumi), g = go sehingga: atau g R G.M R M g G 2 o 2 o . (4) Subsitusi persamaan (3) ke (4) menghasilkan:
2 2 o (R h) R g g . (5) atau 2 o ) r h g g (1 . (6) Bila h<<<R, persamaan (6) menjadi: ) r h g g (1 2 o .(7) Pengukuran g dapat dilakukan menggunakan bandul matematis yakni sebuah bandul bermassa m yang mengayun pada benang yang massanya diabaikan dengan panjang L. Bila simpangan sudut kecil, lintasan m boleh dianggap lurus sehingga: Sin = x / L Dimana x = simpangan bandul Suatu gaya pemulih yang mengembalikan m ke keadaan setimbang dinyatakan oleh: x 0 L g dt d x L x mg dt d x m F mg sin 2 2 2 2 Bentuk umum persamaan diferensial getaran selaras adalah: x 0 dt d x 2 2 2 maka besar kecepatan sudutnya adalah: Gambar 1. Model bandul matematis x L
L g Jadi suatu sistem bermassa m akan bergerak dengan periode: L g 4 T atau g L T 2 2 2 3. Metodologi 3.1. Alat dan Bahan a. Bola ayunan b. Statif c. Stop Watch d. Mistar e. Kawat/Benang/Tali f. Kertas Grafik 3.2. Cara kerja a. Siapkan alat-alat yang diperlukan b. Ikat bandul pada ujung tali atau kawat yang telah digantungkan pada batang statif c. Ukur panjang tali/kawat d. Berilah simpangan untuk bandul dengan sudut yang kecil kemudian ayunkan. e. Catat waktu yang diperlukan untuk 50 kali ayunan f. Ulangi percobaan c – e dengan panjang tali yang berbeda 5. Analisa a. Dari berbagai pengukuran dengan panjang tali yang berbeda-beda,buatlah grafik T 2 terhadap L b. Bagaimanakah bentuk grafiknya c. Tentukan percepatan grafitasi dari grafik tersebut d. Bandingkan pula dengan nilai percepatan grafitasi g = 9,8 m/t2 e. Berikan ulasan mengenai cara & hasil pengukuran yang telah Saudara lakukan f. ---------
PERCOBAAN 3 KOMPOSISI GAYA 1. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari sifat gaya sebagai vektor yang dapat diuraikan ke dalam beberapa komponen 2. Mempelajari penerapan Hukum I Newton pada sistem kesetimbangan titik. 2. Dasar Teori Berdasarkan Hukum I Newton, pada keadaan setimbang sejumlah gaya yang bekerja pada suatu titik harus memenuhi syarat bahwa resultan gaya yang bekerja pada titik tersebut sama dengan nol. Secara matematis pernyataan ini dapat dituliskan sebagai: Fi = 0 (1) Bila gaya-gaya terebut bekerja pada suatu bidang datar maka persamaan (1) dapat dinyatakan dalam koordinat Kartesian sebagai: Fxi = 0 dan Fyi = 0 (2) dengan: Fxi = komponen horizontal gaya Fi Fyi = komponen vertikal gaya Fi Bila 1 merupakan sudut antara sumbu vertikal dengan gaya Fi maka: Fxi = Fi cos 1 dan Fyi = Fi sin 1 (3) Perhatikan Gambar 2.1 berikut. Berdasarkan persamaan (2) dan (3), sistem tiga gaya pada Gambar 2.1 menghasilkan hubungan: Fxi = 0; F1 sin 1 – F2 sin 2 = 0; F1 sin 1 = F2 sin 2 (4a) Atau: 1 2 2 1 sin sin F F (4b) F1 F F2 2 1 Gambar 1. Sistem Gaya yang Dibentuk Oleh Gaya-gaya F1 dan F2
