The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku Pegangan Dosen by Afif Rofii

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rofiiafif69, 2022-07-05 07:40:09

Buku Pegangan Dosen

Buku Pegangan Dosen by Afif Rofii

Eneste, Pamusuk. 2005. Buku Pintar Penyuntingan Naskah (Edisi Kedua).
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Marsudi, Demas dkk. 2009. Bahasa dan Sastra Indonesia 2. Jakarta: Depd
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sast
Nurjamal, Daeng dkk. 2011. Terampil Berbahasa: Menyusun Karya Tulis Ak

Alfabeta.
Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ramadansyah. 2010. Paham dan Terampil Berbahasa dan Bersastra Indon
Riduwan. 2012. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: A
Rifai, Mien A. 1995. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerb

Press.
Semi, Atar. 2009. Menulis Efektif. Padang: UNP Press.
Suparno dan Mohamad Yunus. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbaha
Waridah, Ernawati. 2008. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakart
Wibowo, Wahyu. 2010. Tata Permainan Bahasa Karya Tulis Ilmiah. Jakarta

6

Jakarta: Gramedia.
diknas.
tra Yogyakarta: PT BPFE.
kademik, Memandu Acara (MC-Moderator), dan Menulis Surat. Bandung:

nesia. Bandung: Dian Aksara Press.
Alfabeta.
bitan Karya-karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University

a: Universitas Terbuka.
hasa (Edisi Revisi). Bandung: Angkasa.
ta: Kawan Pustaka.
a: Bumi Aksara.

64

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

NILAI-NILAI PEMBENTUK KARAKTER
DALAM CERITA RAKYAT ASAL-USUL WATU DODOL

Character Builder Values in The Origin of Watu Dodol Folktale
Wiwin Indiarti

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas PGRI Banyuwangi
Pos-el: [email protected]

Abstrak: Cerita rakyat merupakan salah satu media yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana
membangun karakter positif pada anak melalui nilai-nilai moral dan pendidikan karakter yang
terkandung dalam cerita. Artikel ini didasarkan pada penelitian deskriptif kualitatif yang
mengidentifikasi nilai-nilai pembentuk karakter dalam cerita rakyat Banyuwangi berjudul Asal-
usul Watu Dodol. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca teks cerita rakyat termaksud
yang terdapat dalam buku Cerita Rakyat Banyuwangi secara berulang-ulang dan
mengidentifikasi data berupa kata kunci yang berkaitan dengan nilai-nilai pembentuk karakter
dalam cerita. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis isi. Hasil
penelitian menunjukkan adanya 10 nilai pembentuk karakter dalam cerita rakyat Asal-usul
Watu Dodol; yaitu religius, jujur, kerja keras, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Kata-Kata Kunci: cerita rakyat Banyuwangi, nilai-nilai pembentuk karakter, analisis isi

Abstract: Folktale is one of media which can be used as a device in building children’s
positive characters through the moral and educational values in it. This article is based on
a qualitative descriptive research aims at identifying values of character building in a
folktale from Banyuwangi entitled “Asal-Usul Watu Dodol” (The Origin of Watu Dodol).
Data collecting is conducted by reading the folktale text in the book “Banyuwangi
Folktales” repeatedly and identifying data about keywords related to values of character
building. The data, then, are analyzed by using content analysis technique. The result
shows that ten values of character building are found in “Asal-Usul Watu Dodol”, that
are, religiosity, honesty, hardworking, curiosity, citizenship, patriotism, accomplishment,
friendliness, compassion and responsibility.
Keywords: Banyuwangi folktales, values of character building, content analysis

26

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

I. Pendahuluan (berdasarkan sejarah maupun
Sastra lisan (oral literature)
tipologinya) tidaklah hakiki
merupakan bagian dari tradisi lisan
(oral tradition) yang muncul dan (Teeuw, 1988a: 304--305). Dalam
berkembang di tengah kehidupan
rakyat, dengan bahasa sebagai ulasannya yang lain, Teeuw (1998b:
media utamanya, dan di dalamnya
terdapat pesan-pesan, cerita-cerita, 220) menerangkan bahwa
atau kesaksian-kesaksian sehingga
sering juga disebut sebagai sastra keterpaduan antara sastra lisan dan
rakyat. Dalam keseharian sastra
lisan biasanya dituturkan oleh tulis terletak tidak hanya pada
orang tua kepada anaknya, seorang
kakek pada cucunya, seorang medianya, tetapi juga terkait
tukang cerita pada para
pendengarnya, seorang guru pada dengan konvensi (struktur). Oleh
para muridnya, ataupun
antarsesama anggota masyarakat. karena itulah, sastra lisan (sastra
Sesuai dengan penyebutannya, jenis
sastra ini diwariskan secara turun Indonesia lama) merupakan sumber
temurun dari generasi ke generasi
secara lisan karena merupakan bagi penciptaan sastra tulis (sastra
salah satu penanda masyarakat
dengan kelisanan/ tradisi lisan (oral Indonesia modern).
tradition) yang tinggi dan lebih dulu
dilahirkan daripada sastra tulis. Dalam teori klasik, seperti
Dalam konteks sastra Indonesia,
sastra lisan dikenal dengan sebutan yang dipaparkan oleh Taum (2011:
sastra Indonesia lama.
65--68), bahan-bahan tradisi lisan
Dalam perkembangannya
kajian sastra Indonesia modern terbagi ke dalam tiga jenis pokok
lebih banyak didominasi oleh sastra
tulis sehingga muncul anggapan yaitu (1) tradisi verbal (ungkapan
bahwa sastra lisan merupakan
“anak tiri yang dinomorduakan” tradisional, nyanyian rakyat, bahasa
(Suryadi, 1993: 8--9). Hal ini
bertentangan dengan konsepsi dari rakyat, teka-teki, dan cerita rakyat);
A. Teeuw yang mengatakan bahwa
perbedaan sastra lisan dan tulis (2) tradisi setengah verbal (drama

rakyat, tarian rakyat, takhayul,

upacara ritual, permainan dan

hiburan rakyat, adat-kebiasaan,

pesta rakyat, dan sebagainya; dan

(3) tradisi non-verbal (tradisi yang

berciri material dan yang

nonmaterial). Berdasarkan

kategorisasi tersebut, disimpulkan

bahwa cerita rakyat merupakan

sastra lisan/ verbal.

Cerita rakyat memuat kisah

yang berhubungan dengan

peristiwa sehari-hari yang dialami

oleh masyarakat. Dari cerita rakyat,

kita dapat memetik nilai-nilai yang

dialami oleh para tokoh. Cerita

rakyat menjadi menarik karena

dibangun dari beberapa unsur.

27

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Salah satu unsur yang membangun sebagai media dalam pembentukan
cerita adalah terdapat tokoh dengan karakter positif pada anak. Dengan
berbagai karakter, baik karakter kata lain cerita rakyat dapat
positif maupun negatif. membentuk karakter positif secara
efektif karena nilai-nilai moral yang
Cerita rakyat, sebagaimana terkandung dalam cerita tidak
karya sastra yang lain, dapat disampaikan secara langsung, tetapi
memberikan manfaat sekaligus melalui alur cerita dan metafora
hiburan yang menyenangkan bagi sehingga proses pendidikan
para pembaca (dulce et etile), berlangsung menyenangkan dan
khususnya anak-anak, karena cerita tidak menggurui.
rakyat menampilkan kisah yang
menarik. Kisah-kisah yang ada Penanaman karakter melalui
dalam cerita rakyat tersebut cerita rakyat memang sangat efektif
membuat anak-anak tertawa ketika karena cerita rakyat hidup dan
ada hal yang lucu dan akan larut berkembang di tengah-tengah
dalam kesedihan ketika terdapat masyarakat pendukungnya. Sifat
kisah yang menyedihkan serta anak-anak yang serba ingin tahu
menjadi penasaran dengan akhir menjadikan mereka terus mencari
cerita jika mengisahkan tentang tahu setiap hal yang terjadi dalam
petualangan. cerita rakyat tersebut dan secara
tidak langsung dapat membentuk
Cerita rakyat tidak bisa karakter positif anak. Hidayatullah
dipisahkan dari dunia anak, karena (2010: 13) menyatakan bahwa
dalam cerita rakyat dunia imajinasi karakter merupakan kualitas atau
anak bisa terwakili sehingga dapat kekuatan mental atau moral, akhlak
menambah pengetahuan sekaligus atau budi pekerti individu yang
menanamkan nilai-nilai moral dan merupakan kepribadian khusus
pendidikan kepada anak-anak. Hal yang menjadi pendorong dan
ini seperti diungkapkan Kurniawan penggerak, serta yang membedakan
(2009: 2) yang menyatakan bahwa dengan individu lain. Sementara
cerita rakyat, tanpa disadari, itu, menurut Koesoema (2010: 80),
menjadi sangat efektif dalam karakter dianggap sama dengan
menanamkan pendidikan pada kepribadian. Dengan demikian dapat
anak. disimpulkan bahwa karakter
merupakan bentuk tingkah laku
Melalui para tokoh yang yang sesuai dengan kaidah moral
mengisahkan kehidupan mereka, dan budi pekerti yang membentuk
cerita rakyat --yang memuat nilai- kepribadian khusus seseorang.
nilai kebaikan, kejujuran, kesetiaan,
perjuangan, kesabaran dan
sejenisnya-- dapat digunakan

28

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

Banyuwangi memiliki Penelitian tentang sastra lisan

kekayaan budaya, termasuk di Banyuwangi --khususnya cerita

dalamnya adalah tradisi lisan, yang rakyat Banyuwangi-- pernah

sangat beragam. Namun, dilakukan oleh beberapa peneliti,

inventarisasi beragam tradisi lisan antara lain (1) Heru S.P. Saputra

yang ada di Banyuwangi masih (1998) yang melakukan analisis

kurang memadai, khususnya dalam struktural terhadap legenda Osing

pentransmisian cerita rakyat Banyuwangi, (2) Dian Erlandini

Banyuwangi. Dari hasil (2011) yang menganalis enam cerita

penelusuran pustaka yang rakyat Banyuwangi (Joko Umbaran,

dilakukan, terdapat dua buku Minak Jinggo, Asal-usul Banyuwangi,

kumpulan cerita rakyat Prabu Tawang Alun, Syeh Maulana

Banyuwangi yang pernah Iskak, dan Patih Joto Suro) berdasar

diterbitkan; masing-masing dengan gaya penceritaan dan tema cerita,

judul Cerita Rakyat dari Banyuwangi dan (3) Dina Merdeka Citraningrum

(Hutomo, 2000) dan Cerita Rakyat (2012) yang membahas tentang

Banyuwangi (Fauzi dkk., 2011). representasi nilai moral masyarakat

Sementara itu, cerita rakyat Using dalam cerita rakyat

Banyuwangi yang umum dikenal Banyuwangi.

oleh masyarakat luas adalah Berbeda dengan penelitian

legenda asal mula Banyuwangi atau terdahulu, fokus penelitian ini

Sritanjung dan kisah Damarwulan bertujuan untuk mengungkap

dengan Minak Jinggo. Dua cerita adanya nilai-nilai pembentuk

rakyat tersebut cukup sering karakter yang terdapat dalam Cerita

dimuat dalam buku-buku Rakyat Banyuwangi Asal-usul Watu

kumpulan cerita rakyat Nusantara Dodol (CRBAWD) yang

maupun buku kumpulan cerita mencerminkan aspek sosio-kultural

rakyat Jawa Timur. Padahal, masih masyarakat pendukungnya.

sangat banyak cerita-cerita rakyat

Banyuwangi lainnya yang penting II. Landasan Teori
Cerita rakyat, sebagaimana
untuk ditransmisikan dan
karya sastra lainnya, diyakini lahir
didokumentasikan. Untuk itulah tidak dalam ruang hampa, tetapi
dipengaruhi oleh masyarakat
perlu upaya yang terus-menerus tempat karya tersebut dilahirkan
sehingga karya sastra dianggap
dalam hal merevitalisasi cerita sebagai an imitation of human life;
merupakan cerminan nilai-nilai
rakyat Banyuwangi dalam bentuk kehidupan suatu masyarakat.

pendokumentasian dan penelitian

yang berguna dalam mengungkap

nilai-nilai luhur yang terkandung

dalam tradisi lisan tersebut.

