48 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto membuka kunci kekayaan dunia. "Ubur-Ubur ini pembuka pintu gaib ditunjuk oleh pembuka pintu kekayaan dunia," ungkap Kapolresta Serang AKBP Komarudin seperti dilansir dari Tribun Jakarta, Rabu (15/8/2018). Sang istri, AS mengaku dirinya adalah ratu kidul. Oleh MUI Kota Serang, kelompok yang memiliki belasan anggota tersebut dianggap sesat. Di Bandung, Jawa Barat, juga muncul Sunda Empire. Kelompok sempalan viral setelah salah satu akun Facebook membagikan fotofoto kegiatan Sunda Empire. Mereka tampak mengenakan seragam militer."Saya sudah memonitor itu, tapi kami masih pantau dan dalami apakah serupa dengan Keraton Agung Sejagat di Purworejo, kan beda-beda ini," kata Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Hendra Suhartiyono. Sunda Empire ini tidak tercantum sebagai organisasi legal dalam Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangol) Kota Bandung. Sosiolog dari Universitas Padjajaran (Unpad)Dr Ari Ganjar Herdiansah, menilai kemunculan Keraton Agung Sejagat dan fenomena sejenis tak lepas dari mitologi ramalan Jayabaya pada masyarakat Jawa yaitu akan datangnya ratu adil atau sang penyelamat.Ia menjelaskan kehadiran Keraton Agung Sejagat tak ubahnya dengan munculnya Lia Eden yang mengaku sebagai nabi, serta pendiri Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Musadeq. "Fenomena sebagai masyarakat merasa bahwa dunia modern tidak memenuhi ekspektasi mereka sehingga mereka membuat suatu pola kehidupan alternatif. Dengan adanya kerajaan baru itu sebagai sebuah solusi," tuturnya. (*) LESSONS VALUE: 1. Aparat penyidik harus banyak belajar, membaca dan mengikut perkembangan. 2. Aparat penegak hukum harus jeli melihat pasal, aturan dan UU berlaku dalam penydikan LINK SOURCE Kerajaan' yang Pernah Gegerkan Warga, Keraton Agung Sejagat hingga Kerajaan Ubur-Ubur", https://regional.kompas.com/read/2020/01/19/06300081/4-kerajaan-yang-pernah-gegerkan-wargakeraton-agung-sejagat-hingga-kerajaan?page=all. "Keraton Agung Sejagat, Antara Cuan dan Mitos Ratu Adil" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200116093538-12-465811/keraton-agung-sejagatantara-cuan-dan-mitos-ratu-adil.
49 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto 9.Restorative “Bathiniah” Justice untuk Urban Crime JABATAN: Kapolrestabes Makassar (2021-2023) Presiden RI: Joko Widodo (Oktober 2014- Petahana) Kapolri Listyo Sigit Prabowo (27 Januari 2021-Petahana) Kapolda Sulsel Irjen (Pol) Merdisyam (3 Agustus 2020 - 31 Oktober 2021) Irjen (Pol) Nana Sudjana (31 Oktober 2021-27 Maret 2023) Penyidik Humanis untuk Pelaku Kriminal Jalanan ala Makassar TANGGAL 19 Februari 2021, akan tercatat dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.Hari itu, tiga pekan setelah dilantik sebagai Kapolri ke-25 oleh Presiden Joko Widodo (21 Januari 2021), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menerbitkan edaran ke gugus komando se-Indonesia.Salah satu isinya meminta penyidik memiliki prinsip bahwa penerapan pasal pidana merupakan upaya terakhir penegakan hukum.Poin edaran itu kemudian dikenal publik sebagai restorative justice dalam penyelesaian perkara kriminal. Kebijakan Kapolri ini merujuk Peraturan Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung di lingkungan peradilan umum diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum terbit, di masa puncak wabah pandemi, 22 Desember 2020.Serempak, Kejaksaan Agung juga menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020 tersebut, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan
50 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. Tidak semua perkara kriminal bisa masuk kategori ini. Konsep pengampunan ala ‘restorative justice” dapat diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana ringan.Ini berlaku untuk hukuman pidana penjara paling lama tiga bulan dan denda Rp 2,5 juta,Di KUHP pasal-pasal yang bisa menggunakan antara lain; Pasal 364 (pencurian), pasal 373 (penggelapan), pasal 379 (pinjam-meminjam), pasal 384 (pemalsuan), pasal 407 (pengrusakan), dan pasal 482 (pemerasan dan ancaman) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Delapan bulan pascaterbitnya edaran Kapolri ini, Budi dipromosi sebagai Kapolrestabes Makassar, di Polda Sulsel.Jabatan ini mulai diemban Budi, 31 Oktober 2021. Ini setelah setahun lebih menjabat Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) V Direktorat Pidana Tertentu ( DITTIPIDTER) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) di Mabes Polri.Makassar di institusi Polri termasuk polrestabes type II B1, bersama enan kota besar lain, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Palembang.Pejabat kepalanya minimal sudah 3-4 tahun memikul pangkat tiga bunga, komisaris besar polisi. Atau ‘kombes mantap.Ini jadi penugasan kedua Budi ke ibu kota provinsi berpenduduk 1,8 juta jiwa ini, setelah misi operasi pemulihan kerusuhan SARA tahun 1997, silam.Saat Budi datang, kondisi Makassar sudah jauh berbeda. Dua puluh empat tahun lalu, 1997, penduduk Makassar, masih 900 ribu jiwa. Nama administratif Makassar juga masih Kotamadya Ujungpandang.Eskalasi, typologi serta tingkat kriminalitasnya masih sangat konvensional; pembunuhan karena SIRI, pencurian, atau penipuan.Aksi kriminal jalanan, seperti geng motor, perang kelompok, kerusuhan antar kampus, juga belum jadi headline surat kabar.Indonesia Police Watch (IPW) misalnya, tahun 2019 misalnya mencatat dalam 5 tahun, sedikitnya terdapat 11 komunitas subkultural geng motor di