dan Fyi = 0 F1 cos 1 + F2 cos 2 - F = 0 F1 cos 1 + F2 cos 2 = F (5) Ruas kiri persamaan (4b) merupakan resultan dari komponen-komponen vertikal gaya F1 dan F2. Berdasarkan persamaan (4b) dan (5) terlihat bahwa gaya resultan sama besar tapi berlawanan arah dengan F sehingga besar vektor-vektor gaya dapat dituliskan sebagai: F Fres (6) 3. Metodologi 3.1 Alat dan Bahan 6 pemberat 50 gr 1 pengukur sudut 2 klem dudukan 4 statif 1 dinamometer 2N benang sejumlah beban 3.2 Cara Kerja 1. Pasanglah peralatan seperti pada Gambar 2. Usahakan agar benang membentuk bidang datar (tidak miring) dengan menyamakan arah klem Gambar 2 Susunan Peralatan
2. Pasanglah dinamometer pada batang besi horizontal dengan bantuan klem atau dapat dipasangkan langsung pada batang melalui tangkainya. Saat melakukan pengukuran, posisi dinamometer harus benar-benar tegak lurus terhadap batang. 3. Pasanglah beberapa pemberat pada kedua ujung benang. Kaitkan dinamometer pada benang tersebut. 4. Pasanglah pengukur sudut pada statif, atur posisinya dengan menggeser statif sehingga titik pusatnya tepat berada pada titik tangkap gaya-gaya dan posisi nolnya berada pada titik tertinggi. 5. Untuk setiap kombinasi massa m1 dan m2, ukurlah sudut 1 dan 2 dan gaya F yang terbaca pada dinamometer. 6. Isilan data yang didapat pada Tabel pengamatan. No m1 (gr) m2 (gr) F1 (N) F2 (N) Fres (N) 1 2 1 150 50 2 150 100 3 150 150 4 100 200 5 100 50 6 50 50 5. Evaluasi 1. Lengkapilah Tabel 2 berdasarkan data pada Tabel 1. Fthe adalah hasil perhitungan F secara teoritis berdasarkan persamaan (5). Apakah hasil perhitungan teoritis ini sama dengan hasil yang diperoleh dari percobaan untuk setiap pengukuran? Jika ada perbedaan jelaskan mengapa demikian! 2. Apakah nilai F1/F2 sama dengan nilai sin 2 / sin 1? 3. Apakah penguraian gaya-gaya menjadi komponen-komponen vertikal dan horizontal dapat diterapkan pada sistem ini? Mengapa demikian? 4. Berlakukah Hukum I Newton pada sistem ini? Jelaskan! Pengukuran F1/F2 sin 2 / sin 1 Fthe 1 2 3 4 5 6
PERCOBAAN 4 KOEFESIEN KEKENTALAN ZAT CAIR A. Tujuan Menentukan koefisien kekentalan zat cair berdasarkan Hukum Stokes B. Peralatan Tabung berisi cairan minyak goreng, oli dan gliserin Magnet Hydrometer Stopwatch Bola-bola pejal berbeda ukuran Neraca analitik Mikrometer sekrup Meteran C. Dasar Teori Tinjau gerak jatuh bebas sebuah benda, misalnya kelereng di dalam zat cair (air) di dalam akuarium yang cukup dalam. Mula-mula kelereng akan bergerak dipercepat tetapi beberapa saat setelah menempuh jarak cukup jauh nampak bahwa kelereng bergerak dengan kecepatan tetap, meskipun berat kelereng lebih besar dibandingkan gaya apung (Archimedes) yang bekerja pada kelereng yang arahnya ke atas. Hal tersebut menunjukkan ada gaya lain yang bekerja pada kelereng. Gaya ketiga ini merupakan gaya gesek yang disebabkan kekentalan zat cair atau fluida. Kekentalan zat cair atau viskositas umumnya dapat dipandang sebagai gaya gesekan pada bagian dalam fluida. Jika luas permukaan lapisan zat cair yang bergerak sama dengan A, dan gaya untuk mempertahankan geraknya sama dengan F, maka F/A didefinisikan sebagai tegangan geser yang bekerja pada lapisan zat cair tersebut. Jika lebar permukaan zat cair L, dan laju gerak relatifnya terhadap lapisan lain di dekatnya v, maka laju perubahan regangan gesernya v/L. Koefisien kekentalan zat cair η di definisikan sebagai perbandingan tegangan geser dan laju perubahan regangan geser atau : v L F A Laju Perubahan Regangan Geser Tegangan Geser Khusus untuk benda berbentuk bola, gaya gesekan fluida dengan benda dirumuskan oleh Hukum Stokes sebagai :