29

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Sementara itu, hubungan antara pembentuk karakter yang dapat

sastra dan masyarakat adalah saling diteladani dalam kehidupan sehari-

memengaruhi sehingga cerita hari, seperti nilai religius, jujur,

rakyat memiliki kesempatan untuk peduli sosial, kerja keras, tanggung

menjadi sarana dalam mengubah jawab, dan masih banyak nilai

kondisi masyarakatnya. positif lainnya. Nilai-nilai positif

Nilai-nilai yang terkandung tersebut merupakan cerminan

dalam cerita rakyat secara tidak perilaku manusia yang

sadar diresapi oleh pembaca berhubungan dengan Tuhan Yang

khususnya anak-anak; secara tidak Maha Esa, diri sendiri, sesama

sadar runtutan peristiwa dalam manusia, lingkungan, dan

cerita tersebut mampu kebangsaan yang terwujud dalam

memengaruhi sikap dan pikiran, sikap, perasaan, perkataan,

kepribadian mereka. Cerita rakyat dan perbuatan yang berdasarkan

selain sebagai sarana penanaman norma-norma agama, hukum, tata

nilai-nilai dan karakter juga krama, budaya, dan adat istiadat.

menambah pengetahuan serta Secara tidak langsung karakter

merangsang kreativitas anak berhubungan erat dengan tingkah

melalui imajinasi dan cara berpikir laku manusia dan merupakan ciri

kritis melalui rasa penasaran akan khas seseorang.

jalan cerita dan metafora-metafora Sehubungan dengan

yang terdapat di dalamnya. Cerita pentingnya penanaman dan

tidak hanya berperan dalam pembentukan karakter sejak usia

penanaman pondasi keluhuran dini maka Kementerian Pendidikan

budi pekerti, tetapi juga memiliki Nasional di tahun 2010 telah

andil dalam pembentukan karakter membuat identifikasi nilai-nilai

yang baik sejak dini (Noor, 2011). pembentuk karakter bangsa. Dalam

Melalui pergulatan dan pertemuan rangka lebih memperkuat

intensif dengan teks-teks dalam pelaksanaan pendidikan karakter

cerita rakyat, anak-anak akan pada satuan pendidikan telah

mendapatkan bekal pengetahuan diidentifikasi 18 nilai yang

yang mendalam tentang manusia, bersumber dari agama, Pancasila,

hidup dan kehidupan, serta budaya dan Tujuan Pendidikan

berbagai kompleksitas problematika Nasional, yaitu religius, jujur,

hidup. toleransi, disiplin, kerja keras,

Ada banyak nilai luhur kreatif, mandiri, demokratis, rasa

kehidupan yang dapat ditemukan ingin tahu, semangat kebangsaan,

dalam sebuah cerita rakyat karena cinta tanah air, menghargai prestasi,

cerita rakyat memuat nilai-nilai bersahabat/komunikatif, cinta

30

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

damai, gemar membaca, peduli karakter positif dalam cerita.
lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab (Pusat Kurikulum Karakter positif dalam cerita rakyat
dan Perbukuan, 2011: 8)
dapat dipandang sebagai amanat,
Cerita rakyat merupakan
hasil imajinasi dan kreativitas pesan atau message. Hikmah yang
pengarang pada masa lampau.
Dengan kreativitas tersebut seorang diperoleh pembaca lewat cerita
pengarang bukan hanya mampu
menyajikan keindahan dalam cerita rakyat selalu dalam pengertian
tersebut, namun juga memberikan
pandangan yang berhubungan yang baik. Karakter baik dan buruk
dengan renungan tentang agama,
filsafat, serta beraneka ragam dalam cerita sengaja ditampilkan
pengalaman tentang masalah
kehidupan sehari-hari. Di dalam supaya pembaca dapat mengambil
cerita rakyat tersebut disampaikan
oleh pengarang tentang berbagai hikmah dari cerita tersebut serta
rangkaian cerita seperti tingkah
laku, watak tokoh, dan karakter tidak mencontoh perilaku yang
yang diperankan oleh para tokoh.
buruk sehingga pembaca
Karakter dalam cerita
biasanya dimaksudkan sebagai termotivasi untuk mencontoh
suatu saran yang berhubungan
dengan ajaran karakter yang karakter baik yang diperankan oleh
bersifat praktis, yang dapat diambil
lewat cerita yang bersangkutan oleh tokoh dalam cerita. Pemahaman
pembaca (Nurgiyantoro, 2010).
Oleh karena itu, karakter dalam atas suatu cerita rakyat hingga
suatu cerita merupakan petunjuk
yang secara sengaja diberikan oleh mendapatkan hikmah tersebut
pengarang mengenai berbagai hal
yang berhubungan dengan masalah merupakan bagian dari penanaman
kehidupan, seperti sikap, tingkah
laku dan etika pergaulan. dan pembentukan karakter serta

Melalui cerita, sikap, dan nilai-nilai pada anak sejak dini.
tingkah laku tokoh-tokoh itulah
pembaca diharapkan dapat Selaras dengan muatan nilai-
mengambil hikmah dan meniru
nilai pendidikan karakter,

Pemerintah RI meneguhkan

kembali pentingnya nilai-nilai

tersebut dan merumuskannya

dalam gerakan Revolusi Mental.

Revolusi Mental merupakan sebuah

gerakan membangun karakter

bangsa yang mengubah cara pikir

menjadi lebih baik, mandiri,

berkarakter, dan nasionalis. Ada

tiga nilai utama yang diusung

dalam Gerakan Revolusi Mental

(GPR Report, 2015: 22) yaitu (1)

Integritas (jujur, dipercaya,

berkarakter dan

bertanggungjawab), (2) Kerja keras

(etos kerja, daya saing, optimis,

inovatif dan produktif) dan (3)

31

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

gotong royong (kerjasama, menunjang dalam fokus penelitian

solidaritas, komunal dan ini, khususnya subjek penelitian

berorientasi pada kemaslahatan). yang ada pada CRBAWD. Bahan

Keseluruhan nilai-nilai bacaan dibaca dengan cermat,

dalam Gerakan Revolusi Mental sungguh-sungguh dan berulang-

dan pendidikan karakter bangsa ulang guna memperoleh

tersebut salah satunya mewujud pemahaman tentang isi cerita rakyat

sejak lama dalam tradisi lisan tersebut. Besamaan dengan hal

Nusantara berupa cerita rakyat. tersebut dilakukan pencatatan

Sebagai warisan budaya, cerita mengenai hal-hal yang

rakyat perlu dilestarikan, diolah, berhubungan dengan masalah

dan dijadikan salah satu media penelitian ini yakni nilai-nilai

penting dalam internalisasi nilai- pembentuk karakter yang terdapat

nilai luhur bangsa. di dalam CRBAWD.

Instrumen yang digunakan

III. Metode Penelitian dalam penelitian adalah peneliti
Penelitian ini merupakan
sendiri dengan kertas pencatat serta
penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Sumber data alat tulis. Peneliti sebagai human
utama dalam penelitian ini adalah
teks CRBAWD yang terdapat dalam instrument berfungsi menetapkan
buku Cerita Rakyat Bayuwangi yang
diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan fokus penelitian, melakukan
dan Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi tahun 2011. Buku ini pengumpulan data, menilai kualitas
terdiri dari enam cerita rakyat
Banyuwangi, yaitu “Asal-usul Watu data, analisis data, menafsirkan
Dodol”, “Panji Gimawang”, “Jaka
Bundu 1”, “Jaka Bundu 2”, “Besali data, dan membuat kesimpulan atas
Zarkasi”, dan “Kik Edor”. Penelitian
ini hanya mengambil satu cerita temuannya (Sugiyono, 2012: 222).
rakyat Banyuwangi yang terdapat
dalam buku tersebut sebagai bahan Data yang telah terkumpul
kajian, yaitu Asal-usul Watu Dodol.
selanjutnya dianalisis dengan teknik
Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian content analysis atau analisis isi
ini adalah studi pustaka dan
pencatatan. Hal ini dilakukan (Jabrohim, 2012). Dalam
dengan cara membaca bacaan yang
menganalisis data, hal yang perlu

diperhatikan adalah, membaca

dengan cermat teks CRBAWD

secara berulang-ulang, mempelajari

kata kunci yang berkaitan dengan

karakter dalam cerita, kemudian

menuliskan karakter tersebut.

Selanjutnya, hasil analisis

data disajikan dengan teknik

informal, yaitu perumusan hasil

analisis dengan menggunakan kata-

32

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

kata. Hasil analisis dideskripsikan Boyolangu. Di tempat tersebut Ki
sedemikian rupa sehingga
diperoleh gambaran yang utuh Jaksa ditemani oleh Nur Iman, anak
mengenai nilai-nilai pembentuk
karakter yang terdapat dalam teks angkatnya.
CRBAWD.
Singkat cerita Tumenggung

Wiroguno I berhasil membujuk Ki

Jaksa untuk membantu membuat

jalan melewati bukit batu. Karena

IV. Hasil dan Pembahasan kebenciannya terhadap penjajah

a. Sekilas Cerita Rakyat “Asal- Belanda, Ki Jaksa tidak turun

Usul Watu Dodol” sendiri. Ia menunjuk anak

CRBAWD berlatar belakang angkatnya, Nur Iman, hingga

masa kolonial pada saat pembuatan berhasil membuat jalan melalui

jalan tembus yang menghubungkan bukit batu tersebut dengan bantuan

Banyuwangi dengan Panarukan. Jin beserta anak buahnya. Konon,

Pada waktu Residen Schophoff bantuan dari bangsa jin ini

hendak melaksanakan proyek diperoleh dengan adanya perjanjian

pengerjaan jalan yang akan atau pra-syarat. Ada tiga syarat

menghubungkan Banyuwangi yang harus dipenuhi, yaitu 1)

dengan Panarukan, proyek tersebut jangan mendodol batu di luar batas

terkendala oleh adanya bukit batu yang diberi tanda oleh bangsa jin, 2)

yang sulit untuk ditembus. harus menyisakan seonggok batu

Tumenggung Wiroguno I, yang untuk tempat duduk mereka di

pada masa itu menjadi bupati di tepian pantai, dan 3) minimal

Banyuwangi, mengadakan setahun sekali, Ki Jaksa dan anak

sayembara yang isinya bahwa siapa cucunya harus menyambangi

saja yang mampu membuat jalan tempat tersebut. Karena

tembus melewati bukit akan diberi keberhasilan menembus bukit batu

hadiah berupa tanah dari bukit batu itu, tempat tersebut dinamakan

itu ke selatan sampai daerah Watu Dodol. “Dodol” atau

Sukowidi, di wilayah utara kota “dhodhol” adalah bahasa Using

Banyuwangi. (bahasa kelompok etnik Using yang

Bersamaan dengan merupakan indegenous people

berlalunya waktu, tidak ada yang Banyuwangi) yang artinya

berani menyanggupi tantangan ‘bongkar’, sedangkan “watu”

tersebut. Sampai pada suatu ketika artinya ‘batu’. Sehingga watu dodol

Sang Tumenggung ingat pada Ki berarti ‘batu hasil dari

Jaksa, seorang sakti bekas pembongkaran’, sebuah benda yang

penasehatnya terdahulu, yang menandai proyek pembuatan jalan

menyepi di pinggiran bukit tembus yang menghubungkan

33

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Banyuwangi dengan Panarukan di 1. Religius

masa kolonial. Religius atau saleh

Kini setiap tanggal 10 merupakan sikap dan perilaku

Syawal masyarakat Boyolangu, patuh dalam melaksanakan ajaran

sebagai bentuk penghormatan agama yang dianut, toleran

terhadap Ki Jaksa, selalu terhadap pelaksanaan ibadah

berbondong-bondong pergi ke agama lain, dan selalu hidup rukun

Watu Dodol menggunakan dokar dengan pemeluk agama lain. Nilai

(kereta yang ditarik oleh kuda). religius dapat kita lihat dari kutipan

Peristiwa tahunan ini disebut tradisi narasi di bawah ini.

