The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Modul pembelajaran teks cerpen mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas IX

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by fajar.sandy95, 2021-03-02 19:41:56

Modul Pembelajaran

Modul pembelajaran teks cerpen mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas IX

Modul Pembelajaran Teks Cerpen

Bahasa Indonesia
Sekolah Menegah Pertama
Kelas XI Semester I

Fajar Sandy

Mahasiswa Pascasarjana
Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia

Kata Pengantar

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun bahan ajar modul pembelajaran
bahasa Indonesia SMP untuk kelas IX tentang pembelajaran teks cerpen.

Modul ini dipersiapkan untuk mendukung kebijakan Kurikulum 2013 yang tetap
mempertahankan bahasa Indonesia berada dalam daftar pelajaran di sekolah. Sesuai dengan
Kurikulum 2013 dalam modul ini akan dipelajari hal-hal mengenai salah satu teks sastra yakni
cerpen (cerita pendek) dan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Modul ini mengajak
siswa menjadi pribadi yang cerdas berbahasa Indonesia. Modul ini juga mempunyai
sistematika menarik yang diharapkan akan menarik minat peserta didik dalam proses
pembelajaran.

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta didik memperoleh pemahaman yang
berkaitan dengan cerpen dan unsur-unsur pembentuknya. Selain itu, diharapkan peserta didik
memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah,
dan mampu menerapkan keterampilan serta nilai-nilai dalam kehidupan nyata.

Dalam penulisan modul ini tentu masih ada kekurangannya, maka kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat ditunggu. Semoga modul ini bermanfaat bagi kita semua,
khususnya peserta didik kelas IX. Terima kasih.

Bandung, Februari 2021

Fajar Sandy

Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Tujuan Modul Pembelajaran
Kata Kunci
Peta Konsep
Materi:

1. Mengidentifikasi nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerpen
yang dibaca

2. Menentukan nilai-nilai yang terkandung dalam teks cerpen.
3. Mempelajari unsur-unsur pembangun dalam teks cerpen.
4. Menganalisis cerpen dengan memerhatikan unsur-unsur pembangunnya.
Uji Kompetensi
Glosarium
Refleksi
Daftar Rujukan
Kunci Jawaban Uji Kompetensi

Mempelajari Struktur dan Nilai – Nilai Kehidupan
dalam Teks Cerpen

Tujuan Modul Pembelajaran

 Memahami informasi tentang nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek
 Menemukan nilai-nilai kehidupan dalam cerita pendek
 Menentukan nilai kehidupan dalam teks cerita pendek
 Menelaah struktur dan kaidah cerita pendek
 Menentukan topik tentang kehidupan dalam cerita pendek
 Menulis cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangunnya

Bagi seorang pelajar membaca merupakan kegiatan wajib. Kamu pasti setuju dengan
pernyataan itu kan? Bacaan itu tidak hanya berupa buku pelajaran, tetapi masih banyak
sumber-sumber lain yang bisa kita baca, salah satunya bacaan cerita pendek (cerpen). Pada
pelajaran ini kamu diajak memahami mengenai seputar cerpen. Pelajaran ini merupakan proses
pembelajaran bahasa Indonesia yang berbasis teks cerita. Pembelajaran ini membantu kamu
memeroleh nilai-nilai kehidupan dan wawasan pengetahuan yang lebih luas agar terampil
berpikir kritis dan kreatif, serta bertindak efektif menyelesaikan permasalahan kehidupan nyata
yang tidak terlepas dari kehadiran teks cerita khususnya.

Pengalaman tokoh rekaan dalam menyelesaikan komplikasi permasalahan yang
dibangun melalui imajinasi penulis digunakan sebagai motivasi dalam meraih cita-cita dan
mencipta citra pribadi kamu sebagai peserta didik. Permasalahan yang dihadapi para tokoh ini
perlu dievaluasi agar dapat terpecahkan. Menguraikan komplikasi dan mengevaluasi
permasalahannya dibahas untuk menguatkan kapasitas guna memanfaatkan keberadaan bahasa
Indonesia dalam menempatkan diri sebagai cerminan sikap bangsa Indonesia di lingkungan
pergaulan dunia global.

Untuk memproses pembelajaran ini, telah tersedia berbagai tugas belajar yang sangat
beragam guna mencapai kompetensi yang diharapkan dan membangkitkan kegembiraan serta
kegemaran belajar yang dibagi menjadi beberapa subbab yang digambarkan dalam peta konsep
berikut.

Kata Kunci 6. Kaidah
7. Kebahasaan
1. Teks 8. Membaca
2. Cerpen (Cerita Pendek) 9. Menyusun
3. Analisis 10. Menulis
4. Nilai-nilai
5. Struktur A. Mempelajari pengertian nilai-nilai
yang terkandung dalam cerpen yang
Peta Konsep dibaca.

Teks Cerita Pendek B. Menentukan nilai-nilai kehidupan
(Cerpen) yang terkandung dalam cerpen.

C. Menelaah pengertian dan unsur-
unsur pembangun dalam cerpen.

D. Menganalisis cerpen dengan
memperhatikan unsur-unsur
pembangunnya.

A. MEMPELAJARI PENGERTIAN NILAI-NILAI DALAM CERPEN
YANG DIBACA

Cerita pendek (cerpen) adalah jenis karya sastra berbentuk prosa dan
bersifat fiktif yang menceritakan atau menggambarkan suatu kisah yang dialami oleh suatu
tokoh secara ringkas disertai dengan berbagai konflik dan terdapat penyelesaian atau solusi
dari masalah yang dihadapi. Cerita pendek memberikan kesan tunggal atau fokus pada satu
tokoh, mempunyai kurang dari 10.000 kata dan di dalamnya terdapat klimaks (puncak
masalah) dan penyelesaian. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh
pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang
tidak mudah dilupakan (Kosasih, 2014, hlm. 431).

Kosasih (2014, hlm. 60) menjelaskan cerita pendek mempunyai ciri-ciri yaitu sebagai
berikut: (a) alur lebih sederhana; (b) tokoh yang dimunculkannya hanya beberapa orang; (c)
latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas; dan (d) tema
mengupas masalah yang relatif sederhana.

 Perhatikan contoh teks cerpen berikut ini!

Haji Manap

Karya Faruqi Umar

Di usia Dul Karim yang masih belum matang itu, ia sudah memiliki banyak pengalaman pahit.
Ia harus hidup di tengah selidik mata penuh benci para tetangga, juga suara-suara nyinyir yang terus
menyebar dan awet sampai saat ini, bahkan sampai ke telinga anak-anak. Sebuah cerita tentang
bapaknya, Haji Manap, yang mati dihajar puluhan orang menggunakan potongan kayu, batu dan benda
tajam karena dituduh memperkosa Mbak Sri, tetangganya yang ditinggal kerja suaminya ke Malaysia
sebagai kuli bangunan.

Suasana malam saat kejadian itu sangat mencekam. Orang-orang kampung berdatangan, seperti
hendak menyaksikan sebuah pertunjukan opera kematian. Cahaya senter berlesatan dari tangan puluhan
orang. Haji Manap terkepung. Beberapa orang lelaki itu langsung memukul dengan membabi buta.

“Hajar!”

“Jangan beri ampun!”

“Bunuh!”

“Laknat!”

Begitulah orang-orang menghardik sambil menghantam tubuh Haji Manap tanpa ampun, juga
tanpa memberi kesempatan padanya membela diri. Setelah tubuh Haji Manap tak bergerak, satu per
satu orang mulai meninggalkan jasadnya, juga sekelompok lelaki beringas yang entah dari mana, yang
berhasil menghasut warga dan yang paling membabi buta menyiksa Haji Manap. Sementara Mbak Sri
lenyap saat kerusuhan pecah.

***

Padahal, sewaktu Haji Manap masih hidup, petani garam mencapai masa jayanya. Harga garam
stabil. Pabrik pem produksi garam juga bisa dikendalikan. Para pengepul juga tak berani memainkan
harga. Kabarnya, selain pintar Haji Manap juga memiliki ilmu kanuragan.

Haji Manap juga berjasa membentuk sebuah organisasi di desanya. Ia juga dikenal baik oleh
banyak orang. Ia sangat vokal membela masyarakat. Bahkan, ia tak segan-segan mengajak para petani
garam demonstrasi di gedung pemerintahan. Bahkan, beberapa bulan sebelum pemilihan kepala desa,
ia digadang-gadang maju di pilkades. Masyarakat di desanya yang mayoritas petani garam
mendukungnya.

Sial, petaka itu justru terjadi dan segalanya berubah. Waktu itu Dul Karim sudah mondok di
sebuah pesantren, yang juga menaungi MTs tempat ia mengenyam pendidikan. Pagi-pagi sekali
pengeras suara di menara masjid memanggil Dul Karim karena ada familinya datang. Ia bergegas ke
ruang tamu pondok. Marsuk, saudara bapaknya sudah duduk menunggu.

“Tumben, bapak ke mana, Man?” tanya Dul Karim sambil bersalaman.

“Kamu harus tabah, Dul. Keluargamu dapat musibah, bapakmu meninggal,” jawab pamannya sambil
merangkul tubuh Dul Karim.

***

Sejak bapaknya meninggal, Dul Karim memendam rasa dendam. Celurit yang digantung
sungsang di tiang bambu gubuknya itu siap memberi perhitungan kepada orang yang membunuh
bapaknya. Ia selalu membawa celurit itu ke manapun ia pergi.

Namun, ia tidak tahu siapa yang bakal ia tebas lehernya. Ia tak tahu siapa yang membunuh bapaknya.
Sedangkan Mbak Sri, orang yang mungkin dapat memberinya keterangan, menghilang sejak peristiwa
itu. Tak ada seorang pun yang tahu. Apakah Mbak Sri masih hidup atau sudah meninggal.

Orang-orang yang dulu dekat dengan keluarganya kini menjauh. Ia dan ibunya dikucilkan warga.

“Tidak apa-apa, Nak,” jawab ibunya saat ia mengadu kalau orang-orang menjauhinya.

“Aku tidak terima diperlakukan seperti ini, Bu. Aku juga perlu tahu siapa dalang dari semua ini.”

“Tak usah kamu pikirkan itu,” ibunya mendinginkan suasana.

“Aku masih sakit hati, Bu. Aku tak akan tenang sebelum menemukan pembunuh bapak,” geram Dul
Karim.

“Ya, ibu mengerti. Ibu juga merasakan hal yang sama, Nak, tapi tak usah ada dendam. Biar hukum
Allah yang membalasnya.”

Sekujur tubuh Dul Karim gemetar, ia marah. Air matanya pecah, begitu juga ibunya. Mereka
berpelukan dalam tangis.

“Tapi, Bu…,” lanjut Dul Karim tersendat.

“Sudahlah, Nak. Setelah bapakmu, ibu juga tak ingin kehilanganmu.”

Dul Karim terisak dalam pelukan ibunya.

Ya. Sebetulnya ada yang dirahasiakan oleh ibunya. Malam saat sebelum dirajam—bapaknya pergi dari
rumah setelah menerima telepon dari Pak Kades, katanya ada hal penting yang ingin dibicarakan. Dan
beberapa hari setelah pembantaian itu, Mbak Sri menemui ibunya dan meminta maaf sambil menangis,
katanya, Pak Kades akan membunuhnya bila ia tidak mau ikut dalam skenario pembunuhan Haji
Manap. Setelah itu Mbak Sri menghilang dan ibunya menjadi sakit-sakitan.

Teks di atas termasuk ke dalam kategori cerita pendek. Sesuai dengan sebutannya,
cerpen condong lebih singkat, padat serta langsung kepada tujuannya dibanding dengan
beberapa karya fiksi yang lainnya. Cerpen adalah karangan fiktif bermedium bahasa yang bisa
dibaca dalam waktu sekali duduk. Di dalam cerpen selalu ada hal-hal yang bisa dipetik dan
diteladani. Hal itulah yang disebut nilai yang kita dapatkan setelah membaca karya sastra.