F 6rv dengan : r = jari-jari bola; v = kecepatan relatif bola terhadap fluida Jika bola pejal dengan rapat massa dilepaskan tanpa kecepatan awal ke dalam cairan dengan rapat massa r maka suatu saat kecepatan bola akan tetap yaitu saat gaya-gaya yang bekerja padanya mencapai kesetimbangan F 0. Besarnya kecepatan tersebut adalah : 9 2 2 g f r v (Buktikan !) Gambar 3.1 Peralatan dan Bahan D. Cara Kerja 1. Timbang masing-masing bola sebanyak 5 kali 2. Ukur diameter masing-masing bola sebanyak 5 kali 3. Ukur massa jenis cairan dengan menggunakan hydrometer 4. Pasang beri tanda (dengan karet gelang atau kawat) pada jarak minimum 5 cm dari permukaan cairan dalam tabung sebagai titik awal (titik pertama) pengukuran waktu 5. Tentukan jarak tertentu dari titik awal pada poin 4 di atas (pada bagian dekat permukaan tabung) sebagai titik akhir, dan beri tanda dengan karet gelang atau kawat 6. Jatuhkan bola tepat dari permukaan cairan 7. Catat waktu bola jatuh dari titik awal (tanda pertama) ke tanda yang terletak di dekat dasar tabung (titik akhir). 8. Angkat bola dari dasar tabung 9. Ulangi penjatuhan bola sebanyak 5 kali 10. Bersihkan noda cairan sebelum digunakan pada tabung lainnya 11. Ulangi percobaan di atas untuk bola lainnya Hydrometer Tabung dan Bola Pejal
12. Ulangi percobaan di atas untuk tabung lainnya PERCOBAAN 5 LENSA POSITIF A. Tujuan 1. Mengamati sifat-sifat pembiasan oleh lensa positif 2. Mengamati sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa positif 3. Menentukan jarak fokus lensa positif 4. Menentukan jarak fokus lensa gabungan B. Dasar Teori Lensa yaitu benda bening yang tembus cahaya yang permukaannya merupakan bidang lengkung bola, terbuat dari gelas atau plastik. Lensa dapat dibedakan atas lensa cembung dan lensa cekung. Lensa Cembung biasa pula disebut lensa konvergen atau lensa positif yaitu lensa yang memiliki bagian tengah lebih tebal dari bagian ujungnya. Bentuk lensa cembung dapat dibedakan atas : a. Bi-convex (cembung – cembung) b. Planconvex (cembung – datar) c. Convexconcave (cembung – cekung) Bila kita menempatkan sebuah benda di depan sebuah lensa positif (lensa cembung), maka sinar-sinar dari benda tersebut akan dibiaskan oleh lensa dengan pola sebagai berikut : a. Sinar sejajar sumbu utama akan dibiaskan menuju titik fokus. b. Sinar yang melewati titik fokus (f’) akan dibiaskan sejajar sumbu utama c. Sinar yang melewati titik pusat lensa tidak dibiaskan. Pola pembiasan sinar utama pada lensa positif dapat dilihat pada Gambar 1. Perpotongan sinar-sinar yang dibiaskan tersebut akan membentuk bayangan. + s f ’ S’ f + f ’ f + f ’ f (a) (b) (c) Gambar 1 Pola pembiasan sinar utama pada lensa positif; (a) Sinar yang sejajar sumbu utama; (b) sinar yang melewati fokus; (c) sinar yang melewati titik pusat