“Puter Kayun” sebagai bentuk (...) Nur Iman yang sejak tadi
diwejangi di dalam langgar
penghormatan atas leluhur mereka. pinggir kali, selesai keperluannya
kembali ke gubuknya. Langgar
b. Nilai-Nilai Pembentuk yang dibuat Ki Jaksa berdinding
tumpukan batu tanpa campuran
Karakter dalam Cerita Rakyat bahan lain (Fauzi, dkk., 2011: 8).

Asal-Usul Watu Dodol

Secara keseluruhan, tema

yang terdapat dalam CRBAWD, Kutipan tersebut

yaitu seorang pemimpin yang lurus memperlihatkan bahwa Ki Jaksa

dan bersih hatinya serta berjiwa memberikan wejangan

cinta tanah air. Amanat dalam cerita (petunjuk/nasehat) kepada Nur

rakyat ini adalah perilaku yang baik Iman di dalam langgar pinggir kali

akan membuahkan kepercayaan (musala di tepi sungai). Pilihan

dan hasil kerja yang baik pula. untuk memakai langgar dalam cerita

Dari hasil analisis isi yang tersebut menunjukkan bahwa

terdapat dalam CRBAWD kedua tokoh tersebut memiliki

ditemukan sebanyak sepuluh nilai karakter saleh atau religius karena

pembentuk karakter, yaitu religius, langgar merupakan tempat ibadah

jujur, kerja keras, ingin tahu, sekaligus belajar ilmu agama dan

semangat kebangsaan, cinta tanah mengaji.

air, menghargai prestasi,

bersahabat/ komunikatif, peduli 2. Jujur
Jujur adalah perilaku yang
sosial, dan tanggung jawab. Berikut
didasarkan pada upaya menjadikan
ini adalah paparan nilai-nilai diri sebagai orang yang dapat
dipercaya dalam perkataan dan
pembentuk karakter yang terdapat perbuatan. Nilai kejujuran dapat
kita lihat dari kutipan narasi di
dalam CRBAWD. berikut ini.

34

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

(...) Ndoro Kanjeng dan VOC Dalam kutipan tersebut
menerima syarat yang diajukan Ki
Jaksa. Tetapi Nur Iman yang terlihat bahwa upaya
menolak syarat kedua itu. Dirinya
menyadari masih kecil tidak pembongkaran bukit batu untuk
mungkin bisa memimpin orang
banyak yang usianya tua-tua melancarkan pengerjaan jalan yang
(Fauzi, dkk., 2011: 7).
dipimpin oleh Nur Iman akhirnya
Dalam kutipan tersebut
terlihat bahwa Nur Iman berterus berhasil setelah membutuhkan
terang tentang keraguannya
terhadap kemampuan dirinya waktu tiga bulan lamanya. Hal
sendiri yang masih belia dalam
pemimpin orang-orang yang tersebut menunjukkan adanya
usianya jauh lebih tua. Meskipun
terhadap gurunya, ia berani untuk usaha yang sungguh-sungguh
jujur mengungkapkan perasaan
hatinya. Dengan berlaku jujur, akan dalam upaya mencapai suatu
lebih mudah baginya sendiri dan
orang lain untuk mencari tujuan atau pencapaian suatu
penyelesaian suatu persoalan.
pekerjaan dengan harapan akan
3. Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku hasil yang baik dan memuaskan.

yang menunjukkan upaya 4. Ingin Tahu
sungguh-sungguh dalam mengatasi Ingin tahu adalah sikap dan
berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas tindakan yang selalu berupaya
dengan sebaik-baiknya. Nilai kerja untuk mengetahui secara lebih
keras dapat kita lihat dari kutipan mendalam dan meluas sesuatu
narasi di bawah ini. yang dipelajari, dilihat dan
didengar. Nilai keingintahuan
(...) Hampir tiga bulan purnama dapat kita lihat dari kutipan
kerja bakti itu berlangsung. Jalan percakapan antara Ki Buyut Jaksa
selatan gunung batu sudah dengan Nur Iman berikut ini.
bertemu dengan ruas jalan di
utaranya. Semua berlega hati dan (...) “Nur Iman, kau jangan
bergembira. Seonggok batu di berkecil hati. Manusia hidup itu
pinggir pantai itu disebut sebagai yang penting lisannya. Meski tua
Watu Dodol (Fauzi, dkk., 2011: umurnya tetapi jelek perilakunya
12). ya tidak bisa dijadikan panutan.”
“Lalu apa yang harus saya
lakukan?”
“Saya akan membimbing kamu
dari jauh. Kamu jangan takut!”
(Fauzi, dkk., 2011: 7).

Dalam kutipan tersebut
terlihat rasa ingin tahu Nur Iman
mengenai apa yang harus
dilakukannya sebagai pemimpin

35

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

dalam pengerjaan pembongkaran dari kutipan ucapan Ki Jaksa di
bukit batu yang dibebankan bawah ini.
kepadanya.
(...) “Saya memang tidak cocok jika
5. Semangat Kebangsaan harus bertemu dengan penjajah
Seseorang dinilai memiliki berambut pirang. Apalagi diajak
bekerja sama kemudian disuruh-
semangat kebangsaan apabila ia suruh seperti juragan pada
memiliki cara berpikir, bertindak pembantunya. Tidak!” (Fauzi,
dan berwawasan yang dkk., 2011: 6).
menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri Dalam kutipan tersebut
dan kelompoknya. Semangat terlihat bahwa nilai cinta tanah air
kebangsaan dapat kita lihat dari yang dimiliki oleh Ki Jaksa telah
kutipan narasi di bawah ini. membuatnya berkeras hati untuk
tidak ingin tunduk dan diperbudak
(...) Saat itu karena pengaruh oleh bangsa lain.
VOC dirasa terlalu berlebihan, Ki
Jaksa mengundurkan diri sebagai 7. Menghargai Prestasi
penasehat dan ingin banyak Menghargai prestasi adalah
merenung di pinggiran bukit
Boyolangu (Fauzi, dkk., 2011: 2). sikap dan tindakan yang
mendorong diri untuk
Dalam kutipan narasi cerita menghasilkan sesuatu yang
tersebut terlihat bahwa semangat berguna bagi masyarakat, serta
kebangsaan yang dimiliki oleh Ki mengakui dan menghormati
Jaksa membuatnya lebih memilih keberhasilan orang lain. Nilai
untuk mundur dari jabatan sebagai menghargai prestasi dapat kita lihat
penasehat di Banyuwangi daripada dari kutipan narasi berikut ini:
harus bekerja di dalam
pemerintahan yang tunduk pada (...) Untuk menepati janji yang
kekuasaan VOC (penjajah Belanda). sudah dibuat oleh oleh Raja Demit
dan Ki Jaksa, hingga saat ini setiap
6. Cinta Tanah Air tanggal 10 Syawal masyarakat
Cinta tanah air adalah cara Boyolangu berbondong-bondong ke
Watu Dodol dengan menggunakan
berpikir, bersikap dan berbuat yang kendaraan dokar. Peristiwa yang
menunjukan rasa kesetiaan, berlangsung terus-menerus itu itu
kepedulian dan penghargaan yang kini menjadi salah satu adat tradisi
tinggi terhadap bahasa, lingkungan masyarakat Boyolangu yang
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan dikenal dengan sebutan “Puter
politik bangsa. Nilai cinta tanah air Kayun” (Fauzi, dkk., 2011: 13).
atau patriotisme dapat kita lihat
Dalam kutipan tersebut
36 terlihat bahwa penghargaan

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

terhadap prestasi ditunjukkan oleh Ki Jaksa sehingga ia mampu
masyarakat Boyolangu yang hingga berkomunikasi dengan Raja Demit
saat ini menghargai hasil karya untuk ikut bekerja sama membantu
leluhur mereka yang telah pengerjaan pembongkaran bukit
memberikan manfaat bagi batu.
masyarakat dan diwujudkan dalam
bentuk tradisi “Puter Kayun.” 9. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap
8. Bersahabat/ Komunikatif
dan tindakan yang selalu ingin
Bersahabat adalah tindakan memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang
yang memperlihatkan rasa senang membutuhkan. Nilai kepedulian
sosial dapat kita lihat dari kutipan
berbicara, bergaul, dan bekerja sama narasi berikut ini.

dengan orang lain. Nilai (...) Akhirnya, sekeras-keras batu
jika ditetesi air terus-menerus akan
persahabatan dapat kita lihat dari berlubang. Begitu juga hati Ki
Jaksa yang mulai luluh meski
kutipan percakapan antara Raja dengan bersyarat agar orang-orang
VOC harus ikut bekerja bakti
Demit dengan Ki Jaksa berikut ini. mendodol gunung batu di kawasan
utara untuk menembus jalan darat.
(...) “Aku bersedia....ha, ha,ha.... Kedua, yang memimpin kerja bakti
harus anak angkatnya sendiri yaitu
Tetapi ada tiga syarat yang harus Nur Iman yang masih berusia
sebelas tahun. Ndoro Kanjeng dan
kau turuti. Pertama, jangan VOC menerima syarat yang
mendodol gunung watu di luar diajukan ki Jaksa (Fauzi, dkk.,
2011: 7).
batas yang nanti aku beri tanda.
Kedua, sisakan buat aku seonggok Dalam kutipan tersebut
terlihat bahwa kepedulian sosial
batu tempat duduk di pinggir ditunjukkan oleh Ki Jaksa, sehingga
pantai dan ketiga...Hem...Kau dan ia akhirnya mau untuk membantu
pengerjaan pembongkaran bukit
anak cucu harus mau batu. Tujuannya tentu saja bukan
menyambangiku setidaknya untuk membantu VOC, tetapi
karena ingin terwujudnya jalan
setahun sekali!” (Fauzi, dkk., tembus Banyuwangi-Panarukan itu
akan memberikan manfaat bagi
2011: 9). orang banyak.

(...) “Tiga syarat yang engkau
ajukan aku terima,” kata Ki Jaksa.
“Aku minta tolong, kau juga harus
mengerahkan seluruh prajuritmu
agar ikut bekerja bakti. Yang
memimpin pendodolan nanti
anakku Nur Iman, umurnya masih

sebelas tahun (Fauzi, dkk., 2011:

10).