Nilai dalam cerpen adalah sesuatu yang dapat diambil atau dipetik dari cerpen yang
bersifat edukatif, menambah pengetahuan, memberikan hiburan, atau yang dapat
memanusiakan manusia sehingga berguna bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-
nilai sebuah cerpen sesungguhnya merupakan bentuk realisasi dari fungsi cerpen sebagai media
pendidikan bagi pembaca. Jadi selain untuk tujuan hiburan, cerpen juga bertujuan untuk
mengajarkan pembaca untuk menyelami nilai-nilai kehidupan.

Secara umum nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra itu beragam, salah satunya
adalah nilai moral. Pengertian moral menurut Semi (2010, hlm. 71), yaitu moral merupakan
suatu norma tentang kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau
kehidupan sebuah masyarakat. Moral berupaya meningkatkan harakat dan martabat manusia
sebagai makhluk berbudaya, berpikir, dan berketuhanan.

Jauhari (2010, hlm. 36) mengungkapkan bahwa nilai moral dikaitkan dengan nilai-nilai
religius, yaitu (1) keimanan (tauhid); (2) norma kehidupan (fikih); (3) sikap perilaku (akhlak).
Nilai-nilai moral dalam karya sastra cerita pendek ini, dapat dipandang dalam amanat atau

pesan cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh, sehingga pembaca diharapkan dapat

mengambil hikmah dari pesan moral tersebut.

 Perhatikan pula contoh cerpen di bawah ini!

Sarung untuk Bapak

Karya Arie Fajar Rofian

Dua tahun kepergian Rusli, kerja kerasnya menunjukkan hasil. Rusli rutin mengirimi
uang ke orang tuanya. Nominal yang lebih dari cukup jika hanya digunakan biaya hidup sehari-
hari. Sisanya digunakan untuk berbagai hal; merenovasi rumah, biaya sekolah adik perempuan
Rusli, bahkan membeli dua buah sepeda motor.

Rumah gubuk milik keluarga Rusli di kampung tinggal kenangan. Rumah yang
sebelumnya didominasi tripleks dan bilik bambu berganti bata merah yang lebih kokoh, beratap
genteng yang lebih bagus, dan berhalaman luas yang difungsikan sebagai kebun. Tak ada lagi
rutinitas meletakkan panci dan ember di lantai kamar atau ruangan lain karena atap yang bocor
kala hujan deras.

Siapa yang tak iri atas semua pencapaian itu. Maka, cibiran-cibiran baru pun
bermunculan, terdengar oleh keluarganya, dan disampaikan lagi pada Rusli dalam bentuk pesan
singkat. Hal yang dikhawatirkan warga kampung akhirnya terjadi juga, para pemuda mendadak
ingin jadi TKI, tetapi tak ada yang mendapat restu. Ironi, banyak yang iri pada hasil akhir,
tetapi menolak berproses.

Rusli segera menampik suara-suara sumbang di telinganya. Kepulangannya tidak boleh
diisi kegelisahan seperti itu. Mengapa harus repot dengan cibiran orang lain, sementara orang-
orang yang mencibir Rusli tidak memiliki tanggung jawab apa-apa atas kehidupan keluarganya
di kampung. Bahkan, sewaktu keluarga Rusli sedang mengalami kesusahan, tak sedikit warga
kampung yang menutup mata.

Pria itu hanya ingin pulang dengan tenang, bertemu keluarganya, terlebih Bapak. Bapak
yang pernah memagut tangannya saat hendak berangkat ke Korea. Bapak yang di pagi buta
membantu menyiapkan keperluan Rusli. Bapak yang rela menyelipkan tabungan terakhirnya
ke saku Rusli sebagai bekal perjalanan. Bapak yang menjadi segala-galanya bagi Rusli.

Jika bukan malu karena ego kelelakiannya, Rusli bisa saja mendekap tubuh Bapak erat-
erat sesaat sebelum keberangkatannya, lalu menangis sesenggukan. Meninggalkan keluarga
dan menyeberangi samudra di usianya yang baru menginjak dua puluh tahun bukanlah perkara
mudah. Apalagi mesti hidup tanpa Bapak.

“Kamu sudah dewasa. Dan orang dewasa harus menghadapi hidup dengan caranya sendiri, asal
tidak merugikan orang lain. Ingat itu, Rusli,” kata Bapak memberi wejangan terakhir. “Baik-
baik di negeri orang, Nak. Jangan berbuat yang tidak-tidak sehingga mencoreng nama baik
negeri ini.”

“Iya, Bapak. Doakan Rusli selalu kuat di sana.” Mata Rusli berkaca-kaca, tinggal menunggu
waktu sebelum air mata tumpah ruah.

“Selalu, Nak. Selalu ada doa di setiap hela napas Bapak untuk kamu.” Bapak menepuk-nepuk
pundak Rusli, penuh kebanggaan.

Tangan Rusli melambai kuat-kuat di iringi derai air mata yang tak tertahankan,
mengisyaratkan salam perpisahan yang begitu mendalam. Ia tak peduli orang-orang di sekitar
memandanginya sambil menahan tawa, bahkan sebagian cekikikan bak orang gila. Seorang
lelaki dewasa melakukan salam perpisahan seperti anak TK adalah tontonan yang mungkin
menggelikan, juga tak lumrah.

Bapak bukan sekadar bapak biologis bagi Rusli, tapi lebih dari itu. Pula, bukan sosok
otoriter yang setiap kemauannya harus dituruti anaknya. Bapak bisa menjadi teman, sahabat,
atau bahkan musuh Rusli di saat-saat tertentu. Misalnya saja perkara shalat Jumat, ibadah rutin
pekanan yang kerap mereka laksanakan secara bersama-sama saat Rusli masih menganggur.

Menurut Bapak, pakaian wajib shalat Jumat itu terdiri atas peci, baju koko, dan sarung.
Akan tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Rusli. Rusli lebih suka mengenakan kaus dan celana
panjang, tanpa peci. Yang terjadi kemudian, Rusli dan Bapak kerap berdebat sebelum
berangkat menuju masjid.

“Peci?” Sebuah peci disodorkan Bapak, berbalas gelengan kepala Rusli. Bapak lantas
memelototi Rusli.

“Nanti rambut Rusli bisa berantakan kalau pakai peci,” kilah Rusli, menyibak rambutnya dalam
adegan lambat.

Rambut Rusli saat itu terbilang gondrong. Dan ia tidak mau tatanan rambutnya rusak karena
mengenakan peci.

“Baju koko?”

“Panas, Pak. Enakan pakai kaus.”

“Dasar anak setan. Pakai baju koko kok kepanasan.”

“Bapaknya siapa dulu.” Rusli cengengesan, dan kepalanya langsung dipukul menggunakan
peci yang tadi sempat Bapak sodorkan.

“Sarung?” Bapak mulai terdengar kesal.

“Kan sarung di rumah kita cuma satu.”

Bapak mengangguk kesal, sedikit bersungut-sungut, menyadari fakta bahwa mereka
hanya memiliki sebuah sarung di rumah. Disentuh dan diperhatikannya sarung semata
wayangnya itu. Lusuh dan warnanya sudah pudar.

Rusli dan Bapak lantas berjalan menuju masjid. Keduanya beriringan, bersebelahan,
tetapi tak saling bicara seumpama sahabat yang sedang marahan. Bapak enggan bicara karena

masih kesal, sementara Rusli bersikap hati-hati, khawatir jika nanti salah bicara lalu kena
marah. Sampai di masjid, keduanya mengambil saf berbeda. Bapak berada di saf terdepan,
Rusli di saf mana saja asal tidak di sebelah Bapak yang besar kemungkinan membuatnya salah
tingkah.

Sampai di sini, kelucuan keduanya belum berakhir. Terlepas siapa pun yang ke luar
duluan selesai shalat Jumat, salah seorang di antara mereka pasti menunggui di depan masjid,
memastikan sandal mereka tidak hilang atau tertukar dengan jamaah lain seperti yang pernah
dialami beberapa waktu lalu. Kemudian, mereka pulang bersama-sama, berbincang akrab
setelah Rusli mencium tangan Bapak sebagai tanda hormat.

Pekan berikutnya, siklus serupa bakal terulang. Debat, tidak bicara, berbeda saf, saling
tunggu, lalu pulang bersama-sama dan berbincang akrab. Begitulah hubungan Rusli dengan
Bapak. Kadang panas, kadang dingin, tak bisa ditebak. Hingga kemudian di shalat Jumat
terakhir sebelum keberangkatan Rusli ke Korea, sarung Bapak yang sudah lapuk itu tiba-tiba
sobek di bagian tengah.

Rusli merasa lucu sekaligus miris. Lucu karena mendapati Bapak mesti mengenakan
celana panjang ke masjid, hal yang seumur hidup hampir tak pernah Bapak lakukan, dan miris
karena Bapak tak lagi punya sarung yang layak pakai untuk sementara waktu. Ah, kenangan
yang berkelebat kian menguatkan keinginan Rusli agar bisa cepat tiba di rumah.

Turbulensi menyadarkan Rusli dari lamunan panjang. Ia segera mengencangkan sabuk
pengaman, menunduk, lantas memeluk benda yang sedari tadi ada di pangkuannya, sebuah
sarung untuk Bapak. Pelukan yang erat, seolah sarung itu sangat berharga dan pantas dijaga
dengan bertaruh nyawa.

***

Harum melati dan kamboja menyerbak di antara keramaian. Langkah Rusli hanya
tertuju pada satu tujuan; Bapak yang ia rindukan, Bapak yang ingin ia peluk erat-erat dalam
jangka waktu yang lama. Yang Rusli cari-cari kemudian ditemukan, dalam hati ia pun bersorak
senang. Rusli bergegas, mendekati Bapak, dan tersuruk di pangkuannya.

Hanya tanah dan aroma yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

“Rusli sudah pulang, Pak. Pulang dengan tetap menjaga nama baik negeri ini.” Kerinduan Rusli
akhirnya bisa tersampaikan.

Mata Rusli mengatup dalam-dalam. Air mata Rusli telah tandas semalam sebelumnya,
tak ada yang tersisa. Ia berjanji untuk tidak menangis di depan Bapak. Pertemuannya dengan
Bapak terlalu berharga jika hanya diisi oleh tangisan. Perlahan, Rusli meletakkan sarung itu di
atas batu nisan Bapak.

Rusli mengenakan peci, baju koko, beserta sarung. Siang itu ia berangkat shalat Jumat bersama

kenangan-kenangan yang Bapak tinggalkan.

Teks di atas juga termasuk ke dalam teks cerita pendek. Di dalamnya terdapat nilai-
nilai kehidupan yang patut diteladani dan dicontoh. Pada umumnya para penulis cerpen tidak
menuliskan nilai-nilai di dalam cerpennya secara eksplisit. Untuk itu, bila kita ingin
mengenalinya, terlebih dahulu kita harus membaca karya tersebut secara tuntas dan cermat.

Kegiatan 1.1

1. Bacalah teks cerpen berikut dengan cermat.

Mimpi dan Takdir

Oleh Raihanan Sabathani (Republika, 07 Oktober 2018)

Sampai hari itu tiba, ini tentang mimpiku lagi. Aku sedang berada di rumah di kampung
dan tiba-tiba saja aku mengalami sesak napas yang penyebabnya tidak aku ketahui karena aku
tidak memiliki riwayat asma atau penyakit paru-paru lainnya. Lalu spontan aku keluar rumah
mencari udara segar, tapi tidak berefek sama sekali. Justru aku melihat sesuatu yang sangat
mengejutkan dan membuat bulu kudukku berdiri, semua orang terkapar di tanah basah, ada
yang masih bisa meminta tolong, ada yang sedang sekarat, lebih tragis ada yang sudah tidak
bergerak sama sekali. Anehnya, aku hanya bisa melihat tanpa bisa bergerak sama sekali seolah-
olah aku diserang penyakit lumpuh. Ya Allah, tiba-tiba aku teringat orang tua dan adikku.
Bagaimana ini? Bagai mana keadaan mereka? Kenapa aku tidak melihat mereka? Aku hanya
bisa berteriak, Bapak … Ibu … Fahmi … ah lalu aku terbangun dengan bermandikan keringat
dingin. Seketika aku syok dan aku langsung mengambil handphone untuk menelepon rumah
karena aku sedang berada di Jakarta.

