The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Anggi Dwi Safariantini, 2023-03-13 23:14:23

anggun

anggun

EVALUASI AKADEMIK II NAMA : dr. Anggun Safariantiningrum NIP : 198808072022032001 AKT/KLP : VI/ I PENGAMPU MATERI AGENDA III :Ir. Hartina, M.M KPK Tangkap 7 Kepala Daerah Sepanjang Januari-Oktober 2019 CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tujuh kepala daerah sepanjang 2019 ini. Data tersebut dirilis KPK per Senin, 7 Oktober 2019. Operasi tangkap tangan pertama menyasar Bupati Mesuji periode 2017-2022, Khamami, pada 23 Januari 2019. Dalam penindakan tersebut, tim KPK menyita uang pecahan Rp100.000 yang tersimpan dalam satu kardus. Khamami lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun 2018. Ia menerima sekurang-kurangnya uang suap Rp1,58 miliar dari pihak swasta terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji. Atas perbuatannya, Khamami dijatuhi vonis hukuman delapan tahun pidana penjara dan denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan. Vonis hakimini sama dengan apa yang dituntut jaksa penuntut umum. Operasi tangkap tangan berikutnya Bupati Kabupaten Talaud periode 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip. Itu terjadi pada 30 April 2019. Tim penindakan KPK menyita sejumlah barang mewah dalam operasi senyap tersebut. Barang-barang yang disita seperti tas tangan merek Channel senilai Rp97.360.000; tas merek Balenciaga seharga Rp32.995.000; jam tangan merek Rolex seharga Rp224.500.000; anting berlian merek Adelle senilai Rp32.075.000; serta cincin berlian merek Adelle sehargaRp76.925.000. Sri ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. Ia saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Selanjutnya pada 10 Juli 2019, tim penindakan lembaga antirasuah KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau periode 2016-2021 Nurdin Basirun. Dari tangan Nurdin, tim KPK menyita sejumlah uang dalam mata uang dolar Amerika, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan rupiah sebesar Rp132 juta. Nurdin Basirun ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkaitdengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-


pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Saat melakukan penggeledahan rumah Nurdin, tim KPK menemukan uangberserakan. Dari kamar Nurdin ditemukan duit dalam pecahan rupiah dan valuta asing. Uang itu terletak di tas ransel, kardus, plastik dan paper bag dengan rincian Rp3,5 miliar, US$33.200 dan Sin$134.711. Saat ini Nurdin menjadi tahanan KPK. Sementara kasusnya terus bergulir dengan pemeriksaan sejumlah saksi, baik dari pihak lingkungan Pemprov Kepulauan Riau maupun pihak swasta. Tamzil, Bupati Kudus menjadi 'pesakitan' berikutnya. Ia ditangkap pada 26 Juli 2019 saat operasi tangkap tangan dilakukan tim penindakan KPK. Dari operasi tersebut turut disita uang sejumlah Rp170 juta. Dalam waktu cepat, Tamzil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Tak terima hal tersebut, ia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, majelis hakim menolak praperadilan yang diajukan. Tamzil merupakan residivis kasus korupsi. Dia sebelumnya pernah menjabat Bupati Kudus periode 2003 hingga 2008. Selama masa pemerintahannya, dia pernah melakukan korupsi terkait dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus. Operasi tangkap tangan kelima di tahun ini menyasar Bupati Kabupaten Muara Enim, Ahmad Yani. Ia ditangkap pada 2 September 2019. Tim Penindakan KPK menyita US $35 ribu dari OTT tersebut. Diduga uang itu terkait dugaan suap proyek Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muara Enim. Ada ironi dari penangkapan Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Jauh sebelumnya atau tepatnya pada Maret 2019, Ahmad Yani menyosialisasikan program pemberantasan korupsi terintegrasi bersama KPK. Dikutip dari laman muaraenimkab.go.id, Ahmad Yani sempat menyampaikan komitmen terhadap pencegahan dan penindakan korupsidi lingkup Pemkab. "Kami buktikan dengan taat aturan dan taat administrasi dalam pengelolaan keuangan daerah. Kami sangat mengapresiasi terhadap kegiatan yang diadakan oleh KPK ini, semoga dapat menciptakan pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih, sehingga terhindar dari budaya korupsi," kata Yani di Ruang Rapat Bina Praja Pemprov Sumatra Selatan, 20 Maret 2019. Secara pararel dengan penangkapan Ahmad Yani, pada tanggal 3 September 2019 Tim Penindakan KPK juga turut membawa Bupati Kabupaten Bengkayang Suryadman Gidot ke Kantor KPK di Jakarta. Dari operasi itu, tim KPK menyita uang sejumlah Rp340 juta. Tak berselang lama, Suryadman pun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pemerintah di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Suryadman disebut menerima uang Rp336 juta dari sejumlah pihakswasta melalui Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Alexius. Ia pun saat ini sedang menjalani masa tahanan di rumah tahanan Polres Jakarta Pusat.


