Level ketiga merupakan capaian yang belum menyeluruh serta belum signifikan untuk mengurangi dampak negatif bencana. Akan tetapi, telah ada komitmen pemerintah serta komunitas terkait pengurangan risiko bencana yang didukung pula dengan kebijakan yang sistematis. Level keempat adalah capaian yang berhasil, tetapi masih terdapat keterbatasan, baik itu keterbatasan komitmen, sumber daya finansial, ataupun kapasitas operasional dalam pelaksanaan. Terakhir, level lima yang mana merupakan capaian komprehensif dimana komitmen dan kapasitas telah memadai di semua tingkat komunitas dan jenjang pemerintah. Berdasarkan tabel 4, indikator pertama merupakan indikator yang memuat aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana berupa undang-undang, kebijakan, peraturan kelembagaan mengenai penanggulangan kebencanaan untuk pengurangan risiko bencana. Setiap kelurahan/desa memiliki peraturan yang sama seperti tertulis pada Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011. Peraturan ini menjadi acuan yang digunakan untuk mengatur segala kesiapan, tindakan, dan penanganan dalam menghadapi bencana dan resiko yang terjadi di Kabupaten Klaten. Dengan adanya aturan ini, diharapkan pemerintah, organisasi/pihak terkait, dan masyarakat mampu mengambil tindakan untuk melakukan mitigasi dan manajemen bencana yang kemungkinan terjadi. Akan tetapi, terdapat keterbatasan terkait komitmen masyarakat dalam mengoptimalkan peraturan daerah tersebut. Hal yang perlu ditingkatkan agar mencapai level yang komprehensif yaitu lebih meningkatkan komitmen agar peraturan yang ada benar benar dilaksanakan sebaik mungkin. Indikator kedua terkait peringatan dini, diperoleh beberapa level untuk masing-masing desa. Sebagian besar desa dikategorikan ke dalam level 1, yaitu: Beluk, Wiro, Jotangan, Tawangrejo, Jambakan, Tegalrejo, dan Bogem. Desa tersebut belum memiliki peringatan dini yang memadai disebabkan kondisi banjir yang masih tergolong rendah. Terdapat pula desa yang termasuk dalam level 2, yaitu Krakitan, Kebon, dan Talang. Pada desa tersebut sudah terdapat beberapa tindakan pengurangan risiko bencana seperti pemantauan air dari relawan dan warga dan penyebaran informasi melalui platform Whatsapp. Namun, hal ini masih belum memiliki komitmen dari pemerintah dalam menyikapi peringatan dini tersebut. Desa yang masuk dalam level 3 adalah Krikilan, dikarenakan belum menyeluruhnya informasi ke seluruh desa meskipun sudah terdapat peringatan dini yang disebarkan melalui platform WhatsApp. Desa Paseban berada pada level 5 karena desa tersebut sebagai pusat dan sumber informasi kebencanaan di Kecamatan Bayat. Desa Paseban akan mendapatkan informasi dari daerah lain, kemudian informasi tersebut akan disalurkan ke desa lainnya apabila terjadi debit aliran sungai yang meningkat. Indikator ketiga berupa pendidikan kebencanaan yang memuat informasi kebencanaan, kurikulum sekolah, sosialisasi, dan membangun kesadaran masyarakat terhadap bencana. Desa Beluk, Jotangan, Talang, Tegalrejo, dan Bogem menempati level indikator 1 disebabkan belum adanya sosialisasi atau pendidikan kebencanaan bagi warga sekitar. Desa Krakitan, Wiro, dan Tawangrejo tergolong ke level indikator 2 sebab sudah terdapat sosialisasi berupa penanganan sampah dan sebagainya. Namun, pelaksanaannya masih belum maksimal dan masih belum memiliki komitmen dari pemerintah dalam menyikapi hal tersebut. Sementara desa Paseban, Kebon, dan Jambakan memiliki pendidikan kebencanaan yang lebih baik di posisi level 3 dengan terlaksananya sosialisasi pembuangan sampah dan mitigasi dari pemerintah. Namun, belum menyeluruh hingga seluruh penduduk. Capaian komprehensif sudah terdapat di Desa Krikilan karena sosialisasi sudah dilakukan dengan baik yang diindikasikan dengan patuhnya warga saat terdapat himbauan banjir. Pendidikan bencana berbasis kearifan lokal menjadi alternatif untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran Sumber: Hasil Wawancara Penduduk Tabel 4. Identifikasi Indikator Kapasitas per Kelurahan/Desa 43
masyarakat tentang kebencanaan khususnya pada banjir [9]. Jika dibandingkan, sebuah daerah yang memperhatikan pendidikan kebencanaan, masyarakatnya akan cenderung mengetahui dan sadar mengenai bahaya yang mungkin mengincar mereka, serta paham cara menanggulanginya. Berbeda dengan daerah yang tidak memiliki pendidikan tersebut, keterbatasan informasi yang dimiliki oleh masyarakat akan berdampak pada pengetahuan, kesadaran, maupun tindakan, karena masyarakat akan cenderung acuh dan menganggap bencana merupakan masalah kecil dan akhirnya berpasrah dengan bencana terjadi. Level indikator keempat merupakan pengurangan faktor risiko dasar berupa pembangunan infrastruktur, perencanaan permukiman, rencana kebijakan sektoral di bidang ekonomi, dan adaptasi masyarakat. Sebagian besar desa sudah mencapai level 5 karena sudah ada tindakan pembangunan jembatan, tanggul, dan pos petugas air yang menandakan bahwa infrastruktur manajemen banjir sudah cukup memadai dan mampu menekan risiko bencana. Selain itu, dilakukan pelebaran sungai, normalisasi sungai, dan pembersihan selokan. Sementara di Desa Talang dan Desa Tawangrejo berada pada level 4 karena masih memiliki keterbatasan yaitu kerusakan infrastruktur yang telah dibangun. Namun, masih terdapat 3 desa, yaitu Desa Jambakan, Desa Tegalrejo, dan Desa Bogem yang masih berada pada level 1. Hal ini disebabkan tidak terdapatnya pembangunan infrastruktur dan/atau infrastruktur yang dibangun sudah tidak lagi berfungsi dengan baik. Pembangunan infrastruktur dinilai penting sebab menjadi salah satu kunci keberhasilan mitigasi bencana. Setelah infrastruktur tersedia dan dapat bekerja dengan baik, tindakan masyarakat menjadi penentu berikutnya dalam penanganan dan perawatan infrastruktur yang ada. Sementara itu, perencanaan permukiman dan rencana kebijakan sektoral menjadi alternatif lain yang bisa digunakan dalam mengurangi risiko dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Namun, terdapat desa yang sudah memiliki infrastruktur, tetapi mengalami kerusakan sehingga tidak memperkecil risiko yang ditimbulkan. Indikator terakhir adalah pembangunan kesiapsiagaan di seluruh lini dengan adanya mekanisme tanggap darurat bencana, rencana kemungkinan bencana dari pemerintah dan masyarakat, cadangan finansial dan logistik bagi masyarakat, dan pertukaran informasi yang berkesinambungan terhadap bencana yang terjadi. Sebagian besar desa masih tergolong dalam level 1 disebabkan belum adanya relawan ataupun posko bencana sehingga masyarakat secara mandiri menangani banjir yang melanda. Desa Krikilan dan Desa Kebon sudah memiliki relawan bencana. Namun, tim relawan ini oleh masyarakat. Di Desa Paseban termasuk dalam level 5 karena sudah terdapat relawan bencana dan posko relawan, dan terdapat kesiapsiagaan alat dalam upaya penanganan banjir yang terjadi. Berdasarkan gambar 1, Desa Krikilan dan Desa Paseban yang posisinya berdekatan memiliki hasil skoring yang tinggi sehingga masuk dalam klasifikasi tinggi dan pada peta disimbolkan dengan warna merah. Rentang skor klasifikasi tinggi adalah 18,4-25. Hasil skoring yang tinggi dikarenakan ketercapaian masyarakat terhadap kapasitas masyarakat terhadap bencana sudah dilakukan dengan maksimal dan mampu mengurangi potensi kerugian bencana. Klasifikasi sedang disimbolkan dengan warna kuning dengan rentang skor 11,7-18,3. Mayoritas desa tergolong dalam klasifikasi sedang, yaitu Desa Krakitan, Beluk, Wiro, Kebon, Jotangan, Talang, serta Tawangrejo. Ketujuh desa tersebut lokasinya juga berdekatan. Desa yang diklasifikasikan rendah memiliki skor antara 5-11,6. Terdapat tiga desa dengan klasifikasi rendah yang pada peta disimbolkan dengan warna hijau, yaitu Desa Jambakan, Tegalrejo, dan Bogem. Desa- desa tersebut tergolong dalam kategori sedang hingga rendah disebabkan ketercapaian masyarakat terhadap kapasitas masyarakat terhadap bencana sudah dilakukan, Namun, belum mampu mengurangi potensi kerugian bencana secara optimal. Seluruh hasil yang telah di petakan pada gambar 5, Kecamatan Bayat perlu untuk terus mengembangkan dan meningkatkan peringatan dini yang baik, pendidikan kebencanaan yang menyeluruh, pembangunan infrastruktur yang menjadi faktor risiko dasar, dan pembangunan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana akan membuat kapasitas masyarakat terhadap bencana Gambar 5. Peta Kapasitas Banjir Kecamatan Bayat Berdasarkan Desa Bahaya Banjir 44
optimal. Mengacu pada Peta Kapasitas Banjir Kecamatan Bayat Berdasarkan Desa Bahaya Banjir, diperoleh hasil bahwa kapasitas masyarakat terhadap bencana didominasi oleh level sedang di Kecamatan Bayat. Masyarakat yang tinggal pada kawasan bahaya akan mampu menangani pengurangan risiko dengan sendirinya [10]. Namun, perlu adanya integrasi antara pemerintah seb sebagai pembuat kebijakan dan kerja sama masyarakat untuk meningkatkan kapasitas kapasitas masyarakat terhadap bencana dengan menurunkan adanya risiko terlebih pada daerah yang memiliki histori bencana banjir secara berkala. Mayoritas desa tergolong dalam klasifikasi sedang, yaitu Desa Krakitan, Beluk, Wiro, Kebon, Jotangan, Talang, serta Tawangrejo. Hanya terdapat dua desa yang termasuk dalam klasifikasi tinggi, yaitu Desa Krikilan dan Desa Paseban. Sementara itu, terdapat tiga desa dengan klasifikasi rendah, yaitu Desa Jambakan, Tegalrejo, dan Bogem. peringatan dini yang baik, pendidikan kebencanaan yang menyeluruh, Pembangunan infrastruktur yang menjadi faktor risiko dasar, peningkatan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana, Integrasi antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan, dan kerja sama masyarakat perlu ditingkatkan untuk dapat meningkatkan kapasitas banjir di wilayah ini. [1]. Ksatrio, K., Tryamarti, C., Budieny, H., & Kurniani, D. (2018). Pengaturan dan Perbaikan Sungai Dengkeng. Jurnal Karya Teknik Sipil, 7(2). Retrieved from https:// ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkts/article/view/20599 [2]. Sarminingsih, A. (2018). Kajian Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Tingkat Bahaya Erosi di DAS Dengkeng. Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 15(2), 158-164. [3]. Sarminingsih, A., Siwi Handayani, D., Sutrisno, E., & Zaman, B. (2018). Evaluation the Water Availability in the Dengkeng River Due to Landuse and Climate Changes. E3S Web of Conferences, 73. https://doi.org/10.1051/e3sconf/20187303008 [4]. Priyono, K.D., dan Nugraheni, P.D. (2016). Kajian Kapasitas Masyarakat Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas Di Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/7686/Huma noria_15.pdf?sequence=1&isAllowed=y [5]. Badan Pusat Statistik. (2021). Kecamatan Bayat Dalam Angka Tahun 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [6]. Badan Pusat Statistik. (2019). Kecamatan Bayat Dalam Angka Tahun 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [7]. Astuti, W., & Kusumawardani, Y. (2018). Penentuan Zona Prioritas Pengelolaan Air Limbah Domestik Dengan Metode Skoring Pembobotan Di Kecamatan Mamasa. Neo Teknika, 3(1), 40–52. https://doi.org/10.37760/neoteknika.v3i1.1051+ [8]. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. [9]. Sari, U. A., Yasri, H. L., & Arumawan, M. M. (2020). Sosialisasi Mitigasi Bencana Banjir Melalui Pendidikan Kebencanaan Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Masyarakat Mandiri. 4(4), 3–7. [10]. Isa, M., Farid Wajdi, M., Setyawan Pusat Studi Penelitian dan Pengembangan Manajemen dan Bisnis UMS, A. A., & Yani Pabelan Kartasura Surakarta, J. A. (2013). Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder Dalam Adaptasi Dan Mitigasi Banjir Di Kota Surakarta. Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 17(2), 99–110. Kesimpulan Daftar Pustaka 45