Dalam kutipan tersebut
terlihat bahwa sikap bersahabat/
komunikatif yang ditunjukkan oleh

37

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

10. Tanggung Jawab V. Simpulan

Tanggung jawab adalah Cerita rakyat Banyuwangi

sikap dan perilaku seseorang untuk yang berjudul Asal-usul Watu Dodol

melaksanakan tugas dan bertemakan seorang pemimpin

kewajibannya, yang seharusnya dia yang lurus dan bersih hatinya serta

lakukan, terhadap diri sendiri, berjiwa cinta tanah air. Sedangkan,

masyarakat, lingkungan (alam, amanat dalam cerita rakyat ini

sosial dan budaya), negara dan adalah perilaku yang baik akan

Tuhan Yang Maha Esa. Nilai membuahkan kepercayaan dan

tanggung jawab dapat kita lihat dari hasil kerja yang baik pula.

kutipan narasi berikut ini. Berdasarkan analisis tentang

(...) Dengan hati yang mantap, nilai-nilai pembentuk karakter yang
Nur Iman menerima apa yang
terdapat dalam CRBAWD dapat
diharapkan Ki Jaksa (Fauzi, dkk.,
disimpulkan bahwa dalam cerita
2011: 8).
(...) Hari yang dijanjikan tiba. Para rakyat tersebut ditemukan sepuluh
utusan Ndoro Kanjeng Mas Alit
berniat menjemput Ki Jaksa. nilai pembentuk karakter, yaitu;
Lemani dan anaknya, Nur Iman,
menerima mereka sebagaimana religius, jujur, kerja keras, ingin
layaknya tuan rumah pada
tamunya. Setelah berdialog tahu, semangat kebangsaan, cinta
panjang lebar, para punggawa tadi
mengiring Nur Iman yang tanah air, menghargai prestasi,
mengempit kayu komando kerja
bakti mendodol gunung batu bersahabat, peduli sosial dan

(Fauzi, dkk., 2011: 10). tanggung jawab.

Nilai-nilai pembentuk karakter

bangsa, salah satunya, mewujud

sejak lama dalam tradisi lisan

Nusantara berupa cerita rakyat.

Dalam kutipan tersebut di Sebagai warisan budaya, cerita

atas terlihat bahwa rasa tanggung rakyat perlu dilestarikan, diolah dan

jawab dimiliki oleh Nur Iman yang dijadikan salah satu media penting

mengemban tugas sebagai dalam pendidikan karakter bangsa.

pemimpin pengerjaan Nilai-nilai pembentuk karakter

pembongkaran gunung batu, yang terdapat dalam cerita rakyat

meskipun usianya masih anak- bukan hanya sekadar untuk

anak. Rasa tanggung jawab atas dipahami. Jauh lebih penting dari

tugas yang diberikan kepadanya itu pemahaman adalah penghayatan

mampu ia laksanakan dengan baik dan pengamalan yang kongkret

atas bimbingan dan petunjuk Ki dalam kehidupan sehari-hari di

Jaksa. masyarakat. Pengetahuan,

perasaan, dan perilaku merupakan

38

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

bagian integral dari penerapan tetapi juga harus diterapkan oleh
pendidik. Pendidik yang memiliki
pendidikan karakter bangsa yang dan mengimplemetasikan nilai-nilai
pembentuk karakter tersebut akan
seharusnya dilaksanakan secara membawa dampak positif dalam
menjalankan tugasnya sebagai
harmoni. Dengan keharmonisan pendidik.

ketiga aspek tersebut maka bangsa

dan negara kita akan memiliki

karakter yang tangguh dalam

menghadapi berbagai tantangan

zaman.

Dari paparan nilai-nilai

pembentuk karakter yang terdapat

dalam CRBAWD menunjukkan

bahwa cerita rakyat tersebut

mengandung cukup banyak nilai-

nilai pembentuk karakter yang

perlu dimiliki oleh setiap manusia.

Dengan memiliki nilai-nilai

pembentuk karakter tersebut maka

akan membentuk sikap dan moral

yang lebih baik. Nilai-nilai

pembentuk karakter yang terdapat

dalam CRBAWD merupakan pesan

yang disampaikan pengarang

kepada pembaca agar meniru

karakter baik yang terdapat dalam

tokoh cerita tersebut.

Nilai-nilai pembentuk

karakter harus ditanamkan kepada

siswa dan dimplementasikan secara

nyata dalam kehidupannya,

sehingga akan membentuk sikap

dan perilaku positif. Dengan

tertanamnya nilai-nilai pembentuk

karakter tersebut akan menjadikan

siswa bertanggung jawab dan

peduli dengan tugasnya sebagai

peserta didik. Nilai-nilai pembentuk

karakter tersebut tidak hanya

diterapkan pada peserta didik,

39

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat.... (Wiwin Indiarti)

Daftar Pustaka

Citraningrum, Dina Merdeka. 2012. “Representasi Nilai Moral Masyarakat
Using dalam Cerita Rakyat Banyuwangi”. Tesis. Malang: Universitas Negeri
Malang.

Erlandini, Dian. 2011. “Gaya Penceritaan dan Tema Cerita Rakyat
Banyuwangi”. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Fauzi, Abdullah dkk. 2011. Cerita Rakyat Banyuwangi (Cerita Asal Usul Watu
Dodol). Banyuwangi: Dinas Kebudayaan dan Pariwsata Kabupaten
Banyuwangi.

GPR Report. 2015. Revolusi Mental #revolusimental #indonesiabaik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian
Komunikasi dan Informasi Publik RI.

Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.
Surakarta: Yuma Pustaka.

Hutomo, Suripan Sadi dan E. Yono Hudiyono. 2000. Cerita Rakyat dari
Banyuwangi. Jakarta: Grasindo.

Jabrohim (Ed.). 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koesoema, A. Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: PT Grasindo.

Kurniawan, Heru. 2009. Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi,
Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Noor, Rohinah M. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra: Solusi Pendidikan
Moral yang Efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas.

Saputra, Heru S.P. 1998. “Legenda Osing Banyuwangi: Suatu Analisis
Struktural”. Laporan Penelitian. Universitas Jember.

40

Jentera, Volume 6, Nomor 1, Juni 2017

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University
Press.

Suryadi, 1993. “Ilmu Sastra Lisan di Indonesia: Persoalan Konsep dan Objek
Penelitian”. Makalah Seminar Tradisi Lisan Nusantara, 9-11 Desember 1993.
Jakarta: FS UI.

Taum, Yosef Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode dan Pendekatan
disertai Contoh Penerapannya, Yogyakarta: Penerbit Lamalera.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
________. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya – Giri Mukti Pusaka.

41

Analisis Struktur Teks Majemuk Artikel Ilmiah

Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam

Teks Ma
Artikel ilmiah (Arti
No Struktur Teks
1 Judul
Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat Asal-U
2 Abstrak
Cerita rakyat merupakan salah satu media yang bisa dimanfaatka
pada anak melalui nilai-nilai moral dan pendidikan karakter yang t
pada penelitian deskriptif kualitatif yang mengidentifikasi nilai-
Banyuwangi berjudul Asalusul Watu Dodol. Pengumpulan data
termaksud yang terdapat dalam buku Cerita Rakyat Banyuwangi se
berupa kata kunci yang berkaitan dengan nilai-nilai pembentuk
terkumpul dianalisis dengan teknik analisis isi. Hasil penelitian me
dalam cerita rakyat Asal-usul Watu Dodol; yaitu religius, jujur,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, pedu
3 Kata Kunci
Cerita rakyat Banyuwangi, nilai-nilai pembentuk karakter, analisis
4 Pendahuluan
Sastra lisan (oral literature) merupakan bagian dari tradisi lisan (o
tengah kehidupan rakyat, dengan bahasa sebagai media utamanya,
cerita, atau kesaksian-kesaksian sehingga sering juga disebut seba
biasanya dituturkan oleh orang tua kepada anaknya, seorang kakek
pendengarnya, seorang guru pada para muridnya, ataupun anta
penyebutannya, jenis sastra ini diwariskan secara turun temurun
merupakan salah satu penanda masyarakat dengan kelisanan/ trad
dulu dilahirkan daripada sastra tulis. Dalam konteks sastra Indone
Indonesia lama. Dalam perkembangannya kajian sastra Indonesia
tulis sehingga muncul anggapan bahwa sastra lisan merupakan “a

6

m Cerita Rakyat Asal-Usul Watu Dodol

ajemuk:
ikel Jurnal Jentera)

Jenis Teks

Usul Watu Dodol

an sebagai sarana membangun karakter positif
terkandung dalam cerita. Artikel ini didasarkan
-nilai pembentuk karakter dalam cerita rakyat
dilakukan dengan membaca teks cerita rakyat
ecara berulang-ulang dan mengidentifikasi data
karakter dalam cerita. Selanjutnya data yang
enunjukkan adanya 10 nilai pembentuk karakter
kerja keras, ingin tahu, semangat kebangsaan,
uli sosial, dan tanggung jawab.

s isi

oral tradition) yang muncul dan berkembang di Eksplanasi:
, dan di dalamnya terdapat pesan-pesan, cerita- penjelasan
agai sastra rakyat. Dalam keseharian sastra lisan
k pada cucunya, seorang tukang cerita pada para
arsesama anggota masyarakat. Sesuai dengan
n dari generasi ke generasi secara lisan karena
disi lisan (oral tradition) yang tinggi dan lebih
esia, sastra lisan dikenal dengan sebutan sastra
a modern lebih banyak didominasi oleh sastra
anak tiri yang dinomorduakan” (Suryadi, 1993:

66

8--9). Hal ini bertentangan dengan konsepsi dari A. Teeuw yang
tulis (berdasarkan sejarah maupun tipologinya) tidaklah hakiki (Te
lain, Teeuw (1998b: 220) menerangkan bahwa keterpaduan antara
medianya, tetapi juga terkait dengan konvensi (struktur). Oleh kar
merupakan sumber bagi penciptaan sastra tulis (sastra Indonesi
dipaparkan oleh Taum (2011: 65--68), bahan-bahan tradisi lisan te
verbal (ungkapan tradisional, nyanyian rakyat, bahasa rakyat, tek
verbal (drama rakyat, tarian rakyat, takhayul, upacara ritual, perma
rakyat, dan sebagainya; dan (3) tradisi non-verbal (tradisi ya
Berdasarkan kategorisasi tersebut, disimpulkan bahwa cerita rakya
memuat kisah yang berhubungan dengan peristiwa sehari-hari yan
kita dapat memetik nilai-nilai yang dialami oleh para tokoh. Cerita
beberapa unsur.