“Assalamualaikum Bapak. Bapak, Ibu, dan Fahmi, semua ada di rumah kan? Tidak terjadi
apa-apa kan? Bagaimana keadaan di sana?” bertubi-tubi pertanyaan aku lontarkan ke Bapak.

“Ya Allah Tur, malam-malam begini kenapa nelepon, ada apa lagi? Sekarang jam satu malam
loh, Tur.” Timpal bapak dari seberang sana.

“Fatur mimpi lagi Pak. Kali ini lebih mengerikan dibanding sebelumnya. Fatur bukannya mau
percaya, tapi Fatur merasa bahwa ini benar-benar akan terjadi,” kataku hampir menangis.

“Ya udah ya udah, coba kamu ceritakan deh,” kata Bapak tanpa menyanggah, mungkin
mendengar suaraku yang mulai berubah. Lalu aku ceritakan sekelumit mimpi yang baru aku
alami. Bapak mencoba menenangkanku mungkin karena kondisi yang tidak memungkinkan
untuk memulai perdebatan. Aku tutup telepon dengan gugup lalu mencoba merenung dan
alhasil aku tidak bisa melanjutkan tidurku.

Tanpa berpikir dua kali, aku langsung pulang ke kampung halamanku. Dalam perjalanan aku
sibuk berpikir apa yang harus aku lakukan karena aku merasa ini akan terjadi untuk kesekian

kalinya. Orang tua dan adikku kaget akan kepulanganku yang tanpa kabar itu. Sontak aku
meminta maaf karena tidak menelepon sebelumnya.

Lalu, aku ceritakan kegundahan dan beban pikiranku dengan alasan yang sama dengan
sebelum-sebelumnya. Aku bercerita dengan membabi buta dan lebih meyakinkan keluargaku
lebih tepatnya sedikit memaksa mereka mengikuti keinginanku. Tentu saja mereka tidak
mengikuti saranku untuk pindah sementara ke Jakarta. Aku merasa di kampung tidak aman
lagi, itu yang ada dalam pikiranku. Aku seperti orang bodoh, tapi mau bagaimana lagi aku tidak
mau terjadi apa-apa dengan keluargaku. Namun, itu serasa suatu yang mustahil karena ini
berkaitan dengan sesuatu yang sangat besar dan kompleks. Adikku masih sekolah, Bapak mesti
bekerja di kantor, dan Ibu sebagai istri yang patuh ya mengikuti apa yang dikatakan Bapak.
Kepalaku semakin pusing karena sebagian keluarga besar di luar keluarga intiku berada di
kampung.

Baik, aku berjanji dalam hati untuk bertahan selama seminggu di kampung halaman, selama
itu aku akan terus meyakinkan keluargaku. Aku tidak boleh menyerah dan mengeluarkan
segenap tenagaku agar ini berhasil walau tampak mustahil. Perdebatan hebat tak bisa dihindari.
Sebagai anak, aku mengalah dan memutuskan kembali ke Jakarta. Berat rasanya kaki ini
meninggalkan rumah bak beratnya perpisahan seorang yang sedang sekarat menunggu
malaikat maut menjemputnya. Semoga ini hanya mimpi bunga tidur tak lebih dari itu, hiburku
dalam hati.

Di Jakarta aku telah disibukkan kembali dengan aktivitas perkuliahan dan sedikit lupa dengan
dua hari yang lalu saat aku di kampung. Ketenanganku terusik saat mendengar kabar dari
kampung halamanku bahwa telah terjadi gempa berkekuatan besar sekitar 7 skala Richter.
Jantungku langsung berdegup kencang dan dengan segera menelepon ke rumahku di Palu,
Sulawesi Tengah. Aneh telepon tidak terhubung, ah mungkin sinyal pikirku. Lalu, aku telepon
kembali, tapi tetap saja tidak terhubung. Kemudian aku telepon semuanya, Ibu dan adikku, tapi
tetap sama. Begitu pun dengan keluarga yang lain.

Hati ini semakin cemas dan kalut dengan berita di TV yang menginformasikan semakin banyak
korban jiwa dan banyak rumah yang hancur dan roboh. Ingin pulang pun tidak bisa karena
penerbangan ke Palu masih terkendala. Bahkan, sampai seminggu pun penerbangan masih
diprioritaskan untuk pengiriman bantuan.

Di tengah kekalutanku, tiba-tiba ponselku berbunyi dan ada pesan yang masuk. Begini
redaksinya, “Kak Fatur, apa kabar kakak di Jakarta? Mungkin kakak sudah mendengar berita
bahwa terjadi gempa dan tsunami di kampung kita Kak, di Palu tercinta. Aku sedikit bingung
untuk menceritakannya, tapi alhamdulillah aku sangat bersyukur pada Allah bahwa aku, Ibu,
dan Bapak selamat dari bencana itu Kak. Pada awalnya kami semua terpisah, tapi Allah
menakdirkan kita bertemu di rumah sakit yang sama. Keadaan kami di sini sedikit tidak biasa,
tapi kami dirawat dengan baik oleh dokter di sini. Keluarga-keluarga yang lain baru sebagian
yang bertemu dengan kami dan ada sebagian yang sudah mendahului kita kak. Kita doakan
saja mereka agar amal ibadahnya diterima Allah. Fahmi hanya bisa Whatsapp karena

keterbatasan pulsa dan ini juga meminjam handphone dari orang di rumah sakit. Salam dari
Bapak dan Ibu, mereka berpesan agar kakak tidak perlu juga merisaukan mimpi-mimpi kakak
selama ini. Jika terjadi bencana dan musibah itu sudah ketetapan yang di atas dan pun jika ada
yang meninggal dari keluarga kita itu pun juga sudah suratan dan memang ajal yang bisa datang
kapan, di mana pun dan kondisi apa pun. Mohon doa agar keadaan Fahmi, Bapak, dan Ibu
cepat pulih. Kakak tidak perlu khawatir dan jika sudah memungkinkan sebaiknya kakak cepat
pulang. Fahmi.

Aku langsung terduduk dan bahagia dengan kabar tersebut. Berbagai macam pikiran
berkecamuk dalam kepalaku tentang kepercayaan dan keyakinan pada Allah tentang takdir dan
nasib masing-masing manusia yang harus aku percayai sepenuhnya, tentang kepercayaan dan
ketakutanku akan mimpi yang harus dihilangkan tanpa sisa dalam otakku. Inilah titik balik
dalam hidupku.

2. Tuliskanlah nilai-nilai kehidupan yang terdapat pada teks tersebut dan kemukakan

alasannya!

3. Mungkinkah nilai-nilai tersebut kamu aktualisasikan pula dalam kehidupan sehari-hari?

coba berikanlah alasannya!

Tugas Individu
Untuk melatih kemampuanmu dalam memahami materi pada bab ini. Ikutilah latihan

berikut ini dengan saksama.

1. Carilah lima cerita pendek dari media cetak, internet, ataupun buku.

2. Sajikanlah hasilnya dengan format sebagai berikut.

Judul Cerpen Pengarang Sumber Inti Cerita

3. Kumpulkan hasil tersebut untuk diperiksa dan dinilai oleh guru.

Tugas Kelompok

1. Buatlah kelompok yang terdiri dari 4--5 orang.

2. Secara berkelompok bacalah cerpen bersama-sama bertemakan bebas di perpustakaan

sekolahmu.

3. Amatilah nilai-nilai yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat!

a. Nilai-nilai apa yang terdapat di dalamnya? Sajikanlah sebuah cerita yang menjelaskan

aplikasi salah satu dari nilai-nilai itu!

b. Adakah nilai-nilai yang bertentangan dengan nurani? Jelaskanlah!

4. Laporkanlah hasil diskusi kelompokmu itu dalam format berikut!

Laporan Diskusi

Judul Cerpen :

Pengarang :

Sinopsis :

Nilai-nilai

....

Kemungkinan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

...

dsb...

B. MENENTUKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN YANG TERKANDUNG
DALAM TEKS CERPEN

Pada pembahasan sebelumnya kamu telah mempelajari, mengenali, dan memahami
pengertian dan nilai-nilai dalam cerita pendek. Pada pembahasan ini, kamu akan diajak untuk
mampu mendemonstrasikan salah satu nilai kehidupan yang terkandung dalam cerita pendek.

Pada tahap ini kamu akan belajar tentang nilai-nilai yang ada dalam cerita pendek. Itu
artinya kamu akan membahas salah satu bagian yang ada dalam unsur ekstrinsik dalam karya
sastra. Unsur ekstrinsik merupakan rangkaian unsur yang ada di luar karya sastra. Misalnya,
nilai moral dan budaya yang dimunculkan dalam cerita, status sosial tokoh yang ditempelkan
pengarang pada tokohnya, aspek moralitas dan religius yang digunakan dan banyak lagi unsur-
unsur lain dalam kehidupan bermasyarakat yang dimasukkan pengarang dalam teks cerita
tersebut (Sudjiman, 1988). Perhatikan kutipan penggalan dari cerita pendek berikut.

Kaki Sewarna Tanah

oleh Eka Dianta BR Perangin-Angin (Republika, 23 Desember 2018)

Setelah sepuluh tahun merantau untuk kuliah dan bekerja, aku pulang hanya untuk mendapati
kampungku telah menjadi tempat asing. Ia telah berubah menjelma sepotong metropolitan.
Rumah-rumah reyot yang dulu tampak tak lebih dari tumpukan sampah itu berubah menjadi
kompleks perumahan dalam waktu singkat, seolah disulap dalam satu kedipan mata. Tak
kutemukan lagi pemandangan yang akrab di mata kanak-kanakku dulu: lapangan sepak bola
yang selalu berlumpur kala hujan, jalan berbatu-batu, serta kawat-kawat jemuran yang saling
silang di depan setiap rumah.

Dan, ketika tiba di rumah ayah, tahulah aku hanya lelaki tua itu yang kukuh mempertahankan
rumahnya. Tak goyah walau ditawar dengan harga cukup lumayan. Lokasi rumah ayah berada
di tepi jalan besar yang menjadi pintu masuk salah satu kompleks yang megah, berhadapan
dengan gapura cantik penuh ukiran.

Sejak aku pulang, berbagai keluhan hinggap di telingaku. Tetangga-tetangga lama kami pindah
entah kemana dan muncul pendatang baru yang sangat suka berceloteh. Sudah pasti, mereka
benci ayah karena tak kunjung melepas rumahnya. Orang-orang menjadi senewen. Sikap
toleransi telah terbang menguap. Olok-olok mereka, rumah ayah ibarat seberkas kurap di kulit
yang putih mulus. Mereka takut terjangkit penyakit. Apalagi, usai melepas pekerjaannya
sebagai kuli di pabrik semen setelah aku tamat kuliah, ayah beralih profesi sebagai pemulung.
Berkarung-karung botol plastik atau barang-barang rombeng menumpuk di sekeliling rumah.

Rumah ayah sama persis seperti kutinggal dulu. Ruang depan masih berlantai semen dengan
dinding papan yang kini dihiasi tem pelan koran di beberapa tempat. Waktu telah menciptakan
celah-celah di antara kepingan papannya yang meloloskan udara dingin kala malam hari.

Sedangkan ruang da ur masih berlantai tanah—definisi sederhana yang sesungguhnya. Di
pekarangan depan kami yang sempit berjejer pot-pot bunga dari kaleng cat bekas. Bunga-bunga
yang tumbuh di dalamnya pun tak terurus. Sebagian terkulai lesu, sebagian lagi berebut tempat
dengan gulma di wadah yang sempit itu.

“Ayo kita renovasi rumah ini, Yah,” usul ku suatu sore. Kami duduk berdua di kursi rotan
nyaris lapuk di teras. Para tetangga yang melintas mencuri pandang dengan tatapan tak sedap.
“Tabunganku sudah cukup banyak.”

“Tidak usah,” ayah menolak.

“Ayolah. Supaya ayah bisa hidup lebih nyaman,” bujukku lagi, menggunakan kata nyaman
alih-alih berkata agar tidak ada lagi tetangga yang mengolok. Tetangga baru kami, penghuni
rumah-rumah megah itu, konon telah membujuk dan mengim-ingimingi ayah dengan berbagai
hal. Kudengar banyak yang telah punya rencana bila ayahku mau melepaskan tanah dan
rumahnya. Upaya mereka tak pernah berhasil.

