The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by febrianiwijaya02, 2022-12-13 10:18:11

BAHAN AJAR ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

BAHAN AJAR MATERI EKOSISTEM KELAS X

Keywords: ALIRAN ENERGI,JARING-JARING MAKANAN,BLOOMING ALGA

BAHAN AJAR

KELAS X/ FASE E

ALIRAN ENERGI
DALAM EKOSISTEM

Created by:

FEBRIANI WIJAYA, S.PD

MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI
GURU KATEGORI 1 GELOMBANG 2

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2022

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... 2
PETA KONSEP ................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN.............................................................................................................................................. 4
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 ………………………………………………………………………………5
BAB II ENERGI DALAM EKOSISTEM……………………………………………………………………....5
A. ENERGI DALAM EKOSISTEM………………………………………………………………………….…5
B. EUTROFIKASI…………………………………………………………………………………………………15
C. BLOOMING ALGA…………………………………………………………………………………………….18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................... 22
GLOSARIUM................................................................................................................................................... 23

Bahan Ajar 2

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Bahan Ajar 3

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

A. Identitas Modul

Mata Pelajaran : Biologi
Kelas :X
Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit
Jumlah Pertemuan : 2 x 45 Menit
Judul Modul : Ekosistem

B. Tujuan Pembelajaran

Melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL), mengamati video, menyimak PPT serta diskusi kelompok,
peserta didik diharapkan dapat:
1. Menganalisis aliran energi dalam ekosistem dengan tepat (C4)
2. Menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran energi dalam

ekosistem dengan tepat. (C4)
3. Menganalisis dampak terganggunya aliran energi dalam ekosistem dengan tepat.

(C4)

Bahan Ajar 4

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

BAB II
ENERGI DALAM EKOSISTEM

Kata kunci : Daur Energi, Daur Biogeokimia, Entropi, Produktivitas

A. Energi dalam Ekosistem
A.1. Energi dalam Sistem Ekologi

Dalam suatu rantai makanan terjadi peristiwa makan dan dimakan antara produsen
dan konsumen. Perhatikan lagi gambar rantai makanan di depan.Ketika tikus makan
padi, terjadi perpindahan materi kimia dan padi (produsen) ke tubuh tikus
(konsumen). Demikian juga ketika tikus dimakan ular, terjadi perpindahan materi
atau energi dan tikus (konsumen I) ke ular (konsumen II). Demikian seterusnya
hingga materi kembali lagi ke alam, yaitu saat hewan mati dan diuraikan menjadi
materi yang Iebih sederhana oleh jasad pengurai. Dengan demikian, dalam peristiwa
makan dan dimakan terjadi aliran energi (Gambar 5). Di alam aliran energi berjalan
dan lingkungan abiotik (matahari), organisme (produsen) konsumen kembali ke
alam (udara, air, dan tanah).

Gambar 86. Hubungan antara aliran energi, daur materi dan rantai 5
makanan(sumber: Biologi BSE kelas X, 2009)

Bahan Ajar

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Tidak semua energi berpindah dari trofik satu ke trofik berikutnya, karena sebagian energi
itu telah digunakan untuk melakukan kegiatan hidup oleh organisme dalam trofik tersebut.
Jadi, energi yang diteruskan dan organisme satu (produsen) menuju organisme yang lain
(konsumen) selalu lebih kecil. Apabila digambarkan, aliran energi dan trofik yang Iebih
rendah menuju trofik yang lebih tinggi merupakan piramida, dan disebut piramida energi.
Piramida energi merupakan piramida yang ideal untuk menunjukkan hubungan antar
organisme pada tiap tingkatan trofik. Hal ini karena adanya beberapa kelebihan piramida
energi, yaitu sebagai berikut:
1. Mempertimbangkan kecepatan produksi.
2. Berat dua spesies yang sama tidak berarti memiliki energi yang sama.
3. Dapat digunakan untuk membandingkan berbagai ekosistem.
4. Mementingkan kedudukan populasi dalam suatu ekosistem.
5. Dapat mengetahui konsumen yang paling produktif ditinjau dari sisi keluaran energi.