51 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto Makassar.Kelompok itu antara lain, Mappakoe, Lontara, Sekicol/Skejol, Tetta, Lada Hitam, May in Moral, Halilintar, Copergo, Cooper, Batu Lase dan Rolling. Selain meresahkan, dalam aksinya geng motor selalu brutal mulai dari perampokan dan penjarahan mini market, perang antar kelompok, dan lain sebagainya. Rata-rata usia mereka masih remaja. Tindak brutal mereka menyebabkan tak sedikit nyawa melayang.“Geng motor Makassar ini memang beda ya! Hampir 80 persen pelakunya adalah anak di bawah umur, putus sekolah, dan urban kota.”\Menyikapi fenomena crime street ini, Budi bersama Wali Kota Makassar Danny Pomento dan Forum Komuniasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kota, coba merangkul mereka.Delapan bulan lebih masa awal Budi memegang tongkat komando kapolrestabes, dia mengkanalisasi kelompok ini dengan nama “Batalyon 120.Budi memilah data kasus, dan menemui pelaku kriminal urban inu. Dia menyimpulkan, karakter kriminalis Makassar berbeda dengan kota-kota lain, seperti di Pulau Jawa dan Sumatera.“Di Makassar, motif lebih ke persoalan perut, bukan untuk memperkaya diri.” ujar Budi memberi kesimpulan awal.Di level implmentasi, kelompok yang menyebar pada tujuh dari 14 kecamatan di Makassar dibina bersama Dinas Sosial, dinas pemberdayaan perempuan dan perlidungan anak.Dia meminta kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) rerserse dan kriminal, mensosialisasikan program pemberdayaan ekonomi. Karena kebetulan markas polrestabes bertetangga dengan balai kota, komunikasi ini intens ke level implementasi langsung.Budi dan pemkot mendorong pengusaha UKM untuk mendapat prioritas pekerjaan-pekerjaan skala rumah tangga, jasa padat karya, hingga level kelurahan.Di Makassar, Budi kian sadar bahwa tugas pokok dan wewenang Polri diatur melalui Undang-undang atau UU Nomor 2 Tahun 2002, bukan semata memberi hukuman. Dia menerapkan prinsip-prinsip pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).Kebijakan Restorative Justice dari Mahkamah Agung, Jaksa Agubg dan Mabes Polri, pun menjadi semacam anugerah. “Di Makassar lah saya kian yakin, bahwa polisi sejati itu adalah harkantimbas, melindungi, mengayomi, dan melayani.”Selama sebulan, dia konsoldasi internal. Para kasat, kapolsek, kanit penyidik, dibriefing untuk memahami betul penerapan RJ ini.Puncaknya, kasus ibu Nurhayati (32). Warga kampung Sukaria, Panakkukang, Makassar ini, dilaporkan mencuri ponsel seharga Rp700 ribu. Ponsel milik tetangganya itu, kemudian dijual seharga Rp 300 ribu, dengan maksud ongkos biaya persalinan di rumah sakit.Nurhayati terpaksa mencuri karena kesulitan ekonomi, sudah ditinggal suami."Jadi pelaku melakukan pencurian karena faktor ekonomi yang memang harus dipenuhi. Kebetulan waktu melahirkan sempat pendarahan dan punya tagihan di rumah sakit sebanyak Rp 300 ribu, makanya dia nekat melakukan perbuatan pidana (mencuri)," kata Kapolrestabes Makassar Kombes Budi Haryanto kepada wartawan, Kamis (13/10/2022), seperti dilansir Detikcom.Ayah Nurhayati, Sahabuddin (56), juga seorang pengemudi becak motor (bentor), sementara sang ibu, Nurhayati, Sekali
52 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto menerima orderan cucian, Nurhayati diupah Rp 15 ribu- Rp 30 ribu untuk waktu kerja dua hingga empat jam. Budi pun meminta penyidik memanggil korban pencurian, tetangga, tukang tadah, dan keluarga pelaku.Dari inisiatif itu, bahkan ditemukan fakta baru bahwa pelaku mempunyai seorang bayi yang baru saja dilahirkan. Setelah mengetahui hal tersebut, kasus ini diselesaikan dengan restorative justice karena alasan kemanusiaan.Bahkan, Budi dan istri justri memberi bantuan dan santunan ke keluarga itu, meski tak tugas lagi di Makassar. Dari pengalaman penerapan RJ ini, Budi memberi istilah baru dengan restirative bathiniyah. “Sebagai polisi kIta libatkan hati dalam menyidik kasus-kasus RJ,” ujarnya.Saat menjalankan Restorative “Bathibiyah” Justice ini, Budi bahkan diundang menjadi narasumber di podcast Dedy Corbuzier, 16 Januari 2023. Di momen dua bulan sebelum akhir masa tugasnya di Makassar, Budi diundang di akun 22,8 juta subscriber ini, untuk menjelaskan perkara penculikan, pembunuhan anak dengan motif penjualan organ tubuh jaringan internasional. Video wawancara itu, hingga Juni 2024, sudah ditonton 3,4 juta.Lahirnya ide dan gagasan Restorative Batiniah dari hasil pengamatan berusaha memahami prilaku dan karakter masyarakat Makassar yang tegas dan keras bahkan bagi warga daerah lain kadang menafsirkan secara negatif yaitu kasar.Selain itu, Restorative Bathiniyah lahir dari upaya memahami falsafah hidup siri’ na pacce, Siri na pacce merupakan falsafah hidup yang dipegang oleh masyarakat suku BugisMakassar.Nilai-nilai dalam