“Lihat. Ayah sudah punya rumah ini sebelum menikah dengan ibumu dulu. Kau punya apa?
Belum juga mampu untuk membangun rumah sendiri, sudah berlagak ingin membangunkan
ayah rumah?”

Beberapa menit aku terdiam demi mengartikan kalimat ayah, apakah maksudnya menyindir
atau justru menyemangatiku.

***

Maka, kuputuskan untuk bekerja lebih keras lagi. Untuk menunjukkan bahwa aku mampu
hingga ayah tak akan menolak segala saran dan permintaanku. Lima tahun berselang, kupenuhi
tantangan ayah untuk memiliki rumah sendiri untuk kutempati bersama istriku setelah menikah
setahun sebelumnya.

Langsung kuboyong ayah ke rumahku yang baru di pusat kota, rumah yang tak kalah megahnya
dari tetangga-tetangga ayahku yang bermulut pedas. Wajah ayah datar saja, tak menunjukkan
raut senang atau sebaliknya. Tak dapat kutebak isi hatinya, walau menurutku, seharusnya ia
senang sebab aku telah mewujudkan mimpiku.

Namun, berada di rumahku yang amat kontras dengan rumah yang telah ditempatinya selama
puluhan tahun, ia terlihat linglung. Ia canggung berhadapan dengan segala perkakas modern.
Apalagi ketika istriku memberi ayah sepasang sandal rumah untuk melindungi kakinya yang
penuh kapalan dari lantai yang dingin, jelas kulihat ia merasa tak nyaman. Hanya demi
menghargai menantunya, ia menyeret sandal berbulu itu ke sana kemari.

Tiga hari menginap, ayah memutuskan pulang! Kukira ia tak betah, namun ia berkilah dengan
mengatakan tak baik rumahnya dibiarkan kosong untuk waktu yang lama.

“Ayah pasti kesepian di sana. Kita sewakan saja, Yah, biar ada yang menempati.”

Tapi ayah menolak. “Rumah buruk begitu, siapa yang mau menyewa?”

Ingin kulontarkan jawaban mungkin sebaiknya rumah itu dijual saja, namun kuurungkan
niatku. Dapat kutebak bahwa ayah masih belum mengubah pendiriannya. Usulku untuk
merenovasi yang kusampaikan beberapa kali lagi pun tetap ditolaknya. Diam-diam, sebagai
anak yang mengerti segala perjuangannya, aku merasa gagal. Gagal menyenangkannya.

“Tidak perlu khawatir. Ayah tak akan kesepian. Ayah bisa men dengarkan radio atau menonton
televisi.”

Aku tahu ayah tak menggandrungi benda-benda elektronik itu. Aku yakin, sejak kuletakkan
televisi berukuran besar di ruang tamunya, tak habis hitungan kedua jari tangan ia pernah
menyalakannya. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan memulung barang-barang
bekas di luar rumah, membuatku menerima olok-olok yang lebih menohok lagi.

Paginya, ketika aku bersiap untuk berangkat ke kantor, ayah juga mengemasi barang-
barangnya. Ia memilih kembali ke rumah buruknya yang bersanding rumah-rumah megah.
Kuputuskan untuk mengantarnya sendiri alih-alih meminta bantuan sopir.

Aku menduga, ayah tidak mau menjual atau merenovasi rumah itu karena alasan melankoli
romantik ini: rumah itu penuh dengan kenangan bersama ibu yang lebih dulu berpulang dua
puluh tahun lalu. Di sanalah mengalir cinta, peluh, bahkan darah dalam perjuangan hidupnya.
Semua menyatu, seiring waktu mengkristal menjadi kenangan. Dan, kenangan tak dapat dibeli
dengan uang.

Setiba di rumah, ayah kembali terlihat lebih hidup. Ia mondar mandir ke sana kemari
bertelanjang kaki, sementara aku tak melepas sepatu pantofelku yang hitam mengkilat. Kami
duduk di bangku kayu, dekat lemari perkakas dapurnya yang butut.

Dengan suara selembut mungkin, aku memberanikan diri bertanya. “Yah, apa sebenarnya yang
membuat ayah enggan menjual rumah ini? Aku bahkan bisa membuat rumah yang lebih indah
dari yang bisa ayah bayangkan.”

“Ayah tahu kamu terusik dengan komen tar-komentar tetangga, tapi ayah tak akan berubah
pikiran. Jangan paksa ayah. Tolong.”

Aku membisu. Selama ini kami saling mendiamkan komentar-komentar buruk para tetangga,
tak pernah membahas, apalagi membalasnya. Jawaban yang kuharapkan tak kuperoleh.

Ayah tak menginginkan rumah, apalagi yang megah,” katanya lagi. “Bagaimana pun, rumah
abadi kita adalah tanah. Tubuh ini pun terbuat dari tanah. Di penghujung usia ini, ayah ingin
selalu berdekatan dengan tanah. Mengakrabkan diri dengannya.”

Aku menunduk, memandangi kaki ayahku yang entah bagaimana, terlihat menyatu dengan
warna lantai dapur ini. Kaki itu lalu menggosok-gosok tanah dengan pelan, seolah
menyapanya.

“Pergilah! Nanti kau terlambat bekerja …” Ayah bangkit. “Tidak usah khawatirkan rumah
ayah. Setelah ayah mati nanti, kau bisa segera menjual atau merenovasinya. Biarkan rumah
ayah sebagaimana adanya, sebentar lagi.”

Aku tersentak. Dibanding olok-olok tetangga, kalimat ayahlah yang terasa paling menohok.
Tak kutemukan lagi kalimat untuk menjawabnya.

Sembari berjalan keluar, mataku menelusuri setiap inci permukaan yang kulihat. Tak ada lagi
permukaan tanah yang tampak sejauh mata memandang. Jalan, trotoar, parit, bahkan
pekarangan setiap rumah telah tertutup oleh berbagai material yang bukan tanah. Entah aspal,
semen, rumput hias, apa pun. Hanya rumah ayahku yang masih berlantai tanah, lantai
dapurnya.

Mata ayah lekat memandang pergerakanku, mulai dari menyalakan mesin, memutar mobil
hingga melajukannya ke luar komplek. Lewat kaca spion, kulihat ayah masih mengawasiku.
Tubuhnya tampak mengecil. Tiba-tiba aku tergugu. Bayangan ketika hari ayah akan meninggal
membuat dadaku sesak.

Cerpen di atas memuat nilai-nilai yang sangat kental dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Nilai-nilai sosial sangat jelas terlihat dalam penggambaran pada kutipan di atas.
Bahwa sosok tokoh utama yang dimunculkan sebagai sosok yang dilahirkan dari keluarga yang
sederhana dan berkepribadian mandiri. Nilai-nilai moral juga tergambar jelas pada kutipan di
atas. Indentifikasi terhadap nilai sosial dan moral di atas merupakan salah satu dari sekian
banyak nilai yang ada dan digunakan dalam prosa, baik cerita pendek, novel, ataupun roman.

Perhatikan cuplikan cerpen lain berikut ini!

Maka, kuputuskan untuk bekerja lebih keras lagi. Untuk menunjukkan bahwa aku mampu
hingga ayah tak akan menolak segala saran dan permintaanku. Lima tahun berselang, kupenuhi
tantangan ayah untuk memiliki rumah sendiri untuk kutempati bersama istriku setelah menikah
setahun sebelumnya.

Langsung kuboyong ayah ke rumahku yang baru di pusat kota, rumah yang tak kalah megahnya
dari tetangga-tetangga ayahku yang bermulut pedas. Wajah ayah datar saja, tak menunjukkan
raut senang atau sebaliknya. Tak dapat kutebak isi hatinya, walau menurutku, seharusnya ia
senang sebab aku telah mewujudkan mimpiku.

Dalam penggalan cerita di atas, kita dapat menemukan sikap terpuji dari tokoh Aku.
Sikap terpuji merupakan bentuk dari nilai moral. Kutipan dapat dibuktikan dalam diksi berikut,
“Kuputuskan untuk bekerja lebih keras lagi. Untuk menunjukkan bahwa aku mampu” Ini
menunjukkan bahwa tokoh aku tetap semangat berjuang dan percaya diri demi menggapai cita
yang diinginkannya.

Kegiatan 1.2

Bacalah teks berikut dengan saksama dan tentukanlah nilai-nilai kehidupan apakah
yang dikisahkan di dalam cuplikan-cuplikan teks berikut!

Pada akhir pekan, sepulang sekolah, saya dan beberapa teman diantar Mang Mar kum mampir
ke konter seluler dan membelikan telepon genggam baru buat Bu Aisyah. Saya yang
menyerahkannya langsung kepada Bu Aisyah, setelah jam bubaran sekolah pada Senin lusa.
Bu Aisyah tentu terkejut menerima hadiah sukarela dari saya dan teman-teman. Namun, dia
tidak menolak pemberian ikhlas kami.

Dan pada hari selanjutnya, kami berharap Bu Aisyah tidak lagi membawa telepon genggamnya
yang mati ke sekolah. Sengaja kami belikan telepon genggam mahal, biar guru bahasa
Indonesia kami yang cantik dan keren itu tidak kalah dengan guru-guru lain. Kami juga ingin
Bu Aisyah menggunakan telepon genggamnya di luar jam pelajaran sekolah, seperti guru-guru
lainnya.

Namun, yang terjadi di luar perkiraan kami. Pada hari setelah menerima telepon genggam baru,
Bu Aisyah ke sekolah dengan telepon genggamnya yang lama, telepon genggam yang mati dan
tidak bisa dipakai menelepon itu.

Saya langsung bergegas ke rumah Bu Aisyah. Tanpa sepengetahuannya, saya tanyai adik-adik
Bu Aisyah, kenapa Bu Aisyah tidak mau menggunakan telepon genggam barunya itu.

“Sejak ibu meninggal dunia, selama ini Kak Aisyah yang menghidupi kami. Kakak menjual
hape baru itu untuk membayar utang. Kata Kakak, sebentar lagi utang kami lunas. Dan kami
akan pindah dari tempat ini,” ujar si kecil, adik Bu Aisyah yang diam-diam saya tanyai. Saya
tidak mampu berkata-kata. Saya bangga dengan kemandirian dan tanggung jawab Bu Guru
Aisyah. Untuk sementara ini, barangkali dia memang belum membutuhkan telepon genggam
untuk digunakan berkomunikasi.

Nilai yang terkandung dalam penggalan cerita di atas adalah...

Matahari terik. Dul Karim berjalan dengan kaki telanjang. Keringatnya lengket di kaus oblong
yang warnanya sudah tidak jelas. Caping cokelat menutupi kepalanya dari bara terik.

Tubuh Dul Karim berotot. Kulitnya hitam kusam karena sengatan matahari. Urat di lengannya
tampak menjalar bagai akar pohon, yang semakin jelas saat sekop di tangannya berayun dan
menancap gundukan garam. Ia memasukkan garam itu pada sebuah karung sampai terisi penuh.

Dul Karim jongkok. Tangannya mencekik kuat kepala dan kaki karung. Sekuat tenaga ia angkat
karung itu ke udara sambil menahan napas, dengan bahu siap memanggul. Berat garam
mencipta jejak kaki sepanjang pematang, menuju gubuk yang berdiri di antara hamparan
ladang garam. Kakinya awas menjaga keseimbangan.

Gubuk Dul Karim berjarak sekitar 300 meter dari ladang. Dibangun di luas tanah 5 x 6 meter.
Dindingnya terbuat dari gedek sehingga angin gampang masuk lewat lubang-lubang kecilnya,
menyambangi penghuni gubuk. Semua tiang penyangganya dari bambu. Atapnya dari genteng.
Lantai plesternya sudah mengelupas.

Di gubuk itu Dul Karim hidup berdua dengan ibunya. Usianya belum genap tujuh belas tahun.
Setelah lulus dari MTs (madrasah tsanawiyah), ia sengaja tidak melanjutkan sekolah. Ia
menggantikan ibunya bertani garam sebagai satu-satunya penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan hidup. Bapaknya, Haji Manap, seorang petani garam yang meninggal dengan perut
robek, ususnya memburai

Nilai yang terkandung dalam penggalan cerita di atas adalah...