Bahan Ajar 6

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Produsen Kehilangan energi panas
oleg respirasi
Produk-produk
Konsumen

Organisme mati Dekomposan

Penghancuran Produk-produk Dibebaskan proses
biologik
Persediaan nutrisi
inorganik

Gambar 2.2. Bagan Pertukaran Energi dan Nutrisi dalam Suatu Ekosistem Hipotetis (Desmukh, 1986)

A.2. Produktivitas
Produktivitas di dalam suatu ekosistem dibedakan menjadi 2, yaitu produktivitas

primer dan produktivitas sekunder. Produktivitas primer adalah kecepatan penyimpanan
energi potensial oleh organisme produsen melalui proses fotosintesis dan kemosintesis,
dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pangan.
Terdapat dua kategori produktivitas primer, yaitu:

a. Produktivitas primer kotor (bruto) adalah kecepatan total fotosintesis mencakup pula
bahan organik yang habis dipakai dalam respirasi selama waktu pengukuran. Istilah
lain produktivitas kotor adalah ”fotosintesis total” atau ”asimilasi total”

Bahan Ajar 7

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

b. Produktivitas primer bersih (netto) adalah kecepatan penyimpanan bahan-bahan
organik dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan dari respirasi pada
tumbuhan selama waktu pengukuran. Produktivitas primer bersih ini juga merupakan
produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi. Istilah
lainnya adalah ”fotosintesis nyata” atau ”asimilasi nyata”.

Produktivitas primer dapat diukur dengan metode botol bening dan gelap. Metode
ini sesuai untuk lingkungan air. Produktivitas diukur berdasarkan keseimbanganoksigen
sebagai akibat fotosintesis. Perbedaan volum oksigen dari kedua botol menunjukkan
produktivitas primer fitoplankton. Produktivitas skunder adalah kecepatanpenyimpanan
energi potensial pada tingkat trofik konsumen dan pengurai. Energi ini semakin kecil pada
tingkat trofik berikutnya. Masing-masing konsumen mempunyai efisiensi yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan energi yang digunakan untukpertumbuhan dan reproduksi.
Efisiensi produksi adalah energi yang tersimpan dalam biomassa (growth and
reproduction) dibagi energi yang digunakan untuk pertumbuhan. Misalnya, ketika ulat
makan daun, tidak semua energi dikonsumsi untuk pertumbuhan, tetapi sebagian dibuang
dalam bentuk feces dan kemudian dimanfaatkan olehdetritivores dan sebagian lainnya
terbakar pada proses respirasi.

DIMASUKKAN KOLAM 24 JAM

FITOPLANKTON FITOPLANKTON
PERNAPASAN PERNAPASAN
&FOTOSINTESIS

Gambar 2.3. Metode Pengukuran Produktivitas Primer

Bahan Ajar 8

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Pengukuran produktivitas sekunder dapat Faktor-faktor lingkungan
dilakukan dengan menimbang herbivora yang dilepas pada yang mempengaruhi
suatu lahan di awal percobaan dan selanjutnya ditimbang produktivitas antara lain:
lagi selama suatu musim tertentu. Selisih berat tersebut ‐ Iklim
merupakan produksi sekunder bersih. Faktor ruang dan ‐ Topografi
waktu merupakan faktor yang penting dalam menentukan ‐ Sifat Tanah
produktivitas suatu ekosistem. Faktor ruang atau lahanyang ‐ Letak Geografis
dimaksud dapat berupa jarak tanam dan biasanya ‐ Air
‐ Elevasi

lebih rapat bila digarap secara intensif untuk memperoleh produktivitas tinggi. Misalnya,

produktivitas pada ekosistem hutan tropika lebih tinggi daripada hutan iklim sedang,

karena hutan tropika tumbuh sepanjang tahun, sedangkan hutan iklim sedang hanya

tumbuh pada musim semi dan panas. Contoh lainnya adalah pada tanaman budidaya yang

hanya tumbuh pada musim tertentu, kecuali tanaman tebu yang tumbuh sepanjang tahun.

A.3. Rantai dan Jaring-Jaring Makanan, Tingkatan Trofik, dan Piramida Ekologi
A.3.1. Rantai Makanan

Rantai makanan rerumputan sebagai salah satu rantai makanan yang sederhana
seperti disajikan pada Gambar 2.4. Produksi primer bruto hasil fotosintesis melalui
proses respirasi (R1) diubah menjadi produksi primer netto (NPP). Energi yang telah
terikat melalui produksi primer bruto (GPP), yaitu energi yang diukur dari jumlah
produksi, diambil lagi untuk proses R1, tetapi energi juga ada yang hilang F1 atau ada
juga yang hilang karena mati atau membusuk (C1). Organisme autrotof kemudian menjadi
makanan herbivora malalui proses herbivori, dan memerlukan juga energi (R1) dan ada
juga energi yang hilang (F1). Proses ini disebut juga asimilasi atau produksi sekunder
bruto (GPP2) dan herbivora disebut consumen primer. Herbivora kemudian dimakan oleh
satwa lain melalui proses asimilasi selanjutnya, yaitu proses karnivoriyang dapat juga
dimakan oleh tumbuhan lain pemakan satwa. Energi yang digunakan disini adalah R2
yang sebagian hilang sebagai C2.