Hubungan antara jarak benda (s), jarak bayangan (s’) dan titik fokus, diperlihatkan oleh persamaan berikut: ' 1 1 1 f s s ............................................................................................ (1) Pada lensa positif, bila benda ditempatkan pada titik f’ sehingga jarak bayangan sama besar dengan jarak fokus (s = f), maka Persamaan (1) mensyaratkan jarak bayangan (s’) harus bernilai tak berhingga. Hal ini berarti bahwa bayangan yang dibentuk oleh lensa terletak pada posisi tak berhingga dari lensa (Gambar 1.a). Sebaliknya bila benda berada pada posisi tak berhingga, maka s’ = f. Ini berarti bahwa bayangan akan jatuh tepat di titik fokus (Gambar 1.c). Dengan bantuan cermin datar, dua buah lensa positif dapat digabungkan. Sebuah benda diletakkan di titik f’, menghasilkan bayangan di posisi tak berhingga. Bayangan ini dapat ditangkap dengan sebuah cermin datar, dan dipantulkan kembali ke lensa. Oleh lensa, cermin tersebut dianggap sebagai sebuah benda pada posisi tak berhingga, sehingga sinar dari cermin dibiaskan dan menghasilkan bayangan di titik f’ pada lensa positif kedua. Jika dua buah lensa (fokus f1 dan f2) digabungkan, maka jarak fokus gabungannya dipenuhi oleh : 1 2 1 1 1 f f f s ............................................................................................ (2) C. Alat dan bahan 1. Lensa Positif (F=50 mm dan F=100 mm) 2. Kabel Penghubung 3. Wadah Diafragma 4. Lampu 5. Layar 6. Diafragma 7. Cermin Datar 8. Catu Daya
D. Prosedur percobaan Percobaan I : 1. Susunlah lampu, wadah difragma, lensa positif (f=50 mm), dan layar secara berurutan sehingga diperoleh susunan seperti Gambar 1. Pasanglah diafragma plastik pada wadahnya yang berfungsi sebagai benda. 2. Nyalakan lampu setelah rangkaian tersusun. 3. Aturlah posisi lensa, benda dan layar dengan menggeser-gesernya, sehingga diperoleh bayangan pada layar. Carilah posisi bayangan yang jelas/tajam. 4. Ukurlah s dan s’ kemudian catat datanya pada Tabel 1. 5. Lakukan beberapa variasi jarak s dan s’. 6. Amati dan catat sifat bayangan yang terbentuk (maya atau nyata, tegak atau terbalik, diperbesar atau diperkecil). 7. Lakukan langkah yang sama untuk lensa positif lain, dan buatlah Tabel yang sama dengan Tabel 1. Tabel 1. Hasil pengukuran jarak benda dan bayangan No Lensa A (f=50 mm) S (cm) S’ (cm) f (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 Percobaan II 1. Gantilah layar pada percobaan 1 dengan cermin. Gunakan diafragma bergambar panah sebagai benda. 2. Aturlah posisi lensa dan benda sehingga diperoleh bayangan yang jelas/tajam pada diafragma. Ukurlah jarak antara diafragma dan lensa pada keadaan ini. Percobaan III
1. Gabungkan lensa A dan B. 2. Lakukan langkah-langkah Percobaan I dengan menggunakan gabungan lensa A dan lensa B. Analisis Data 1. Bagaimana jarak fokus lensa untuk tiap pengukuran pada percobaan I ? 2. Jelaskan sifat bayangan yang terbentuk oleh lensa positif secara umum. 3. Bandingkan hasil pengukuran/perhitungan jarak fokus lensa antara Percobaan I dan Percobaan II. 4. Hitunglah jarak fokus lensa gabungan bila lensa A dan B digabungkan. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan percobaan III.
