The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

e-book ini sebagai pembelajaran pemisahan dan pemurnian senyawa organik dengan menggunakan metode klasik dan modern

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by sagitagirl.dea, 2021-07-21 11:17:22

Buku Ajar Kimia Organik Analisis

e-book ini sebagai pembelajaran pemisahan dan pemurnian senyawa organik dengan menggunakan metode klasik dan modern

Keywords: Kimia Organik Analisis

44

lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan
tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan
eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe
kromatografi yang lain.
6. Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap
sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada
sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran
yang sangat kompleks.

iv. Derivatisasi HPLC
Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen untuk
mengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi pada
HPLC adalah untuk:
1. Meningkatkan deteksi

2. Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak
kromatografi yang lebih baik

3. Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
4. Menstabilkan analit yang sensitif.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis sehingga
banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus
kromofor yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu,
juga dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang mamapu
berfluoresensi) sehingga dapat dideteksi dengan fluorometri.
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni: produk
yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau
dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan
spektrofluorometri; proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang

45

sebesar mungkin (100 %); produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi
dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk derivatisasi harus tidakmenganggu pemisahan
kromatografi.

v. Keuntungan HPLC
Keuntungan dari penggunaan HPLC adalah sebagai berikut :
1. Kerja lebih mudah dengan automatisasi dalam prosedur analisis dan pengolahan data
2. Volume sampel kecil
3. Daya pisah tinggi
4. Merupakan metode analitis yang cepat, peka, akurat, tepat, dan Reproducible
5. Juga Preparatif
6. Dapat digunakan untuk analisis sampel organik dan anorganik, bersifat volatil dan non-

volatil, stabil dan tidak stabil secara thermal.
7. Pilihan fasa diam dan fasa geraknya luas

vi. Perbedaan HPLC dengan Kromatrografi Lainnya
Sebagai salah satu metode kromatografi cair (liquid chromatography), HPLC
menggunakan zat cair sebagai fase geraknya. Sampel yang telah dilarutkan dapat
dipisahkan dan dihitung konsentrasi zat spesifik yang terkandung di dalamnya. Sebagai
contoh, kandungan kafein dalam sampel minuman dapat diukur dengan HPLC
berdasarkan afinitas kafein terhadap fase diam pada kolom yang digunakan.

46

Gambar 7. Diagram HPLC
Diagram di atas menunjukkan komponen utama yang terdapat pada HPLC. Larutan
sampel diinjeksikan melalui injektor (3) dan terbawa oleh fase gerak (1) melewati fase
diam pada kolom (5), kemudian hasilnya dibaca oleh detektor (6) dan ditampilkan pada
pengolah data (7) sebagai kromatogram.
Berbeda dengan kromatografi kolom tradisional yang memanfaatkan gravitasi agar fase
gerak dapat melalui fase diam, HPLC menggunakan pompa bertekanan tinggi (2) untuk
mengalirkan fase gerak menuju kolom fase diam.

3. Metode Pemurnian

A. Metode Fase Padat
Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction/SPE) merupakan metode preparasi sampel
yang banyak digunakan dalam proses analisis karena mampu mengurangi waktu ekstraksi
dan jumlah pelarut, serta memiliki persen recovery yang tinggi. SPE konvensional yang
saat ini beredar, memiliki kelemahan dari sisi selektivitas sehingga terdapat kemungkinan
komponen lain selain analit ikut terekstraksi dari matriks sampel. Peningkatan selektivitas
dari SPE konvensional dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Molecular

47

Imprinting Polymer yang dikenal dengan Molecular Imprinted Solid Phase Extraction
(MISPE). MIPs (Molecular Imprinted Poymers) adalah polimer sintesis yang diperoleh
melalui kopolimerisasi monomer dan pengikat silang (cross-linker), dengan adanya
cetakan molekul (template). Setelah proses polimerisasi dan ekstraksi template,
dihasilkan suatu rongga (cavities) yang memiliki ukuran, bentuk, fungsi kimia dan
konformasi yang sesuai dengan template.