46
Social Team’s Article
HUMAN GEOGRAPHY DIVISION “Identifikasi Kondisi dan Pengaruh COVID-19 Terhadap Sektor Ketenagakerjaan Dusun 1, Desa Paseban, Kecamatan Bayat” INFRASTRUCTURE GEOGRAPHY DIVISION “Preservasi Warisan Budaya dan Religi Melalui Perencanaan Penataan Tata Ruang Makam Sunan Pandanaran di Bayat” ENVIRONMENTAL ECONOMY DIVISION “Analisis Presepsi Wisatawan Terhadap Objek Daya Tarik Ekowisata Rowo Jombor, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten”
Abstract: Paseban Village is a village located in Bayat District, Klaten Regency, Central Java Province with an area of 2.15 km2. Paseban Village has excellent potential in the form of religious tourism to the Tomb of Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. The existence of the Tomb of Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran is the heart of Paseban Village's economic activities. The COVID-19 pandemic certainly affects the number of pilgrimage visits and at the same time affects the economic condition of the community. This study was conducted with the aim of identifying the conditions and effects of the COVID-19 pandemic on the employment sector in Dusun 1, Paseban Village. In addition, the research is also expected to produce recommendations for the people of Dusun 1, Paseban Village to have a high level of resilience. The method used for primary data collection is by interviewing a sample of the population. The population sample was obtained from the calculation using simple random sampling technique. The questionnaire used in this study was adapted from Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) questionnaire in August 2020 with several adjustments according to research needs. The results showed that the COVID-19 pandemic had a major impact on the employment sector of Dusun 1, Paseban Village, which was dominated by informal sector workers. The COVID-19 pandemic has resulted in changes in working hours, changes in wages/income, changes in the work system, and also layoffs. Several recommendations can be made to improve the resilience of the people of Dusun 1, Paseban Village in facing a crisis, including the provision of financial management training, education on expanding business networks through e-commerce, skills improvement training (hard skills and soft skills), and more comprehensive socialization of employment programs. Keywords: Paseban Village, COVID-19 pandemic, Employment Abstrak: Desa Paseban merupakan desa yang terletak di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah dengan luas 2,15 km2. Desa Paseban memiliki potensi unggulan berupa wisata religi Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. IDENTIFIK ASI KONDISI DAN PENGARUH COVID-19 TERHADAP SEKTOR KETENAGAKERJA AN DUSUN 1, DESA PASEBAN, KECAM ATAN BAYAT Oleh: Desnanda Luklu Chusnia1, Iskandar Kesuma Pahmi1, Aldina Noer Azizah1, Denok Widyaningsih1, Ririn Tri Wahyuni1, Khofifah Ayu Ningtyas1, Yasmin Nadia Adriana Tanjung1, Agus Jaiz Hamdani1, Favian Daniswara Nugraha1, Abdur Rofi’2 1) Mahasiswa Program Studi Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 2) Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 49
Pendahuluan Keberadaan Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran menjadi jantung kegiatan perekonomian Desa Paseban. Pandemi COVID-19 tentunya memengaruhi jumlah kunjungan peziarah dan sekaligus memengaruhi kondisi perekonomian masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kondisi dan pengaruh pandemi COVID-19 terhadap sektor ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban. Selain itu, penelitian juga diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi bagi masyarakat Dusun 1, Desa Paseban agar memiliki tingkat resiliensi yang tinggi. Metode yang digunakan untuk pengambilan data primer yaitu dengan wawancara sampel penduduk. Sampel penduduk diperoleh dari penghitungan menggunakan teknik simple random sampling. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari kuesioner Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020 dengan beberapa penyesuaian sesuai kebutuhan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 berdampak besar pada sektor ketenagakerjaan Dusun 1, Desa Paseban yang didominasi oleh pekerja sektor informal. Pandemi COVID-19 mengakibatkan perubahan jam kerja, perubahan upah/pendapatan, perubahan sistem kerja, dan juga pemberhentian kerja. Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resiliensi masyarakat Dusun 1, Desa Paseban dalam menghadapi krisis, antara lain pengadaan pelatihan manajemen finansial, edukasi perluasan jaringan usaha melalui e-commerce, pelatihan peningkatan keterampilan kerja, dan sosialisasi program ketenagakerjaan secara lebih menyeluruh. Desa Paseban terletak di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini memiliki wilayah dengan luas 2,15 km2 (BPS Kab. Klaten, 2020). Secara administratif, Desa Paseban terdiri dari 20 RW yang dipimpin oleh empat kepala dusun. Setiap kepala dusun memimpin beberapa RW. Wilayah-wilayah RW yang dipimpin oleh setiap kepala dusun di Desa Paseban dikategorikan menjadi Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3, dan Dusun 4. Desa Paseban termasuk sebagai wilayah yang memiliki banyak potensi, di antaranya potensi budaya, wisata, kerajinan, dan kuliner. Salah satu potensi yang cukup menonjol di Desa Paseban adalah potensi wisata religi berupa Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. Sunan Bayat merupakan salah satu wali penyebar agama Islam di daerah Tembayat pada masa Kerajaan Demak (Visit Jawa Tengah, 2022). Objek wisata ini cukup ramai didatangi oleh peziarah. Ramainya pengunjung di Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran berimplikasi terhadap kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya. Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran menjadi sentra ekonomi masyarakat di sekitarnya dengan banyak jenis aktivitas ekonomi, seperti perdagangan, penyewaan jasa, hingga penyewaan penginapan. Dengan aktivitas ekonomi yang cukup bervariasi, dapat diindikasikan bahwa karakteristik ketenagakerjaan yang berperan sebagai aktor ekonomi di wilayah tersebut juga bervariasi. Secara global, terjadinya pandemi COVID-19 pada awal 2020 memberikan dampak bagi hampir semua aspek kehidupan. Desa Paseban pun tidak luput dari dampak COVID-19. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah berkurangnya peziarah di Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. Hal ini berimplikasi terhadap penurunan aktivitas ekonomi masyarakat setempat. Implikasi lain yang dapat timbul adalah berubahnya karakteristik ketenagakerjaan masyarakat. Misalnya, terdapat masyarakat yang sebelum pandemi COVID-19 bekerja pada sektor perdagangan kemudian beralih menjadi ibu rumah tangga pada saat pandemi COVID-19 terjadi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh dampak COVID-19, khususnya pada sektor ketenagakerjaan. Wilayah yang dikaji dalam penelitian ini hanya meliputi kawasan Dusun 1, Desa Paseban. Lokasi tersebut dipilih sebagai wilayah kajian karena sebagian dari wilayahnya termasuk ke dalam kawasan Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. Berdasarkan hal tersebut, diasumsikan bahwa dampak COVID-19 terhadap sektor ketenagakerjaan di Dusun 1 lebih signifikan. Ketenagakerjaan merupakan bagian dari dinamika penduduk di permukaan bumi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Konsep tenaga kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja yang siap dan sudah mampu melaksanakan pekerjaan atau bekerja (Wijayanto & Ode, 2019). Penduduk dapat dikategorikan sebagai penduduk 50
usia kerja jika usianya telah mencapai usia 15 tahun. Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan mendapatkan upah atau gaji, yang dilakukan sekurang-kurangnya 1 jam selama 1 minggu berturut-turut. Orang yang bekerja dan menerima upah atau gaji disebut dengan pekerja (Maimun, 2003). Sebaliknya, penduduk yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha baru, sudah diterima bekerja namun belum mulai bekerja, atau sudah merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan disebut dengan pengangguran. Tenaga kerja dibagi menjadi 2 kategori, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri atas penduduk yang produktif bekerja dan penduduk yang sedang mencari kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan, penduduk yang dimaksud adalah penduduk usia 15 tahun ke atas atau penduduk usia kerja. Sementara itu, bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja, tetapi tidak bekerja dan/atau tidak mencari kesempatan kerja karena masih bersekolah ataupun mengurus rumah tangga. Di samping itu, kesempatan kerja merupakan kekosongan atau permintaan atas tenaga kerja, sehingga dapat diisi oleh tenaga kerja bersamaan dengan adanya lapangan kerja yang tersedia (Fitri & Junaidi, 2016). Tingkat partisipasi angkatan kerja atau TPAK di suatu wilayah dapat diukur dengan membandingkan jumlah penduduk angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), kemudian dikalikan dengan persen. TPAK menjadi salah satu indikator yang dapat menggambarkan keadaan ketenagakerjaan suatu wilayah mengenai penduduk yang aktif secara umum pada kegiatan ekonomi (Tawakal & Nauhumurry, 2020). Sementara itu, jumlah pengangguran di suatu wilayah dapat digunakan untuk mengukur Tingkat Pengangguran Terbuka atau TPT. TPT adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama. Tujuan pertama adalah peneliti diharapkan dapat memberikan informasi terkait dinamika ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban. Dengan penelitian ini, peneliti juga diharapkan dapat mengetahui dampak COVID-19 terhadap sektor ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban. Di samping itu, penelitian juga ditujukan untuk dapat memberikan rekomendasi kepada masyarakat agar lebih resilien dalam menghadapi kondisi seperti pandemi COVID-19 di masa mendatang. Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni sudut pandang teoritis dan praksis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan referensi mengenai pengaruh bencana non alam berupa pandemi COVID-19 terhadap bidang ketenagakerjaan. Dari sudut pandang praksis penulis, penelitian ini merupakan sarana pembelajaran dalam melakukan penelitian lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi bahan pembelajaran mengenai dampak pandemi COVID-19 di bidang ketenagakerjaan melalui pernyataan masyarakat di daerah kajian. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukkan rekomendasi tindakan apabila terjadi keadaan serupa di masa mendatang. Metode Data yang digunakan dalam kajian ini berupa data primer dengan metode pengumpulan melalui wawancara. Pelaksanaan wawancara dilengkapi dengan penggunaan kuesioner dan responden. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari kuesioner Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020 yang telah dilakukan penyesuaian kebutuhan kajian. Teknik penelitian yang digunakan menggunakan simple random sampling atau sampling acak sederhana. Simple random sampling adalah metode untuk memilih sampel secara acak dari suatu populasi. Metode ini dapat digunakan apabila populasi bersifat homogen (Sugiyono, 2012). Pengambilan sampel dapat dilakukan secara acak dengan memilih individu sampel untuk mewakili suatu populasi dan wilayah secara keseluruhan. Penelitian ini mengambil sebanyak 41 sampel berdasarkan Kartu Keluarga (KK) di Dusun 1, Desa Paseban. Metode analisis data bersifat deskriptif (Bogdan & Taylor, 1975 dalam Nugrahani, 2014). Data hasil wawancara yang telah diperoleh dideskripsikan secara apa adanya dan menyeluruh, meliputi kondisi dan karakteristik ketenagakerjaan serta pengaruh COVID-19 terhadap ketenagakerjaan. Kajian didukung dengan kajian literatur dalam 51
mendukung argumen kajian. Fokus kajian dihadapkan pada kondisi realitas masyarakat di lapangan. Metode analisis data bersifat deskriptif (Bogdan & Taylor, 1975 dalam Nugrahani, 2014). Data hasil wawancara yang telah diperoleh dideskripsikan secara apa adanya dan menyeluruh, meliputi kondisi dan karakteristik ketenagakerjaan serta pengaruh COVID-19 terhadap ketenagakerjaan. Kajian didukung dengan kajian literatur dalam mendukung argumen kajian. Fokus kajian dihadapkan pada kondisi realitas masyarakat di lapangan. Penduduk usia kerja merupakan penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun. Definisi angkatan kerja yaitu penduduk usia kerja yang bekerja; memiliki pekerjaan, namun sementara tidak bekerja; dan pengangguran (BPS, 2022). Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, jumlah responden yang berusia lebih dari 15 tahun tercatat sebanyak 96 responden. Penduduk usia lebih dari 15 tahun terbagi menjadi penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Gambar 1 merepresentasikan persentase angkatan kerja di Dusun 1, Desa Paseban. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa persentase penduduk angkatan kerja sebesar 71% dan persentase penduduk bukan angkatan kerja sebesar 29%. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa pada Januari 2022, penduduk angkatan kerja berjumlah lebih banyak dibandingkan penduduk bukan angkatan kerja. Teori pertumbuhan neoklasik menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut antara lain modal, tenaga kerja, dan teknologi (Sukirno, 2001). Berdasarkan teori tersebut, dapat diketahui apabila penduduk angkatan kerja memiliki persentase yang lebih besar daripada penduduk bukan angkatan kerjanya, laju produktivitas penduduk dapat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dapat dianalisis dengan persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia lebih dari 15 tahun (BPS, 2021). Nilai TPAK berbanding lurus dengan jumlah angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja lebih tinggi daripada jumlah bukan angkatan kerja, nilai TPAK juga akan semakin tinggi. Sebaliknya, apabila jumlah angkatan kerja rendah, nilai TPAK juga akan rendah (Simanjuntak, 2002 dalam Murialti & Romanda, 2020). Nilai TPAK juga dipengaruhi oleh faktor demografi dan faktor sosial, yaitu jumlah penduduk masih sekolah, jumlah penduduk mengurus rumah tangga, penghasilan, usia, tingkat pendidikan, dan jumlah beban tanggungan (Setyowati, 2009). Persentase jumlah penduduk angkatan kerja sebesar 71% atau sebanyak 68 responden sehingga diperoleh nilai TPAK di lokasi kajian sebesar 70,83%. Nilai tersebut cukup tinggi yang menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di lokasi kajian tinggi. Jumlah angkatan kerja terbagi menjadi jumlah penduduk bekerja sebanyak 60 responden dan jumlah penduduk yang menganggur sebanyak 8 responden. Berdasarkan data tersebut, maka diindikasikan tinggi. Keadaan ini akan berpengaruh pada pendapatan ekonomi wilayah yang akan tinggi juga (Todaro dan Smith, 2006). Oleh karena itu, apabila keadaan Dusun 1, Desa Paseban dikorelasikan dengan pendapat para ahli maka seharusnya pendapatan ekonomi wilayah tersebut juga termasuk ke dalam golongan tinggi. Hasil & Pembahasan Identifikasi Karakteristik Ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban 1. Komposisi Penduduk Dengan Usia Lebih dari 15 Tahun 2. Kondisi Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Gambar 1. Persentase Penduduk Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Dusun 1, Desa Paseban. Bukan angkatan kerja Angkatan kerja 29% 71% 52
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Dusun 1, Paseban dapat dianalisis. TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja (BPS, 2021). TPT di lokasi kajian diketahui sebesar 11,76%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengangguran terbuka di lokasi kajian tergolong tinggi. Tingginya nilai TPT dapat berpengaruh terhadap meningkatnya permasalahan sosial dengan motif ekonomi (Djohanputro, 2006). Salah satu contoh permasalahan sosial yang muncul di Dusun 1 , Paseban akibat tingginya TPT, yaitu kecemburuan antarwarga atas penerimaan bantuan sosial. Warga yang menganggur juga ingin memperoleh bantuan sosial untuk meringankan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jumlah penduduk bekerja dapat dianalisis secara lebih spesifik menjadi pekerja tidak penuh, yaitu penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu (BPS, 2021). Dalam penelitian ini, terdapat sebanyak 16 responden yang merupakan pekerja paruh waktu, 10 di antaranya merupakan penduduk setengah menganggur dan 6 lainnya bekerja paruh waktu. Penduduk setengah menganggur diidentifikasi dari kesediaannya menerima tawaran pekerjaan atau mencari pekerjaan lain, sedangkan penduduk yang bekerja paruh waktu sudah cukup dengan pekerjaannya saat ini dan tidak bersedia mencari atau menerima pekerjaan lain. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah penduduk bukan angkatan kerja tercatat sebesar 29% atau Pengambilan data yang dilakukan juga menghasilkan persebaran pekerjaan penduduk di Dusun 1, Desa Paseban menurut status dan lapangan pekerjaan. Distribusi pekerjaan menurut status terbagi menjadi tujuh bagian mengacu pada Badan Pusat Statistik. Berdasarkan gambar 3.1.3.1. diketahui persentase pekerjaan penduduk terbesar menurut statusnya, yaitu sebagai buruh/karyawan/ pegawai sebanyak 37,3%. Persentase terbesar selanjutnya, yaitu berusaha sendiri sebesar 29,9%, penduduk memanfaatkan lokasi Wisata Religi Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran untuk membuka berbagai jenis usaha. Sementara itu, terdapat 11,9% responden yang bekerja bebas di bidang nonpertanian dan persentase yang sama untuk penduduk dengan status pekerja keluarga. Sementara itu, persentase pekerjaan dengan status berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 7,5%, sebanyak 28 responden. Penduduk bukan angkatan kerja didominasi oleh ibu rumah tangga, penduduk lanjut usia, dan penduduk yang masih bersekolah. Penduduk bukan angkatan kerja terbagi menjadi penduduk yang mengurus rumah tangga sebanyak 21 responden dan penduduk yang bersekolah sebanyak 5 responden. Penduduk mengurus rumah tangga terdiri atas ibu rumah tangga dan penduduk lanjut usia yang lebih memilih untuk mengurus rumah. Sementara itu, penduduk bersekolah terdiri dari penduduk sekolah pada jenjang SMP/sederajat sebanyak 2 responden, jenjang SMK/MAK sebanyak 2 responden, dan jenjang perguruan tinggi sebanyak 1 responden. 3. Distribusi Penduduk Bekerja 0 10 20 30 40 29.9% 7.5% 1.5% 37.3% 0% 11.9% 11.9% P e r s e n t a s e S t a t u s P e k e r j a a n Gambar 2. Distribusi Pekerjaan Berdasarkan Status Pekerjaan di Dusun 1, Desa Paseban. Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tetap Pekerja bebas di pertanian Pekerja keluarga Berusaha dibantu buruh tidak tetap Buruh/karyawan/pegawai Pekerja bebas di nonpertanian 53
terkecil, yaitu pekerja bebas di pertanian 0%. Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikit usaha-usaha di Dusun 1, Desa Paseban yang menggunakan buruh. Penduduk cenderung memperkerjakan keluarga untuk menghemat pengeluaran. Keadaan ini dapat dilihat pada persentase pekerja keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan usaha yang dibantu dengan butuh tetap dan tidak tetap. Selain itu, tidak adanya pekerja bebas di pertanian akibat wilayah Dusun 1 yang berada di lokasi Wisata Religi Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. Selain berdasarkan status pekerjaan, distribusi pekerjaan penduduk di Dusun 1, Desa Paseban juga dikategorikan menurut lapangan pekerjaannya. Berdasarkan gambar 3.1.3.2. diketahui perdagangan besar dan eceran merupakan lapangan pekerjaan dengan persentase terbesar yang ada di Dusun 1, Desa Paseban dengan nilai 41,9%. Lokasi Dusun 1 yang berada tepat di Wisata Religi Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran, membuat Dusun 1 menjadi daerah yang ramai akan pengunjung yang berziarah. Oleh karena itu, penduduk Dusun 1 memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendirikan usaha perdagangan seperti pakaian, makanan, hingga oleh-oleh. Lalu, persentase lapangan pekerjaan terbesar selanjutnya, yaitu jasa lainnya dan industri pengolahan dengan nilai 11,3%. Penduduk di Dusun 1, Desa Paseban juga banyak yang melakukan pekerjaan jasa di lokasi wisata religi seperti menjadi tukang ojek dan tukang parkir. Selain Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran, di Dusun 1 juga terdapat beberapa industri gerabah besar dibantu oleh buruh maupun rumahan yang dikerjakan secara mandiri. Sebagian responden juga ada yang bekerja di pabrik-pabrik pengolahan makanan di Klaten. Sementara itu, persentase lapangan pekerjaan terkecil, yaitu bidang administrasi pemerintahan dan pengadaan air masing-masing sebesar 1,6%. Distribusi lapangan pekerjaan yang ada di Dusun 1, Desa Paseban dapat dilihat di gambar 3.1.3.2. di bawah ini. Jasa Lainnya Jasa Keuangan dan Asuransi Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Administrasi Pemerintahan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Transportasi dan Pergudangan Perdagangan Besar dan Eceran Konstruksi Pengadaan Air Pengadaan Listrik dan Gas Industri Pengolahan Pertanian Kehutanan dan Perikanan 0 11 22 33 45 11.3 3.2 4.8 1.6 4.8 9.7 41.9 3.2 1.6 3.2 11.3 3.2 Gambar 3. Distribusi Pekerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan di Dusun 1, Desa Paseban. Dampak COVID-19 Terhadap Sektor Ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban 1. Dampak COVID-19 Terhadap Jam Kerja Keberadaan pandemi COVID-19 telah membawa perubahan besar dalam setiap aspek kehidupan. Pada sektor ketenagakerjaan, dampak yang ditimbulkan di antaranya perubahan jam kerja, perubahan upah/pendapatan, perubahan sistem kerja, dan juga pemberhentian kerja. Berdasarkan hasil wawancara terhadap penduduk angkatan kerja di Dusun 1, Desa Paseban, terdapat 34 54
