The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by nadyamelisa909, 2021-08-19 21:43:32

LATIHAN STUDI KASUS

LATIHAN STUDI KASUS

”Bumi Tanoshi, Paguyuban Mantan TKI yang Kembangkan
Batik Wonosobo”

WONOSOBO. KOMPAS.com - Bumi Tanoshi merupakan nama paguyuban perajin
batik yang digerakkan oleh pasangan suami istri, Waluyo dan Sa'diyah, warga kampung
Penawangan, Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo.

Bumi Tanoshi merupakan singkatan dari Buruh Migran Tanoshi. Nama tersebut
diambil oleh pasangan Waluyo dan Sa'diyah untuk membuktikan bahwa mantan buruh
migran bisa berkembang menghasilkan sebuah karya yang membanggakan dan dapat
memberi manfaat bagi anggota maupun masyarakat.

Paguyuban ini beranggotakan 88 orang mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal
Kabupaten Wonosobo yang pernah bekerja di luar negeri. Termasuk Waluyo dan Sa'diyah
yang merupakan mantan butuh migran di Jepang dan Hongkong. "Kata tanoshi berasal dari
Jepang yang artinya bahagia atau menyenangkan, jadi Bumi

Tanoshi maknanya mantan buruh migran yang bahagia dan menyenangkan," ujar
Waluyo, tersenyum, Kamis (1/9/2016). Peguyuban ini menjadi wadah sekaligus wujud
solidaritas para mantan buruh migran yang berasal dari berbagai daerah di Kabupaten
Wonosobo. Paguyuban yang baru terbentuk sekitar tiga bulan lalu ini bergerak di bidang
industri kreatif berupa kerajinan batik khas Wonosobo. Batik berbasis alam dengan motif-
motif unik khas dataran tinggi, seperti bunga, satwa, candi, purwaceng hingga buah terkenal
khas Wonosobo, buah Carica. "Kami ingin serius menekuni batik khas Wonosobo, sebab
potensi pasarnya masih sangat terbuka dan prospek ke depannya cukup bisa diandalkan," kata
Waluyo, yang diamini oleh sang Istri.

Meski baru seumur jagung namun batik karya para anggota Bumi Tonashi sudah
dilirik konsumen. Mereka begitu bersemangat dan optimistis mampu bersaing dengan para
perajin yang sudah jauh lebih senior. Belum lama ini, batik mereka meraih Juara Harapan II
dalam lomba fashion show batik khas Wonosobo. Waluyo juga yakin, batik khas Wonosobo
akan berkembang baik. Terlebih saat ini Wonosobo menjadi salah satu destinasi wisata
unggulan di Jawa Tengah sehingga diharapkan memberikan dampak positif bagi penjualan
batik mereka. Mereka juga tidak malas untuk berinovasi serta mengasah kemampuan
membantik dengan mengikuti berbagai pelatihan membatik. Meski demikian, Waluyo tidak

memungkiri jika saat ini masih membutuhkan perhatian, terutama dari Pemerintah Daerah
Kabupaten Wonosobo.

Untuk mengembangkan batiknya, ia masih mumbutuhkan peralatan pendukung
seperti kompor, tabung gas dan belanga besar untuk pencelupan kain yang selesai dibatik.
“Semoga ada perhatian dari pihak Pemerintah sehingga usaha kami ini bisa berkembang lebih
cepat,” harapnya. Sa'diyah menambahkan, selain batik, paguyubannya juga mengembangkan
bisnis kuliner, dengan menjual beragam jenis kue. Pada musim lebaran 2016, katanya,
pihaknya kebanjiran order kue-ke kering. Tidak kurang dari 1,5 kuintal kue produksi mereka
laku terjual.

"Kami pun akan berupaya untuk lebih serius di sektor kuliner ini,” tutur Sa'diyah.
Apapun bidang yang akan berkembang nantinya, Waluyo dan Sa'diyah memiliki cita-cita
agar rekan-rekan seprofesi yang dahulu menjadi buruh di luar negeri lain untuk maju dan
berkembang tanpa bergantung pada orang lain.

Pertanyaan

1. Berdasarkan wacana tersebut, apakah pola hubungan yang terjadi antarkelompok?
Jelaskan menurut pendapat anda

2. Apakah yang menyebabkan para anggota kelompok bersatu dalam baguyuban?
3. Apakah manfaat dibentuknya paguyuban tersebut bagi anggota kelompok?
4. Apakah solidaritas antarkelompok paguyuban tersebut dapat diterapkan dalam

menghadapi permasalahan antarkelompok?


Click to View FlipBook Version