Terkini, operasi tangkap tangan dilakukan pada 6 Oktober 2019 atas Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. Tim KPK menyita Rp728 juta dari operasi tersebut. Agung lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait Proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara. Dalam jumpa pers penetapan tersangka, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya mengendus perilaku koruptif Agung sudah tercermin sejak awal menjabat. Basaria mengatakan Agung memanfaatkan posisinya sebagai kepala daerah baru untuk memperoleh pendapatan di luar penghasilan resminya. "Sebelumnya, sejak tahun 2014, sebelum SYH [Syahbuddin] menjadi Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, AIM [Agung] yang baru menjabat memberi syarat jika SYH [Syahbuddin] ingin menjadi Kepala Dinas PUPR, maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," ujar Basaria saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/10) malam. 119 Kepala Daerah Terjerat Sejak KPK Berdiri Secara keseluruhan, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pihaknya telah memproses hukum 119 orang kepala daerah sejak mulai berdiri pada 2002 silam. "Dari 119 orang Kepala Daerah yang diproses KPK, 47 di antaranya dari kegiatan tangkap tangan atau hanya 39,4 persen. Sehingga, tidak sepenuhnya benarjika seluruh kepala daerah diproses melalui OTT," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa (8/10). Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur menempati posisi teratas dengan 14 kepala daerah yang diproses hukum. Selanjutnya Sumatera Utara (12); Jawa Tengah (10); Sumatera Selatan (7); Riau dan Sulawesi Tenggara (6); Papua dan Kalimantan Timur (5); Aceh, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Lampung (4); Bengkulu, Maluku Utara, NTB (3); Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Selatan (2); Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Jambi, Sumatera Barat (1). "Itu data per 7 Oktober 2019, sejak KPK berdiri," terang Febri. (Sumber: cnnindonesia.com, Edisi 09 Oktober 2019)


1. KPK tangkap tujuh Kepala Daerah sepanjang Januari- Oktober 2019 Soal : Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan peran setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus. Jawaban: Dari kasus di atas kita dapat melihat adanya pelanggaran terhadap nilai dasar ASN, BerAKHLAK yang dilakukan oleh kepala daerah yang tertangkap KPK. Kepala Daerah sebagai pejabat publik seharusnya menjadi contoh PNS dalam melaksanakan tugas dan fungsi PNS. Kepala daerah seharusnya bisa memberikan arahan kepada seluruh PNS di wilayahnya untuk dapat menjalankan kebijakan Publik sesuai yang diamanatkan Undang-undang sebagai fungsi PNS. Pada kasus ini, para kepala daerah yang tertangkap KPK melakukan pelanggaran terhadap kebijakan Publik, contohnya saja seharusnya taat aturan dan taat administrasi dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah, pada kasus ini kepala daerah menerima suap proyek dinas. Pada kasus ini juga digambarkan kepala daerah melanggar tugasnya sebagai Pelayan Publik, dana yang seharusnya dipergunakan untuk revitalisasi pasar yang bermanfaat untuk pelayanan publik, dipergunakaan untuk kepentingan pribadinya. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa para kepala daerah yang terlibat penangkapan KPK ini tidak mengindahkan nilai dasar PNS berakhlak, tidak memiliki perilaku berorientasi pelayanan, tidak Akuntabel dengan melakukan pelanggaran integritas serta tidak kompeten dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai kepala daerah. KPK disini sebagai salah satu Lembaga ‘pengawas’ pemerintahan sudah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan tupoksinya dan dengan integritas tinggi. KPK tidak memandang bahwa yang melakukan pelanggaran integritas adalah seorang kepala daerah, KPK tetap memprosesnya sesuai dengan aturan yang berlaku. KPK pada kasus ini sudah menunjukkan bagaimana PNS seharusnya bekerja secara professional sesuai yang diamanatkan undangundang. 2. Soal : Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai


dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus Jawaban : A: Pada kasus ini terlihat jelas pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS ber-AKHLAK. Nilai dasar yang dilanggar pada kasus ini adalah 1. Berorientasi Pelayanan : Kepala daerah yang tertangkap KPK ini melakukan kecurangan terhadap publik. Tidak mementingan kepentingan publik dalam keputusan yang diambil, memanfaatkan jabatannya untuk mengambil hak-hak publik yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan pelayanan publik. Contohnya menerima suap pembangunan infrastruktur, mengakibatkan kualitas infrastruktur yang dibangun tidak memenuhi standar, karena dana sudah dipangkas untuk kepentingan kepala daerah. 2. Akuntabel : Nilai dasar PNS yang paling tampak dilanggar oleh kepala daerah pada kasus ini adalah nilai Akuntabel. Para kepala daerah tersebut tidak melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab dan tidak memiliki integritas. Para kepala daerah ini membiarkan dirinya untuk disuap pihak lain dengan memanfaatkan kekuasaannya sebagai pemimpin daerah. Pihak lain bersama kepala daerah ini mengambil sejumlah keuntungan dari kepentingan publik dengan kebijakan yang diambil. Para kepala daerah ini memanfaatkan jabatannya untuk mendapatkan penghasilan diluar pengahasilan resminya. 3. Kompeten : Para kepala daerah ini juga melanggar nilai kompeten dengan menjalankan tugasnya sebagai pejabat public tidak sesuai yang diamanatkan undang-undang dan presiden. Selain melanggar nilai berakhlak, kepala daerah ini juga melanggar kedudukannya dan perannya sebagai ASN. Peran ASN sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sedangkan pada kasus ini para kepala daerah dalam menjabat menjalankan perannya sebagai PNS malah melakukan praktik korupsi sehingga tidak menjalankan tugasnya dalam merencanakan, melaksanakan pemerintahan dengan professional.


B. Dampaknya yang mungkin terjadi jika kasus ini terus berlanjut : - Pemerintahan menjadi tidak profesional dan kinerjanya dipermasalahkan oleh maasyarakat - Tujuan pembangunan daerah menjadi tidak tercapai, tidak dapat mencapai visi-misi daerah - Kesejahteraan masyarakat daerah tersebut tidak baik karena sarana dan prasarana publik tidak dapat dibangun sesuai standar - Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah 3. Soal : Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus Jawaban a. Menanamkan kembali nilai dasar Berakhlak serta kedudukan dan peran PNS kepada calon kepala daerah sebelum menjabat. Bisa melalui sosialisasi atau diskusi mengenai materi tersebut. Dijadikan salah satu prasyarat sebelum dilakukan pelantikan kepala daerah. b. Melakukan pengawasan rutin terhadap kinerja kepala daerah c. Selalu memantau kepala daerah dalam mengisi laporan harta kekayaannya (LHKPN) selama menjabat dan membandingkannya dengan kekayaan sebelum menjabat. Apakah ada peningkatan yang tidak wajar. d. Mengadakan fasilitas/ forum pengaduan atas ketidakwajaran sikap dan prilaku pejabat public sebagai media pengontrol pejabat public ( kepala daerah ) e. Memberikan reward kepada kepala daerah yang sudah menjalankan fungsi jabatannya sesuai peraturan yang berlaku. 4. Soal : Mendeskripsikan konsekuensi penerapan dari setiap alternatif gagasan pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus. Jawaban : a. Bisa jadi ada penolakan oleh calon kepala daerah terhadap sosialisasi atau diskusi materi ASN Berakhlak ini, tapi tetapi tetap harus bisa diyakini bahwa ini hal yang


penting. Sosialisasi ini juga tentu akan membutuhkan waktu dan materi yang bisa jadi tidak sedikit. Perlu dijadwalkan khusus, dan diadakan sesuai dengan kesiapan waktu tutor dan peserta. b. Membutuhkan badan-badan dengan integritas tinggi untuk melakukan pengawasan rutin terhadap kepala daerah, bisa seperti BPK atau KPK. Dibutuhkan waktu dan dana untuk melakukan pengawasan ruitn ini. Harus dipastikan bahwa tidak ada kerjasama antara kepala daerah dengan badan pengawas. c. Kepala daerah bisa jadi tidak memasukkan semua harta kekayaannya dalam laporan, jadi perlu pengawasan lebih teliti mengenai harta kekayaan pejabat daerah. d. Terjadi kecemburuan antara kepala daerah jika standar penilaian pemberian reward tidak jelas.


Click to View FlipBook Version