falsafah tersebut senantiasa dipertahankan masyarakat Bugis-Makassar dalam tatanan kehidupan.Budi banyak berdiskusi dengan tokoh masyarakat, agama, pemuda, akademisi. Budi mengaku beruntung bisa memahami Budaya Siri Na pacce dalam kehidupan suku Bugis-Makassar untuk mempertahankan nilai solidaritas kemanusiaan. Siri dalam bahasa Makassar berarti malu. Sementara pacce merupakan rasa keadilan dan beradab, semangat rela berkorban, bekerja keras, dan pantang mundur.Siri na pacce membangun makna yang dalam dari kedua kata itu. Dijelaskan dalam Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya Universitas Andalas yang berjudul "Budaya Siri' Na Pacce dan Sipakatau dalam Interaksi Sosial Masyarakat Sulawesi Selatan" bahwa dalam masyarakat Makassar terdapat ungkapan yang berbunyi "punna tena siriknu, paccenu seng pakania" yang artinya kalau tidak ada siri'-mu pacce-lah yang kau pegang teguh. Selain itu, siri juga menjadi pengekang orang Bugis-Makassar agar tidak melakukan tindakan persekusi yang dilarang oleh kaidah adat.Sementara pacce memiliki makna perasaan sedih dan pilu apabila sesama warga masyarakat, keluarga, atau sahabat tertimpa kemalangan. Solidaritas sosial inilah yang mencari sumber moral untuk membentuk tatanan sosial di tengah masyarakat. Bagi Budi, saat Restorative Justice dan Restorative Batiniah ini disandingkan dengan Falsafah hidup masyarakat Bugis-Makassar Siri’ Napacce’ dalam penyelesaian masalah hukum, maka dipandang mampu meyelesaikan persoalan hukum sekaligus menyelesaian masalah sosial kemasayarakan yang kemungkinan akan terjadi secara berulangJuga
53 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto dipandang mampu menjadi salah satu solusi dari banyaknya pola penyelesian masalah hukum yang, rumit dan membutuhkan waktu lama dalam memenuhi kepastian hukum di tengah masyarakatPerpaduan pola penanganan kasus tersebut diatas menjadi jawaban dan implementasi nyata dari tugas kepolisian sesuai amanat UU Nomor 2 tahun 2022cSelain itu, dampak positif yang diharapkan dari metode ini adalah secara internal kepolisian diharapkan ada perubahan pola pikir dan prilaku dalam penanganan dan penyelesaian serta peristiwa hukum yang terjadiPetugas Kepolisian dalam penanganan kasus tidak hanya melakukan pendekatan hukum semata, akan tetapi kepolisian diharapkan mau mengetahui, memahami, menganalisa (metode investigasi) duduk masalah dan latar belakang terjadinya suatu peristiwa hukum dari kasus yang ditangani. Ketikaaparat kepolisian melakukan hal tersebut, maka sesungguhnya mereka mulai bekerja menggunakan hati/nurani atau melihat dan memandang setiap perbuatan hukum yang diproses, dari berbagai sudut pandang termasuk dari aspek sosial kemasayarakan dan kemanusiaan.Perlu di ingat bahwa tupoksi kepolisian salah satunya adalah melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat termasuk masyarakat pelaku pidana.Sehingga harapan bahwa polisi bukan hanya dipandang sebagai profesi semata, akan tetapi profesi polisi adalah wadah pengabdian terbaik kepada Bangsa dan Negara Republik IndonesiaSehinga dari uraian singkat ini, selain menemukan ide gagasan baru juga menemukan teori baru, yaitu Restorative Batiniah yang lahir dari kearifan lokal budaya bangsa, yang diharapkan menjadi salah satu solusi jalan keluar dari berbagai persoalan hukum beserta proses dan tahapan penyelesaian hukum yang masih dianggap sangat rumit dan birokratis (salah satu contoh: Penyelesaian dengan pola diversi). Selain itu, ide gagasan dan teori baru ini bisa menjadi panduan awal dalam materi pembelajaran di lembaga pendidikan dan latihan kepolisiaan dalam upaya melakukan perubahan pola pikir dan prilaku anggota kepolisian, agar anggota kepolisian dimasa kini dan masa akan datang semakin mampu beradaptasi dan berkolaborasi menyesuaikan perkembangan jaman. (*) LESSON VALUE: 1. Restorative Batiniah, Penyidik polisi memiliki kemampuan memahami latarbelakang pelaku dan masalah yang terjadi sehingga terjadi pelanggaran hokum 2. Harkantibmas adalah puncak pengabdian dan tugas sejati seorang Bhayangkara. 3. Memahami karakter budaya dan kearifan lokal adalah modal utama mewujudkan harkantibmas. LINK SOURCE; Apa Itu Restorative Justice, Syarat, dan Dasar Hukumnya?", https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/180000865/apa-itu-restorative-justice-syarat-dan-dasarhukumnya-?page=all. “Pilu Ibu di Makassar Curi HP Demi Biaya Melahirkan di RS-Suami Telah Wafat”. https://www.detik.com/sulsel/hukum-dan-kriminal/d-6346952/pilu-ibu-di-makassar-curi-hp-demi-biayamelahirkan-di-rs-suami-telah-wafat. 'Terima Kasih Pak' Tangis Nurul Pecah Bisa Sekolah Masuk Pesantren Berkat Kombes Pol Budhi Haryanto, https://makassar.tribunnews.com/2022/10/28/terima-kasih-pak-tangis-nurul-pecah-bisasekolah-masuk-pesantren-berkat-kombes-pol-budhi-haryanto.
54 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto Anak 14 Tahun, pelaku anak kecil, 1 Tahun Direncanakan; Kejam Terencana, dan Belajar dari Sosmed https://youtu.be/DQBTzig8D6A?si=Wd2MwPSNSZ4y_hb4
55 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto
56 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto 10.