Bahan Ajar 9

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

SINAR SURYA

R1 R2 A3 R3 R4
A2 A4

Herbivori karnivori karnivori

AUTROTOP HERBI- PRIMER SENKUN-
1 VORA DER

2 C4

C1 F2 C2 C3 F4
F1 F3

DEKOMPOSI

A =Asimilasi; F=energi yang hilang; C=energi hilang karena pembusukan; R=energi hilang melalui respirasi

Gambar 2.4. Input dan Kehilangan Energi pada Jenjang Tropik Suatu Rantai Makanan

Karnivora pemakan herbivora disebut karnivora primer, yang diikuti oleh proses
asimilasi selanjutnya (karnivori) oleh karnivora sekunder dengan energi R3 dan
kehilangan-kehilangan energi C3 dan F4 demikian seterusnya. Jika disimpulkan, secara
sederhana asimilasi antara proses produksi, respirasi, dan konsumsi dapat disajikandalam
kategori/jenjang tropik sebagai berikut:

Sifat dasar rantai pakan perumput ialah bahwa semakin tinggi jenjang tropik makin
berkurang jumlah energi yang tersedia bagi proses asimilasi hingga produktivitas pun
berkurang. Keadaan ini diilustrasikan melalui tiga piramida yang digambarkan
berdasarkan tiga data berbeda, yaitu berdasarkan jumlah populasi (individu) per m2,
biomassa untuk gram berat kering per m2, dan produktivitas dalam mg berat kering per
m2, seperti yang disajikan dalam Gambar 2.5. Bentuk-bentuk umum piramida komunitas
dapat berbeda satu sama lain, misalnya pada komunitas akuatik atau komunitas hutan.

Bahan Ajar 10

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

15 0,1 0,1 Karnivora sekunder
100 0,66
1,5x104 1,25 1,22 Karnivora primer
7,2 x 10 10 17,7
26,8 Herbivora
a b Produsen
280

c

Piramida komunitas yang umum; a. piramida populasi; b. piramida
biomassa; c. piramida produktivitas

Gambar 2.5. Piramida Komunitas

Semakin berkurangnya ketersediaan energi pada jenjang-jenjang tropik tinggi,
semakin berkurang jumlah organisme karena tidak lagi mampu melakukan respirasi,
sehingga setiap piramida hanya dapat menampung organisme dalam jumlah terbatas.
Hal serupa dibuktikan melalui Tabel 2.1 yang menyajikan data penelitian perhitungan
GPP rantai pakan pada empat ekosistem di Amerika Serikat (Clapham, 1973). Jenjang
tropik tertinggi pada ekosistem kecil adalah karnivora primer. Umumnya, suatu
komunitas hanya memiliki empat jenjang tropik, sangat jarang ditemukan komunitas
dengan lima jenjang tropik.

Tabel 2.1. GPP (ly/tahun) dan Respirasi (% asimilasi total) pada Jenjang-Jenjang Tropik Empat
Ekosistem

Ekosistem Autotrop Herbivora Karnivora Karnivora
Primer Sekunder
Danau Mendona, Wisc
Silver Spring, Fla GPP R GPP R GPP R GPP R
Cedar Lake Bog, Minn 480 22.3 41.6 36.1
Salt Marsh, S.C. 28,810 57.5 3,368 56.1 2.3 47.8 0.3 66.7
20 25 16.8 38.1
36,380 77.5 767 77.7 383 82.5 21 61.9

3.1 58.1 --

59 81.3 --

Bahan Ajar 11

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

A.3.2. Rantai Pakan Detritus
Limbah organik, cairan dan bahan-bahan mati dari rantai makanan perumput

disebut detritus. Kandungan energi dalam detritus yang tidak hilang ke ekosistem dan
menjadi sumber energi sekelompok organisme yang tidak termasuk ke dalam rantai
makanan perumput disebut rantai pakan detritus. Ilusterasi rantai makanan perumput dan
rantai makanan detritus disajikan pada Gambar 2.6. seperti yang disajikan dalam Gambar
2.6. Energi yang diperlukan untuk respirasi tidak selalu berasal dari tubuh organisme
sendiri, seringkali dari detritus di luarnya (eksternal). Banyak sekali organisme kecil yang
terlibat dalam rantai pakan termasuk protozoa, ganggang, bakteri, jamur, moluska, cacing,
hematoda, dan lain-lain.