responden yang mengalami penurunan jam kerja di masa pandemi COVID-19. Alasan yang diungkapkan responden cukup beragam, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi jawaban yang paling dominan. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden berada di sektor informal. Pekerja sektor informal umumnya memiliki keterampilan yang minim, tidak memiliki jaminan atas pekerjaannya, dan upah yang dihasilkan pun sangat bergantung dari banyaknya waktu dan tenaga yang dihabiskan untuk aktivitas pekerjaannya (Retnaningsih, 2020). Oleh karena itu, adanya kebijakan PSBB dan PPKM di masa pandemi COVID-19 menambah kerentanan pekerja sektor informal. Sebagai contoh, penurunan permintaan pasar menjadikan para pekerja sektor perdagangan mengalami penurunan jam kerja. Menurunnya permintaan pasar berakibat pada angka produksi yang menurun dan tidak banyak yang dapat mereka kerjakan. Meskipun mayoritas responden mengalami penurunan jam kerja, keadaan yang berbeda terjadi pada 34 responden lainnya. Sebanyak 27 responden menyatakan bahwa tidak ada perubahan jam kerja bagi mereka selama pandemi COVID-19 dan sebanyak 7 responden belum bekerja pada pekerjaan sekarang sebelum pandemi COVID-19. Keadaan ini dapat dilihat pada persentase pekerja keluarga yang lebih besar dibandingkan dengan usaha yang dibantu dengan butuh tetap dan tidak tetap. Selain itu, tidak adanya pekerja bebas di pertanian akibat wilayah Dusun 1 yang berada di lokasi Wisata Religi Makam Sunan Bayat Ki Ageng Pandanaran. 2. Dampak COVID-19 Terhadap Upah/Pendapatan 3. Dampak COVID-19 Terhadap Kondisi Pekerja Kondisi serupa juga terlihat dari segi pendapatan. Terdapat 34 responden yang mengalami penurunan upah sejak pandemi terjadi. Penurunan ini terjadi pada responden yang bekerja pada sektor informal (seperti buruh), perdagangan, dan pariwisata. Apabila dihubungkan dengan kondisi jam kerja, terdapat korelasi antara penurunan jam kerja penduduk dengan penurunan pendapatan. Di samping itu, terdapat pula 20 responden yang menyatakan tidak mengalami perubahan pendapatan. Kebanyakan dari mereka adalah responden yang memiliki pekerjaan tambahan dan Kondisi ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, khususnya pada selang waktu Agustus 2019 hingga Agustus 2021 telah mengalami perubahan. Terdapat 16 responden dari 96 orang yang menjadi sampel pengamatan yang pernah berhenti bekerja selama masa pandemi pada selang waktu Agustus 2019 hingga Agustus 2021 (Gambar 3.2.3.1.). Dari 16 responden tersebut, 12 diantaranya atau 75% nya berhenti bekerja karena alasan yang memiliki hubungan dengan pandemi yang terjadi selama ini, misalnya karena PPKM, PSBB, karantina, atau social distancing. Selain itu, dua orang responden juga mengalami perubahan dalam kegiatan pekerjaan dengan harus menjalankan pekerjaannya dari rumah atau work from home. Hal ini tentunya dikarenakan adanya kausalitas antara kebijakan yang diterapkan selama masa pandemi COVID-19 dengan dampak yang ditimbulkannya, khususnya di sektor ketenagakerjaan. Sebanyak 3 responden dari seluruh sampel terdampak kebijakan work from home (WFH). Oleh karena itu, faktor kebijakan WFH ini tidak terlalu mempengaruhi pola kerja responden di Dusun 1 Desa Paseban. Hal ini dikarenakan dominasi responden bekerja di lapangan pekerjaan perdagangan besar dan eceran yang tidak terikat seperti sektor formal (Gambar 1.3). Kebijakan pembatasan interaksi yang ada di masa pandemi menimbulkan kendala di dalam rantai dunia usaha yang menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya sektor pariwisata. Dusun 1 Desa Paseban merupakan daerah administratif yang masih sebagian kecil dari mereka adalah pekerja di sektor formal. Sisanya, 7 responden baru bekerja sesudah terjadinya pandemi COVID-19. Kebijakan pandemi Ketidakcocokan lingkungan kerja Faktor usia Sakit 75% 12.5% 6.25% 6.25% Gambar 3. Grafik Distribusi Alasan Penduduk Berhenti Bekerja di Masa Pandemi COVID-19. 55
didominasi oleh pengaruh ekonomi dari Wisata Religi Makam Sunan Pandanaran. 4. Upaya Pemerintah Dalam Menghadapi Pandemi Kondisi ketenagakerjaan yang terdampak dan mengalami perubahan akibat pandemi di atas sesuai dengan pernyataan dari Amnesti Internasional Indonesia (Wadondatu, 2021). Lembaga ini merincikan beberapa permasalahan pekerja di masa pandemi, yaitu: 1) Pemotongan upah/gaji/pendapatan dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan yang sektor usahanya terdampak pandemi; 2) Dilematisnya kebijakan physical distancing dan work from home bagi pekerja karena tidak semua bidang pekerjaan sepenuhnya dapat dilakukan dari rumah; dan 3) Tidak semua tenaga kerja memperoleh dan termasuk ke dalam sistem jaminan sosial pemerintah. Guna menghadapi pandemi yang menyebabkan resesi ekonomi akibat terbatasnya mobilitas penduduk, terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah. Menurut Hanifa dan Fisabilillah (2021), beberapa upaya tersebut salah satunya adalah meningkatkan belanja pemerintah dan menurunkan pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian subsidi dan bantuan sosial bagi responden yang terdampak pandemi. Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga atau individu sehingga mampu mendorong daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan stimulus fiskal ini disebut dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Di samping itu, juga terdapat kebijakan-kebijakan lain yang telah diterapkan sebelumnya untuk memberikan stimulus terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Contohnya adalah kebijakan yang terkait dengan sektor ketenagakerjaan, yakni kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dan Kartu Pra-Kerja. Di kondisi pandemi COVID-19, kebijakan tersebut dapat pula memberikan peran dalam mengurangi dampak negatif pandemi bagi masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden di Dusun 1, Desa Paseban, terdapat masyarakat yang menghendaki adanya bantuan berupa pengadaan barang usaha serta bantuan peningkatan keterampilan kerja. Alasan dipilihnya jenis bantuan tersebut adalah karena alasan ketahanan dan keberlanjutan bantuan yang lebih lama (sustainable) dibandingkan dengan uang tunai, misalnya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun demikian, bantuan yang banyak diterima masyarakat pada masa pandemi adalah bantuan berupa bahan pokok, seperti sembako. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa bantuan berupa bahan pokok hanya menanggulangi dampak pandemi secara sementara. Akibatnya, ketika bantuan tersebut telah habis, masyarakat akan mengalami kesulitan kembali. Di samping itu, adanya kebijakan bantuan pemerintah yang sudah diterapkan sebelum pandemi, seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kartu Pra-Kerja, juga tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Berdasarkan pernyataan responden di lapangan, tidak banyak responden yang mengetahui teknis mengenai BPJS Ketenagakerjaan dan Kartu PraKerja. Di antara responden yang diwawancarai pun, tidak ditemukan penerima BPJS Ketenagakerjaan dan Kartu Pra-Kerja. Sosialisasi yang kurang dapat menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya pengetahuan responden mengenai kebijakan ini. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pemerintah, khususnya Desa Paseban mengenai kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi belum efektif. Oleh karena itu, berdasarkan informasi yang telah didapatkan di lapangan dapat disimpulkan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat agar penanganan pandemi dalam lebih efektif. Pandemi COVID-19 memengaruhi kondisi sosialekonomi di seluruh dunia, termasuk masyarakat di Dusun 1, Desa Paseban, secara cukup signifikan. Resiliensi masyarakat menjadi salah satu hal yang penting untuk dibangun agar masyarakat memiliki ketahanan sosial-ekonomi yang tinggi. Dengan demikian, apabila di masa depan terjadi krisis kembali, dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dapat diminimalkan. Penelitian ini telah merumuskan empat rekomendasi untuk Dampak COVID-19 Terhadap Sektor Ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban 56