Salah satu unsur yang membangun cerita adalah terdapat tokoh d
maupun negatif. Cerita rakyat, sebagaimana karya sastra yang lain
yang menyenangkan bagi para pembaca (dulce et etile), khususnya
kisah yang menarik. Kisah-kisah yang ada dalam cerita rakyat terse
yang lucu dan akan larut dalam kesedihan ketika terdapat kisah yan
akhir cerita jika mengisahkan tentang petualangan. Cerita rakyat
dalam cerita rakyat dunia imajinasi anak bisa terwakili sehing
menanamkan nilai-nilai moral dan pendidikan kepada anak-anak.
2) yang menyatakan bahwa cerita rakyat, tanpa disadari, menjadi
pada anak. Melalui para tokoh yang mengisahkan kehidupan m
kebaikan, kejujuran, kesetiaan, perjuangan, kesabaran dan sejeni
pembentukan karakter positif pada anak. Dengan kata lain cerita r
efektif karena nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita tida
alur cerita dan metafora sehingga proses pendidikan berlangsung m
karakter melalui cerita rakyat memang sangat efektif karena cerita
masyarakat pendukungnya. Sifat anak-anak yang serba ingin tahu
hal yang terjadi dalam cerita rakyat tersebut dan secara tidak lan
Hidayatullah (2010: 13) menyatakan bahwa karakter merupakan ku

6

mengatakan bahwa perbedaan sastra lisan dan
eeuw, 1988a: 304--305). Dalam ulasannya yang
a sastra lisan dan tulis terletak tidak hanya pada
rena itulah, sastra lisan (sastra Indonesia lama)
ia modern). Dalam teori klasik, seperti yang
erbagi ke dalam tiga jenis pokok yaitu (1) tradisi
ka-teki, dan cerita rakyat); (2) tradisi setengah
ainan dan hiburan rakyat, adat-kebiasaan, pesta
ang berciri material dan yang nonmaterial).
at merupakan sastra lisan/ verbal. Cerita rakyat
ng dialami oleh masyarakat. Dari cerita rakyat,
a rakyat menjadi menarik karena dibangun dari

dengan berbagai karakter, baik karakter positif Eksplanasi:
n, dapat memberikan manfaat sekaligus hiburan penjelasan
a anak-anak, karena cerita rakyat menampilkan
ebut membuat anak-anak tertawa ketika ada hal
ng menyedihkan serta menjadi penasaran dengan
t tidak bisa dipisahkan dari dunia anak, karena
gga dapat menambah pengetahuan sekaligus
Hal ini seperti diungkapkan Kurniawan (2009:
sangat efektif dalam menanamkan pendidikan
mereka, cerita rakyat --yang memuat nilainilai
isnya-- dapat digunakan sebagai media dalam
rakyat dapat membentuk karakter positif secara
ak disampaikan secara langsung, tetapi melalui
menyenangkan dan tidak menggurui. Penanaman
rakyat hidup dan berkembang di tengah-tengah
u menjadikan mereka terus mencari tahu setiap
ngsung dapat membentuk karakter positif anak.
ualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak

67

atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus y
yang membedakan dengan individu lain. Sementara itu, menurut
dengan kepribadian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sesuai dengan kaidah moral dan budi pekerti yang membentuk kep

Banyuwangi memiliki kekayaan budaya, termasuk di dalamnya ada
inventarisasi beragam tradisi lisan yang ada di Banyuwangi
pentransmisian cerita rakyat Banyuwangi. Dari hasil penelusura
kumpulan cerita rakyat Banyuwangi yang pernah diterbitkan; ma
Banyuwangi (Hutomo, 2000) dan Cerita Rakyat Banyuwangi (F
Banyuwangi yang umum dikenal oleh masyarakat luas adalah lege
kisah Damarwulan dengan Minak Jinggo. Dua cerita rakyat ter
kumpulan cerita rakyat Nusantara maupun buku kumpulan ceri
banyak cerita-cerita rakyat Banyuwangi lainnya yang penting untu
itulah perlu upaya yang terus-menerus dalam hal merevitalis
pendokumentasian dan penelitian yang berguna dalam mengung
tradisi lisan tersebut.

Penelitian tentang sastra lisan Banyuwangi --khususnya cerita
beberapa peneliti, antara lain (1) Heru S.P. Saputra (1998) yang m
Osing Banyuwangi, (2) Dian Erlandini (2011) yang menganalis en
Minak Jinggo, Asal-usul Banyuwangi, Prabu Tawang Alun, Syeh
gaya penceritaan dan tema cerita, dan (3) Dina Merdeka Citraningru
nilai moral masyarakat Using dalam cerita rakyat Banyuwangi.
penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya nilai-nilai pe
Rakyat Banyuwangi Asal-usul Watu Dodol (CRBAWD) yang m
pendukungnya.
5 Landasan teori
Cerita rakyat, sebagaimana karya sastra lainnya, diyakini lahir tida
masyarakat tempat karya tersebut dilahirkan sehingga karya sastra
merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan suatu masyarakat.

6

yang menjadi pendorong dan penggerak, serta
Koesoema (2010: 80), karakter dianggap sama
karakter merupakan bentuk tingkah laku yang
pribadian khusus seseorang.

alah tradisi lisan, yang sangat beragam. Namun, Eksplanasi:
i masih kurang memadai, khususnya dalam penjelasan
an pustaka yang dilakukan, terdapat dua buku
asing-masing dengan judul Cerita Rakyat dari
Fauzi dkk., 2011). Sementara itu, cerita rakyat
enda asal mula Banyuwangi atau Sritanjung dan
rsebut cukup sering dimuat dalam buku-buku
ita rakyat Jawa Timur. Padahal, masih sangat
uk ditransmisikan dan didokumentasikan. Untuk
sasi cerita rakyat Banyuwangi dalam bentuk
gkap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam

rakyat Banyuwangi-- pernah dilakukan oleh Rekaman kejadian
melakukan analisis struktural terhadap legenda
nam cerita rakyat Banyuwangi (Joko Umbaran,
h Maulana Iskak, dan Patih Joto Suro) berdasar
um (2012) yang membahas tentang representasi

Berbeda dengan penelitian terdahulu, fokus
embentuk karakter yang terdapat dalam Cerita
mencerminkan aspek sosio-kultural masyarakat

ak dalam ruang hampa, tetapi dipengaruhi oleh Eksplanasi:
a dianggap sebagai an imitation of human life; pernyataan umum
Sementara itu, hubungan antara sastra dan

68

masyarakat adalah saling memengaruhi sehingga cerita rakyat mem
mengubah kondisi masyarakatnya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat secara tidak sadar
secara tidak sadar runtutan peristiwa dalam cerita tersebut mampu
Cerita rakyat selain sebagai sarana penanaman nilai-nilai dan
merangsang kreativitas anak melalui imajinasi dan cara berpikir kr
metafora-metafora yang terdapat di dalamnya. Cerita tidak hanya
budi pekerti, tetapi juga memiliki andil dalam pembentukan karak
pergulatan dan pertemuan intensif dengan teks-teks dalam cerita
pengetahuan yang mendalam tentang manusia, hidup dan kehidup
hidup.
Ada banyak nilai luhur kehidupan yang dapat ditemukan dalam se
nilai-nilai pembentuk karakter yang dapat diteladani dalam kehidup
sosial, kerja keras, tanggung jawab, dan masih banyak nilai positif
cerminan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Y
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sik
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, da
berhubungan erat dengan tingkah laku manusia dan merupakan

Sehubungan dengan pentingnya penanaman dan pembentukan
Pendidikan Nasional di tahun 2010 telah membuat identifikasi n
rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Tujuan Pendi
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar m
tanggung jawab (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011: 8).

Cerita rakyat merupakan hasil imajinasi dan kreativitas pengarang
seorang pengarang bukan hanya mampu menyajikan keindahan d
pandangan yang berhubungan dengan renungan tentang agama, fils

6

miliki kesempatan untuk menjadi sarana dalam

r diresapi oleh pembaca khususnya anak-anak; Eksplanasi:
u memengaruhi sikap dan kepribadian mereka. penjelasan

karakter juga menambah pengetahuan serta
ritis melalui rasa penasaran akan jalan cerita dan
berperan dalam penanaman pondasi keluhuran
kter yang baik sejak dini (Noor, 2011). Melalui
a rakyat, anak-anak akan mendapatkan bekal
pan, serta berbagai kompleksitas problematika

ebuah cerita rakyat karena cerita rakyat memuat
pan seharihari, seperti nilai religius, jujur, peduli
f lainnya. Nilai-nilai positif tersebut merupakan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
kap, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang
an adat istiadat. Secara tidak langsung karakter

ciri khas seseorang.

karakter sejak usia dini maka Kementerian Eksplanasi:
nilai-nilai pembentuk karakter bangsa. Dalam penjelasan
satuan pendidikan telah diidentifikasi 18 nilai
idikan Nasional, yaitu religius, jujur, toleransi,
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

pada masa lampau. Dengan kreativitas tersebut Eksplanasi:
dalam cerita tersebut, namun juga memberikan pernyataan umum
safat, serta beraneka ragam pengalaman tentang

69

masalah kehidupan sehari-hari. Di dalam cerita rakyat tersebut d
rangkaian cerita seperti tingkah laku, watak tokoh, dan karakter ya

Karakter dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran
bersifat praktis, yang dapat diambil lewat cerita yang bersangku
karena itu, karakter dalam suatu cerita merupakan petunjuk ya
mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan masalah keh
pergaulan.

Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pemb
meniru karakter positif dalam cerita. Karakter positif dalam cerita
atau message. Hikmah yang diperoleh pembaca lewat cerita rakya
baik dan buruk dalam cerita sengaja ditampilkan supaya pembaca
serta tidak mencontoh perilaku yang buruk sehingga pembaca ter
diperankan oleh tokoh dalam cerita. Pemahaman atas suatu cerita
merupakan bagian dari penanaman dan pembentukan karakter ser

Selaras dengan muatan nilainilai pendidikan karakter, Pemerintah
tersebut dan merumuskannya dalam gerakan Revolusi Mental.
membangun karakter bangsa yang mengubah cara pikir menjadi le
Ada tiga nilai utama yang diusung dalam Gerakan Revolusi Men
(jujur, dipercaya, berkarakter dan bertanggungjawab), (2) Kerja ker
produktif) dan (3) gotong royong (kerjasama, solidaritas, komunal

Keseluruhan nilai-nilai dalam Gerakan Revolusi Mental dan pend
mewujud sejak lama dalam tradisi lisan Nusantara berupa cerita
perlu dilestarikan, diolah, dan dijadikan salah satu media penting d

6 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan d
ini adalah teks CRBAWD yang terdapat dalam buku Cerita Ra
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi tahun 201

7

disampaikan oleh pengarang tentang berbagai
ang diperankan oleh para tokoh.

yang berhubungan dengan ajaran karakter yang Eksplanasi:
utan oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2010). Oleh penjelasan
ang secara sengaja diberikan oleh pengarang
hidupan, seperti sikap, tingkah laku dan etika

baca diharapkan dapat mengambil hikmah dan persuasi
a rakyat dapat dipandang sebagai amanat, pesan
at selalu dalam pengertian yang baik. Karakter
a dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut
rmotivasi untuk mencontoh karakter baik yang
a rakyat hingga mendapatkan hikmah tersebut
rta nilai-nilai pada anak sejak dini.

RI meneguhkan kembali pentingnya nilai-nilai Eksplanasi:
Revolusi Mental merupakan sebuah gerakan penjelasan
ebih baik, mandiri, berkarakter, dan nasionalis.
ntal (GPR Report, 2015: 22) yaitu (1) Integritas
ras (etos kerja, daya saing, optimis, inovatif dan
l dan berorientasi pada kemaslahatan).

didikan karakter bangsa tersebut salah satunya
rakyat. Sebagai warisan budaya, cerita rakyat
dalam internalisasi nilainilai luhur bangsa.

deskriptif. Sumber data utama dalam penelitian Eksplanasi:penjelasan
akyat Bayuwangi yang diterbitkan oleh Dinas
11. Buku ini terdiri dari enam cerita rakyat

70

Banyuwangi, yaitu “Asal-usul Watu Dodol”, “Panji Gimawang
Zarkasi”, dan “Kik Edor”. Penelitian ini hanya mengambil satu c
buku tersebut sebagai bahan kajian, yaitu Asal-usul Watu Dodol.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara membaca bacaan yang menunjang dalam fo
yang ada pada CRBAWD. Bahan bacaan dibaca dengan cerma
memperoleh pemahaman tentang isi cerita rakyat tersebut. Besam
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah penelitian
terdapat di dalam CRBAWD.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah peneliti sendiri
sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian,
data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan ata
telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik content anal
menganalisis data, hal yang perlu diperhatikan adalah, membaca d
ulang, mempelajari kata kunci yang berkaitan dengan karakter
tersebut.