Gambar 2.6. Ilustrasi rantai makanan perumpu dan rantai makanan detritus Proses

respirasi berantai menyerap molekul-molekul bahan organik yang rumit
dan mengubahnya menjadi senyawa yang sederhana untuk kemudian diolah lagi oleh
organisme lainnya menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses ini terjadi secara terus-
menerus hingga berantai menjadi elemen-elemen bebas yang dapat kembali memasuki
rantai pakan perumputan sebagaimana tampak pada Gambar 2.7.

Proses detorisasi dilaksanakan oleh organisme-organisme aerobik selama oksigen
bebas tersedia. Tetapi jika tidak ada oksigen, proses dapat berjalan simultan dengan
bantuan organisme anaerobik. Proses terakhir ini disebut fermentasi yang diterapkan pada
proses pembuatan tempe, oncom, dan tape hingga ragam obat dan suplemen makanan.

Bahan Ajar 12

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Gambar 2.7. Arus Energi Melalui Rantai Pakan Detritus

Kedua rantai pakan perumputan dan detritus di alam bebas sering berlangsung
secara bersamaan, misalnya pada komunitas lautan dan hutan, yang berakibat pada
perbedaan efisiensi respirasi pada ekosistem yang berbeda. Tabel 2.2 menunjukan bahwa
ternyata kehilangan energi pada rantai pakan perumputan ekosistem lautan lebih besar
daripada ekosistem hutan, sebaliknya pada ekosistem hutan rantai pakan detritus lebih
penting dibandingkan rentai pakan rerumputan.

Tabel 2.2. Deposisi Energi Rantai Pakan Perumput dan Detritus
pada Ekosistem Lautan dan Hutan (ly/hari)

Ekosistem NPP GSP GDP
Lautan
Hutan 0,8 0,6 0,2

Lautan 1,2 0,2 1,0
Hutan
Respirasi heterotrop bruto

Rantai perumputan Rantai detritus

0,5 (63%) 0,3 (37%)

0,1 (8%) 1,1 (92%)

Bahan Ajar 13

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

A.3.3. Jejaring Makanan (food web)

Rantai makanan (food chain) merupakan suatu aliran energi makanan melalui
ekosistem. Energi tersebut mengalir dalam satu arah melalui sejumlah makhluk hidup.
Rantai makanan sebenarnya merupakan gambaran sederhana proses makan dan dimakan

yang terjadi di alam. Proses makan dan dimakan di alam pada kenyataannya merupakan
yang komplek, rantai makan apabila digabung akan membentuk jaring-jaring makanan
atau jejaring makanan (food web).

Rantai makanan menggambarkan hubungan organisme satu dengan organisme
lainnya, hubungan makan dan dimakan akan menjamin kelangsungan hidup organisme.
Semakin komplek hubungan makan dan dimakan mennujukkan semakin komplek aliran
energinya. Kondisi ini mengakibatkan kestabilan komunitas dan kesetabilan ekosistem.
Artinya kalau ada satu spesies hilang masih dapat digantikan spesies lainnya. Hubungan
antara yang makan dan yang dimakan semakin komplek dapat membentuk jejaring
makanan (food web).Ilustrasi jejaring makanan disajikan pada Gambar 2.8.

Bahan Ajar 14

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

B. EUTROFIKASI

Eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan, terutama oleh Nitrogen dan Fosfor,
tetapi juga elemen lainnya seperti silikon, potassium, calcium dan mangaan yang
menyebabkan pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air yang dikenal dengan istilah
blooming (Welch & Lindell, 1992). . Eutrofikasi terjadi karena proses yang disebabkan
oleh melimpahnya makronutrien dalam perairan. Salah satu makronutrien yang berperan
pada proses pertumbuhan dan fotosintesis di dalam ekosistem adalah fosfat, dimanadalam
jumlah yang berlebih pada lingkungan perairan memberikan efek negatif dan

meningkatkan resiko seperti penurunan kualitas, kesetimbangan kimia, dan menurunnya
konsentrasi oksigen (Dissolved Oxygen) dalam badan air sehingga menyebabkan kematian
biota air yang menjadi memicu terjadinya eutrofikasi (TusseauVuilleman, 2001).