PERCOBAAN 6 GELOMBANG STASIONER A. TUJUAN PERCOBAAN Mengetahui pengaruh beban (tegangan) terhadap panjang gelombang stasioner pada tali. B. DASAR TEORI Seutas tali salah satu ujungnya diberi tegangan (beban) dan ujung lainnya digetarkan terusmenerus dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Saat gelombang merambat dan sampai pada titik yang terikat gelombang tersebut akan dipantulkan dengan frekuensi dan panjang yang sama. Selanjutnya akan terjadi interferensi antara gelombang datang dengan gelombang pantul dengan amplitudo dan frekuensi yang sama tetapi arahnya berlawanan. Hasil interferensi inilah yang disebut gelombang stasioner. Pada gelombang stasioner ini akan terbentuk titik perapatan/simpul (node) dan titik perenggangan/perut (antinode). Jarak antara dua node atau dua antinode yang berturutan disebut sebagai setengah panjang gelombang. Kecepatan perambatan gelombang dapat dihitung dengan persamaan : V = (F/) dan = (1/f) (F/) dengan : = panjang gelombang (m) = massa per satuan panjang (Kg/m) f = frekuensi (Hz) C. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN 1. Vibrator unit ( 2 – 3 V AC ) 2. Beban. 3. Katrol. 4. Tali. 5. Meteran. D. PROSEDUR PERCOBAAN 1. Ukurlah sepotong tali dengan menggunakan meteran kemudian ditimbang. 2. Rangkai alat seperti gambar di bawah ini. Penggetar Tali Katrol Beban
3. Hidupkan vibrator, beri beban (100 gr) pada tali sampai berbentuk gelombang stasioner. Hitung jumlah gelombang dan ukur rata-rata jarak antara node. 4. Ulangi percobaan 3 dengan menambah beban dari 200 gr sampai 500 gr. (1)TABEL PENGAMATAN Massa Tali Beban Kecepatan Jarak rata2 antara node Jlh gelombang 1 2 3 E. ANALISIS DATA 1. Buatlah grafik hubungan antara tegangan (T) dengan panjang gelombang () dari hasil pengukuran. 2. Buatlah kesimpulan dari percobaan ini.
PERCOBAAN 7 DIFRAKSI CAHAYA A. Tujuan Percobaan 1) Untuk menentukan panjang gelombang sinar laser 2) Untuk menentukan ketebalan rambut 3) Untuk menentukan efisiensi lampu B. Tinjauan Pustaka Bila cahaya dilewatkan pada penghalang berujung tajam (celah) maka cahaya tersebut mengalami pembelokan (lenturan) yang lazim disebut difraksi ditunjukkan dengan adanya pola difraksi yaitu pita terang dan gelap yang teramati di layar. Jarak antara garis terang ke-n ke terang pusat dapat dihitung dengan persamaan n L y d dengan d = jarak antar celah = N-1 y = jarak antara gari terang ke – n ke terang pusat L = jarak dari kisi ke layar n = orde difraksi = 1, 2, 3 , ... = panjang gelombang cahaya Intensitas cahaya dapat diukur dengan alat yang bernama lux meter. Intensitas cahaya pada jarak r diberikan oleh persamaan 2 4 r P I ; dengan P adalah daya yang dipancarkan oleh sumber cahaya Efisiensi suatu sumber cahaya menunjukkan berapa bayak energi listrik yang dapat diubah menjadi energi cahaya dan didefinisikan sebagai perbandingan antara daya yang dipancarkan sumber dengan daya listrik yang digunakan. C. Alat dan Bahan 1) Kisi difraksi 4. Lux Meter 2) Sumber cahaya laser 5. Meteran (Penggaris panjang) 3) Lampu 6. rambut D. Prosedur Kerja
1. Penentuan Panjang Gelombang Cahaya 1) Susunlah peralatan seperti gambar di bawah ini. Catat tetapan kisi yang digunakan (N) 2) Nyalakan sinar laser, ukurlah jarak dari kisi difraksi ke layar (L), ukur juga antara terang pusat dengan terang ke-n (y). 3) Ubah – ubahlah jarak antara kisi difraksi dengan layar lalu lengkapi tabel berikut ini L Y 4) Buatlah grafik y terhadap L, lalu tentukan panjang gelombang cahaya yang digunakan 5) Ulangi prosedur 1 sampai 3 untuk kisi difraksi yang berbeda. 2. Penentuan Ketebalan Rambut 1) Gantilah kisi difraksi pada prosedur 1.1. s/d prosedur 1.3. 2) Buatlah grafik y terhadap L, lalu tentukan ketebalan rambut