pemerintah setempat dan masyarakat Dusun 1, Desa Paseban agar tingkat resiliensi sosial-ekonomi masyarakat meningkat. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan masyarakat Dusun 1, Desa Paseban. Rekomendasi pertama yang dapat dilaksanakan di Dusun 1, Desa Paseban adalah pengadaan pelatihan manajemen finansial dan edukasi pengelolaan bantuan secara mandiri. Usulan rekomendasi ini didasarkan pada informasi bahwa banyak masyarakat yang menganggap bantuan yang diberikan oleh pemerintah bersifat sementara sehingga tidak signifikan menangani dampak krisis yang terjadi. Untuk itu, rekomendasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengelola keuangan sekaligus membantu masyarakat dalam menyusun strategi pengembangan usaha mandiri. Rekomendasi yang kedua berkaitan dengan rekomendasi pertama, yakni edukasi perluasan jaringan usaha melalui e-commerce. Sebanyak 41,1% masyarakat di Dusun 1, Desa Paseban bekerja pada sektor perdagangan besar dan eceran. Sebagian besar masyarakat dalam sektor perdagangan besar dan eceran tersebut melaksanakan kegiatan perdagangannya secara konvensional. Hal ini yang kemudian mengakibatkan adanya perbedaan signifikan antara sebelum dan sesudah pandemi. E-commerce yang merupakan perdagangan melalui media online dapat berperan dalam mempertahankan kualitas dan kelangsungan hidup usaha baik di saat pandemi maupun setelah pandemi (Orinaldi, 2020). Data dalam penelitian Bhatti dkk (2020) juga menunjukkan bahwa sebanyak 52% konsumen cenderung menghindari berbelanja secara langsung untuk menekan kasus infeksi COVID-19. Berdasarkan hal tersebut, usulan rekomendasi ini dimungkinkan untuk dilakukan karena memiliki potensi berkembang yang cukup besar. Kedua rekomendasi selanjutnya berkaitan dengan persiapan dan peningkatan sumber daya manusia Dusun 1, Desa Paseban dalam memasuki pasar kerja. Rekomendasi tersebut adalah pengadaan dan penyediaan fasilitas pelatihan softskill untuk mendukung kesiapan kerja masyarakat. Rekomendasi ini dapat dikhususkan untuk masyarakat yang membutuhkan peningkatan keterampilan kerja. Sementara itu, rekomendasi terakhir yang diusulkan adalah sosialisasi program peningkatan kualitas ketenagakerjaan pemerintah yang digalakkan secara lebih menyeluruh. Usulan ini dirumuskan karena dari semua sampel yang diwawancara, tidak ditemukan satu pun warga yang menerima bantuan program ketenagakerjaan, seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kartu Pra-Kerja. Dengan adanya pelatihan softskill dan sosialisasi program ketenagakerjaan yang lebih menyeluruh, masyarakat diharapkan dapat memiliki kualitas yang lebih baik dan kesempatan berkembang yang lebih luas. 57 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasanya terdapat sebanyak 96 penduduk usia 15 tahun ke atas di Dusun 1, Desa Paseban dengan rincian 68 penduduk termasuk angkatan kerja dan 28 penduduk bukan angkatan kerja. Nilai TPAK diperoleh sebesar 70,83% dan nilai TPT sebesar 11,76%. Kondisi ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban tersebut juga terpengaruh oleh adanya pandemi COVID-19. Adanya kebijakan-kebijakan terkait pandemi COVID-19, seperti social distancing, PSBB, dan PPKM mendampak sektorsektor informal. Alhasil sebanyak 34 penduduk mengalami penurunan jam kerja dan upah/ pendapatan. Penerapan kebijakan work from home (WFH) juga terjadi di Dusun 1, Desa Paseban ini walaupun hanya terdapat 2 penduduk yang mengalaminya. Di sisi lain, pandemi COVID-19 juga menyebabkan terjadinya pemberhentian kerja terhadap 12 penduduk. Melihat kondisi ketenagakerjaan di Dusun 1, Desa Paseban yang terdampak pandemi tersebut, penelitian ini merumuskan empat rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat setempat. Pertama, pengadaan pelatihan manajemen finansial dan edukasi pengelolaan bantuan secara mandiri. Kedua, edukasi perluasan jaringan usaha melalui ecommerce. Ketiga, pengadaan dan penyediaan fasilitas pelatihan softskill untuk menyiapkan menghadapi dunia kerja. Keempat, sosialisasi program peningkatan kualitas ketenagakerjaan pemerintah yang digalakkan secara menyeluruh. Keempat rekomendasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan tingkat resiliensi sosial-ekonomi masyarakat di Dusun 1, Desa Paseban tersebut. Kesimpulan
58 Daftar Pustaka Azimah, R. N., Khasanah, I. N., Pratama, R., Azizah, Z., Febriantoro, W., & Purnomo, S. R. S. (2020). Analisis Dampak Covid-19 Terhadap Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Klaten Dan Wonogiri. EMPATI: Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 9(1), 59-68 BPS. (2021). Booklet Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS Kabupaten Klaten. (2020). Kecamatan Bayat dalam Angka 2020. Klaten: Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten. Djohanputro, Bramantyo. (2006). Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: PPM. Fitri, & Junaidi. (2016). Pengaruh Pendidikan, Upah dan Kesempatan Kerja Terhadap Pengangguran Terdidik di Provinsi Jambi. e-Jurnal Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, 26-32. Hanifa, N., & Fisabilillah, L. W. P. (2021). Peran Dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Di Masa Pandemi COVID-19. WELFARE, 2(1), 9-19. Maimun. (2003). Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Murialti, N., Romanda, R. (2020). Analisis Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Propinsi Bengkulu (2010-2019). Jurnal Akuntansi & Ekonomika, Vol. 10 No. 1, 109-118. Nugrahani, Farida. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. Surakarta. Retnaningsih, H. (2020). Bantuan Sosial bagi Pekerja di Tengah Pandemi Covid-19: Sebuah Analisis terhadap Kebijakan Sosial Pemerintah. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 215-227. Setyowati, Eni. (2009). Analisis Tingkat Partisipasi Wanita dalam Angkatan Kerja di Jawa Tengah Periode Tahun 1982-2000. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No.2. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Sukirno, S. (2001). Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tawakal, M. A., & Nauhumurry, M. A. (2020). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin. Musamus Journal of Economics Development, 44-49. Todaro, M.P., Smith, S.C. (2006). Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga. Wawondatu, A. C. (2021). Perlindungan Pekerja Di Masa Pandemi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. LEX PRIVATUM, 9(3). Wijayanto, H., & Ode, S. (2019). Dinamika Permasalahan Ketenagakerjaan dan Pengangguran di Indonesia. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, 1-8. Sumber Laman: https://www.bps.go.id/subject/6/ tenagakerja.html#:~:text=Penduduk%20usia%20kerja%20adalah%20penduduk,sementara%20tidak%20beke rja%20dan%20pengangguran, diakses pada Kamis, 3 Maret 2022, pukul 11:33 WIB. https://visitjawatengah.jatengprov.go.id/id/regency/kabupaten-klaten/destinasi-wisata/makam-sunanbayat-ki-ageng-pandanaran, diakses pada Kamis 3 Maret 2022, pukul 15.00 WIB
PRESERVASI WARISAN BUDAYA DAN RELIGI MEL ALUI PERENCANA AN PENATA AN TATA RUANG M AK AM SUNAN PANDANARAN DI BAYAT ABSTRACT: The research process was carried out at the Tomb of Sunan Pandanaran which aims to find out and develop a planning design for the development of historical and creative economic potential through a spatial planning system that is expected to improve the economic level of the community. The method used in this study is a qualitative descriptive method with primary data obtained from the book Babad Sunan Pandanaran. This research produces an output in the form of shopping design planning and the Sunan Pandanaran Tomb area, this output is expected to develop public awareness regarding economic potential that can improve living standards. Keywords: economy, history, planning ABSTRAK: Proses penelitian dilakukan di Makam Sunan Pandanaran yang bertujuan untuk mengetahui serta mengembangkan desain perencanaan pengembangan potensi sejarah dan ekonomi kreatif melalui sistem perencanaan penataan tata ruang yang diharapkan dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan data primer yang diperoleh dari buku Babad Sunan Pandanaran. Penelitian ini menghasilkan output berupa perencanaan desain pertokoan dan kawasan Makam Sunan Pandanaran, hasil luaran ini diharapkan dapat mengembangkan kesadaran masyarakat terkait potensi ekonomi yang dapat meningkatkan taraf kehidupan. Kata kunci: ekonomi, sejarah, perencanaan Preservasi merupakan tindakan yang diambil untuk memperpanjang umur objek dan digambar oleh sebuah piramida (Agusti dan Wasisto, 2019). Preservasi secara general merupakan kegiatan memelihara, memperbaiki, dan melestarikan bahan pustaka atau budaya dari ancaman kerusakan lingkungan sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan tergantung kondisi yang dapat dikembangkan lebih lanjut (Oktaningrum dan Perdana, 2017). Upaya preservasi juga dilakukan pada Makam Tembayat yang terletak di sebuah Bukit Jabalkat, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Di dalam babad dikatakan bahwa tokoh yang dimakamkan adalah Sunan Bayat yang memiliki nama asli Ki Ageng Pandan Arang, sehingga Makam Tembayat disebut juga Makam Sunan Pandanaran. Desain mausoleum ini bergaya mausoleum Mataram Kuno berdasarkan sudut pandang kosmologi Jawa yang ditandai dengan adanya berbagai jenis gapura (Suyanto, dkk., 2011). Pola bangunan yang ada di kawasan Makam Sunan Pandanaran dinilai belum optimal dilihat dari bangunan yang ada di sekitarnya dan akses jalan masuk menuju lokasi makam yang harus menaiki anak tangga dari tempat parkir hingga lokasi karena makam ini terletak di ketinggian lebih kurang 860 m. Fasilitas yang ada dinilai kurang memadai sebab hanya dibuat seadanya. Hal ini bisa dilihat dari akses pintu keluar dan masuk yang sempit serta papan informasi yang dibuat secara sederhana. Oleh sebab itu, keadaan Makam Sunan Pandanaran perlu ditinjau ulang dan dikembangkan kembali dari segi sarana dan prasarana. Pendahuluan 1) Mahasiswa Program Studi Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 2) Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Adam Satria Buana1, Anindya Hias Bestari1, Aniwor o Nuladani1, Vanisa Anggr eta Sari1, Zulfa Navida1, Anastasya Egidia Amanda1, Lu’lu Nabila Khansa1, Melta Meliano Putri1, Prima Pashwa Alkahf1, Sri Rum Giyarsih2 59
Perkembangan Makam Sunan Pandanaran sebagai objek wisata bersifat linear dengan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Hal ini dilihat dari kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi yang tergolong tinggi (sebanyak 47%) dan tergolong sedang (53%) (Gustamardika dan Purwohandoyo, 2020). Tradisi ziarah yang lekat dengan kekayaan historis Makam Sunan Pandanaran juga berpengaruh terhadap peluang kerja masyarakat setempat, tepatnya meningkatkan pendapatan riil sebesar antara Rp400.000–Rp500.000 dibandingkan sebelum tradisi ini dimanfaatkan (Setyowati, 2015). Hal ini karena masyarakat memanfaatkan peluang ekonomi dari peziarah sebagai target pasarnya, seperti membuka warung makan, membuka kios baju, kios cinderamata, menjual bunga, ojek, serta menyediakan tempat parkir. Pentingnya peran Makam Sunan Pandanaran kepada masyarakat setempat menandakan bahwa kondisi Makam Sunan Pandanaran masih perlu dan dapat dikembangkan lagi, baik dari segi infrastruktur maupun fasilitasnya. Oleh karena itu, desain perencanaan bangunan Makam Sunan Pandanaran dibuat untuk mengembangkan infrastruktur dan fasilitas yang ada di Makam Sunan Pandanaran dengan digitalisasi model sarana infrastrukturnya. Desain perencanaan ini dilakukan pada tiga titik lokasi Makam Sunan Pandanaran melalui digitalisasi informasi menarik pada kawasan makam. Informasi digital dibuat dan dapat diakses pada WebGIS ArcGis Story Maps (ASM), kemudian dikemas dalam bentuk yang lebih sederhana, yakni melalui QR code. ASM tersebut berisi informasi mengenai Makam Sunan Pandanaran dan diharapkan dapat diakses secara publik oleh para pengunjung sebagai guide ketika berwisata dengan mengedepankan kemudahan akses. Selain digitalisasi informasi, dibuat pula desain sarana dan prasarana penunjang untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung makam. Penelitian ini bertujuan untuk membahas tiga subtopik, yaitu tentang potensi kawasan warisan budaya dan religi Makam Sunan Pandanaran, desain perencanaan pengembangan potensi warisan budaya dan religi Makam Sunan Pandanaran, serta upaya peningkatan ekonomi lokal melalui pemberdayaan fungsi masyarakat setempat. Perencanaan pengembangan infrastruktur ini dilakukan dengan tetap menjaga budaya lokal, tetapi juga mengikuti tren modernisasi agar Makam Sunan Pandanaran semakin fungsional dan mendukung ekonomi kreatif masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kesadaran masyarakat setempat di Desa Paseban melalui upaya peningkatan kualitas infrastruktur Makam Sunan Pandanaran. Penelitian dilakukan di Kompleks Makam Sunan Pandanaran yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Makam Sunan Pandanaran dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan kawasan budaya dan religi yang memiliki peran penting dalam mendukung ekonomi lokal masyarakat sekitar. Makam Sunan Pandanaran digunakan sebagai tempat ziarah, menurut Evi Rachmawati (2011) wisata ziarah merupakan sebuah bentuk kunjungan ritual dan dilakukan ke makam dan masjid bersejarah. Menurut Suyanto, dkk. (2011) diperlukan adanya upaya untuk dapat menambah daya tarik wisata. Keadaan fisik, non fisik, dan promosi mempunyai peranan penting karena berpengaruh terhadap peningkatan kunjungan wisata (Suyanto, dkk., 2011). Keadaan fisik yang dimaksud berupa fasilitas-fasilitas yang ada, seperti kios-kios milik penjual dan toilet. Keadaan fisik berpengaruh terhadap upaya pengembangan daya tarik objek wisata dalam peningkatan kunjungan wisata di Wisata Ziarah Makam Sunan Pandanaran (Suyanto, dkk., 2011). Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data yang digunakan terdiri atas data primer dan sekunder. Sumber data primer berupa data yang diperoleh secara langsung dari narasumber baik yang dilakukan melalui wawancara, observasi, dan alat lainnya (Subagyo, 2011). Sumber yang dimaksud berupa data yang diperoleh dari oral history dan kegiatan observasi lapangan secara langsung dengan wawancara kepada juru kunci Makam Sunan Pandanaran dan warga sekitar. Sumber data sekunder berupa sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012) dalam hal ini data yang diperoleh bersumber dari buku Babad Sunan Pandanaran. Alat pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat lunak SketchUp yang digunakan untuk mendesain bangunan, dalam hal ini kios-kios penjual dan fasilitas kesehatan. Metode 60
Data sejarah Sunan Pandanaran digunakan untuk mengetahui latar belakang dan seluk-beluk terbentuknya Makam Sunan Pandanaran. Data kondisi bangunan Kompleks Makam digunakan sebagai bahan desain dan perencanaan kompleks makam agar lebih efisien. Data kondisi fasilitas makam digunakan sebagai bahan analisis dan desain perencanaan perbaikan toilet yang ada di Makam Sunan Pandanaran. Desain fasilitas kesehatan direpresentasikan pada toilet yang bersih dan dengan disertai wastafel. Desain dan perencanaan bangunan yang dibuat digunakan untuk memperbaiki kondisi warung-warung milik penjual yang kurang tertata rapi. Perencanaan dan Desain Kompleks Makam Sunan Pandanaran Makam Sunan Pandanaran berada di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Makam ini merupakan salah satu destinasi wisata religi yang cukup terkenal di kalangan para peziarah. Berdasarkan gambar 2 lokasi kajian dilakukan di tiga titik, yaitu lokasi A, lokasi B, dan lokasi C. Lokasi A merupakan kawasan Makam Sunan Pandanaran. Lokasi A ini dimanfaatkan sebagai tempat pemakaman bagi keluarga, kerabat, hingga murid dari Sunan Pandanaran, termasuk Sunan Pandanaran sendiri. Khusus untuk makam Sunan Pandanaran sendiri beserta istrinya berada terpisah pada bangunan yang terletak di bagian paling atas pada kawasan lokasi A ini. Untuk dapat mencapai lokasi A, para peziarah harus menaiki ratusan anak tangga yang pada Gambar 2 ditunjukkan oleh lokasi B. Adapun lokasi B, selain digunakan sebagai Tabel.1 Jenis data yang digunakan dalam penelitian Gambar 1. Peta Kawasan Makam Sunan Pandanaran di Desa Paseban Hasil dan Pembahasan 61
jalan menuju Makam Sunan Pandanaran, dimanfaatkan pula sebagai kios-kios pertokoan. Kios-kios tersebut terletak di sebelah kanan dan kiri tangga. Adapun di bagian bawah, yaitu lokasi C. Pemanfaatan lokasi C ini tidak jauh berbeda dengan lokasi B, yaitu digunakan sebagai pusat kios-kios pertokoan. Selain itu, pada lokasi C ini pula terdapat lokasi parkir kendaraan bagi para peziarah. Tidak hanya itu, terdapat pula beberapa bangunan seperti; gapura sebagai pintu masuk utama area makam, pendopo makam Sunan Pandanaran yang biasa digunakan untuk melakukan upacara adat seperti nyadran, dan terdapat sebuah pasar dengan nama Pasar Seni Pandanaran. Penataan kawasan Makam Sunan Pandanaran sudah tergolong bagus dan rapi. Akan tetapi, ada beberapa titik yang perlu dilakukan penataan ulang agar dapat menambah nilai keindahan dan kerapian yang ada di wilayah ini. Selain itu, perlu dilakukan preservasi pada kompleks utama area Makam Sunan Pandanaran dengan tujuan untuk melestarikan serta mempertahankan nilai arsitektur kawasan sebagai pembangkit wisata religi di Makam Sunan Pandanaran. Dengan begitu, potensi besar yang berada di kawasan Makam Sunan Pandanaran ini perlu diiringi dengan kualitas infrastruktur penunjang yang memadai. Peningkatan kualitas infrastruktur yang dapat dilakukan yaitu seperti penambahan fasilitas penunjang kesehatan serta penyelarasan bangunan pertokoan. Rancangan desain perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang pada penelitian ini hanya diusulkan pada lokasi B dan C. Khusus untuk lokasi A, yaitu kompleks utama area Makam Sunan Pandanaran tidak dilakukan upaya penataan kembali. Peneliti tidak memiliki hak, bahkan dilarang untuk mengusulkan pembangunan ataupun suatu usulan perbaikan di wilayah ini karena dikhawatirkan akan merusak nilai sejarah yang ada di dalamnya. Lokasi A yaitu kompleks utama Makam Sunan Pandanaran merupakan bangunan bersejarah yang termasuk dalam warisan cagar budaya. Pengelolaan dan perawatan bangunan termasuk di dalamnya yaitu upaya pelestarian bangunan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Dinas Purbakala. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Pasal 15 Ayat 1 bahwa setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs lingkungannya. Penjelasan mengenai xxxxxxxxxxxx larangan mengenai pengubahan bentuk, warna, serta memugar benda cagar budaya disebutkan pada pasal 15 ayat 2. Berdasarkan wawancara dengan juru kunci makam terkait, bentuk preservasi yang dilakukan oleh Dinas Purbakala salah satunya yaitu dengan membersihkan dinding-dinding makam dengan cairan tertentu agar terhindar dari pelapukan. Hal tersebut terbukti, bahwa hingga saat ini, bangunan Makam Sunan Pandanaran masih berdiri kokoh dan dalam kondisi yang cukup terawat. Rancangan desain perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang wisata religi Makam Sunan Pandanaran diusulkan pada lokasi B dan C. Bangunan pertokoan yang terdapat pada lokasi C secara sekilas sudah cukup tertata. Namun, masih terdapat bangunan pertokoan yang penataannya dinilai kurang rapi sehingga dapat mempengaruhi nilai estetika kompleks Makam Sunan Pandanaran. Bangunan yang dimaksud adalah bangunan atau kios pertokoan yang terletak tepat setelah memasuki gapura utama makam. Saat memasuki pintu utama atau gapura yang terletak paling luar, para peziarah ataupun pengunjung akan disuguhi oleh pemandangan pedagang yang berada di sisi barat dan timur jalan. Akan tetapi, pertokoan ini sama-sama menghadap ke arah timur. Gambar 2. Pertokoan di Lokasi C Sumber: Dokumen pribadi Gambar 3. Rancangan desain pertokoan 62
Jenis bangunan pertokoan yang berada di sisi barat jalan sudah tergolong semi permanen hingga permanen. Sementara itu, jenis bangunan pertokoan yang berada di sisi timur jalan masuk peziarah ini masih berupa tenda-tenda yang tersusun dari tiang dan asbes. Adapun penghalang di bagian belakang toko hanya berupa kain-kain yang diikat dengan tujuan untuk melindungi barang yang dijual dari paparan sinar matahari. Jika dilihat secara sekilas bangunan yang ada di sisi timur jalan ini agak kurang rapi. Oleh karena itu, peneliti mengajukan usulan berupa rancangan desain bangunan semi permanen yang dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan adanya usulan berupa rancangan desain ini diharapkan mampu menambah nilai estetika serta kerapian bangunan yang secara tidak langsung dapat menambah daya tarik salah satu wisata religi yang ada di Kecamatan Bayat ini. Rancangan desain juga kami buat pada perbaikan pada bangunan kamar mandi untuk kesan estetika yang lebih baik. selain itu, kami juga memberikan desain kamar mandi yang memiliki wastafel sebagai tempat mencuci tangan pada Gambar 4. Kondisi pandemi Covid-19 yang saat ini telah menjadi endemi membuat keberadaan tempat cuci tangan menjadi sangat penting dalam mencegah merebaknya penyebaran virus. Keberadaan tempat cuci tangan pada lokasi A dibuat secara tidak permanen untuk menghindari adanya perubahan bentuk atau pemugaran pada area gapura, pendopo, dan makam. Proses perencanaan selanjutnya adalah proses pembayaran manual yang dikembangkan menjadi pembayaran secara online. Perencanaan pengembangan pembayaran online melibatkan pihak ketiga yang berpihak sebagai mitra dalam bertransaksi. Pembayaran online memiliki keuntungan yakni berkurangnya mobilitas penukaran uang tunai secara langsung, kecepatan transaksi, akuntabilitas dan transparansi, serta pencegahan terjadinya uang palsu (Nursari, 2019). Penggunaan uang tunai digital atau pembayaran online dapat membantu mengurangi kontak antara penjual dan pembeli di masa pandemi. Dua potensi yang terdapat pada kawasan Makam Sunan Pandanaran menjadi daya tarik tersendiri dalam sektor keagamaan dan ekonomi berupa potensi nilai sejarah dan potensi ekonomi kreatif. Bentuk pengoptimalan yang dilakukan berupa perencanaan desain bangunan ulang yang lebih simple dan fungsional. Sehingga diharapkan mampu menata kawasan pertokoan agar meningkatkan daya tarik pengunjung. Gambar 4. Kondisi kamar mandi (kanan) dan desain rencana kamar mandi (kiri) Kesimpulan 63