57 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto Nenek Lahir di Kebun Teh Romusha Deli Serdang dan Seragam Tentara Cilik Jadi Obat MENJADI tentara adalah mimpi sederhana Budi kecil. Seragam militermiliteran dianggapnya pakaian sehari-hari.Keluarga dan kerabat Budi di kampung Sambirejo, Genuk, Semarang, seragam militer adalah pereda tangis, penurun demam, dan penyumbat tangis."Ibu itu selalu tertawa haru kalau lihat Budi pakai seragam polisi. Kelingan (teringat) jaman TK di Sambirejo," ujar Agustiningsih (54), kakak sulung Budi Haryanto, mengenang masa kecil adiknya.Usia Budi dan kakaknya, Mbak Ning, terpaut tiga tahun. Ning pun juga menikah dengan bintara TNI di Semarang.Budi anak kedua dari empat saudara. Ayahnya, Satiman (1942-2020) adalah purnawirawan TNI. Pangkat terakhir mendiang ayahnya, sersan satu. Karier militer ayahnya juga tak mentereng, mulai dari tamtama hingga bintara habis di markas Kodam IV Diponegoro. Kala ditanya apa tugas militer bapaknya, dengan merendah Budi menjawab. "Sejak saya TK, SD, SMP lebih banyak antar surat, terima telegram atau bikin kopi, di ruangan komandan." Di markas TNI atau Polri, tugas-tugas sederhana ini berada di detasemen markas (Denma) atau layanan markas (yanma). Di dekade 1960 hingga 1990-an, tugas-tugas kemarkasan ini, juag melekat ke korps pimpinan, dan ajudan.Budi mengenang, ayahnya sosok tentara "old school" militer tulen. Disiplin, tegas, tepat waktu, jarang bicara. Sosok dengan karakter; "senyum seperlunya, bicara sekadarnya, kerja sebanyak-banyaknya."Sosok militertik sang ayah ini begiti membekas ke ingatan dan karakter Budi.Sementara ibunya, Sri Lestari (1952-2018) sebuah "anomali" dari karakter sang ayah.Ibunya guru TK kampung di Sambirejo. Sosok pendidik sekolah usia dini didoktrin untuk senyum, sapa, dan bicara sebanyak mungkin.Guru TK itu harus motivator ramah, tabah, dan "dilarang bosan".Karena berjarak "sepenglihatan mata" dari rumahnya, TK Sambirejo jadi rumah kedua Budi dan tiga saudaranya."Saya itu minum ASInya di TK," kelakar Budi soal pendidikan masa kecilnya.Mbak Ning mengenang, hingga usia 5 tahun, seragam militermilitera juga pakaian harian. "Kalau seragam anak TK hanya satu dan dipakai saat upacara Agustusan atau penamatan, kata Ibu, Mas Budi itu sampai tamat TK punya tiga," ujar Dyahsetyo Rini (lahir 1976), adik bungsu Budi.Kini, Rini jadi perawat di Rumah Sakit Ken Saras, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.Selepas TK, masa pendidikan formil sekolah dasar Budi dan saudaranya juga di kampung Sambirejo. Ning, Kakak Budi berkisah, adiknya punya semacam keistimewaan kecil.Telur ayam tetasan yang kerap dianggap sudah tak berisi, kosong dan susah tetas, akan dipegang, dirawat beberapa hari oleh budi, langsung menetas. "amporo" bukan untuk memenuhi keinginan melainkan (kebutuhan) tambahan uang jajan, kebutuhan sekolah, baju baru.Sejatinya, Sambirejo bukan kampung origin keluarga Budi."Sambirejo itu tempat tinggal Mbah dari Ibu sejak pulang pelarian Romusha dari Deli Serdang. " Deli Serdang bukan kampung di Jawa. Ini kabupaten pedalaman sejuk dan subur di utara Sumatera. Sebelum invasi Jepang (1942-1945) dan diikuti Proklamasi
58 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto Kemedekaan Indonesia, Agustus 1945, nenek moyang Budi dipaksa merantau oleh otoritas penjajah Jepang.“Mbah buyut saya (Sunarti) itu jadi Romusha dan dikirim ke perkebunan teh di Deli Serdang, di sana lalu menikah dengan mandor kebun,” ujar Budi.Mandor tebu itu bernama Sutopo. Orangtua Sutopo, ini dari Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.Rōmusha, pekerja wajib militer yang tidak dibayar, yang dimobilisasi di Sumatra dan Indonesia bagian timur serta Jawa. Meskipun angka pastinya tidak diketahui, M. C. Ricklefs memperkirakan antara 200.000 hingga 500.000 buruh Jawa dikirim dari Jawa ke pulau-pulau di luar Jawa, bahkan sampai ke Burma dan Thailand. Dari mereka dibawa keluar Jawa, Ricklefs memperkirakan hanya 70 ribu orang yang selamat dari perang.Setelah masa Romusha berakhir, dan Jepang kalah dari sekitar tahun 1945, Sutopo membawa istrinya kembali ke Jawa.“Nenek saya itu, cerita mereka dari Belawan, Sumatera naik kapal klotok pulang ke Jawa.”Mbah Sunarti, nenek Budi ini kemudian menetap di kampung Sambirejo, Semarang.Tahun 1952, atau delapan tahun kemudian, Sri Lestari, ibu Budi, lahir.Akhir dekade 1960-an, Sri Lestari menikah dengan Satiman di Sambirejo, Semarang.Anak pertama pasangan ini, Agustiningsih lahir 1970. Tiga tahun kemudian, 29 Maret 1973, Budi Haryanto menjadi berkah di keluarga pasangan serdadu dan guru TK.Dua adik Budi, adalah Heri Haryanto lahir 1974 dan si bungsu, Dyahsetyo Rini lahir tahun 1976. Keluarga Budi memang asli Jawa Tengah.Kakek dari ayahnya, Sudikmoro, adalah pria berasal dari Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah.Sedangkan, keluarga dari Ibu berasal dari Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.Laiknya masyarakat agraris Jawa, cerita dan sosok pewayangan banyak mempengaruhi karakter komunal warga.Kidung dan kisah wayang, ini selalu sarat muatan filosofi, budaya sekaligus hiburan murah ala kampung.Latar inilah menjelaskan kenapa Budi mengidolakan Hanoman Obong, sosok wayang dengan personifikasi kera.Karakter dan nilai-nilai hidup Jawa, diakui Budi banyak dia pelajari dari Mbah Sudikmoro dan neneknya Wagiman, di Sukoharjo. Dari Mbah Sudikmoro inilah misalnya, Budi senantiasa memegang teguh prinsip hidup dan selama berkarier.Setelah masuk Akabri tahun 1992, misalnya, Budi mencatat tiga pesan kakeknya;Pertama Ojo Lali; dalane pati (jangan lupakan takdir kematian). Hidup ini hanya persinggahan sementara.Pesan kedua, Nur Sifat menjadi cahaya bermanfaat bagi orang dan lingkungan sekitar.Dan ketiga adalah luber tanpo keba’. (berisi tapi meluber), atau senantiasa berbagi kepada sesama.Dari filosofi hidup ketiga inilah, Budi kecil senantiasa mengamalkannya. Saat duduk di kelas 5 SD, Budi pantang melihat kolam air kebutuhan rumah tangga mereka kosong.“Jangankan kosong, kalau lihat air di kolam sudah berkurang sejengkal, Mas Budi selalu ngasu (memikul) air dari sumur Embah depan rumah,” ujar Rini.Kebiasaan ini baru berhenti hingga dia masuk ke Akademi Polisi, tahun 1992.Dengan sedikit malu, Budi bercerita kebiasaan hampir satu dekade ini, pundaknya agak miring.Budi ngasuh Air dengan dua kaleng minyak 20 liter, hampir tiap pagi dan sore. “Kira-kira kalau bolak balik 200 meter itu, bisa angkut 30 kaleng, sampai kolamnya penuh butuh dua jam.”Dari kebiasaan ini, Budi pun mendapat banyak pengalaman berbau spritual.