2.1 Penyebab Timbulnya Eutrofikasi

Penyebab utama terjadinya eutrofikasi adalah perilaku manusia yang selalu mencemari
lingkungan perairan. Seperti halnya sampah rumah tangga yang berupa bahan organic yang
dibuang ke sungai hal tersebut mampu mencemari perairan dengan membuat sungai
menjadi bau busuk, warna tidak jernih, selain itu sampah rumah tangga yang banyak
mengandung zat organic mampu menajadi sumber nutrisi bagi organism atau tumbuhan
yang hidup di sungai tersebut. Sehingga mampu menyebabkan terjadinya pertumbuhan
pesat pada organism dan tumbuhan yang menyebabkan kadar oksigen yang berada diatas
perairan akan banyak sedangkan kadar oksigen yang didalam air berkurang karena suplai
oksigen hanya sampai pada permukaan air saja dikarenakan terjadinya pembentukankanopi
pada permukaan sungai.

Selain sampah rumah tangga, terdapat pula penggunaan pupuk yang digunakan
petani untuk bertani pengunaan aliran air yang digunakan untuk memupuk padi
menyebabkan lahan pertanian menjadi mengandung pestisida. Lahan pertanian tersebut
menggunakan pemupukan yang berat sehingga ketika sebagian dari pupuk ini tercuci oleh
air hujan atau aliran air yang ada di persawahan maka air limbah pertanian tersebut masuk
kedalam badan air. Air limbah tersebut mengandung senyawa nutrisi berupa fosfat atau
nitrogen sehingga badan air mengalami proses eutrofikasi. Akibat dari kedua hal tersebut
blooming tumbuhan seperti eceng gondok dapat terjadi seperti contohnya blooming eceng
gondok di Danau Rawapening Kab. Semarang. Problem blooming eceng gondok yang
terjadi di Danau Rawapening sebagai akibat eutrofikasi. Pemanenan eceng gondok yang
dilakukan hampir setiap tahun, hanya menyelesaikan permasalahan sesaat, untuk kemudian
tumbuh sangat melimpah lagi. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan eceng gondok yang
sangat pesat. Satu tumbuhan eceng gondok menjadi 2 tumbuhan dalam waktu 14 hari.
Dalam waktu 52 hari, satu batang eceng gondok mampu menghasilkan tumbuhan baru
seluas 1 m2 (Gutierrez et al., 2001).

Bahan Ajar 15

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di sungai atau danau mengakibatkan kualitas
air di ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut,
bahkan sampai batas nol menyebabkan makhluk hidup air sepert ikan dan spesies lainnya
tidak dapat tumbuh dengan baik hingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.

2.2 Mekanisme Terjadinya eutrofikasi

Pertumbuhan dan perkembangan flora aquatic merupakan hasil dari penggunaan dan
konversi dari nutrient anorganik menjadi material organik tanaman melalui reaksi
mekanisme fotosintesis. Faktor pendorong yang paling , mendasar dalam proses eutrofikasi
adalah sinar matahari, sebagai sumber energy bagi reaksi fotosintesis. Meningkatnya
masukan nutrient ke dalam perairan akan memacu pertumbuhan flora air dan bila
pertumbuhannya masal akan mengubah karakteristik biologi perairan. Kadar nitrogen dan
fosfat dalam air sangat dinamis karena nutriem tersebut dapat digunakan, ditimbun, dan
ditransformasikan serta diekskresikan dengan cepat oleh berbagai macam organism aquatic.
Peningkatan kadar nutrient akan menimbulkan perpindahan status trofik dari oligotrofik
dimana aktivitas organisme rendah kualitas air baik dan jernih menjadi eutrofik dimana
aktivitas organisme tinggi dan kualitas air menjadi buruk , keruhdan berbau. Penambahan
air buangan secara ekstrem akan meningkatkan pertumbuhan laga dan merusak
kesetimbangan rantai makanan. Efek terburuk adalah oksigen digunakan di semua area
diatas kedalaman antara 5m sampai 10m. ditengah perairan ,alga atau ceng gondok akam
berada di tengah dan menciptakan masalah ekologis dengan menghalangi sinar matahari
sampai ke dasar, dari wkatu ke waktu alaga dan ceng gondok akan mengambang
dipermukaan sampai ketebalan tertentu. Selanjutnya pada dasar suatu system perairan yang
eutrofik, suatu kondisi anoksis atau defisiensi oksigen akan terjadi karena proses
dekomposisi senyawa organic oleh bakteri. Pada saat terjadi upwelling, biasanya terjadi pada
musin hujan atau musim dingin kering, air pada lapisan hipolimnion dengan defisiensi
oksigen yang besar akan Nampak pada permukaan. Kondisi ini dapat menyebabkan
kematian ikan dan makhluk hidup di perairan lainnya.