Tugas Individu
Untuk melatih kemampuanmu dalam memahami pembelajaran ini. Ikutilah latihan

berikut ini dengan saksama.
1. Carilah 3 bentuk teks cerita pendek dari media cetak atau surat kabar (koran).
2. Tentukan dan tuliskan nilai-nilai kehidupan yang terdapat pada teks cerita tersebut.
3. Kumpulkan hasil tersebut untuk diberikan penilaian oleh guru.

Tugas Kelompok

1. Bentuklah kelompok yang terdiri dari 4--5 orang.

2. Secara berkelompok bacalah satu cerpen bersama-sama bertemakan bebas, sesuai

kesepakatan diskusi kelompok.

3. Amatilah nilai-nilai yang berlaku dan bermakna di dalam kehidupan yang dianggap

penting!

4. Laporkanlah hasil diskusi kelompokmu itu dalam format berikut!

Laporan Diskusi

Judul Cerpen :

Pengarang :

Sumber :

Nilai dan makna yang terkandung dalam teks cerpen:
a.
b.
c.
d.

5. Presentasikan secara bergiliran di depan kelompok lainnya untuk mereka tanggapi!

C. MENELAAH PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR PEMBANGUN
DALAM CERPEN

Seperti halnya jenis teks lainnya, cerita pendek dibangun oleh sejumlah unsur. Pada
pembelajaran ini kamu akan mempelajari unsur-unsur pembangun cerita pendek. Cerpen
memiliki dua unsur pembangun, di antaranya adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari dalam cerpen itu sendiri. Jika
diibaratkan sebuah bangunan, maka unsur intrinsik adalah komponen-komponen bangunan
tersebut. Salah satu poin saja hilang, maka bangunan tersebut akan roboh. Begitu pun dengan
unsur intrinsik, jika salah satu unsur ini hilang, maka karya tulis tersebut tidak bisa disebut
sebagai cerpen. Unsur intrinsik cerpen terdiri dari tema, tokoh atau penokohan, alur cerita,
latar, gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat. Adapun penjelasannya sebagai berikut.

 Unsur Pembangun dalam Teks Cerpen
1. Tema

Unsur intrinsik cerpen yang pertama adalah tema. Dalam sebuah cerpen tema
merupakan ruh atau nyawa dari setiap karya cerpen. Dengan kata lain tema merupakan ide atau
gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada dari cerpen.

Tema memiliki sifat umum yang dapat diambil dari lingkungan sekitar, permasalahan
yang ada di masyarakat, kisah pribadi pengarang sendiri, pendidikan, sejarah, perjuangan
romansa, persahabatan dan lain-lain.
2. Tokoh dan Penokohan

Unsur intrinsik cerpen yang kedua adalah tokoh. Tokoh atau penokohan adalah salah
satu bagian yang wajib ada dalam sebuah cerpen. Namun, yang perlu diketahui adalah tokoh
dan penokohan merupakan dua hal yang berbeda dalam sebuah penulisan cerpen.

Tokoh merupakan pelaku atau orang yang terlibat di dalam cerita tersebut. Sedangkan
penokohan adalah penentuan watak atau sifat tokoh yang ada di dalam cerita. Watak yang
diberikan dapat digambarkan dalam sebuah ucapan, pemikiran dan pandangan dalam melihat
suatu masalah. Ada 4 jenis tokoh yang digambarkan dalam cerpen, antara lain:
a. Protagonis: Tokoh yang menjadi aktor atau pemeran utama dan mempunyai sifat yang baik.
b. Antagonis: Tokoh ini juga menjadi pemeran utama yang menjadi lawan daripada tokoh

protagonis. Tokoh antagonis memiliki watak yang negatif seperti: iri, dengki, sombong,
angkuh, congkak dan lain-lain.

c. Tritagonis: Tokoh ini adalah tokoh penengah dari protagonis dan antara antagonis. Tokoh
ini biasanya memiliki sifat yang arif dan bijaksana.

d. Figuran: Tokoh ini merupakan tokoh pendukung yang memberikan tambahan warna dalam
cerita.

Penokohan watak dari empat tokoh di atas akan disampaikan dengan dua metode, di antaranya:
a. Analitik, yaitu sebuah metode penyampaian oleh penulis mengenai sifat atau watak tokoh

dengan cara memaparkan secara langsung. Seperti : keras kepala, penakut, pemberani,
pemalu dan lain sebagainya.
b. Dramatik, yaitu sebuah metode penyampaian sifat tokoh secara tersirat. Biasanya
disampaikan melalui tingkah laku si tokoh dalam cerita.

3. Alur (Plot)
Unsur intrinsik yang ketiga adalah alur. Alur adalah urutan jalan cerita dalam cerpen

yang disampaikan oleh penulis. Dalam menyampaikan cerita, ada tahapan-tahapan alur yang
disampaikan oleh sang penulis. Antara lain adalah sebagai berikut.
 Tahap perkenalan
 Tahap klimaks
 Anti klimaks
 Tahap penyelesaian

Tahap-tahap alur tersebut harus ada di dalam sebuah cerita. Hal ini bertujuan agar cerita
tidak membingungkan orang yang membacanya. Ada 2 macam alur yang kerapkali digunakan
oleh para penulis, yakni:
a. Alur maju: Alur ini menggambarkan jalan cerita yang urut dari awal perkenalan tokoh,

situasi lalu menimbulkan konflik hingga puncak konflik dan terakhir penyelesaian konflik.
Intinya adalah, pada alur maju ditemukan jalan cerita yang runtut sesuai dengan tahapan-
tahapannya.
b. Alur mundur: Di alur ini, penulis menggambarkan jalan cerita secara tidak urut. Bisa saja
penulis menceritakan konflik terlebih dahulu, setelah itu menengok kembali peristiwa yang
menjadi sebab konflik itu terjadi.
4. Latar

Latar atau setting mengacu pada waktu, suasana, dan tempat terjadinya cerita tersebut.
Latar akan memberikan persepsi konkret pada sebuah cerita pendek. Ada 3 jenis latar dalam
sebuah cerpen yakni latar tempat, waktu, dan suasana.

5. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang cerpen untuk

menyampaikan ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama, kedua, ketiga. Bahkan acapkali para
penulis menggunakan sudut pandang orang yang berada di luar cerita.
6. Gaya bahasa

Gaya bahasa merupakan ciri khas sang penulis dalam menyampaikan tulisannya kepada
publik. Baik itu penggunaan majasnya, diksi dan pemilihan kalimat yang tepat di dalam
cerpennya.
7. Amanat

Amanat (Moral value) adalah pesan moral atau pelajaran yang dapat kita petik dari
cerita pendek tersebut. Di dalam suatu cerpen, moral biasanya tidak ditulis secara langsung,
melainkan tersirat dan akan bergantung sesuai pemahaman pembaca akan cerita pendek
tersebut.

Setelah dibahas unsur intrinsik, unsur pembangun lain dalam cerita pendek ada yang
dinamakan dengan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur cerpen yang berada
di luar karya sastra. Akan tetapi, secara tidak langsung unsur ini mempengaruhi proses
pembuatan suatu cerpen. Unsur ekstrinsik cerpen antara lain sebagai berikut.

1. Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat merupakan faktor lingkungan masyarakat sekitar yang

mempengaruhi penulis dalam membuat cerpen tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi penulis, di antaranya sebagai berikut.
 Ideologi Negara
 Kondisi Politik
 Kondisi Sosial
 Kondisi Ekonomi

2. Latar Belakang Penulis
Latar belakang penulis adalah sebuah faktor dari dalam diri penulis yang mendorong

penulis dalam membuat cerpen. Latar belakang penulis terdiri dari beberapa faktor, di
antaranya adalah sebagai berikut.
 Riwayat Hidup Penulis
 Kondisi Psikologis
 Aliran Sastra Penulis

3. Nilai yang Terkandung di dalam Cerpen
Ada beberapa nilai yang menjadi unsur ekstrinsik dalam sebuah cerpen. Dan nilai-nilai

tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
 Nilai Agama
 Nilai Sosial
 Nilai Moral
 Nilai Budaya

 Struktur Cerpen

Di bawah ini akan dijelaskan struktur cerpen beserta penjelasannya meliputi abstrak,
orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi dan koda selengkapnya.
1. Abstrak

Abstrak termasuk struktur cerpen di awal cerita. Pengertian abstrak pada cerpen adalah
gambaran awal dari cerita yang akan diceritakan. Abstrak bersifat optional pada cerpen, artinya
boleh ada namun boleh juga jika cerpen tidak memiliki abstrak.

2. Orientasi
Orientasi menjadi salah satu struktur teks cerpen yang selanjutnya. Pengertian orientasi

pada cerpen berhubungan dengan waktu, suasana dan tempat di dalam cerita pendek tersebut,
yang menjawab pertanyaan kapan, di mana serta bagaimana.

3. Komplikasi
Struktur teks cerpen berikutnya adalah komplikasi. Pengertian komplikasi pada cerpen

adalah urutan kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Karakter dan watak tokoh
biasanya terlihat di struktur komplikasi ini yang menggambarkan plot cerita.

4. Evaluasi
Evaluasi menjadi jenis struktur cerpen yang selanjutnya. Pengertian evaluasi pada

cerpen adalah konflik yang terjadi dan menuju pada klimaks. Dalam evaluasi, konflik sudah
mulai mendapatkan solusi dan penyelesaian serta menuju ke tahap akhir.

5. Resolusi
Resolusi merupakan salah satu dari struktur teks cerpen. Pengertian resolusi pada

cerpen adalah ketika pengarang mengungkapkan solusi terhadap masalah yang dialami tokoh
dalam cerpen. Dalam resolusi, masalah sudah mendapat penyelesaian di tahap akhir cerita.

6. Koda
Struktur cerpen berikutnya dan yang terakhir adalah koda. Pengertian koda pada cerpen

adalah nilai atau pelajaran yang bisa didapat dari teks cerita pendek oleh pembaca. Pesan dan
amanat menjadi intisari cerita yang bisa dipetik oleh pembaca setelah membaca teks cerpen.

 Unsur Kebahasaan Teks Cerpen
Unsur kebahasaan teks cerpen adalah unsur-unsur yang membangun teks tersebut.

Beberapa unsur kebahasaan teks cerpen antara lain ragam bahasa sehari-hari, kosakata, majas
atau gaya bahasa, dan kalimat deskriptif. Berikut ini penjelasan mengenai unsur kebahasaan
teks cerpen.
a. Ragam Bahasa Sehari-hari atau Bahasa Tidak Resmi

Cerpen merupakan cerita fiksi bukan karangan ilmiah (nonfiksi) yang harus
menggunakan bahasa resmi. Cerpen mengisahkan kehidupan sehari-hari. Kalimat ujaran
langsung yang digunakan sehari-hari membuat cerpen terasa lebih nyata.

Dalam cerpen “Telepon Genggam Bu Guru Aisyah” karya Zaenal Radar, kita sering
menemukan bahasa pergaulan sehari-hari. Adapun contohnya sebagai berikut.

“Den Rama, memangnya ada apa dengan Bu Guru kamu itu?” tanya Mang Markum, sopir
pribadi yang suka kepo itu.
“Mamang tenang aja. Gak usah ikut campur. Mamang ikutin terus Bu Guru itu!”
“Jangan-jangan aden naksir ya?”
“Udah deh gak usah kepo gitu. Nah, mana tuh… kehilangan jejak, kaaaaan?”
“Dia sudah masuk gang, Den!”
“Ya sudah, Mang Markum tunggu di sini. Jangan ke mana-mana sebelum saya balik!”
“Siap, Den!”

b. Kosakata
Seorang penulis cerpen harus mempunyai banyak perbendaharaan kata. Pilihan kata

atau diksi sangatlah penting karena menjadi tolak ukur kualitas cerpen yang dihasilkan. Diksi
menambah keserasian antara bahasa dan kosakata yang dipakai dengan pokok isi cerpen yang
ingin disampaikan kepada pembaca. Contoh kosakata yang terdapat dalam cerpen surat kabar

Republika yang terbit pada tanggal 9 September 2018, “Sarung untuk Bapak” karya Arie Fajar
Rofian.
1. Lebaran: hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai

menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan; Idulfitri.
2. Bagus: baik sekali; elok.
3. Ego: konsepsi individu tentang dirinya sendiri.
4. Otoriter: berkuasa sendiri; sewenang-wenang.
5. Fakta: hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada

atau terjadi.

c. Majas (Gaya Bahasa)
Peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau

menyimpang dari arti harfiahnya. Majas disebut juga bahasa berkias yang dapat menghidupkan
atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.