59 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto Dia mengenang, saat musallah samping rumahnya azan magrib, dia masih ngasuh air terakhir, setelah mandi sore.Namun saat di pertengah jalan, tiba-tiba Budi merasa ubun-ubunnya terkena lemparan batu.“Rasanya bikin bulu merinding seluruh badan, tapi kepala saya tak luka dan benjol.”Tubuhnya oleng, dia terjatuh dan dua galon air pikulannya tumpah ke jalan.Budi pun mencari batu yang menimpa kepalanya. Namun karena mulai gelap, batu itu tak dia temukan.Budi lalu kembali ke sumur Mbah, menimba air dan memikulnya ke kolam belakang rumah. “Saya lebuh waspada, melihat ke pohon Gayem jangan sampai ada yang sengaja melempar, tapu juga tak dia temukan.”Karena penasaran, malam itu, Budi menceritakan pengalaman misteri petang itu.“Bapak hanya tersenyum, dan minta saya tanya ke Mbah di Sukoharjo.”Setelah beberapa saat, Budi bertemu dengan Mbahnya di Sukoharjo.Respon sang embah pun, ternyata sama dengan sang ayah. Tersenyum.Dalam bahasa Jawa kromo, Mbah berpesan. “Itu pengalaman baik. Kamu akan mengerti kelak kamu dewasa.” (*)
60 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto 11. Takut Kehilangan Sepeda, Jalan Kaki 20 km Daftar AKABRI di Ajendam IV Diponegoro SAMBIREJO adalah kampung agraris tua di Kecamatan Gayamsari, Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah. Kini, kawasan itu sudah terbangun Masjid Agung Jawa Tengah. Salah satu Masjid terbesar dan pusat wisata religi modern di Pulau Jawa. Di dekade 1980 hingga awal 1990-an, kawasan ini masih sawah dan perkampungan pinggiran Semarang. Sambirejo di masa itu, jauh dari defenisi kelurahan. Kampung ini masuk kategori desa suburban. Dari kampung inilah, sejak kecil Budi biasa mendengar cerita orang-orang hebat, sosok pemberani dan preman level kampung. Di sinilah keluarga Budi menghabiskan masa kecil, remaja dan menjejak usia dewasa. Sekolah TK dan SD Sambirejo, Budi misalnya, berjarak sekitar 3 km dari rumahnya. Budi, dan tiga saudaranya juga menyelesaikan sekolah kampung. Kala itu, belum ada angkot atau mini trayek rumahnya ke pusat kota. Jadilah, saban hari, anak sekolah di kampung ini jalan kaki. Karena jalan beriringan dan dalam suasana bermain, jalan 1 jam pergi pulang tak terasa walau bikin basah karena keringat. Sebagai anak pasangan serdadu dan guru TK; Budi, kakak, dan adiknya tetal dididik disiplin, jujur, ramah, dan menghargai nilai dan norma sosial. Budi mengenang, suatu hari saat duduk di kelas 5 SD, dia bolos sekolah. Alasannya, capek jalan kaki. Saat ayahnya pulang dari Makodam IV Diponegoro, Budi kedapatan bermain dengan anak sebayanya. Ayahnya yang saat itu masih tamtama muda, marah besar. Sang bapak yang berlatar militer, pun memberi hukuman ala tentara Jepang. “Siangnya itu saya diikat pakai kain stabel ibu di pohon mangga yang ada semut merah, dan banyak nyamuk, mulai siang sampai malam.” Budi pun meraung, menangis dan minta tolong dilepaskan. pengikat, kain stabel milik ibunya baru dilepas selepas shalat Isya. “Sejak saat itu, saya tak mau lagi bolos. ” Meski hidup dalam didikan keras, tegas, dan kerap beringas, namun Budi mengaku tak pernah dendam dan membenci sang ayah. Biasanya, setelah dapat hukuman, ibunya menunjukkan sosok keibuan yang penyayang. Selepas SD, Budi melanjutkan skolah ke SMP Masehi, Mlaten, Semarang. Dari rumah, jaraknya sekitar 10 km. Untuk ke sekolah, anak Sambirejo harus berangkat jam jam 6 pagi, dan sampai gerbang sekolah jam 7 pagi. Karena sudah dianggap dewasa, ayahnya membelikan sepeda. “Selama setahu, saya naik sepeda sendiri, setelah kelas dua boncengan dengan adik. Dia berdiri di belakang. ” Di sekolah ini, teman bermain Budi dri keluarga urban kota. Anak tukang becak, pebengkel, tukang bikin kunci, dan buruh angkut di Pasar Johar, Semarang. Karena cita-cita untuk jadi tentara mulai bersemi, Budi pun belajar sungguhsungguh. Tahun 1989, Budi diterima di SMA 10 Semarang. Lebih jauh lagi, sekolah
61 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto negeri ini berjarak sekitar 20 km dari Sambirejo. SMAN 10 beralamat di Jl Padi Raya, Gebang Sari, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, tak jauhbdari Terminal Terboyo. Budi tercatat sebagai siswa biasa dan masuk jurusan IPS. Sepeda onthel yang dipakai saat SMP, kembali jadi moda transportasi harian. Meski jurusan IPS, Budi mengaku menyenangi pelajaran Matematika. “Bukan pelajarannya, tapi karena guru matematikanya Bu Hartati, penjelasannya mudah dimengerti.” Di sekolah ini, dia berteman dengan Dodi Sumardi. Dodi Lulus juga di AKABRI AU dan kini berpangkat kolonel dan bertugas di Bandara Halim Perdana Kesuma , Jakarta. “Seangkatan saya yang paling membekas itu Suriawan. Kini dia jadi pendeta di Korea Selatan. Setamat SMA, Budi diterima di jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) nasional. Kampus pilihannya adalah Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerta, di Jurusan Sosiologi, Antropologi. Tantangannya, Purwokerto