2.3 Dampak Proses Eutrofikasi

Kandungan fosfat yang terlalu banyak pada suatu kawasan perairan darat akan memicu
meningkatnya laju pertumbuhan alga atau tumbuhan berukuran mikro untuk tumbuh
berkembang biak dengan pesat. Eutrofikasi ini jelaslah dapat mengganggu kehidupan
organisme air yang lain yang ada di dalamnya sehingga dampak yang lebih lanjut dan
kompleks ialah dapat merusak dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan didaerah
itu.

Bahan Ajar 16

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Dampak terjadinya eutrofikasi sebagai berikut :

1. Menurunya Kadar Oksigen ekosistem perairan
Tumbuhan yang mengalami proses blooming akan membutuhkan kadar akan oksigen
lebih banyak dari jumlah biasanya sehingga kadar oksigen dalam perairan itu akan
berkurang. Selain itu, alga yang telah mati dan mengendap di dasar perairan merupakan
sumber makanan organik untuk berbagai mikroorganisme seperti bakteri.

2. Menimbulkan Bau tidak sedap
Bakteri mendegradasi materi organik menjadi anorganik melalui proses metabolisme
yang membutuhkan oksigen. Tersedianya sumber makanan yang mencukupi telah
meningkatkan laju pertumbuhan bakteri di dasar dan sedimen. Proses metabolisme dan
jumlah populasi bakteri yang besar tersebut membutuhkan konsumsi oksigen yang
tinggi. Selain itu, produk yang dihasilkan bakteri anaerob seperti H2S, amin dan
komponen fosforadalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap
dan anyir.

3. Menyebabkan kematian pada hewan –hewan yang tinggal pada ekosistem perairan Dari
proses ini juga disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada
tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain
seperti plankton baik itu fitoplankton atau zooplankton atau ikan-ikan kecil lainnya
mati, termasuk juga berbahaya untuk manusia.

4. Menyebabkan pendangkalan Sungai atau Danau
Jika tanaman eceng gondok ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang
menghabiskan kadar oksigen dalam air dan juga terjadi pengendapan bahan-bahan yang
menyebabkan pendangkalan.

Bahan Ajar 17

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

2.4 Penanganan Masalah Eutrofikasi

Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan dari eutrofikasi bagi ekosistem perairan
darat, maka hal ini memerlukan perhatian yang serius. Menurut Forsberg, senjata utama
yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini adalah kebijakan yang kuat untuk mengontrol
lau pertumbuhan penduduk (birth control). Hal ini disebabkan karena makin besarnya
populasi manusia, maka akan semakin meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat serta
zat-zat penyebab eutrofikasi ke lingkungan air. Selain itu juga harus ada kemauan yang kuat
dari Pemerintah untuk meminimalisir penggunaan bahan dasar fosfat bagi produk deterjen,
makanan, minuman dan pupuk. Dalam usaha penanggulangan eutrofikasi, ada dua cara yang
perlu dilakukan, yaitu sistem input dan sistem output. (Darmono. 2001).

C. BLOOMING ALGA

Blooming alga merupakan istilah lain dari ledakan alga. Ledakan alga sendiri merupakan
suatu kejadian atau kondisi dimana suatu perairan baik kolam, danau, maupun rawa
mengalami ledakan populasi plankton yang cukup besar.

Kolam dengan warna yang sangat hijau disebabkan adanya ledakan populasi alga hijau
akibat pemberian pakan ikan yang berlebihan. Pakan ikan yang berlebih akan menjadi nutrisi
tersendiri bagi para alga sehingga pembiakannya menjadi sangat tidak terkendali.

Lain lagi di air laut, penyebab perubahan air menjadi warna merah bisa disebabkan oleh
ledakan populasi alga merah. Alga ini menghasilkan pigmen merah yang bisa disebut juga
dengan phycoerythrin. Seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa salah satu penyebab
terjadinya blooming alga adalah adanya nutrisi berlebih yang terdapat dalam perairan
sehingga menyebabkan populasi alga menjadi sangat banyak.