Terdapat sekitar enam puluh gaya bahasa, namun Gorys Keraf membaginya menjadi
empat kelompok, yaitu majas perbandingan (metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori,
antitesis), majas pertentangan (hiperbola, litotes, ironi, satire, paradoks, klimaks, antiklimaks),
majas pertautan (metonimis, sinekdoke, alusio, eufemisme, ellipsis), dan majas perulangan
(aliterasi, asonansi, antanaklasis, anafora, simploke).
1. Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah kata-kata berkias yang menyatakan perbandingan untuk
meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca. Ditinjau dari cara
pengambilan perbandingannya, Majas Perbandingan dibagi menjadi:
a. Metafora: majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau

tingkatan lain. Metafora merupakan majas perbandingan langsung, tidak menggunakan kata
penanda perbandingan; seperti, bagaikan, laksana. Contoh: Raja siang telah bangun dari
peraduannya (matahari).
b. Personifikasi: penginsanan yang meletakkan sifat- sifat manusia/insan kepada benda yang
tidak bernyawa. Contoh: Mobil itu menjerit- jerit di tikungan yang menanjak
c. Depersonikasi: majas berupa perbandingan manusia dengan hewan atau dengan benda.
Contoh: Dikau langit, daku bumi.; Aku heran melihat Joko mematung.
d. Alegori: majas yang membandingkan suatu hal secara tidak langsung melalui kiasan atau
penggambaran yang berhubungan dalam kesatuan yang utuh. Contoh: Suami sebagai
nahkoda, istri sebagai jurumudi.

e. Antitesis: majas yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan paduan kata berlawanan
arti. Contoh: Hidup matinya manusia adalah kuasa Tuhan.

2. Majas Pertentangan
Majas pertentangan adalah “Kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan

yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk
memperhebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar”.
Yang termasuk majas pertentangan:
a. Litotes adalah majas yang di dalam ungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan

bentuk yang negatif yang tujuannya untuk merendahkan hati. Contoh: Datanglah ke gubuk
orang tuaku.
b. Hiperbola adalah majas jika orang ingin melukiskan peristiwa atau keadaan dengan cara
berlebih-lebihan. Contoh: Hatiku terbakar, darahku mendidih mendengar kabar yang kau
berikan.
c. Paradoks adalah majas yang mengandung pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata
yang berlawanan, padahal maksud sesungguhnya tidak karena objeknya berlainan. Contoh:
Asnawi merasa kesepian di tengah kota yang ramai.
d. Klimaks adalah majas berupa susunan ungkapan yang semakin lama semakin menekan dan
memuncak. Contoh: Sejak menuai benih, tumbuh, hingga menuainya, aku sendiri yang
mengerjakannya.
e. Antiklimaks adalah majas yang bertentangan dari klimaks. Pada antiklimaks makna yang
tergantung pada kata-kata diucapkan berturut-turut makin lama makin melemah
tingkatannya. Contoh: Dari pejabat tinggi, menengah, sampai rendah turut merasakan
keprihatinan itu.
f. Ironi adalah kata yang digunakan mempunyai makna bertentangan dengan maksud
sesungguhnya, misalnya mengemukakan ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan dan
ketidaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya.
Contoh: Merdu sekali suaramu hingga membuatku terbangun.

3. Majas Pertautan
Majas pertautan adalah ”Kata-kata berkias yang bertautan (berasosiasi) dengan

gagasan, ingatan atau kegiatan panca indra pembicara atau penulisnya”. Terdapat bermacam-
macam asosiasi sehingga membentuk bermacam-macam Majas Pertautan.

a. Eufemisme adalah majas yang menggunakan ungkapan lebih halus sebagai pengganti
ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan atau tidak menyenangkan. Contoh:
Rupanya anak ibu sudah berubah akal (gila).

b. Metonimis adalah majas yang mengemukakan merek dagang atau nama barang untuk
melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau dikerjakan sehingga kata itu berasosiasi dengan
benda keseluruhan. Contoh: Ayahku ke Bali naik Rajawali (Rajawali nama pesawat terbang).

c. Sinekdoke adalah majas yang menyebutkan nama bagian untuk menyebut nama seluruhnya
(pars prototo) dan menyebutkan nama keseluruhan sebagai pengganti nama bagiannya
(totum proparte). Contoh: Saya tidak melihat batang hidungnya Steve hari ini. (pars prototo),
Indonesia mengalahkan Malaysia dengan skor 3:0. (totum preparte).

4. Majas Perulangan
Majas perulangan merupakan ungkapan gaya bahasa yang menegaskan pernyataan

dengan tujuan peningkatan pengaruh dan kesan tertentu terhadap pembaca atau pendengar.
Berikut jenis dan penjelasan majas perulangan beserta contohnya!
a. Repetisi adalah majas penegasan yang mengulang melukiskan sesuatu perulangan kata atau

beberapa kata pada beberapa kalimat. Contoh: Hidup adalah perjuangan. Hidup adalah
pengorbanan.
b. Tautologi adalah majas yang mengulang kata beberapa kali dalam sebuah kalimat. Contoh:
Sungguh teganya, teganya, teganya, teganya.
c. Anafora adalah majas penegasan seperti repetisi tetapi biasa digunakan dalam puisi.
Contoh: Memberi tak harus kaya// Memberi tak harus ada// Memberi dengan hati bukan
karena paksaan.

d. Kalimat Deskriptif
Kalimat deskriptif adalah kalimat yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu.

Dalam cerpen, kalimat deskriptif digunakan untuk menggambarkan suasana, tempat, tokoh
dalam cerita. Contohnya dalam cerpen “Haji Manap” karya Faruqi Umar.

Matahari terik. Dul Karim berjalan dengan kaki telanjang. Keringatnya lengket di kaus oblong
yang warnanya sudah tidak jelas. Caping cokelat menutupi kepalanya dari bara terik.

Tubuh Dul Karim berotot. Kulitnya hitam kusam karena sengatan matahari. Urat di lengannya
tampak menjalar bagai akar pohon, yang semakin jelas saat sekop di tangannya berayun dan
menancap gundukan garam. Ia memasukkan garam itu pada sebuah karung sampai terisi penuh.

Dul Karim jongkok. Tangannya mencekik kuat kepala dan kaki karung. Sekuat tenaga ia angkat
karung itu ke udara sambil menahan napas, dengan bahu siap memanggul. Berat garam
mencipta jejak kaki sepanjang pematang, menuju gubuk yang berdiri di antara hamparan
ladang garam. Kakinya awas menjaga keseimbangan.

Kegiatan 1.3

1. Bacalah teks berikut untuk melatih pengetahuanmu!

Kalam Ilahi di Balik Jeruji Besi

Karya Julia Hartini (Republika, 14 Januari 2018)

Mataku berkunang-kunang. Aku masih menangis. Disusul dengan isakan ibu dan makian Mas
Har. Aku tertunduk karena tak berani melihat kedalaman mata ibu. Ada muara yang tak bisa
kuseberangi. Luka yang ibu rasakan bisa membuatku gila selama menempuh masa hukuman
ini. Kedukaan ini adalah milik kami. Sampai waktu yang tak bisa ditentukan penyesalan ini
akan berkelindan seumur hidup.

“Kau tak pantas mencium kaki ibu,” suara Mas Har menggema sehingga menciutkan nyaliku
untuk memeluk ibu.

“Aku khilaf. Aku berdosa. Maafkan aku,” lirih aku berkata.

“Seharusnya, kau bersyukur masih hidup. Jika bapak masih ada, beliau tak segan mengulitimu
hingga kau mampus,” Mas Har mencengkeram pundakku dengan segenap tenaganya.

“Ampun-ampun, Mas,” aku terus memohon. Namun, tak ada rasa iba bagi seorang penjahat.
Sebab, sejatinya, pelaku tindak kriminal harus dibumihanguskan dari muka bumi ini.

Tak ada jawaban kecuali sebuah tendangan Mas Har yang melayang ke arah perut. Aku bisa
menahannya, tetapi tak sanggup melihat kesedihan ibu yang begitu dalam. Tak ada kata yang
ibu sampaikan meski sebuah amarah seperti yang Mas Har lakukan. Dalam diam itu, ada
ketakutan bagi nasib masa depanku. Aku adalah pemuda umur 25 tahun yang tak memiliki apa-
apa lagi. Tidak harapan, tidak pula harga diri.

Masa depan adalah labirin yang akan akan kujangkau dengan kegelapan. Tak ada sesiapa.
Buktinya, Mas Har dan ibu tak memberi maafnya. Jika aku tak diterima di keluarga sendiri,
bagaimana lingkungan yang lain bisa menganggap kehadiranku kelak? Mas Har menyatakan,
jika masih ada, tentu bapak akan membunuhku sebelum waktu yang akan menggerus usiaku di
sel.

Ibu tak pernah mengeluarkan suara sejak teriakan malam itu saat polisi memborgol dan
menyeretku dari rumah ke mobil tahanan. Beliau masih shock karena tak percaya anaknya
adalah seorang pemakai sabu-sabu. Malam itu, ibu masih berada di sebelahku hingga akhirnya
jatuh di pelukan Mas Har.
Setelah pertemuan itu, aku berjalan malas ke sel tahanan. Ibu dan Mas Har pergi dan tak
berjanji mengunjungiku kapan lagi. Mungkin bulan depan, mungkin juga tidak akan pernah.

Kendati demikian, harapan kemunculan mereka selalu kupupuk. Mereka datang memang tak
pernah membawa apa-apa. Mas Har menuturkan bahwa dirinya yang melarang ibu memasak
untukku.

Melihat rekan senasib yang juga tak memiliki masa depan, yang kami bicarakan adalah
penyesalan-penyesalan yang akut. Sesekali mereka curhat soal kerinduan akan anak dan istri.
Termasuk aku yang selalu menunggu senyum dan maaf ibu. Kami bernostalgia dengan masa
lalu. Tawa dan kemalangan menjadi bagian dari cerita nahas kami berada di balik jeruji besi.

“Tak pantas kita membicarakan masa depan,” tutur Mas Nar, seorang residivis narkoba. Dia
dituntut hukuman berkali-kali lipat karena mengulangi kesalahannya.

“Masa depan biarkan menjadi rahasia. Bukankah masa depan seperti kematian yang gelap
untuk kita?” Mas Fai menimpali.

“Janganlah begitu. Kita ini tetap manusia. Tak dosa kan jika memiliki harapan. Siapa yang tak
mau hidup senang di luar sana,” Mas Dim berusaha tegar.

Aku menelan ludah yang terasa sangat pahit. Sambil membersihkan toilet dan mencabuti
rumput pekarangan, aku tak kuasa menahan tangis yang sejak tadi ingin ambrol. Sejak
penangkapan itu, aku memang lebih melankolis. Siapa yang tak termenung jika ingat kesalahan
yang sulit dimaafkan ini.

Mungkin aku lebih beruntung daripada mereka, Mas Fai, Mas Dim, dan Mas Nar. Meskipun,
sebenarnya, tak ada kata beruntung bagi penjahat seperti kami. Pertama, hukuman masa
tahananku lebih pendek daripada mereka. Kedua, Aku tak harus digugat cerai oleh istri karena
memang belum menikah. Ketiga, aku masih pernah dijenguk Mas Har dan ibu meski dengan
siksaan berupa pukulan atau hinaan, sedangkan Mas Dim tak pernah dikunjungi sesiapa.