berjarak sekitar 210 km selatan Semarang. Ini butuh biaya ekstra. “Walau kuliah gratis dan dapat beasiswa tapi tetap harus kos, saya putuskan tak kuliah.” Di kepala Budi saat itu, menjadi tentara membuatnya cepat bekerja agar bisa meringankan beban orangtua. Di tahun sama, 1991, Budi melamar sekolah tamtama TNI AL. Dia bermimpi jadi anggota marinir, pasukan khusus TNI Angkatan Laut. “Daftarnya di Lanal Semarang, kawasan Tanjung Emas. Tapi tak lulus di sesi akhir pantohir.” Tiga bulan kemudian, Budi kembali mendaftar dan lulus calon Tamtama Paskhas AU. Namun, saat pulang ke rumah, Ibunnya melarang dengan gaya santun khas Jawa. “Le..., itu ada tes AKABRI, kamu daftarlah, kamu coba dulu.” Kebimbangan Budi luluh karena mengingat pesan dan kasih ibunya, hati Budi luluh. Respon Budi pesimistis. “Bu kita ini siapa. Kita tak punya uang dan kenalan pejabat,“ ujar Budi coba realistis. Padahal saat itu, hasil rangkaian tes jadi paskhas TNI AU sudah 99 persen. “Pantohir juga sudah lulus.” Mengikuti insting sang Ibu, Budi pun mengambil formulir dan ikut rangkaian tes AKABRI di kantor Ajudan Jenderal (Ajendam) IV Diponegoro, jalan poros Semarang-Solo. Dari rumahnya di Sambirejo ke kantor badan pelaksana fungsi teknis Ajudan Jenderal ini berjarak sekitar 20 km. Karena kawasan sekitar Ajendam ini dikenal area rawan kriminal dan pencurian, Budi memutuskan jalan kaki. “Saya takut sepeda hilang.” Budi mengenang, karena tes dimulai jam 7 pagi, jam 4 subuh dia sudah jalan kaki dengan kemeja putih, celana hitam, dan sepatu kulit hitam bekas milik ayahnya. Pendaftar kala itu, lebih 700 orang, sedangkan jatah untuk provinsi Jateng, hanya 100 calon taruna. Sepeda aman, keringat bercucuran dan Budi berstatus "ada peluang." (*)
62 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto 12. Cerita Semur Ayam Kampung dan Air Mata di Masjid Ajendam Poncol SEPEKAN berlalu. Juli 1992. Hari H pengumuman hasil dari panitia daerah (panda) AKABRI Polisi, sudah tiba.Pukul 07.00 WIb, Budi dan peserta lain sudah menunggu di Ajendam IV Diponegoro di pusat Kota Semarang.Tiga jam sebelumnya, Budi tetap jalan kaki, seperti saat mendaftar sepekan sebelumnya.Sepeda kesayangan dan andalan tetap parkir di kampung Sambirejo. Di bangku tunggu kantor Ajendam itu, siang itu, kabar dan bisik-bisik tak sedap mengendap di ruangan. Tanpa sengaja Budi mendengar percakapan dua bintara TNI sekaligus panitia daerah.Isi bisikan;, “Jatah 100, tapi yang masuk kuota dan berangkat hanya 92. Sisanya delapan peserta berstatus cadangan.”Dengan status cadangan, harapan jadi perwira dalam kondisi tanpa kepastian. Berangkat atau tidak. “Saya lihat, nama saya urutan 94 dari 100 nama.”Hingga masuk malam, Budi tetap menunggu. Nomor register dan namanya, tetap tak masuk dalam daftar catar yang segera diberangkatkan ke Magelang. Budi sudah siap berkas pendaftaran segera dikembalikan. Alasan pengembalian, agar peserta tak lulus masih bisa mendaftar di sekolah lain.Budi pun kian galau. Bahkan, kegalauan itu sudah berubah jadi rencana taktis beraroma "gila."Budi sudah merancang pelarian sembunyi-sembunyi; "hidden run" ke Jakarta.Budi berpikir, Jakarta adalah tempat bersembunyi terbaik agar tetap dianggap lulus dan ikut pendidikan 5 bulan di Akmil Magelang.Budi muda pun memutuskan pulang. Momennya, jelang TVRI menyiarkan siaran Dunia dalam Berita, pukul 9 malam, perjalanan kaki Budi sampai di Sambirejo.Di teras rumah, ibu sudah tegang, menunggu kabar.Belum lagi sepatu dilepas, Budi sudah disambut pertanyaan, “Piye Lee (bagaimana Nak), lulusss?”Muka Budi tertunduk. Karena tak sudi mengecewakan ibu, --setelah berdiam beberapa jenak-, Budi menjawab dengan muka tertunduk, “Lulus Buu…!”Ia tahu itu jawaban untuk menyenangkan ibu belaka. Padahal faktanya, hingga petang itu, suasana batin Budi terpenjara. "Saya ndak tahu, kenapa tiba-tiba malam itu lidah saya jawab lulus,." ujar Budi kepada penulis, di salah satu ruangan di STIK Lemdiklat Polri, Jl Tirtayasa, Jakarta, Kamis (13/6/2024).Balik ke momen Juli 1992, silam di Sambirejo.Saking senangnya, ibu langsung meminta adik Budi memotong lima ekor ayam kampung peliharaannya.Budi yang galau, langsung merespon; “Ndak usah Bu, masih ada tes lagi besok.” Namun”, lima ekor ayam tetap digorok di halaman belakang rumah.Ibu Budi sudah pesta syukuran. Bahagia tiada terkira, anak lanangnya segera jadi perwira polisi.Kabar lulus itu menyebar bersama angin malam Sambirejo.Tetangga pun mulai datang menyelamati, setelah semur ayam itu dibagikan ke kerabat, dan tetangga dekat.Budi yang tahu kondisi, hanya berdiam di dalam kamarnya.Bau semur ayam kesukannya, serasa tahi ayam. Ingin tidur, tapi mata tak kunjung