64 Daftar Pustaka Gusti, F. R., & Wasisto, J. (2019). Preservasi Manuskrip Di UPT Museum Sonobudoyo Sebagai Usaha Menjaga Eksistensi Budaya Di Yogyakarta. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 6 (4), 251-260. Joko Suyanto, I., Adi Wijaya, D., & Purnamasari, I. (2011). Upaya Pengembangan Objek dan Daya Tarik Wisata Ziarah Makam Sunan Bayat Dalam Peningkatan Kunjungan Wisata di Kabupaten Klaten. Jurnal Pariwisata Indonesia, 6(2), 13–31. Gustamardika, O. R., & Purwohandoyo, J. (2020). Keterkaitan Perkembangan Wisata Ziarah Sunan Pandanaran Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Jurnal Bumi Indonesia, 9(1). Nursari, A., Suparta, I. W., Moelgini, Y. (2019). Pengaruh Pembayaran Non Tunai Terhadap Jumlah Uang yang di Minta Masyarakat (M1) dan Perekonomian. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Universitas Lampung. Oktaningrum, E. D., & Perdana, F. (2017). Preservasi Koleksi Bahan Pustaka Akibat Bencana Alam di Perpustakaan SDN Kudang Tasikmalaya. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan, 5(1), 23-36. Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Sekretariat Negara. Jakarta. Setyowati, K. (2015). Kemampuan Pelaku Usaha Di Sekitar Makam Sunan Pandanaran Dalam Memanfaatkan Tradisi Ziarah Kubur Untuk Menunjang Dinamika Ekonomi Masyarakat Desa Paseban Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten Tahun 2015. Skripsi. Universitas Widya Dharma. Subagyo, P. Joko. (2011). Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Abstract: Rowo Jombor is one of the natural attractions in Klaten Regency, a tourist destination to visit in Central Java. This tourism object has the potential to be developed, but they are still faced with several problems, so it has not been designed optimally. Tourist perception is one of the essential aspects of developing a tourist attraction. This study aims to determine and analyze tourist perceptions of the attractiveness of the Rowo Jombor tourist attraction. The research method used is descriptive quantitative by taking a random sample with 96 samples. The results show that the tourists' perceptions of the Rowo Jombor tourist attraction stated that environmental conditions and cleanliness were adequate, easy accessibility, and good tourist safety. However, the number of respondents' perceptions of the availability of public facilities is inadequate. The Rowo Jombor party needs to improve the existing facilities at the tourist attraction . Keywords: perception, tourist attraction, Rowo Jombor Abstrak: Rowo Jombor termasuk salah satu objek wisata alam di Kabupaten Klaten yang menjadi tujuan wisata di Jawa Tengah. Objek wisata ini sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang, tetapi pengelolaannya masih dihadapkan pada beberapa kendala sehingga belum dikembangkan secara optimal. Persepsi wisatawan merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan sebuah objek wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis persepsi wisatawan terhadap daya tarik objek wisata Rowo Jombor. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif dengan mengambil sampel acak dengan jumlah 96 sampel. Persepsi wisatawan terhadap objek wisata Rowo Jombor menyatakan kondisi dan kebersihan lingkungan cukup, aksesibilitas mudah, dan keamanan tempat wisata baik. Akan tetapi, angka persepsi responden terhadap ketersediaan fasilitas umum adalah tidak memadai. Hal ini mengharuskan bagi pengelola Rowo Jombor untuk meningkatkan penyediaan fasilitas di objek wisata tersebut. Kata kunci: Persepsi, Objek Wisata, Rowo Jombor ANALISIS PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP OBJEK DAYA TARIK EKOWISATA ROWO JOMBOR, KECAMATAN BAYAT, K ABUPATEN KL ATEN Evlis Erliyani1, Titis Esti Ning Budi Raihani1, Hannan Revi Hermawan1, Caesarean Fadhilah Putri1, Rey Pingkan Pradita1, Azizah Nurkhalifah1, Muhammad Hafizh Rahman Hakim1, Nabilla Risya Claudya Syaefudin1, Amanda Irbah1, Sulistiawan Fajar Nugroho1, Sudrajat2 1) Program Studi Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 2) Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 65
Pariwisata merupakan fenomena dan hubungan yang muncul dari interaksi antara pelaku pariwisata, yaitu wisatawan, penyedia barang dan jasa, pemerintah, dan warga setempat dalam menarik minat wisatawan dan pengunjung (Hariyana & Mahaganggaa, 2015). Bagi negara berkembang, pariwisata menjadi salah satu sektor pilihan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Klaten sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang dikenal sebagai kota seribu umbul menawarkan berbagai objek wisata, baik objek wisata alam, budaya, hingga buatan. Rowo Jombor adalah sebuah danau semibuatan yang terletak di Dukuh Jombor, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Sebelum direvitalisasi sebagai waduk multifungsi, Rowo Jombor hanya dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk mengairi sawah-sawah di sekitarnya. Rowo Jombor termasuk salah satu objek wisata alam di Kabupaten Klaten yang berpotensi untuk berkembang, tetapi dalam pelaksanaannya, pengelolaan Rowo Jombor dihadapkan pada beberapa kendala sehingga belum dikembangkan dengan optimal. Objek wisata yang berkembang salah satunya dicirikan oleh meningkatnya kunjungan wisatawan yang dapat meningkatkan pemasukan sektor tersebut. Adapun frekuensi atau banyaknya kunjungan ditentukan oleh persepsi wisatawan terhadap objek wisata tersebut. Persepsi wisatawan ialah kesan yang diekspresikan dalam bentuk sikap terhadap objek daya tarik wisata yang dirasakan wisatawan selama berada di objek wisata yang bersangkutan (Apriani, 2020). Persepsi wisatawan menjadi penting dalam pengembangan sebuah objek wisata karena dapat memberikan informasi bagi pengelola mengenai kebutuhan objek daya tarik dan sarana pelayanan wisata (Zebua, 2018). Keinginan wisatawan untuk kembali ke suatu objek wisata salah satunya bergantung pada kepuasan wisatawan terhadap objek wisatatersebut.Persepsi wisatawan ialah kesan yang diekspresikan dalam bentuk sikap terhadap objek daya tarik wisata yang dirasakan wisatawan selama berada di objek wisata yang bersangkutan (Apriani, 2020). Persepsi wisatawan menjadi penting dalam pengembangan sebuah objek wisata karena dapat memberikan informasi bagi pengelola mengenai kebutuhan objek daya tarik dan sarana pelayanan wisata (Zebua, 2018). Keinginan wisatawan untuk kembali ke suatu objek wisata salah satunya bergantung pada kepuasan wisatawan terhadap objek wisata tersebut (Latiff & Imm, 2015 dalam Marcelina dkk, 2018). Wisatawan cenderung akan kembali berkunjung jika keinginannya terpenuhi. Sayangbatti & Baiquni (2013) menyebutkan terdapat 3 subelemen yang memengaruhi persepsi wisatawan terhadap suatu objek wisata, yakni meliputi aksesibilitas, atraksi, dan amenitas. Aksesibilitas adalah kemudahan untuk mencapai suatu tujuan, yang meliputi kenyamanan, keamanan dan waktu tempuh. Atraksi merupakan elemen utama dari destinasi dan merupakan alasan pokok pengunjung memilih destinasi tersebut. Amenitas atau fasilitas sarana yang ditawarkan sebagai pelengkap untuk mendukung konsep atraksi wisata yang sudah ada. Amenitas pada suatu objek wisata meliputi fasilitas umum, penginapan, restoran, akomodasi, keamanan, dan lain sebagainya. Pengembangan dan pengelolaan yang baik dari komponen aksesibilitas, atraksi, dan amenitas tersebut akan berimplikasi positif terhadap citra objek wisata tersebut. Citra tersebut juga berkorelasi dengan persepsi wisatawan, jika persepsi mayoritas wisatawan positif maka citra objek wisata akan turut positif pula. Berdasarkan penelitian Hermawan (2017), faktor penentu utama yang telah terbukti memengaruhi loyalitas wisatawan adalah daya tarik wisata, yang artinya loyalitas wisatawan akan tercapai jika daya tarik wisata ditingkatkan. Berdasarkan ulasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis persepsi wisatawan terhadap daya tarik objek wisata Rowo Jombor. Adapun lokasi penelitian dilakukan di Rowo Jombor dengan pertimbangan bahwa objek wisata Rowo Jombor termasuk salah satu tujuan wisata strategis P e n d a h u l u a n 66
strategis masyarakat Jawa Tengah. Selain itu, objek wisata ini juga telah mencakup aspek ekonomi dan lingkungan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Peneltian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi dan penilaian wisatawan terhadap fasilitas, aksesibilitas, dan keadaan lingkungan di lokasi Wisata Rowo Jombor. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan menjabarkan suatu gejala, peristiwa, dan kejadian yang terjadi saat penelitian berlangsung (Noor, 2011). Penelitian kuantitatif dilakukan dengan mengambil sampel secara acak sebanyak 96 sampel. Jenis data pada penelitian ini menggunakan sumber data primer. Metode yang digunakandalam mengumpulkan data dengan bantuan kuesioner menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009). Pengisian kuesioner didasarkan atas data yang diberikan para pengunjung selaku responden. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang berkaitan dengan ciri-ciri populasi yang telah diketahui sebelumnya. Persepsi dan Penilaian terhadap Wisata Rowo JOMBOR Berdasarkan tabel 1 sebanyak 5 responden dengan total persentase 5,2% beranggapan bahwa, untuk mencapai lokasi Wisata Rowo Jombor adalah sulit hingga sangat sulit. Responden tersebut merupakan pengunjung yang berasal dari luar kota. Persepsi pengunjung dari luar kota disebabkan perlunya bantuan google maps untuk menuju lokasi Rowo Jombor, sedangkan tidak semua orang dapat mengaplikasikan google maps. Selain itu, untuk menuju lokasi harus melewati perkampungan sehingga banyak pengunjung yang merasa kebingungan. Merujuk pada tabel 1 anggapan responden untuk menuju lokasi Wisata Rowo Jombor yang memiliki persepsi mudah adalah sebanyak 61 responden atau sama dengan 63,5%, serta sangat mudah sebanyak 23 responden atau sebesar 24,0%. Persepsi tersebut didukung oleh banyaknya responden yang berdomisili dekat dengan lokasi Rowo Jombor. Sebagian besar responden adalah pengunjung yang berdomisili di kabupaten, kecamatan, bahkan di desa yang sama dengan Objek Rowo Jombor. Selain itu, sebagian besar dari mereka juga sudah berkunjung lebih dari satu kali, sehingga mereka sudah mengetahui jalan menuju lokasi tanpa bantuan google maps. Hal tersebut dapat menjadi faktor banyaknya responden yang memiliki persepsi mudah hingga sangat mudah terhadap kemudahan mencapai lokasi. Berdasarkan tabel 2 persepsi responden terhadap penyedian fasilitas rekreasi. Sebanyak 1 responden atau sebesar 1,0% berpersepsi sangat tidak memadai, 23 atau sebesar 24,0% memiliki persepsi tidak memadai, 45 responden atau sebesar 46,9% beranggapan cukup memadai, sebanyak 26 responden atau sebesar 27,1% beranggapan memadai, dan sebanyak 2 responden atau sebesar 2,1% beranggapan sangat Metode Hasil dan Pembahasan Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) 67