Mas Dim pernah bercerita bahwa dirinya adalah manusia bebas. Dia tak punya keluarga.
Teman yang bisa dipercaya pun tak ada. Karena itu, selama ini, dia pindah dari kota satu ke
lainnya sebagai pengedar narkoba.

Sudah cukup lama, Mas Dim kucing-kucingan dengan petugas kepolisian. Saat ada
penggerebekan kontrakan yang ditinggalinya, Mas Dim sudah pindah tempat. Tak ada jejak
yang ditinggalkan. Sebab, Mas Dim memang tak memiliki apa-apa kecuali baju yang melekat
di tubuhnya. Setelah satu baju yang dipunya dirasa bosan, dia akan memberikannya kepada
pengemis, lalu membeli lagi yang baru.

Mas Dim adalah pengedar kawakan. Mainannya tak hanya satuan gram, tetapi kilogram.
Karena itu, dia divonis hukuman seumur hidup. Namun, sebebas-bebasnya manusia, tetap akan
terjerat aturan. Mas Dim akhirnya ditangkap saat akan mengirim paket 1 kilogram sabu-sabu
di tempat tak bertuan. Satu anak peluru menepi di betis kirinya. Mas Dim dilumpuhkan. Dia
memang sudah masuk daftar pencarian orang (DPO). Sebagian besar pemakai pernah
menyatakan namanya dalam BAP.

“Gih, jangan kau menangis lagi. Kalau kau sudah menjalani masa hukuman 6 bulan, kau akan
mendapat remisi 15 hari. Asal kau berkelakuan baik,” teriak Mas Dim.

“Sabarlah, lima tahun akan segera berlalu. Kalau kau sudah bebas, jenguklah aku sesekali. Aku
ingin merasakan bagaimana senangnya didatangi seseorang,” katanya meminta.

Aku memberikan anggukan kecil. Mas Dim adalah lelaki bertubuh gempal, berkulit sawo
matang. Sudah sepuluh tahun dia mendekam di balik jeruji besi. Ada puluhan tahun lagi yang
siap dihadapinya di tempat ini. Aku pernah bertanya kepadanya, apakah ada rasa bosan yang
menghinggapi. Dia menyatakan tidak.

***

“Fa-ammaa-insaanu idzaa mabtalaahu rabbuhu fa-akramahu wana’aamahu fayaquulu rabbii
akraman,” lantunan itu masuk ke gendang telingaku yang sedang tertidur pulas.

Setelah sebulan berada di hotel prodeo ini, ada seseorang yang mengaji saat subuh. Aku
mengintip setelah mengendap-endap berjalan. Lantunan itu memberhentikan segala kesah yang
terus membayangi. Suara itu mengingatkanku pada almarhum bapak. Sebelum beliau
meninggal, aku sering mendengar lantunan ayat suci tersebut. Kini, aku sungguh menyesal
karena selalu menolak saat bapak akan membawaku ke masjid atau mengajariku cara membaca
ayat-ayat suci Sang Khalik.

“Gih, mari masuk,” suara itu yang kukenal sebelumnya memberhentikan ingatanku tentang
bapak.

“Ngapain ngintip-ngintip. Sini ikut,” Mas Dim meraih tanganku dan memberikan sarung serta
peci. Aku berjalan bingung. Bagaimana bisa di tempat lapas ini ada perkumpulan orang-orang
yang belajar agama. Aku seperti tersentil dengan kejadian ini. Saat menginjak lantai ruangan
ini, udara sejuk masuk dan mengahampiri aorta tubuh.

Wajah-wajah yang kukenali selama di penjara tersenyum. Mereka menyambutku. Selalu ada
pintu pertobatan untuk manusia berdosa seperti kami, perkataan itu pernah dilontarkan ketua
majelis hakim setelah membacakan hukuman vonis di persidanganku beberapa waktu lalu.

“Kau bisa membaca Alquran?” tanya Mas Dim.

“Belum,” malu-malu aku menjawab.

“Iqra?”

“Sedikit,” kataku ragu.

“Kukira kau fasih membaca Alquran. Pesantren di lapas ini didirikan dan sudah mendapat restu
kementerian agama,” Mas Dim menjelaskan secara garis besar, lalu mengajakku untuk
bergabung.

“Kami di sini akan sama-sama belajar. Tapi, ingat, dalam satu bulan kau harus sudah bisa
menghafal satu ayat di luar kepala dan salat lima waktu jangan sampai ketinggalan. Jangan
main-main dengan aturan di pesantren ini,” ucapnya panjang lebar. Aku mengangguk tanda
mengerti.

Aku belum percaya bahwa Mas Dim adalah salah seorang guru mengaji di lapas tersebut. Mas
Dim menceritakan, dulu saat hendak bunuh diri di penjara, dirinya melihat teman lainnya
sembahyang pukul 02.00. Sejak itu, dia kembali mengenal agama setelah berbelas tahun tak
percaya tentang kehidupan selain dunia yang ditempatinya.

Mas Dim berusaha menata hidup di penjara. Memperbaiki segala hal yang kedengarannya
seperti sudah telat dilaksanakan.

“Aku melakukan aktivitas sambil terus bergumam satu demi satu ayat sepanjang hari selama
masa penahananku,” ungkapnya.

“Ada yang meragukan Mas Dim bisa berubah?”

“Seisi dunia mungkin berkata begitu, tapi Tuhanku tak pernah meragukan kesungguhanku.”

2. Tuliskanlah unsur intrinsik dalam cerita tersebut!
3. Temukan contoh kata yang termasuk ke kategori kebahasaan teks cerita pendek

dari teks di atas!
4. Cari dan tuliskanlah kata-kata yang menurut kamu tabu! Yang tidak sesuai dengan

ejaan dan tata tulis bahasa Indonesia!

Tugas Individu
Carilah sebuah teks cerita pendek daalam surat kabar (koran) kemudian temukan dan

tentukan unsur pembangun, struktur, dan kebahasaan pada teks tersebut dengan menyajikan
argumen atau pendapat yang sesuai, lalu serahkan kepada guru untuk diberikan penilaian tugas
harian.

Tugas Kelompok
1. Buatlah kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang.
2. Tentukan sebuah teks cerita pendek yang akan kalian identifikasi unsur pembangun,

struktur, dan unsur kebahasaannya.
3. Diskusikan hasil tersebut untuk dipresentasikan di depan kelas.
4. Masing-masing kelompok saling memberikan pendapat dan argumennya terhadap

kelompok yang tampil di depan kelas.

D. MENGANALISIS CERPEN DENGAN MEMERHATIKAN UNSUR-
UNSUR PEMBANGUNNYA

Pada bagian sebelumnya kamu telah mempelajari pengertian teks cerita pendek, unsur
pembangun cerita pendek, dan menelaah struktur serta kebahasaan pada teks cerita pendek.
Pembelajaran dan materi tersebut dapat dijadikan dasar supaya kamu mampu memproduksi
atau menulis teks cerita pendek sesuai dengan karakteristik teks cerita pendek yang benar dan
sesuai.

Menulis cerita pendek (cerpen) itu tidak semudah yang beberapa orang katakan. Ada
orang berpikir, sebuah cerpen hanya terdiri dari beberapa paragraf pendek saja, makanya
mereka bilang mudah. Pada kenyataannya tidaklah demikian. Di bawah ini dijelaskan agar kita
bisa membuat cerpen yang baik.

Tips Membuat Cerpen yang Baik
Ada beberapa tips yang bisa dilakukan agar cerpen yang dibuat bisa bernilai bagus.

Berikut beberapa tipsnya.
 Tips pertama tentukanlah terlebih dahulu siapa segmentasi cerpen yang akan kalian sasar:

cerpen untuk anak-anak atau cerpen untuk orang dewasa? Penetapan segmentasi ini
penting, agar cerpen yang kalian buat tepat pada sasaran target pembacanya.
 Kedua, buatlah cerpen dengan karakter-karakter tokoh yang tidak biasa. Kalian bisa
menampilkan sosok berpakaian preman, tapi karakternya baik. Atau sosok-sosok unik
lainnya. Sebisa mungkin, karakter-karakter dibuat seunik mungkin, sehingga tidak mudah
ditebak
 Ketiga, buatlah latar yang sedetail mungkin. Latar dan penokohan harus sinkron dengan
jalan cerita. Sebagai misal, pada cerpen-cerpen bertema cinta, kalian bisa menggunakan
setting taman, atau tempat-tempat yang menggambarkan sebuah keromantisan.

Dengan menerapkan tips-tips di atas, cerpen yang dibuat diharapkan terlihat keren.
Sekarang ayo, cobalah Anda membuat cerpen sesuai petunjuk tersebut.
Kegiatan 1.4
Ikutilah Langkah-langkah berikut untuk menyusun teks cerita pendek.

1. Buatlah sebuah cerita pendek berdasarkan pengalaman hidup yang kamu alami sendiri atau
pengalaman orang lain.

2. Tentukanlah topik yang menarik dan dianggap khas atau langka.

3. Catatlah kata-kata kunci yang berkaitan dengan topik lalu susunlah menjadi kerangka
cerpen secara kronologis.

4. Lakukanlah silang baca dengan teman sebangku untuk saling memberikan koreksi
berkaitan dengan pilihan kata, ejaan, dan tanda bacanya.

Tugas Individu
1. Buatlah sebuah teks cerita pendek bertemakan pejuang kehidupan dengan menuliskan

struktur dan kebahasaan yang sesuai.
2. Catatlah kata-kata kunci yang berkaitan dengan topik lalu susunlah menjadi kerangka

cerpen secara kronologis.
3. Kembangkanlah kerangka itu menjadi cerpen yang utuh dengan menggunakan kekuatan

emosi.
4. Setelah itu, berikan kepada guru untuk diberikan penilaian tugas harian.

Tugas Kelompok
1. Buatlah kelompok terdiri dari 4-5 orang.
2. Buatlah topik teks cerita pendek bersama teman kelompokmu mengenai fenomena-

fenomena yang terjadi pada saat ini.
3. Susunlah bahasan dan gagasan yang didapat, kemudian diskusikan dan sampaikan di depan

kelas.
4. Tunjuk salah satu anggota kelompok untuk membacakan hasil tulisan cerita pendek di

depan kelas untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok lain dan guru.
5. Hasil cerita pendek yang telah dibuat dan diberi tanggapan kemudian dipublikasikan di

majalah dinding (mading) sekolah.

Sekilas Bahasa

Cerpen (short story) bukan berarti cerita yang pendek dalam arti jumlah kata yang
digunakan hanya sedikit, misalnya 500 atau 1000 kata. Sebab ada juga cerpen yang
menggunakan kata sampai 10.000 sampai 40.000 kata dan disebut cerpen yang panjang atau
long short story. Misalnya, cerpen yang berjudul Menganyam Kesabaran karya Asma Nadia,
cerpen karya Danarto yang berjudul Setangkai Melati di Sayap Jibril, dan cerpen karya Helvy
Tiana Rosa yang berjudul Ketika Mas Gagah Pergi.

Rangkuman

 Cerpen (cerita pendek) adalah jenis karya sastra berbentuk prosa dan bersifat fiktif yang
menceritakan atau menggambarkan suatu kisah yang dialami oleh suatu tokoh secara
ringkas disertai dengan berbagai konflik dan terdapat penyelesaian atau solusi dari masalah
yang dihadapi.

 Unsur Pembangun cerita pendek dibagi menjadi dua, yakni unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari dalam cerpen
itu sendiri. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur cerpen yang berada di luar karya sastra.

 Unsur intrinsik cerpen terdiri dari tema, tokoh atau penokohan, alur cerita, latar, gaya
bahasa, sudut pandang, dan amanat. Unsur ekstrinsik terdiri dari latar belakang penulis,
latar belakang masyarakat, dan nilai yang terkandung di dalam cerpen.

 Secara umum struktur teks cerpen adalah abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi
dan koda.

 Unsur kebahasaan teks cerpen adalah unsur-unsur yang membangun teks tersebut.
Beberapa unsur kebahasaan teks cerpen antara lain ragam bahasa sehari-hari, kosakata,
majas atau gaya bahasa, dan kalimat deskriptif.