63 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto terpajam. Ingin marah, dan berteriak namun semur dan ayam goreng kadung sudah tersantap tetangga. “Malam itu, saya sudah rancang pelarian ke Jakarta, naik bus dan seolaholah lulus.”Keesokan paginya, Budi berjalan gontai ke Ajendam di kawasan Pancol.Kebetulan, kantor Ajendam Pancol berdekatan dengan stasiun kereta dan terminal bus antar provinsi.Di sana, hati Budi teriris melihat 92 teman angkatannya antre naik ke bus yang akan mengatar ke Magelang.Angan-angan Budi, aroma masakan semur ayam kampung mabur bersama asap knalpot 15 bus yang meninggalkan kantor Ajendam IV Diponegoro. Dia melihat, Sandi Nugroho, peraih gelar Adhi Makayasa, Akpol 1992 juga naik bus ke11 menuju Magelang. Budi pun memilih ngaso ke Masjid Ajendam Pancol.Budi dan 7 nama yang dinyatakan lolos cadangan itu tetap bertahan, menunggu keajaiban.Di kenangnya, salah satu dari 8 catar cadangan itu adalah saudara Brigjen Pol Napoleon Bonaparte.Nama kerabat purnawirawan jenderal bintang satu, berada di urutan 100.Delapan 7 orang lainnya juga sudah bubar. Budi memilih bertahan di ajendam. Niatnya nekat naik kerata barang ke ibu kota negara. Meski tanpa uang, dia akan nekat menggandul di gerbong kereta. Saat jamaah salat lohor masjid sudah pulang, Budi memutuskan rebahan di lantai masjid.Dia pun menerawang ke langit-langit masjid kompleks Ajendam.Tetiba, seorang tentara berkaos hijau gelap mendatanginya. “Hi, kamu tadi (lulus) cadangan?”“Siap, saya Pak,” jawab Budi sambil duduk.Belum lagi, jawaban Budi tuntas, tiba-tiba si tentara meminta dokumen ijazah.“Ada Pak. Mau apa. Pak." jawab Budi bergegas.Saat itu semua terasa bergegas. Percakapan Panitia dan peserta cadangan seolah berkejaran dengan perbuatan.Saat map dokumen ijazah diserahkan, si “tentara kembali berseloroh; “Eh, kamu segera menyusul ke Magelang. Ikut seleksi pusat.”Di selasar masjid itulah, harapan jadi kenyataan.Budi tak kuasa menahan gembira. Matanya berair. Sejuk, dan bahagia.Si tentara menanyakan 7 teman Budi lainnya."Tak tahu Pak..." jawab Budi.Beberapa saat kemudian, Budi lalu dibawa ke salah satu ruangan di Ajendam Poncol. Dia diminta menunggu 7 teman lainnya.Jelang Isya, sekitar jam 7 malam, formasi catar cadangan Jawa Tengah lengkap.Sekira pukul; 8 malam, rombongan lulus susulan masih menyempatkan diri makan nasi di kedai nasi dekat terminal Poncol.Bukan Bus berAC, Budi dan tujuh teman lainnya disewakan minibus Toyota Kotak. Mereka lalu menempuh perjalan malam 3 jam dari Ajendam Poncol ke AKmil di Lembah Tidar.Mereka tiba jelang tengah malam di kawah candradimuka calon pemimpin negeri itu.Keesokqn hari, Budi bergabung dalam seleksi akhir level nasional. Dari 100 catar asal Jawa Tengah, akhirnya yang dinyatakan berhak melanjutkan pendidikan calon prajurit Taruna hanya 40 orang. Sisanya, 60 orang dipulangkan, termasuk Erwin Napoleon.Dan, 23 tahun kemudian; dari 256 peserta didik calon taruna Akpol angkatan 1992-1995 saat itu.Dan, akhir Maret 2024, Budi termasuk taruna ke-14 di angkatannya yang meraih pangkat jenderal.“Saya yakin,
64 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto 100 persen kelulusan saya itu adalah doa, niat baik dan keikhlasan Ibu.” (*)
65 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto 13. Hikmah Tak Pilih TNI AU di Upacara HUT 47 ABRI di Lembah Tidar LEMBAH TIDAR dan kepongan kisah Brigjen Polisi Budi Haryanto, 32 tahun lalu. Bersama 256 calon taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Kepolisian di Magelang, Jawa Tengah.Di Lembah Tidar inilah, tiga dekade pusat pengembelengan tahap awal calon perwira empat matra TNI, termasuk Polri.Karena Letaknya persis di tengah Pulau Jawa, lembah ini disebut sebagai pakunya tanah Jawa. Mitos dan keyakinan bahwa di kawasan kaki gunung ini disebut sebagai asal muasal tokoh Semar. Dalam berbagai babad kisah san manuskrip Jawa, Semar adalah tokoh mitologi Jawa. Ia manusia setengah dewa. yang lahir dari puser bumi yaitu Gunung Tidar, anak dari Ki Buyut Wangkeng. Selanjutnya Semar ini menjadi tempat penitisan Bathara Ismaya, yang bertugas menjadi pamong ksatria tanah Jawa.Di Lembah ini pula, terdapat makam penyebar Islam sebelum generasi Walisanga, 7 wali penyebar Islam di Jawa dan Nusantara. Di bagian atas, terdapat petilasan Syekh Subakir, Kyai Sepanjang. Ada juga makam Eyang Ismoyo Jati (perwujudan Semar) yang berada paling atas.Angkatan Budi di Lembah Tidar, Magelang diberi sandi Jawa; Patria Tama; atau Patriot Utama. Mereka masuk tahun 1992 dan diwisuda tahun 1995. Di Magelang, Budi dan 255 Patria Tama lainnya, digembleng setahun bersama sekitar 100 calon taruna dari TNI AD, TNI AL dan TNI AU.Setelah setahun tiap matra di sebar ke akademinya masing-masing: Polisi di AKPOL Semarang, TNI AL di AKMIL AL Surabaya, dan TNI AU di Jogyakarta. Inilah angkatan Lembah Tidar terkonsolidasi fase terakhir, sebelum berpisah selama lebih 3 dekade hingga tahun 2023 ini.Momen kenangannya, bertepatan HUT 47 ABRI Tahun 1992 adalah upacara pertamanya sebagai taruna, tepatnya Calon Bhayangkara Tamtama.Di sambutannya, Gubernur AKMIL Mayjen TNI Moch Ma'ruf, meminta 3.000-an taruna untuk mendoakan 153 korban kecelakaan jatuhnya pesawat Hercules TNI AU di Condet. Bambang Hercules satu-satunya