Selanjutnya, hasil analisis data disajikan dengan teknik infor
menggunakan kata kata. Hasil analisis dideskripsikan sedemikian
mengenai nilai-nilai pembentuk karakter yang terdapat dalam teks

7 Hasil dan Pembahasan
a. Sekilas Cerita Rakyat “AsalUsul Watu Dodol”

CRBAWD berlatar belakang masa kolonial pada saat pembuatan ja
dengan Panarukan. Pada waktu Residen Schophoff hendak mela
menghubungkan Banyuwangi dengan Panarukan, proyek tersebu
untuk ditembus. Tumenggung Wiroguno I, yang pada masa itu
sayembara yang isinya bahwa siapa saja yang mampu membuat ja
berupa tanah dari bukit batu itu ke selatan sampai daerah Sukowid

7

g”, “Jaka Bundu 1”, “Jaka Bundu 2”, “Besali
cerita rakyat Banyuwangi yang terdapat dalam

adalah studi pustaka dan pencatatan. Hal ini Prosedur; langkah
okus penelitian ini, khususnya subjek penelitian
at, sungguh-sungguh dan berulangulang guna
maan dengan hal tersebut dilakukan pencatatan
ini yakni nilai-nilai pembentuk karakter yang

i dengan kertas pencatat serta alat tulis. Peneliti Prosedur; langkah
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
as temuannya (Sugiyono, 2012: 222). Data yang
lysis atau analisis isi (Jabrohim, 2012). Dalam
dengan cermat teks CRBAWD secara berulang-
dalam cerita, kemudian menuliskan karakter

rmal, yaitu perumusan hasil analisis dengan Prosedur; langkah
n rupa sehingga diperoleh gambaran yang utuh
s CRBAWD.

alan tembus yang menghubungkan Banyuwangi Cerita ulang; rekaman
aksanakan proyek pengerjaan jalan yang akan kejadian
ut terkendala oleh adanya bukit batu yang sulit

menjadi bupati di Banyuwangi, mengadakan
alan tembus melewati bukit akan diberi hadiah
di, di wilayah utara kota Banyuwangi.

71

Bersamaan dengan berlalunya waktu, tidak ada yang berani meny
ketika Sang Tumenggung ingat pada Ki Jaksa, seorang sakti be
pinggiran bukit Boyolangu. Di tempat tersebut Ki Jaksa ditemani
Tumenggung Wiroguno I berhasil membujuk Ki Jaksa untuk m
Karena kebenciannya terhadap penjajah Belanda, Ki Jaksa tidak tu
Iman, hingga berhasil membuat jalan melalui bukit batu tersebut de
bantuan dari bangsa jin ini diperoleh dengan adanya perjanjian
dipenuhi, yaitu 1) jangan mendodol batu di luar batas yang dibe
seonggok batu untuk tempat duduk mereka di tepian pantai, dan
cucunya harus menyambangi tempat tersebut. Karena keberhasil
dinamakan Watu Dodol. “Dodol” atau “dhodhol” adalah bahas
merupakan indegenous people Banyuwangi) yang artinya ‘bongka
watu dodol berarti ‘batu hasil dari pembongkaran’, sebuah benda y
yang menghubungkan Banyuwangi dengan Panarukan di masa kol

Kini setiap tanggal 10 Syawal masyarakat Boyolangu, sebagai be
berbondong-bondong pergi ke Watu Dodol menggunakan dokar (k
ini disebut tradisi “Puter Kayun” sebagai bentuk penghormatan ata

b. Nilai-Nilai Pembentuk Karakter dalam Cerita Rakyat Asal-Usu

Secara keseluruhan, tema yang terdapat dalam CRBAWD, yaitu se
serta berjiwa cinta tanah air. Amanat dalam cerita rakyat ini a
kepercayaan dan hasil kerja yang baik pula.

Dari hasil analisis isi yang terdapat dalam CRBAWD ditemukan se
religius, jujur, kerja keras, ingin tahu, semangat kebangsaan, cin
komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab. Berikut ini adala
terdapat dalam CRBAWD.

1. Religius

7

yanggupi tantangan tersebut. Sampai pada suatu Cerita ulang; rekaman
kejadian
ekas penasehatnya terdahulu, yang menyepi di

oleh Nur Iman, anak angkatnya. Singkat cerita

membantu membuat jalan melewati bukit batu.

urun sendiri. Ia menunjuk anak angkatnya, Nur

engan bantuan Jin beserta anak buahnya. Konon,

n atau pra-syarat. Ada tiga syarat yang harus

eri tanda oleh bangsa jin, 2) harus menyisakan

3) minimal setahun sekali, Ki Jaksa dan anak

lan menembus bukit batu itu, tempat tersebut
sa Using (bahasa kelompok etnik Using yang
ar’, sedangkan “watu” artinya ‘batu’. Sehingga
yang menandai proyek pembuatan jalan tembus

lonial.

entuk penghormatan terhadap Ki Jaksa, selalu Cerita ulang; rekaman
kereta yang ditarik oleh kuda). Peristiwa tahunan kejadian
as leluhur mereka.

ul Watu Dodol

eorang pemimpin yang lurus dan bersih hatinya
adalah perilaku yang baik akan membuahkan

ebanyak sepuluh nilai pembentuk karakter, yaitu
nta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
ah paparan nilai-nilai pembentuk karakter yang

72

Religius atau saleh merupakan sikap dan perilaku patuh dalam me
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan selalu hidup rukun d
kita lihat dari kutipan narasi di bawah ini.

(...) Nur Iman yang sejak tadi diwejangi di dalam langgar pinggir k
Langgar yang dibuat Ki Jaksa berdinding tumpukan batu tanpa ca

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Ki Jaksa memberikan we
dalam langgar pinggir kali (musala di tepi sungai). Pilihan u
menunjukkan bahwa kedua tokoh tersebut memiliki karakter saleh
ibadah sekaligus belajar ilmu agama dan mengaji.

2. Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan d
perkataan dan perbuatan. Nilai kejujuran dapat kita lihat dari kutip

(...) Ndoro Kanjeng dan VOC menerima syarat yang diajukan Ki
kedua itu. Dirinya menyadari masih kecil tidak mungkin bisa m
(Fauzi, dkk., 2011: 7).

Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa Nur Iman berterus teran
dirinya sendiri yang masih belia dalam pemimpin orang-orang ya
gurunya, ia berani untuk jujur mengungkapkan perasaan hatinya. D
sendiri dan orang lain untuk mencari penyelesaian suatu persoalan

3. Kerja Keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baikny
narasi di bawah ini.

7

elaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran
dengan pemeluk agama lain. Nilai religius dapat

kali, selesai keperluannya kembali ke gubuknya.
ampuran bahan lain (Fauzi, dkk., 2011: 8).
ejangan (petunjuk/nasehat) kepada Nur Iman di
untuk memakai langgar dalam cerita tersebut
h atau religius karena langgar merupakan tempat

diri sebagai orang yang dapat dipercaya dalam
pan narasi di berikut ini.
i Jaksa. Tetapi Nur Iman yang menolak syarat Narasi
memimpin orang banyak yang usianya tua-tua

ng tentang keraguannya terhadap kemampuan
ang usianya jauh lebih tua. Meskipun terhadap
Dengan berlaku jujur, akan lebih mudah baginya
n.

-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
ya. Nilai kerja keras dapat kita lihat dari kutipan

73

(...) Hampir tiga bulan purnama kerja bakti itu berlangsung. Jala
ruas jalan di utaranya. Semua berlega hati dan bergembira. Seon
Watu Dodol (Fauzi, dkk., 2011: 12).

Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa upaya pembongkaran bukit
dipimpin oleh Nur Iman akhirnya berhasil setelah membutuhk
menunjukkan adanya usaha yang sungguh-sungguh dalam upaya
pekerjaan dengan harapan akan hasil yang baik dan memuaskan.

4. Ingin Tahu
Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk m
sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar. Nilai keingintahuan
Ki Buyut Jaksa dengan Nur Iman berikut ini.

(...) “Nur Iman, kau jangan berkecil hati. Manusia hidup itu yan
jelek perilakunya ya tidak bisa dijadikan panutan.” “Lalu ap
membimbing kamu dari jauh. Kamu jangan takut!” (Fauzi, dkk., 2

Dalam kutipan tersebut terlihat rasa ingin tahu Nur Iman men
pemimpin dalam pengerjaan pembongkaran bukit batu yang dibeb

5. Semangat Kebangsaan
Seseorang dinilai memiliki semangat kebangsaan apabila ia mem
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas ke
kebangsaan dapat kita lihat dari kutipan narasi di bawah ini.

(...) Saat itu karena pengaruh VOC dirasa terlalu berlebihan, K
dan ingin banyak merenung di pinggiran bukit Boyolangu (Fauzi,

7

an selatan gunung batu sudah bertemu dengan Narasi
nggok batu di pinggir pantai itu disebut sebagai

batu untuk melancarkan pengerjaan jalan yang
kan waktu tiga bulan lamanya. Hal tersebut
a mencapai suatu tujuan atau pencapaian suatu

mengetahui secara lebih mendalam dan meluas
n dapat kita lihat dari kutipan percakapan antara

ng penting lisannya. Meski tua umurnya tetapi Narasi
pa yang harus saya lakukan?” “Saya akan
2011: 7).
ngenai apa yang harus dilakukannya sebagai
bankan kepadanya.

miliki cara berpikir, bertindak dan berwawasan
epentingan diri dan kelompoknya. Semangat

Ki Jaksa mengundurkan diri sebagai penasehat Narasi
dkk., 2011: 2).

74

Dalam kutipan narasi cerita tersebut terlihat bahwa semangat keban
lebih memilih untuk mundur dari jabatan sebagai penasehat di
pemerintahan yang tunduk pada kekuasaan VOC (penjajah Beland

6. Cinta Tanah Air

Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosia
cinta tanah air atau patriotisme dapat kita lihat dari kutipan ucapan

(...) “Saya memang tidak cocok jika harus bertemu dengan penja
sama kemudian disuruhsuruh seperti juragan pada pembantunya.

Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa nilai cinta tanah air yang dim
hati untuk tidak ingin tunduk dan diperbudak oleh bangsa lain.

7. Menghargai Prestasi

Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong
bagi masyarakat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan o
lihat dari kutipan narasi berikut ini:

(...) Untuk menepati janji yang sudah dibuat oleh oleh Raja Dem
10 Syawal masyarakat Boyolangu berbondong-bondong ke Watu D
Peristiwa yang berlangsung terus-menerus itu itu kini menjadi sala
dikenal dengan sebutan “Puter Kayun” (Fauzi, dkk., 2011: 13).
Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa penghargaan terhadap pre
yang hingga saat ini menghargai hasil karya leluhur mereka yang t
diwujudkan dalam bentuk tradisi “Puter Kayun.”

8. Bersahabat/ Komunikatif
Bersahabat adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berb
lain. Nilai persahabatan dapat kita lihat dari kutipan percakapan a

7

ngsaan yang dimiliki oleh Ki Jaksa membuatnya
Banyuwangi daripada harus bekerja di dalam
da).

g menunjukan rasa kesetiaan, kepedulian dan
al, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Nilai
n Ki Jaksa di bawah ini.
ajah berambut pirang. Apalagi diajak bekerja Narasi

Tidak!” (Fauzi, dkk., 2011: 6).
miliki oleh Ki Jaksa telah membuatnya berkeras

diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
orang lain. Nilai menghargai prestasi dapat kita

mit dan Ki Jaksa, hingga saat ini setiap tanggal Narasi
Dodol dengan menggunakan kendaraan dokar.
ah satu adat tradisi masyarakat Boyolangu yang
estasi ditunjukkan oleh masyarakat Boyolangu
telah memberikan manfaat bagi masyarakat dan

bicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
antara Raja Demit dengan Ki Jaksa berikut ini.

75

(...) “Aku bersedia....ha, ha,ha.... Tetapi ada tiga syarat yang harus
watu di luar batas yang nanti aku beri tanda. Kedua, sisakan bu
pantai dan ketiga...Hem...Kau dan anak cucu harus mau menyam
dkk., 2011: 9).