Selain itu terdapat juga penyebab lain yang menjadikan jumlah alga dapat meningkat
dengan cepat. Salah satunya adalah adanya pemanasan global. Pemanasan global yang
semakin meningkat di tahun-tahun ini membuat suhu perairan juga ikut meningkat.

Peningkatan suhu di perairan akan memicu aktivitas metabolisme alga. Akibat dari
meningkatnya metabolisme alga adalah reproduksi dan aktivitas pembelahan sel yang
dilakukannya juga akan berlangsung lebih cepat.

Pembuangan limbah yang mengandung banyak fosfat ke perairan seperti limbah detergen
rumah tangga juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya blooming alga. Ledakan jumlah
fosfat di perairan akan memicu pertumbuhan dan perkembangan alga yang sangat pesat dan
tentu akan sangat merugikan berbagai hewan dan tumbuhan air yang hidup di dalam perairan
tersebut.

Bahan Ajar 18

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Bahaya Blooming Alga

Walaupun terkesan sederhana, dampak dari adanya peristiwa blooming alga ini harus menjadi
perhatian khusus. Jumlah alga yang membludak dapat mengakibatkan risiko kematian pada
berbagai macam biota laut.

Kematian biota laut ini dapat terjadi karena adanya paparan toksin yang berasal dari hasil
ekskresi alga. Populasi alga yang membludak tentu akan menghasilkan toksin yang banyak pula.
Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini tentu akan membawa kematian pada berbagai jenis organisme
perairan.

Selain menimbulkan banyaknya toksin di perairan, ledakan alga juga dapat menyebabkan
kadar oksigen terlarut di dalam air menjadi berkurang. Hal ini dikarenakan alga membutuhkan
oksigen yang cukup untuk hidup. Jumlah alga yang sangat banyak tentunya akan memicu
“perebutan” oksigen dengan biota di dalam air.

Hal ini juga yang akhirnya memicu kematian banyak ikan di laut. Selain kekurangan oksigen,
ikan-ikan juga akan mengalami keracunan akibat hasil ekskresi dari aktivitas metabolisme yang
dilakukan oleh alga.

Cara Pencegahan

Sampai saat ini, belum ditemukan cara efektif yang dapat menangani permasalahan blooming
alga. Namun kita selaku masyarakat yang peduli terhadap lingkungan juga dapat melakukan hal-
hal kecil yang dapat mencegah terjadinya blooming alga.

Salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai jenis detergen atau sabun yang bebas
mengandung fosfat. Dengan begitu jumlah fosfat di perairan akan semakin berkurang sehingga
peristiwa blooming alga dapat dihindari.

Bahan Ajar 19

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Penyebab Blooming Algae dan Dampaknya

Kemunculan populasi alga yang membludak pada waktu tertentu, bukan tanpa alasan.
Umumnya ada beberapa sebab yang melatar belakangi kemunculan peristiwa blooming
algae. Selain itu, ada dampak yang muncul dari peristiwa ini. Berikut ini penjelasan
detailnya:

1. Global Warming
Global warming atau pemanasan global merupakan salah satu sebab adanya peristiwa
membludaknya jumlah algae. Pasalnya, peningkatan suhu perairan akibat pemanasan
global ini akan memicu adanya aktivitas pembelahan sel alga yang juga berjalan dengan
cepat. Proses metabolisme alga juga akan meningkat drastis saat suhu di perairan
meningkat. Peningkatan metabolisme alga inilah yang juga menjadi sebab perbanyak
populasi alga dalam waktu singkat.

2. Limbah dengan Kandungan Fosfat
Limbah yang mengandung banyak fosfat pun bisa menjadi sebab peningkatan populasi
alga. Salah satu contoh limbah yang mengandung banyak fosfat adalah limbah deterjen
rumah tangga. Semakin banyak pembuangan dan penggunaan detergen ini akan
menghasilkan semakin banyak fosfat. Fosfat yang berlebihan ini nantinya akan membuat
pertumbuhan dan perkembangan alga jadi tidak terkontrol dengan baik.

3. Penggunaan Pestisida Berlebihan
Para petani biasanya menggunakan pestisida untuk kebutuhan pertaniannya. Tak hanya
petani, banyak juga kalangan masyarakat yang menggunakan pestisida berlebihan dan
membuang limbahnya ke sungai. Limbah pestisida sangat memungkinkan alga untuk
berkembang biak lebih cepat dan lebih banyak. Karenanya ada aturan untuk penggunaan
pestisida yang tidak berlebihan.