tamtama yang selamat dari tragedi Hercules terparah di Indonesia itu.Para Korban adalah calon tamtama TNI AU yang tahun 1991 dimana Budi saat lulus 99 persen.Budi lantas menangis terisak. "Mungkin kalau saya tak ikut saran Ibu tes AKABRI, saya akan ada di pesawat itu."Andai dia memilih TNI AU, beberapa lalu, bisa jadi dia juga dia ada di kabin Hercules itu. Enam calon tamtama Paskhas AU seangkatan Budi, ikut meninggal dalam tragedi hercules C-130 Codet itu. Seusai upacara HUT ABRI 5 Oktober 5 Oktober 1992 itu, Budi balik ke barak. Dia kembali menangis, dan merasakan insting seorang ibu. "Banyak, insting dan nasihat Ibu yang menyelamatkan dalamfase hidup dan karier saya."Momen itu pula Budi sangat terpukul saat ibunya meninggal dunia tahun 2018 lalu.Saat itu, Budi Haryanto Sutiman (BHS) baru melelas jabat Ps direskrimum di Polda Jateng dan mendapat amanah baru Korwas PPNS Bareskrim Mabes Polri.Tak ada sakit parah, saya anggap biasa saja sebelum kabar duka itu datang.Hampir 40 hari, saban pagi hingga sore, dia meratap dan menatap makam
66 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto ibu di Ungaran, Semarang. Ia frustasi di level depresi. "Pertanyaan batin saya hanya satu, kenapa ibu meninggalkan saya."Dan selama 40 hari itu, dia tak mendapat jawaban di pusaran ibu yang meninggal di usia 66 tahun.Pekerjaan dan tugas di Bareskrim pun dia tak peduli lagi. Telpon dari atasan juga diabaikan. "Saya sampai bilang ke komandan yang cari saya di telpon. Sudah berhentikan saja saya jadi polisi."Takdir Ilahi datang. Percakapan telepon Budi dengan atasan di Bareskrim tanpa sengaja didengar Sutiman, ayahnya.Dalam bahasa Jawa santun, Sutiman menasihati; "Le, kalau saya ini mau saya juga bisa nyusul ibumu. Itu sudah takdirmu. Terimalah."Budi tersadar. Keesokan harinya, dia balik ke Jakarta. Namun, setelah itu giliran bapaknya yang terpukul. Bapak Sutiman drop dan keluar masuk rumah sakit. Budi pun merawat bapaknya hingga rumah sakit di Singapura.Di Sebuah rumah sakit di pinggiran Semarang, tengah malam ayahnya meminta dicarikan burung Cucak Rowo. Padahal saat itu, kondisinya mulai anfal. Budi teringat, malam sebelumnya seorang teman menawari alihpelihara burung bersuara jernih dan merdu itu.Budi menjemput sendiri burung itu. Di pos satpam dia ditahan. Unggas dalam sangkar dilarang masuk rumah sakit. Budi berkeras. "Habis diperlihatkan Bapak, saya bawa keluar lagi."Saat melihat burung Cucak Rowo itu, sang ayah langsung bangkit, tersenyum dan bicara laiknya orang sehat.Tapi masalah belum selasai. Bapak Sutiman ingin burung itu tetap di sampingnya. Sementara saat itu, penjagaan rumah sakit diperketat menyusul awal masa pandemi corona.Budi yang membawa burung itu pun negosiasi dan merayu satpam bangsal rumah sakit. "Tapi negonya tak seperti saay saya negosiasi setahun sebelum Bapak meninggal," ujar Budi. Mengenang kisah Burung Cucak Rowo di rumah sakit itu, kemudian selalu jadi cerita mengenang almarhum ayah yang meninggal pada usia 78 tahun, bertepatan awal puncak masa Covid-19, tahun 2020.Saat di Lembah Tidar dan Akpol di Magelang, ayah dan ibu kerap datang menjenguk berboncengan motor dinas TNI Suzuki A-100.Sayang, karena aturan Budi tak bisa bertemu. "Bahkan di tahun pertama di Akpol, ayah dan ibunya boncengan ke Gajah Mungkur, untuk sekadar melepas rindu di akhir pekan.Pernah satu akhir pekan bulan Oktober 1993, ibu bapak berdiri menunggu depan gerbang keluar. Tapi karena tatapan taruna baru harus terus kedepan, dan tak bisa menoleh kiri kanan, sosok ibu dan ayah yang sudah disampingnya hanya. dilalui dan tak disapa."Setahun kemudian ibu cerita, kalau melihat muka anaknya saja berseragam AKPOL sudah lebih dari pelukan dan sapaan."Belakangan, Budi mengerti kenapa tahun pertama Catar AKPOL tak bisa menoleh kiri kanan saat mengawal senior.Itu fase penting pendidikan jadi anak buah. Di AKPOL atau AKMIL lah calon taruna perwira dididik jadi anak buah. Sebab saat sudah lepas akan jadi komandan."Tak bisa jadi komandan baik kalau tak pernah jadi anak buah yang baik."*__Selama lima bulan pendidikan dasar calon perwira gabungan di AKMIL Magelang, Budi banyak kisah.Salah satu yang dia kenang adalah sosok pelatih Jasmani Serka Menrofa.Karakter, gaya bicara, disiplin diakuinya juga sebagai deux de maccina; takdir "mesin" Tuhan.Saat berpisah tahun 1992, enam tahun kemudian Budi yang
67 Dari OPERASI BERSENJATA menuju POLISI HUMANIS Budi Haryanto sudah berpangkat Letnan Satu, balik tugas ke Lembah Tidar.Saat kembali ikut program konsolidasi TNI-POLRI, Letnan Satu Budi Haryanto, kembali bertemu sang pelatih.Program itu enam bulan. Dan setahun kemudian, 1999, program mixing kepelatihan lintas matra itu berakhir.Program itu perwira muda dari lintas matra dikirim kembali ke Lembah Tidar, untuk melatih para yuniornya. "Kalau 1992 saya status taruna, tahun 1998 saya juga sudah berstatus pelatih. Tapi karena kebiasaan tahun 1992, saya tetap panggil san sapa "Pelatih" ke Serka Menrofa. <*>