sangat memadai. Melihat dari data persepsi tersebut, menunjukkan sebagian besar responden beranggapan bahwa fasilitas rekreasi di objek Wisata Rowo Jombor sudah cukup memadai. Fasilitas rekreasi yang tersedia di Objek Wisata Rowo Jombor berupa warung apung, perahu wisata, dan fasilitas memancing. Sarana dan prasarana menjadi faktor penting untuk menunjang pertumbuhan pariwisata karena apabila sarana dan prasarana tidak dikembangkan dengan baik akan berkurang-nya minat wisatawan untuk berkunjung (Way, et al., 2016). Tabel 3 menunjukkan persepsi responden terhadap penyediaan fasilitas umum sebanyak 5 responden atau sebesar 5,2% memiliki persepsi sangat tidak memadai, 50 responden atau sebesar 52,1% berpersepsi tidak memadai, dan 26 responden atau sebesar 27,1% berpersepsi cukup memadai. Persepsi responden tersebut sangat menggambarkan kondisi fasilitas umum di lokasi Wisata Rowo Jombor. Penyediaan fasilitas umum terkait WC umum dan musala masih belum memadai. Selain itu, terdapat 13 responden atau sebesar 13,5% berpersepsi memadai dan 3 responden atau sebesar 3,1% berpersepsi sangat memadai. Responden dengan persepsi tersebut merupakan responden yang tidak menggunakan fasilitas umum di Rowo Jombor. Persepsi responden tersebut berdasarkan pertimbangan tidak ada biaya masuk, sehingga tidak mempermasalahkan fasilitas umum karena mereka masih bisa menikmati pemandangan Rowo Jombor secara gratis. t Berdasarkan tabel 4 yaitu persepsi responden terhadap keamanan lokasi, sebanyak 31 responden atau sebesar 32,3% memiliki persepsi cukup dan sebanyak 47 responden atau sebesar 49,0% memiliki persepsi aman. Melihat dari persepsi responden, sebagian besar beranggapan bahwa keamanan di objek wisata tersebut tergolong aman. Objek wisata Rowo Jombor termasuk dalam objek wisata outdoor dengan tempat yang sangat luas. Hal ini, dapat dikatakan aman untuk berwisata saat pandemi seperti saat ini. Selain itu, wahana permainan seperti perahu dan speed boat yang ada di Rowo Jombor terjamin keamananya dengan perlengkapan pelampung dan alat keamanan lainya. Tempat parkir juga dijaga oleh petugas sehingga dapat menjadi jaminan keamanan kendaraan pengunjung. Tabel 5 menunjukkan persepsi responden terhadap keramahan dan pelayanan para petugas sebanyak 42 responden atau sebesar 43,8% memiliki persepsi cukup bagus dan 48 responden atau sebesar 50,0% berpersepsi bagus. Persepsi tersebut didasarkan pada pelayanan petugas yang ramah dan sopan. Selain itu, petugas parkir, penunggu wahana perahu, dan pengelola boat sangat profesional dalam menjalankan tugasnya. Merujuk pada tabel 6 persepsi responden terhadap kemudahan mendapatkan informasi terkait adanya Wisata Rowo Jombor. Sebanyak 3 responden atau sebesar 3,1% memiliki persepsi Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) 68
persepsi sulit dan 16 responden atau sebesar 16,7% berpersepsi agak mudah. Responden yang beranggapan sulit dan agak mudah adalah responden yang tidak memiliki media sosial, sedangkan informasi terkait rowo jombor tersebar melalui media sosial. Sebanyak 68 respondenatau sebesar 70,8% berpersepsi mudah dalam mendapatkan informasi dan 10 responden atau sebesar 10,4% berpersepsi sangat mudah. Responden yang beranggapan mudah dan sangat mudah adalah responden yang relatif usia remaja, karena responden tersebut dapat mengakses informasi Rowo Jombor di media sosial dengan baik. Selain itu, responden yang dapat dengan mudah mendapatkan informasi terkait Rowo Jombor adalah responden yang berdomisili dekat dengan lokasi. PENILAIAN PENGUNJUNG TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN ROWO JOMBOR Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui, sebanyak 41 responden berpendapat bahwa kondisi lingkungan di Area Rowo Jombor adalah cukup dengan persentase 42,7%. Sebanyak 28 responden berpendapat bahwa kondisi lingkungan di Area Rowo Jombor buruk dengan persentase 29,2%. Sedangkan, responden yang berpendapat bahwa kondisi lingkungan di Area Rowo Jombor bagus sebanyak 28 responden atau sebesar 29,2%. Berdasarkan persepsi tersebut menandakan perlu adanya perbaikan dan penataan kembali area lingkungan di sekitar Rowo Jombor. Perbaikan dan penataan kembali tersebut dapat berupa penataan lokasi tempat parkir, penataan warung makan, dan perbaikan aksesibilitas. Dari hasil penelitian, kondisi jalan di sekitar objek wisata Rowo Jombor masih tergolong kecil dan masih kurang terawat, sehingga bila musim hujan jalan tersebut tergenang oleh air dan licin. Selain itu, kondisi area yang kurang rapi membuat lingkungan Rowo Jombor terlihat tidak teratur, sehingga pengunjung enggan bahkan malas untuk melakukan kunjungan kembali (Ratnawati, 2015). Oleh karena itu, banyak pengunjung yang memberikan saran agar menata kembali area Rowo Jombor agar lebih tertata. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa 41 responden atau sebesar 42,7% berpendapat bahwa tingkat kebersihan di Rowo Jombor adalah cukup bersih. Sebanyak 40 responden atau sebesar 41,7% pengunjung berpendapat bahwa lingkungan Rowo Jombor kotor. Sebanyak 2 responden atau sebesar 2,1% responden menilai lingkungan Rowo Jombor sangat kotor. Sedangkan 13 responden atau sebesar 13,5% berpendapat bahwa lingkungan Rowo Jombor bersih. Selain itu, sebanyak 1 responden berpendapat bahwa lingkungan Rowo Jombor sangat bersih. Berdasarkan hasil wawancara, banyak responden menyarankan agar dilakukan peletakan tempat sampah atau fasilitas lokasi pembuangan sampah yang teratur. Hal itu disebabkan, saat ini tidak ada sentra atau lokasi penampungan sampah, sehingga banyak ditemukan sampah-sampah berserakan di sekitar area Rowo Jombor. Semakin banyak pengunjung yang datang berwisata ke Rowo Jombor akan mengakibatkan semakin banyak sampah yang terkumpul (Kristina, et al., 2020). Apabila tidak dilakukan tindakan lebih lanjut, maka sampah tersebut dapat menurunkan kualitas kebersihan Rowo Jombor. Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) 69
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui sebanyak 29 responden atau sebesar 30,2% berpersepsi bahwa pencemaran air di Rowo Jombor cukup tercemar. Berbeda tipis dengan jumlah responden yang berpendapat bahwa pencemaran air di Rowo Jombor bermasalah yaitu dengan persentase 29,2% atau 28 responden. . Sebanyak 2 responden atau 2,1% berpendapat bahawa pencemaran air di Rowo Jombor sangat bermasalah. Sebanyak 18 responden atau 18,8% berpendapat bahwa pencemaran air di Rowo Jombor sedikit bermasalah. Terdapat 20 responden atau 20,8% menyatakan bahwa pencemaran air di Rowo Jombor tidak bermasalah. Berdasarkan hasil penelitian, pengunjung menilai pencemaran di tubuh air Rowo Jombor secara kasat mata terlihat hanya sedikit tercemar oleh sampah plastik di beberapa titik. Pencemaran akibat sampah plastik tersebut diakibatkan tidak tersedianya tempat pembuangan sampah. Namun, dari segi pencemaran kandungan kimia dalam tubuh air Rowo Jombor yang tidak dapat dilihat secara kasat mata tidak disebutkan oleh responden. Berdasarkan penelitian Kusumaningtyas (2020) bahwa ditemukan kandungan logam Cd dalam air Rowo Jombor yang telah melebihi baku mutu air. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemurnian atau pembersihan air di Rowo Jombor agar tidak berakibat pada memburuknya kualitas air dan komoditas perikanan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pengunjung menilai bahwa keberadaan tumbuhan air, seperti enceng gondok yang ada di Rowo Jombor mengganggu pemandangan yang ada. Terdapat 10 responden atau 10,4% memiliki persepsi amat sangat mengganggu, 20 responden atau 20,8% memiliki persepsi sangat mengganggu, 29 responden atau 30,2% memiliki persepsi cukup mengganggu, dan 19 responden atau 19,2% sedikit Tidak sedikit juga responden yang menganggap bahwa keberadaan eceng gondok tidak mengganggu pemandangan di Rowo Jombor yaitu sebanyak 19 responden atau 19,8%. Padahal, banyaknya eceng gondok mengindikasikan bahwa Rowo Jombor mengalami eutrofikasi atau kesuburan yang berlebihan. Eutrofikasi tersebut apabila dibiarkan akan menyebabkan kualitas air di ekosistem air menjadi menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, berefek pada makhluk hidup air lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati dan keseimbangan ekosistem air di Rowo Jombor akan terganggu (Wibowo, 2015). Aksesibiltas objek wisata Rowo Jombor menurut persepsi wisatawan cukup mudah dicapai. Sementara itu, persepsi akan fasilitas umum di Rowo Jombor tidak memadai meskipun keamanan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapat informasi sudah cukup baik. Dari sisi lingkungan Rowo Jombor, persepsi wisatawan akan kondisi lingkungan sudah cukup baik dan kebersihan lingkungan yang cukup terjaga. Namun, kondisi pencemaran air cukup bermasalah, dan keberadaan tanaman liar cukup mengganggu wisatwan. Berdasarkan persepsi tersebut, Pemerintah maupun pengelola diharapkan memperbaiki dan menata fasilitas umum serta merawat area lingkungan Rowo Jombor. Kesimpulan Sumber: Hasil wawancara terhadap responden, 2022 (diolah) 70
Apriani, N. L. (2020). Persepsi Wisatawan Terhadap Objek Daya Tarik Wisata Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem. Doctoral Dissertation, Universitas Pendidikan Ganesha. Hariyana, I. K., dan Mahaganggaa, I. G. A. O. (2015). Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Kawasan Goa Peteng Sebagai Daya Tarik Wisata di Desa Jimbaran Kuta Selatan Kabupaten Badung. Jurnal Destinasi Pariwisata, 3(1): 24-34. Hermawan, H. (2017). Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan, dan Sarana Wisata Terhadap Kepuasan Serta Dampaknya Terhadap Loyalitas Wisatawan: Studi Community Based Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran. Media Wisata, 15(1): 562-577. Kristina, N. M., Darma, I. G., dan Ratnaningtyas, H. (2020). Pengelolaan Timbulan Sampah Untuk Menjaga Citra Industri Pariwisata pada Daya Tarik Wisata di Bali. Jurnal Ilmiah Pariwisata, 25(3): 223-233. Kusumaningtyas, F. (2020). Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Air, dan Sedimen serta Kulitas Air di Rowo Jombor, Klaten. Skripsi. Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta. Marcelina, D., Febryano, I. G., Setiawan, A., dan Yuwono, S. B. (2018). Persepsi wisatawan terhadap fasilitas wisata di pusat latihan gajah taman nasional way kambas. Jurnal Belantara, 1(2), 45-53. Noor, J. (2011). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. (Edisi Pert). Jakarta: Prenada Media Group. Ratnawati, A. (2015). Perancangan Kawasan Wisata dan Fasilitas Rest Area di Hutan Bunder, Patuk, Gunungkidul. Skripsi. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sayangbatti, D. P., dan Baiquni, M. (2013). Motivasi dan Persepsi Wisatawan Tentang Daya Tarik Destinasi Terhadap Minat Kunjungan Kembali di Kota Wisata Batu. Jurnal Nasional Pariwisata, 5(2), 126-136. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Wibowo, A. (2015). Pengembangan Strategi Konservasi Rawa Jombor Sebagai Dasar Pengelolaan Danau Berkelanjutan di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Zebua, F. N. (2018). Persepsi Wisatawan Terhadap Fasilitas Objek Wisata Dataran Tinggi Dieng Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Planologi Unpas, 5(1), 897-902. Daftar Pustaka 71
D O K U M E N T A S I W A W A N C A R A E K O N O M I L I N G K U N G A N 72