4. Limbah dengan Kandungan Logam
Selain limbah dengan kandungan fosfat, limbah dengan kandungan logam pun bisa jadi
sebab terjadinya blooming algae. Algae akan lebih mudah mengalami pembelahan sel
dan berkembang dengan cukup pesat. Biasanya limbah seperti ini berasal dari pabrik.
Selain mempercepat perkembangan populasi algae, limbah logam ini bahkan visa secara
langsung merusak ekosistem dalam perairan. Tak heran jika banyak organisme dalam
perairan tersebut mati.

5. Pembuangan Pupuk Buatan Berlebihan
Pupuk buatan memang bagus untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Namun,
pupuk ini juga punya efek buruk saat dibuang ke perairan. Pupuk buatan mungkin punya
kandungan bahan alami yang banyak. Hal tersebut akan memicu pembunuhan yang lebih
cepat. Dari proses pembunuhan itu, pupuk buatan akan mengundang algae yang bisa
membelah sel secara lebih cepat. Akibatnya terjadilah blooming algae dalam waktu
singkat.

Bahan Ajar 20

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Membludaknya populasi algae yang disebabkan hal-hal di atas, tentu dibarengi dengan
dampak yang nyata dalam perairan yang tercemar alga tersebut. Perkembangan algae akan
membutuhkan kadar oksigen tinggi dalam perairan. Dengan begitu oksigen dalam perairan
tersebut akan berkurang drastis.

Selain itu, algae akan menyebarkan toksin atau racun dari dalam dirinya ke perairan tersebut.
Hal inilah yang menyebabkan banyak biota laut mengalami kematian. Apalagi metabolisme
alga yang begitu banyak tentu akan meracuni ikan-ikan yang hidup dalam perairan tersebut.

Tak heran jika peristiwa blooming alga ini bahkan bisa menyebabkan kepunahan biota
dalam air. Jika sudah seperti ini, maka para pakar harus segera bertindak demi perbaikan
populasi dalam perairan.

Bahan Ajar 21

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Daftar Pustaka

Barus, T.A. (2002). Pengantar Limnologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Clapham, Jr. W.B. 1973. Natural Ecosystems. New York: Macmillan PublishingCo. Inc.

Guitierrez, E.L.; Ruiz, E.F.; Uribe, E.G. and Maertinez, J. 2001. Biomass and productivityof
ater hyacinth and their application in control program. In Biological and integrated control of
water hyacinth Eichornia crassipes. Edited by Julien, M.H.; Hill, M.P.; Center, T.D.; and
Jianqing, D. ACIAR proceeding 102.

Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity
Press
P4N UGM (Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional Universitas gadjah Mada).
2000. Penyusunan rencan pengelolaan Kawasan Rawapening Propinsi Jawa Tengah.
Ringkasan Eksekutif. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Tengah.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi: Menopang Pengetahuan Ilmu-IlmuLingkungan.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

https://ismarizalpenyuluhperikanan.blogspot.com/2019/09/bahaya-blooming-alga-pada-
ekosistem.html
https://mediatani.co/5-penyebab-blooming-algae-di-perairan-sungai/

Bahan Ajar 22

“ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

GLOSARIUM Suatu system ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
atau interaksi antara maklhluk hidup dengan lingkungannya.
EKOSISTEM Ilmu yang memepelajarai interaksi antara makhaluk hidup dengan
lingkungannya dan yang lainnya
EKOLOGI Bagian penyususn ekosistem terdiri atas makhluk hidup
Bagian penyususn ekosistem terdiri atas sesuatu tak hidup
BIOTIK
ABIOTIK Tempat tinggal makhluk hidup
HABITAT Suatu Jenis tiindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih
INTERAKSI objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain.
Tingkatan dari sekelompok organisme yang mempunyai sumber
TINGKAT makanan tertentu.
TROPIK Peristiwa makan dan dimakan antara sesama makhluk hidup
RANTAI dengan urutan-urutan tertentu.
MAKANAN Diagram yang menunjukkan hubungan makanan secara
JARING
MAKANAN keseluruhan antara organisme dalam lingkungan
PIRAMIDA
EKOLOGI Struktur tingkat pada suatu ekosistem yang menunjukkan
BLOOMING
ALGA hubungan antara struktur trofik dan fungsi trofik
ALGA
Pertumbuhan alga di luar kendali dapat terjadi dan menghasilkan
racun yang bisa membunuh ikan, mamalia, dan burung.
Ganggang laut atau yang lebih populer dengan istilah rumput laut

Bahan Ajar 23


Click to View FlipBook Version