(...) “Tiga syarat yang engkau ajukan aku terima,” kata Ki Jaksa. “
seluruh prajuritmu agar ikut bekerja bakti. Yang memimpin pendo
sebelas tahun (Fauzi, dkk., 2011: 10).

Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa sikap bersahabat/ komunika
Ki Jaksa sehingga ia mampu berkomunikasi dengan Raja Demit u
pembongkaran bukit batu.

9. Peduli Sosial

Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
membutuhkan. Nilai kepedulian sosial dapat kita lihat dari kutipan

(...) Akhirnya, sekeras-keras batu jika ditetesi air terus-menerus a
mulai luluh meski dengan bersyarat agar orang-orang VOC haru
kawasan utara untuk menembus jalan darat. Kedua, yang memim
yaitu Nur Iman yang masih berusia sebelas tahun. Ndoro Kanjen
Jaksa (Fauzi, dkk., 2011: 7).
Dalam kutipan tersebut terlihat bahwa kepedulian sosial ditunjuk
untuk membantu pengerjaan pembongkaran bukit batu. Tujuannya
karena ingin terwujudnya jalan tembus Banyuwangi-Panarukan itu

10. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk m
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkung
Yang Maha Esa. Nilai tanggung jawab dapat kita lihat dari kutipan

7

s kau turuti. Pertama, jangan mendodol gunung Narasi
uat aku seonggok batu tempat duduk di pinggir
mbangiku setidaknya setahun sekali!” (Fauzi,

“Aku minta tolong, kau juga harus mengerahkan
odolan nanti anakku Nur Iman, umurnya masih

atif yang ditunjukkan oleh
untuk ikut bekerja sama membantu pengerjaan

i bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
n narasi berikut ini.

akan berlubang. Begitu juga hati Ki Jaksa yang Narasi
us ikut bekerja bakti mendodol gunung batu di
mpin kerja bakti harus anak angkatnya sendiri
ng dan VOC menerima syarat yang diajukan ki

kkan oleh Ki Jaksa, sehingga ia akhirnya mau
a tentu saja bukan untuk membantu VOC, tetapi
u akan memberikan manfaat bagi orang banyak.

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
gan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
n narasi berikut ini.

76

(...) Dengan hati yang mantap, Nur Iman menerima apa yang diha
(...) Hari yang dijanjikan tiba. Para utusan Ndoro Kanjeng Mas
anaknya, Nur Iman, menerima mereka sebagaimana layaknya t
panjang lebar, para punggawa tadi mengiring Nur Iman yang m
gunung batu (Fauzi, dkk., 2011: 10).

Dalam kutipan tersebut di atas terlihat bahwa rasa tanggung jawab
sebagai pemimpin pengerjaan pembongkaran gunung batu, mesk
jawab atas tugas yang diberikan kepadanya itu mampu ia laksanaka
Jaksa.

8 Simpulan

Cerita rakyat Banyuwangi yang berjudul Asal-usul Watu Dodol
bersih hatinya serta berjiwa cinta tanah air. Sedangkan, amanat da
akan membuahkan kepercayaan dan hasil kerja yang baik pula.

Berdasarkan analisis tentang nilai-nilai pembentuk karakter yang
bahwa dalam cerita rakyat tersebut ditemukan sepuluh nilai pembe
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai pr
jawab.

Nilai-nilai pembentuk karakter bangsa, salah satunya, mewujud se
cerita rakyat. Sebagai warisan budaya, cerita rakyat perlu dilest
penting dalam pendidikan karakter bangsa. Nilai-nilai pembentuk k
hanya sekadar untuk dipahami. Jauh lebih penting dari pemaham
kongkret dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Pengetahu
integral dari penerapan pendidikan karakter bangsa yang sehar
keharmonisan ketiga aspek tersebut maka bangsa dan negara kit
menghadapi berbagai tantangan zaman.

7

arapkan Ki Jaksa (Fauzi, dkk., 2011: 8). Narasi
Alit berniat menjemput Ki Jaksa. Lemani dan
tuan rumah pada tamunya. Setelah berdialog
mengempit kayu komando kerja bakti mendodol

dimiliki oleh Nur Iman yang mengemban tugas
kipun usianya masih anakanak. Rasa tanggung
an dengan baik atas bimbingan dan petunjuk Ki

bertemakan seorang pemimpin yang lurus dan Eksplanasi
alam cerita rakyat ini adalah perilaku yang baik pernyataan umum

g terdapat dalam CRBAWD dapat disimpulkan Reorientasi
entuk karakter, yaitu; religius, jujur, kerja keras,
restasi, bersahabat, peduli sosial dan tanggung

ejak lama dalam tradisi lisan Nusantara berupa Eksposisi: Argumen
tarikan, diolah dan dijadikan salah satu media
karakter yang terdapat dalam cerita rakyat bukan
man adalah penghayatan dan pengamalan yang
uan, perasaan, dan perilaku merupakan bagian
rusnya dilaksanakan secara harmoni. Dengan
ta akan memiliki karakter yang tangguh dalam

77

Dari paparan nilai-nilai pembentuk karakter yang terdapat dalam
tersebut mengandung cukup banyak nilainilai pembentuk karak
Dengan memiliki nilai-nilai pembentuk karakter tersebut maka aka
Nilai-nilai pembentuk karakter yang terdapat dalam CRBAWD m
kepada pembaca agar meniru karakter baik yang terdapat dalam to
Nilai-nilai pembentuk karakter harus ditanamkan kepada siswa
kehidupannya, sehingga akan membentuk sikap dan perilaku posi
karakter tersebut akan menjadikan siswa bertanggung jawab dan
Nilai-nilai pembentuk karakter tersebut tidak hanya diterapkan p
oleh pendidik. Pendidik yang memiliki dan mengimplemetasikan
membawa dampak positif dalam menjalankan tugasnya sebagai pe
9 Daftar Pustaka

7

m CRBAWD menunjukkan bahwa cerita rakyat Eksposisi: reiterasi
kter yang perlu dimiliki oleh setiap manusia.
an membentuk sikap dan moral yang lebih baik.
merupakan pesan yang disampaikan pengarang
okoh cerita tersebut.

a dan dimplementasikan secara nyata dalam Ekspoisi;Argumen
itif. Dengan tertanamnya nilai-nilai pembentuk
peduli dengan tugasnya sebagai peserta didik.
pada peserta didik, tetapi juga harus diterapkan
n nilai-nilai pembentuk karakter tersebut akan
endidik.

Cerita ulang non
naratif

78

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BABAD TANAH JAWA
The Values of Character Education Contained in The Text of Babad Tanah Jawa.

Hidayah Budi Qur’ani
Universitas Muhammadiyah Malang

Pos-el: [email protected]

Naskah Diterima 19 Agustus 2018—Direvisi Akhir 30 November 2018—Disetujui 3 Desember 2018
doi.org/10.26499/jentera.v7i2.918

Abstrak: Penelitian ini membahas nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam
teks Babad Tanah Jawa. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Sumber data penelitian ini
adalah Babad Tanah Jawa. Data penelitian ini berupa hasil telaah dokumen naskah
lama Babad Tanah Jawa berupa kutipan-kutipan teks yang menunjukkan bentuk-bentuk
nilai pendidikan karakter. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik noninteraktif dengan metode content analysis. Teknik analisis data
pada penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif.. Dalam teks Babad Tanah
Jawa, terdapat tiga nilai pendidikan karakter yang dominan. Nilai-nilai pendidikan
karakter tersebut di antaranya (1) nilai karakter religius yang digambarkan melalui sikap
yang sesuai dengan agama yang dianut, (2) nilai karakter semangat kebangsaan yang
digambarkan melalui semangat mengusir penjajah di tanah Mataram, dan (3) nilai
karakter cinta tanah air yang digambarkan melalui kegigihan menjaga tanah kerajaan
agar tidak diambil oleh kerajaan lain.
Kata-kata kunci: Nilai Pendidikan Karakter, Babad Tanah Jawa, Naskah Lama

Abstract: This study discusses the values of character education contained in the text of
Babad Tanah Jawa. this type of research is qualitative. The data source of this research
is the Babad Tanah Jawa. The data of this study are in the form of a review of the old
manuscript documents of the Babad Tanah Jawa in the form of text excerpts that show
the forms of character education values. Data collection techniques used in this study
are non-interactive techniques with content analysis methods. The data analysis
technique in this study uses interactive analysis techniques. In the text of the Babad
Tanah Jawa, there are three dominant values of character education. The values of
character education include (1) the value of religious character that is described
through attitudes that are in accordance with the religion embraced, (2) the character
values of the national spirit depicted in the spirit of expelling invaders in the land of
Mataram, and (3) the value of land love character water which is described through the
persistence of guarding the royal land so that it is not taken by other kingdom.
Key words: Value of Character Education, Babad Tanah Jawa, Old Manuscript.
_____________________________________________________________________
How to cite: Qur’ani, Hidayah Budi. (2018). Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam
Babad Tanah Jawa. Jentera: Jurnal Kajian Sastra, 7 (2), 182—197.
(https://doi.org/10.26499/jentera.v7i2.918).

182 | Jentera, 7 (2), 182—197, ©2018

PENDAHULUAN
Sastra (Kanzunnudin, 2012) dapat diartikan sebagai karya seni yang bermediakan
bahasa. Bahasa dalam karya sastra digunakan sebagai sarana mengajar atau memberikan
petunjuk. Oleh karenanya, sastra dapat dinyatakan sebagai seni bahasa untuk
menyampaikan ajaran. Setidaknya, sastra mengungkapkan tiga aspek utama secara
mendasar, diantaranya memberikan sesuatu kepada pembaca atau decore, memberikan
kenikmatan melalui unsur estetik atau declarate, dan mampu menggerakkan kreatuvitas
pembaca atau disebut dengan movore.

Sastra (Z.F., 2014) merupakan sebuah cabang dari seni yang mempunyai unsur
integral kebudayaan dan usianya sudah cukup tua. Sastra telah menjadi bagian dari
pengalaman hidup manusia sejak dahulu, baik dari aspek manusia sebagai penciptanya
maupun aspek manusia sebagai penikmatnya. Karya sastra merupakan curahan
pengalaman batinnya tentang fenomena kehidupan sosial dan budaya masyarakat pada
masanya. Ia juga merupakan ungkapan peristiwa, ide, gagasan, serta nilai-nilai
kehidupan yang diamanatkan di dalamnya. Sastra mempersoalkan manusia dalam segala
aspek kehidupannya sehingga karya itu berguna untuk mengenal manusia dan
budayanya dalam kurun waktu tertentu.

Dari uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan cabang
dari seni yang bermediakan bahasa. Sastra merupakan suatu petunjuk yang baik untuk
mengajarkan kepada manusia. Sastra juga merupakan kebudayaan yang cukup tua yang
berisikan kehidupan manusia dari berbagai aspek persoalan.

(Z.F., 2014) berpendapat bahwa karya sastra bukanlah karya yang ilmiah yang
dapat dirunut kebenaran faktualnya sebagaimana merunut kebenaran berita surat kabar
tentang peristiwa tertentu. Kebenaran pada karya sastra bukanlah kebenaran yang
bersifat faktual tetapi kebenaran yang bersifat kemanusiaan. Saat membaca karya sastra,
kita diperkenalkan kepada kekayaan-kekayaan batin yang memungkinkan kita
mendapatkan insight, persepsi, dan refleksi diri sehingga kita dapat masuk ke dalam
pengalaman nyata hidup. Inilah kenyataan faktual yang terdapat di dalam karya sastra
yang hanya dapat diperoleh dengan hatinya masuk ke dalam karya sastra.