i. Prinsip

Prinsip ekstraksi fase padat yaitu analit yang terlarut dalm suatu pelarut yang memiliki
daya elusi yang rendah dimasukkan ke dalam cartridge dan kemudian akan terperangkap
pada medium SPE. Analit tersebut kemudian dapat dibilas dengan pelarut lain yang
berdaya elusi rendah dan kemudian akhirnya dielusi dengan pelarut elusi kuat bervolume
kecil.
Penerapan SPE terutama bermanfaat untuk pemisahan selektif pengganggu – pengganggu
dari analit, yang tidak mudah dicapai dengan ekstraksi cair – cair dan banyak digunakan
dalam pengukuran bioanalisis dan pemantauan lingkungan untuk memekatkan sesepora
analit.

ii. Kelebihan dan Kekurangan SPE

Keunggulan dari metode fase padat dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:
1. Proses ekstraksi lebih sempurna
2. Pemisahan analit dari penganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien
3. Mengurangi pelarut organik yang digunakan
4. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
5. Mampu menghilangkan partikulat
6. Lebih mudah diotomatisasi

Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk memperoleh recovery
yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi
cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi,
sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya.
Sementara itu kerugian dari metode ini adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penjerap
tertentu) yang beredar di pasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika
menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya adsorpsi yang bolak-balik pada
cartridge SPE.

48

iii. Prosedur SPE
Ada 2 strategi untuk melakukan penyiapan sampel menggunakan SPE ini. Strategi
pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan secara total analit yang
dituju pada penjerap yang digunakan, sementara senyawa-senyawa yang mengganggu
akan terelusi. Analit yang dituju yang tertahan pada penjerap ini selanjutnya dielusi
dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan mengambil analit yang tertahan ini.
Strategi ini bermanfaat jika analit yang diutuju berkadar rendah.
Diagram skematik prosedur SPE sebagai berikut :

Gambar 8. Diagram Skematik Prosedur SPE
Strategi lain adalah dengan mengusahakan supaya analit yang tertuju keluar (terelusi),
sementara senyawa pengganggu tertahan pada penjerap.
Tahap pertama menggunakan SPE adalah dengan mengkondisikan penjerap dengan
pelarut yang sesuai. Untuk penjerap non polar seperti C18 dan penjerap penukar ion
dikondisikan dengan mengalirinya menggunakan metanol lalu dengan akuades.
Pencucian yang berlebihan dengan air akan mengurangi recovery analit. Penjerap-
penjerap polar seperti diol, siano, amino, dan silika harus dibilas dengan pelarut nonpolar
seperti metilen klorida.
Dari diagram atas dapat diketahui bahwa ada 4 tahap dalam prosedur SPE, yaitu:
1. Pengkondisian

49

Cartridge (Penjerap) dialiri dengan pelarut sampel untuk membasahi permukaan
penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang sama. Sehingga perubahan-perubahan
kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari.
2. Retensi (tertahannya) sampel

Larutan sampel dilewatkan ke cartridge baik untuk menahan analit yang diharapkan
sementara komponen lain terelusi atau untuk menahan komponen yang tidak
diharapkan sementara analit yang dikehendaki terelusi.
3. Pembilasan

Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh
penjerap selama tahap retensi.
4. Elusi

Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mengambil analit yang dikehendaki jika
analit tersebut tertahan pada penjerap.
iv. Pengembangan Metode
Sebagaimana dalam metode kromatografi cair, retensi analit tergantung pada konsentrasi
sampel, kekuatan pelarut, dan karakteristik penjerap. Pendekatan empirik untuk
melakukan pengembangan metode SPE melibatkan screening penjerap yang tersedia.
Langkah pertama adalah menentukan penjerap mana yang paling baik dalam hal menahan
analit yang dituju. Pertimbangan kedua adalah pelarut apa yang dibutuhkan untuk
mengelusi analit yang dituju. Langkah ketiga adalah menguji matriks sampel blanko
untuk mengevaluasi adanya pengganggu yang mungkin ada, dan akhirnya (langkah
keempat) adalah menentukan recovery dengan menambah analit dalam jumlah tertentu
harus dilakukan.
Polaritas pelarut yang meningkat dibutuhkan untuk mengelusi senyawa yang tertahan
dalam penjerap silica. Sementara untuk senyawa yang tertahan dalam penjerap non polar
(seperti C18) digunakan pelarut non polar.
v. Fase SPE