------------Uji Kompetensi-----------

Untuk mengetahui kemampuan siswa setelah diberikan pembelajaran mengenai teks

cerpen, guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan pilihan ganda dan esai. Adapun

pertanyaan dan alternatif jawabannya sebagai berikut.

I. Berilah tanda silang (x) pada salah satu huruf a, b, c, atau d di depan jawaban
yang paling tepat!
Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 1–4!

RIWAYAT HAJI

Dalam temaram lampu teplok yang terpiuh-piuh ditiup angin. Rahnawi tengah menyandarkan
tubuhnya ke dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Hujan menggedor-gedor atap
rumahnya. Hidupnya bergelantungan di garis kemiskinan. Segelas teh tanpa gula dihidangkan
di atas meja oleh Simar. Meskipun begitu, ia terbilang laki-laki nekat. Nekat naik haji. Tempo
hari, laki-laki yang makin menonjolkan tulang belulang di tubuhnya itu bilang kepada Simar
bahwa ia akan menabung demi bisa sampai di tanah suci.

“Jangan nekat, Mas.” Istrinya merasa tak yakin Rahnawi akan sampai di Mekkah.
Menanggapinya Rahnawi memberikan senyuman.

“Untuk ibadah ya harus nekat. Yakinlah pasti dikabulkan.” Rahnawi meyakinkan. Mantap. Ia
hisap sebatang kelobot. Asapnya berputar-putar di udara.

Kini hampir satu tahun kurang sepuluh hari. Tersimpan sudah dua puluh juta di dalam lemari.
Rahnawi banting tulang demi tanah suci. Dengan pencapaian itu, Rahnawi semakin yakin
dirinya bisa mencium hajar aswad atau berdoa di depan makam para Nabi. Jam delapan malam.
Angin menusuk-nusuk daun mangga. Terdengar pintu diketuk. Rahnawi meminta Simar segera
membukanya.

Seorang perempuan tua, keriput, dan bungkuk sedang berdiri di ambang pintu. Simar dapat
mendengar tarikan napasnya berat dan goyah. Ia bicara terbata-bata disertai derai batuk. Bahwa
cucu satu-satunya sedang terbaring di rumah sakit dan mesti dioperasi. Tak lama kemudian,
perempuan tua itu menangis panjang dan sangat dalam.

“Berapa yang dibutuhkan untuk biaya operasi nek?” Rahnawi menggeser posisinya, duduk di
sebelah si perempuan renta itu. Mengelus-elus tengkuknya.

“Rp 20 juta.” Jawaban nenek itu pendek. Kaget Rahnawi mendengar si nenek menyebut angka
sebesar itu. Ia tarik napas dalam-dalam. Rahnawi masuk kedalam kamar. Dengan bungkusan
berisi uang Rahnawi memberikan kepada nenek tersebut. Perempuan tua itu berniat mencium
tangan suami istri itu pertanda terimakasih. Namun mereka menolaknya. Simar mengantar
nenek itu sampai di depan pintu.

“Kenapa Mas berikan semua uang itu? Bukankah uang itu akan disetor untuk naik haji?”

“Apa guna saya naik haji kalau masih ada tetangga di sebelah rumah kita yang kelaparan.
Apalagi ada tetangga yang sangat membutuhkan seperti nenek tadi.”

“Memang Mas kenal dengan nenek tadi?” Pertanyaan Simar membuat Rahnawi terperangah.
Ia menggeleng. Sampai langit dibungkus gelap. Bintang ditabur di permukaan langit.
Perempuan tua itu tetap diselimuti misteri. Suami istri itu berpegangan tangan ketika terlelap
di atas ranjang. Dalam mimpi, Rahnawi bertemu dengan perempuan tua tadi. Walaupun
wajahnya tampak jauh lebih muda. Ia tetap bisa dikenali. Tubuhnya mengeluarkan pendar-
pendar cahaya. Ia berdiri di samping ka’bah. Melambai-lambaikan kedua tangannya kepada
Rahnawi.

(Penggalan Cerpen Zainul Muttaqin Republika, 12 Agustus 2018)

1. Tokoh yang terdapat pada teks cerita tersebut adalah ....

a. Mas Haji c. Rahnawi dan Rimar

b. Rohnawi dan Simar d. Rahnawi dan Simar

2. Sifat yang dimiliki tokoh sepupu Tikus kecil adalah ....

a. rajin c. sombong

b. baik hati d. angkuh

3. Amanat yang bisa diambil dari cerita tersebut adalah ....
a. Malas akan membuat orang menjadi lebih bermanfaat.
b. Sikap baik hati dan ikhlas dalam memberi niscaya ia mendapatkan kebahagiaan dan
kesuksesan di masa yang akan datang.
c. Jadilah orang yang rajin agar sukses di kemudian hari.
d. Rajin pangkal kaya hemat pangkal miskin.

4. Pernyataan yang tidak sesuai dengan teks tersebut yaitu ....
a. Istri Rahnawi tak yakin bahwa dia tidak akan ke Mekkah.
b. Biaya yang dibutuhkan untuk operasi sang cucu 25juta.
c. Rahnawi memberikan uangnya kepada si nenek untuk biaya cucunya dioperasi.
d. Uang yang tersimpan di dalam lemari adalah dua puluh lima juta.

5. Berikut ini merupakan unsur kebahasaan dalam teks cerpen, kecuali....
a. kosakata

b. gaya bahasa atau majas
c. ragam bahasa sehari-hari
d. kalimat deklaratif

6. Pengenalan konflik yang terjadi pada teks cerita disebut ....
a. resolusi
b. orientasi
c. komplikasi
d. koda

7. Bacalah penggalan paragraf berikut!
”Sepupuku yang baik hati, aku tidak mempunyai kacang tanah. Musim dingin sudah tiba.
Maukah engkau meminjamkan aku kulit ular untuk mengangkut makanan?” kata sepupu
Tikus kecil memelas. ”Kau tidak punya kulit ular? Kemana saja selama ini pada saat kulit
ular berganti?” tanya Tikus kecil. Penggalan teks cerita tersebut menunjukkan ....
a. koda
b. komplikasi
c. orientasi
d. resolusi

8. Cerita fabel termasuk pada cerita ....
a. fiksi
b. nonfiksi
c. rekaan
d. fantasi

9. Berikut ini merupakan unsur-unsur pembangun pada teks cerpen, kecuali ....
a. alur
b. kalimat
c. latar
d. sudut pandang

10. Kalimat yang menunjukkan ucapan atau ujaran langsung dari pembicara disebut ....
a. kalimat langsung

b. kalimat tidak langsung
c. kalimat perintah
d. kalimat larangan

11. Kata ”Sang” dan ”Si” pada teks fabel disebut ....
a. kata penghubung
b. kata kerja
c. kata sandang
d. kata sifat

12. Tokoh yang terdapat pada teks fabel adalah ...
a. manusia
b. hewan
c. benda
d. buah-buahan

13. Bagian cerita yang berisi pesan dan amanat dari cerita fabel disebut ....
a. koda
b. komplikasi
c. orientasi
d. resolusi

14. Bagian cerita yang berisi pengenalan tokoh dan latar dalam awalan teks cerita disebut ....
a. koda
b. komplikasi
c. orientasi
d. resolusi

15. Solusi dari berbagai konflik yang dialami tokoh disebut ....
a. koda
b. komplikasi
c. orientasi
d. resolusi

II. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan tepat!
1. Jelaskan yang dimaksud latar dalam teks cerita pendek!
2. Sebutkan jenis latar dalam sebuah cerita!
3. Sebutkan unsur kebahasaan dalam teks cerpen!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tema!
5. Apa yang dimaksud tokoh dan penokohan?



Refleksi

Setelah Anda mempelajari teks cerita pendek (cerpen), manfaat apa yang bisa Anda
dapatkan setelah mempelajari teks tersebut? Melalui pembelajaran materi teks cerita pendek
ini, diharapkan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan minat baca dan melatih
menyajikan gagasan atau argumen sesuai topik yang dibahas. Tandailah dengan tanda (√) jika
Anda sudah menguasai kompetensi yang diharapkan.

No. Kompetensi Tanda
1. Mempelajari pengertian nilai-nilai yang terkandung

dalam cerpen yang dibaca.
2. Menentukan nilai-nilai kehidupan yang terkandung

dalam cerpen.
3. Menelaah pengertian dan unsur-unsur pembangun

dalam cerpen.
4. Menganalisis cerpen dengan memperhatikan unsur-

unsur pembangunnya.

Selanjutnya, untuk mengetahui kemampuan Anda tentang modul yang telaah disajikan,
jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda centang (√) pada kolom
jawaban yang disediakan.

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah Anda dapat membedakan cerpen dengan karya sastra
prosa lain?

2. Apakah Anda pernah membaca suatu cerpen yang berkesan
dan menceritakan kembali pada teman Anda?

3. Apakah Anda telah mengetahui unsur-unsur yang terdapat
dalam cerpen?

4. Apakah Anda mampu menganalisis unsur intrinsik cerpen
secara mandiri?

5. Apakah Anda dapat menemukan nilai-nilai kehidupan yang
terkandung dalam cerpen secara mandiri?

Glosarium

Alokasi waktu Penentuan banyaknya waktu yang disediakan untuk suatu
Indikator pembelajaran.
Instrumen Sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan.
Sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau
Kurikulum informasi yang
bermanfaat untuk menjawab permasalahan penelitian.
Materi pembelajaran Perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan
oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi
Media pembelajaran rancangan pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik
Metode pembelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
Fiksi Bentuk bahan atau seperangkat substansi pembelajaran untuk
Ekstrinsik membantu guru/instruktur dalam kegiatan belajar mengajar yang
Intrinsik disusun secara sistematis dalam rangka memenuhi standar
Konflik kompetensi yang ditentukan.
Alur Alat yang digunakan untuk membantu proses belajar mengajar.
Struktur Cara atau jalan yang ditempuh oleh guru untuk menyampaikan
Pengayaan materi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Cerita rekaan atau khayalan
Penilaian Unsur pembangun cerita dari luar
Unsur pembangun cerita dari dalam
Percecokan; perselisihan
Jalan cerita
Cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan
Proses pembelajaran tambahan yang diberikan seorang guru
kepada kelompok peserta didik yang telah memenuhi standar
minimum kelulusan.
Suatu proses untuk mengambil keputusan dan menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik
yang menggunakan tes maupun nontes.

Daftar Rujukan

Sumber Buku

Abdul Rani, S. 1996. Ikhtisar Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.
Kosasih, E. 2014. Jenis-Jenis Teks dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA/MA/SMK.

Bandung: Yrama Widya.
Majid, A. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Prihantini, A. 2015. Master Bahasa Indonesia. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, N. 2013. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda

Karya.
Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Taniredja, T. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif dan efektif. Bandung: Alfabeta.
Uzer, U. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda Karya.

Sumber Internet

KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] tersedia di:
http://kbbi.web.id/pusat
https://www.yuksinau.id/cerpen-pengertian-ciri-unsur-struktur-fungsi/#!
https://www.inirumahpintar.com/2017/11/6-nilai-nilai-kehidupan-dalam-cerpen-dan-
contohnya.html
https://notepam.com/unsur-intrinsik-cerpen/
https://www.zonareferensi.com/struktur-cerpen/
http://www.mikirbae.com/2017/04/unsur-kebahasaan-teks-cerpen.html
http://cerpenmu.com/category/cerpen-kehidupan

Pilihan Ganda

1. D
2. B
3. C
4. D
5. D
6. C
7. B
8. A
9. B
10. A
11. C
12. B
13. A
14. C
15. D

Esai

1. Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar ,membuat
pijakan cerita secara konkret (nyata) dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis kepada pembaca, dan menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-
sungguh ada dan terjadi.

2. Latar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
3. Beberapa unsur kebahasaan teks cerpen antara lain ragam bahasa sehari-hari, kosakata,

majas atau gaya bahasa, dan kalimat deskriptif.
4. Tema adalah sebuah gagasan pokok atau inti-inti yang mendasari dari jalan cerita sebuah

cerpen.

5. Tokoh adalah individu rekaan, hasil imajinasi pengarang, yang berperan dalam sebuah
cerita. Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan tokoh
yang diciptakannya.


Click to View FlipBook Version