Salah satu karya sastra yang menarik untuk dikaji adalah sastra lama berbentuk
babad. Menurut (Aziz, 2015) babad dapat diartikan sebagai sebuah dongeng yang segaja
digubah menjadi sebuah cerita sejarah. Di dalam sebuah babad, beberapa cerita

Jentera, 7 (2), 182—197, ©2018 | 183

digambarkan secara berlebihan atau hiperbolis, seperti tokoh, tempat, dan peristiwa.
Karya sastra dalam bentuk babad ini sesungguhnya adalah cerita yang digubah sebagai
cerita sejarah. Dalam tradisi sastra melayu, karya sastra dalam bentuk babad disebut
dengan salasilah dan tambo atau hikayat, misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai, dan
Hikayat Salasilah Perak. Karya sastra yang berbentuk babad antar lain adalah Babad
Tanah Jawa, Babad Giyanti, Sejarah Hasanudin, dan Sejarah Banten Rante-Rante,
Babad Cirebon, dan Babad Pakepung.

(Olthof, 2011) berpendapat bahwa babad merupakan cerita klasik yang
mengisahkan asal muasal suatu daerah atau kerajaan. Penelitian ini mengkaji salah satu
babad yang terkenal yaitu Babad Tanah Jawa. Karya ini memuat tentang cikal-bakal
(nenek moyang) raja-raja Mataram Islam yakni bermula dari nabi Adam, dewa-dewa,
hingga raja-raja yang pernah berkuasa di tanah Jawa. Raja-raja yang pernah menguasai
tlatah Pajajaran, Majapahit, Demak, Pajang, hingga Mataram Islam (Kasunanan
Surakarta). Karya sastra Babad Tanah Djawi yang berunsur mitologi dan pengkultusan
tersebut memiliki keragaman versi. Namun, menurut Hoesein Djajadiningrat,
keragaman versi tersebut disederhanakan menjadi dua. Kelompok pertama: Babad
Tanah Djawi yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Pakubuwono III.
Kelompok kedua: Babad Tanah Djawi bertarikh 1722 yang diterbitkan oleh Pangeran
Adilangu II.

Dari beberapa versi Babad Tanah Jawa yang sudah ada, dipilih cerita Babad
Tanah Jawa yang sudah dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh HR.
Sumarsono dan diterbitkan oleh penerbit Narasi, Yogyakarta. Hal tersebut didasarkan
bahwa Babad Tanah Jawa yang dialihbahasakan oleh HR. Sumarono merujuk pada
Babad Tanah Jawa yang disusun oleh W.L. Olthof di Belanda tahun 1941 dan lebih
lengkap dari versi lain. Sebagai sebuah karya sastra, Babad Tanah Jawa juga
memberikan nilai pengajaran yang baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, fokus
penelitian ini adalah menganalisis bentuk-bentuk nilai pendidikan karakter yang ada
pada Babad Tanah Jawa.

Penelitian lain yang membahas Babad Tanah Jawa adalah penelitian yang
dilakukan oleh Saddhono & Supeni, 2014 yang membahas “Pengaruh Kolonial pada
Kerajaan Mataram dalam cerita Babad Tanah Jawi”. Pengaruh kolonial ini dapat dilihat
dari segi pemerintahan, politik, hingga mempengaruhi pola pikir perempuan pada saat

184 | Jentera, 7 (2), 182—197, ©2018

itu. Perempuan-perempuan yang mendapat pengaruh kolonial cenderung mempunyai
keberanian untuk melawan ketidakadilan dan mengemukakan hak-hak mereka.
Perempuan juga ikut andil dalam bidang politik, seperti ikut dalam peperangan.

Penelitian (Birsyada, 2016) berjudul “Keraton Pada Babad Tanah Jawi dalam
Perspektif Pedagogi Kritis” yang dimual dalam jurnal Sejarah dan Budaya juga
membahas Babad Tanah Jawa. Pada penelitian ini diungkapkan bahwa Babad Tanah
Jawi menunjukkan sisi dominasi budaya keraton dengan memaparkan genealogi
keluarga keraton yang penuh dengan cerita mitologi, magis dan penuh kesakralan. Oleh
sebab itu, pengetahuan yang terdapat dalam Babad Tanah Jawi tidak lain hanyalah
representasi dari legitimasi kekuasaan dan budaya keraton. Selain itu, Babad Tanah
Jawi juga menunjukkan upaya imperiumisasi budaya kerajaan dan mengembalikan
sistem kelas atau kasta praIslam.

Persamaan kedua penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengangkat objek penelitian karya sastra lama yaitu Babad Tanah Jawa. Penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama mengangkat keunikan Babad Tanah Jawa
dari sudut pandang yang berbeda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian pertama
adalah permasalahan yang diangkat. Jika penelitian pertama mengangkat Babad Tanah
Jawa dari sudut pandang kolonialisme, penelitian ini mengangkat nilai-nilai pendidikan
karakter.

Selanjutnya, perbedaan penelitian ini dengan penelitian kedua pada
permasalahan yang diangkat. Pada penelitian kedua mengangkat permasalahan
legitimasi kekuasaan dan dominasi budaya trah keraton yang dimunculkan dalam
Babad Tanah Jawa. Dominasi tersebut ditunjukkan lewat cerita-cerita mitos, magis,
sakral dan supranatural untuk menumbuhkan kesadaran magis rakyat atau kawula.
Sementara itu, penelitian ini mengangkat nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam
Babad Tanah Jawa sebagai suatu pembelajaran yang dapat diberikan pada masyarakat.

Babad Tanah Jawa menarik untuk dikaji. Hal tersebut disebabkan Babad Tanah
Jawa mempunyai hubungan dengan pendidikan karakter yang diajarkan di sekolah
maupun lingkungan masyarakat. Hubungannya yaitu bahwa karya sastra lama dapat
digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk memberikan pengajaran yang baik.
Dengan membaca karya sastra lama, baik guru, keluarga, maupun masyarakat dapat

Jentera, 7 (2), 182—197, ©2018 | 185

mengambil gambaran masyarakat yang terdapat dalam cerita untuk mengambil bagian
yang terbaik guna mengembangkan karakter anak.

LANDASAN TEORI
Babad adalah sebuah karya tulis yang menceritakan pendirian sebuah negara atau
kerajaan. Cerita babad bukan hanya mengenai pendirian negara tersebut, melainkan
juga cerita-cerita yang terjadi pada kerajaan atau negara tersebut. Uraian tersebut juga
berlaku pada cerita dalam Babad Tanah Jawa. Babad Tanah Jawa menceritakan
tentang silsilah raja di kerajaan Mataram. Khususnya dalam buku ini, sejarah Jawa
dipaparkan dengan menarik garis silsilah awal Nabi Adam AS, kemudian dilengkapi
dengan silsilah dewa-dewa agama Hindu, tokoh Mahabharata, cerita Panji di Kediri,
hingga berakhir pada masa Kartasura, tepatnya saat terjadi perselisihan antara Raja
Kartasura dengan Pangeran Purbaya dan Sultan Blitar yang masih sedarah. Menurut
perkiraan penyusunnya, peristiwa ini terjadi di sekitar tahun 1647 (Olthof, 2011).

Menurut (Rohman, 2011) kata babad tanah jawi memberikan pengertian
tentang sejarah wilayah Jawa. Babad Tanah Jawi ditulis secara naratif dalam bahasa
dan huruf Jawa. Ketebalan naskah mencapai 470 halaman. Isi cerita tidak seragam,
tetapi secara umum penulis BTJ menceritakan kepemimpinan pada masa Kerajaan
Demak (abad ke-15) hingga Mataram Islam (abad ke-17). Penulisan sekuen dan
kutipan dalam penelitian ini merupakan transliterasi dari teks asli. Karena tidak
berbentuk tembang, BTJ lebih mirip cerita fiksi dari jenis prosa.

(Birsyada, 2016) menjelaskan bahwa Babad Tanah Jawa selain menunjukkan
upaya dominasi budaya kerajaan juga berusaha mengintegrasikan legitimasi antara
ideologi Hindu dan Islam. Dengan demikian, kekuasaan raja dianggap sah menurut
tradisi Hindu dan Islam karena jalur genealogi raja-raja Jawa sampai dengan Mataram
Islam adalah jalur keturunan Nabi Adam (Islam) juga keturunan para Dewa (Hindu).
Dalam tradisi kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, raja direpresentasikan
sebagai pusat kosmos di muka bumi disimbolkan sebagai khalifatulloh fil ardhi adalah
payung bagi genealogi tradisi Hindu Jawa maupun tradisi Islam. Singkatnya, Babad
Tanah Jawa ingin menghubungkan secara genealogi antara trah versi ideologi Hindu-
Budha dengan Islam. Dengan demikian, dalam tradisi kekuasaan Jawa, dengan
menyatukan trah dari kedua jalur genealogi tersebut diharapkan dapat menundukkan

186 | Jentera, 7 (2), 182—197, ©2018

rakyat Jawa dari ideologi budaya kedua belah pihak karena telah mendapat keabsahan
dari jalur keturunan baik dari Hindu-Budha lewat dewa-dewa maupun dari jalur Islam
melalui Nabi Adam. Dalam konteks inilah, secara kultural legitimasi kekuasaan raja
lewat genalogi tersebut akan dikukuhkan secara simbolik dalam memerintah serta
mewujudkan ketertiban tatanan masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Babad Tanah Jawa merupakan
sebuah cerita sejarah yang menceritakan kisah kerajaan Mataram di tanah Jawa. Sebagai
sebuah cerita sejarah, Babad Tanah Jawa menghadirkan kisah perjalanan berdirinya
kerajaan Mataram dan raja-raja yang menjadi pemimpin di tanah Mataram. Selain itu,
Babad Tanah Jawa juga menghadirkan konflik-konflik yang ada di dalam lingkungan
kerajaan serta nasihat-nasihat yang dapat menjadi pedoman hidup.

Platform pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dipelopori oleh tokoh
pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Dalam pendidikan karakter yang digagas oleh Ki
Hadjar Dewantara, tertuang dalam tiga konsep yaitu (1) Ing Ngarsa Sung Tuladha, (2)
Ing Madya Mangun Karsa, dan (3) Tut Wuri handayani. Ketiga konsep tersebut
memiliki arti bahwa yang di depan memberikan teladan, contoh, dan panutan.
Selanjutnya, di tengag membangun kehendak (menyatukan cita-cita dan tujuan agar
dapat diraih bersama). terakhir, di belakang memberikan dorongan.

Guru mempunyai makna digugu lan ditiru (dipercaya dan dicontoh) secara tidak
langusng juga harus memberikan contoh pendidikan karakter kepada siswa atau peserta
didik. Oleh karena itu, guru harus memiliki profil dan penampilan yang mampu
membawa siswanya kea rah pendidikan karakter yang kuat. (Aqib, 2011)

Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai hal positif yang dapat dilakukan
oleh guru yang mempengaruhi siswanya. Pendidikan karakter merupakan upaya untuk
mengajarkan nilai-nilai yang baik kepada siswa yang diajar. Pendidikan karakter harus
mampu mendukung pengembangan sosial, emosional, dan etik siswa (Samani, 2012).

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan
karakter dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang harus ditumbuhkan dan diajarkan
kepada generasi penerus baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah.
Nilai pendidikan karakter harus diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari. Nilai
pendidikan karakter harus terus menerus diajarkan agar generasi penerus bangsa tidak
lupa akan adab dan budaya timur yang dijunjung oleh Indonesia.

Jentera, 7 (2), 182—197, ©2018 | 187


Click to View FlipBook Version