Berbagai macam cartridge SPE yang berisi berbagai macam penjerap diringkas dalam
tabel dibawah. Suatu penjerap pada SPE harus dipilih yang mampu menahan analit secara
kuat selama pemasukan sampel ke dalam cartridge. Inilah berbagai jenis fase SPE dan
kondisi-kondisinya.

50

Gambar 9. Tabel Jenis Fase SPE
Untuk sampel-sampel yang bersifat ionik atau yang dapat terionisasi, digunakan penjerap
penukar ion. Fraksi analit yang keluar dari SPE dapat langsung diinjeksikan ke sistem
kromatografi atau dilakukan pengaturan pH untuk meminimalkan ionisasi sehingga dapat
dipisahkan dengan kolom fase terbalik pada KCKT.

51

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2019. HPLC – Pengertian, Fungsi, Prinsip Kerja, Cara Menggunakan.
https://andarupm.co.id/hplc/ diakses pada tanggal 10 Juli 2021 pada pukul 08.00
WIB.

Arsyad, L. 2001. Edisi Pertama. Peramalan Bisnis. BPFE. Yogyakarta.
Cserhati, T. And Forgacs, E,. 1999. Chromatography in Food science and Technology.
Darmasih. 1997. Penetapan kadar lemak kasar dalam makanan ternak non ruminansia dengan

metode kering. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
fase-padat.html diakses pada tanggal 12 Juli 2021 pada pukul 19.00 WIB.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2012. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hostettmann K, Hostettmann M, Marston A. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB.
Bandung.
Kadji, M. H., M. R. J. Runtuwene., dan G. Citraningtyas. 2013. Uji Fitokimia dan Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Soyogik (Saurauia bracteosa DC). FMIPA
UNSRAT. Manado.
Kealey, D and Haines, P.J. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS Scientific
Publishers Limited. New York.
Kenkel, J. 2002. Analytical Chemistry for Technicians, 3th. Edition. CRC Press. U.S.A.
Lansida. 2015. Ekstraksi Fase Padat. http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-
Marjoni, R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Trans Info Media.
Jakarta.
Meyer, F.R. 2004. Practical High-Performance Liquid Chromatography. 4th Edition
John Wiley & Sons. New York.
Munson, J.W. 1981. Phrarmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A and B.
Airlangga University Press, Surabaya.
Nazarudin. 1992. Pengembangan Minyak Biji Karet di Indonesia. Indonesian Press.Surabaya.
Nielsen, at all. 1998. Sustained oscillations in glycolysis: an experimental and theoretical study
of chaotic and complex periodic behavior and of quenching of simple oscillations.
Biophysical Chemistry Journal. 72(1-2):49-62.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,
Terjemahan: Farida Ibrahim, Edisi 4.UI Press.Jakarta.
Petrucci, Ralph H. 1987. Kimia Dasar. Jilid 1. Erlangga. Jakarta. Sastrohamidjojo,
Hardjono. 1991. Kromatografi. Andi Offset.Yogyakarta Soekardjo, B. 2002. Kimia
Medisinal, Ed 2. Airlangga University Press. Surabaya.

52

Settle, F. 1997. Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry. Prentice
Hall PTR. New Jersey, USA.

Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L. 1997. Practical HPLC Method
Development. John Wiley & Son. New York.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius. Yogyakarta. Technomic Publishing.
Lancaster, Basel.

Watson, D.G. 2010. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi
Kimia Farmasi, Edisi 2.

Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. Houghton Mifflin
Company. USA. Anam, Choirul, dkk. 2014. Pengaruh Pelarut Yang Berbeda Pada Ekstraksi
Spirulina platensis Serbuk Sebagai Antioksidan Dengan Metode Soxhletasi. Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Vol.3 No. 4. Hal 106-112.


Click to View FlipBook Version