The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by salmakinanti0510, 2021-09-28 08:06:52

Selangkah lebih lekat

cerpen siswa

Keywords: #ebook

Bismillahirahmannirahim

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan langit dan bumi
beserta isinya. Puji syukur kami panjatkan kepada teladan kami baginda
Rasulullah SAW yang telah membimbing kami pada jalan yang membawa
kami pada tujuan yang terang benderang. Terimakasih kami ucapkan
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Kesehatan dan kenikmatan
serta akal yang cerdas, berkat ini kami bisa menyelesaikan antalogi cerpen
ini. Dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada bapak dan ibu guru
tercinta yang telah membimbing kami serta saran dan masukannya hingga
kami bisa menyelesaikan tugas antalogi cerpen ini.

Dalam hidup, ada banyak kisah yang istimewah dan tersembunyi dalam
diam. Antalogi ini berisi kumpulan kisah ataupun pengalaman yang diketik
dalam bentuk cerita pendek (cerpen). Dan dipersembahkan oleh beberapa
siswa hebat dan berbakat. Cerita-cerita tersebut ditulis berdasarkan
imajinasi sang penulis, entah ini imajinasi semata atau ada campur tangan
kisah sang penulis yang dirangkai dengan kata-kata sedemikian rupa.

“Selangkah Lebih Lekat” ini diambil karena cerita yang ada di dalamnya
mengandung unsur kebersamaan dan merupakan salah satu judul cerpen
yang ada di dalam antalogi cerpen ini. “Selangkah Lebih Lekat” ini memiliki
beberapa cerita yang mempunyai banyak makna tersirat. Makna yang bisa
kita renungi Kembali serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penyusunan antalogi cerpen ini kami sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk menghasilkan yang terbaik. Antalogi cerpen ini dibuat
sedemikian rupa semata-mata hanya ingin untuk membangkitkan kembali
semangat anak bangsa untuk membaca dan menulis serta memotivasi para
pembaca.

Semoga karya tulis ini yang di ketik oleh beberapa siswa dengan
melibatkan berbagai perasaan bisa tersampaikan pesan-pesan yang ingin di
sampaikan sang penulis dan semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi
para pembaca.



Selangkah Lebih Lekat

Karya: Sabrina Putri Yuliafirmansyah

Langkahnya yang hanyut dalam jejak, membawa angan tanpa
tindak. Sudut mata merekam tanpa memejam hingga berbisik rintik
jatuh mendarat. Entah mengapa rintik itu tidak pantas untuk jatuh.
Jatuh dalam pelukannya. Ombak terus melambai membuat sampan
terpaksa berlayar menerjang dirinya. Sampan menyaksikan langsung
tangguhnya sang pemilik. Hingga lautan yang tenang berhasil
menghanyutkan ribuan sampan dalam kesunyian. Membuat mereka
tenggelam dalam gulita.

lah yang kulihat pada diri mereka. Mereka yang memiliki harapan
setinggi langit. Namun, dipatahkan begitu saja seolah itu tak penting
baginya. Makhluk yang sangat kecil bahkan tak nampak
keberadaannya jika di lihat menggunakan mata telanjang. Namun,
keberadaannya benar-benar begitu menyakitkan. Covid-19. Kondisi
di mana semua kehilangan itu ada. Hilangnya akal dalam angan.
Membuat kenangan yang ada begitu istimewa untuk selalu di ingat.
Kondisi tersebut membuat psiskis mereka terganggu, hingga mereka
hilang arah tertelan masa. Semua berbondong-bondong memohon
kepada-Nya, jika ini semua hanya mimpi buruk yang
berkepanjangan. Namun apa daya jejak tetaplah jejak.

Kondisi kian mencekam, angka kematian kian memuncak. Tapi
entah apa yang mereka lakukan. Mencari muka di depan masa.
Menggelapkan semua yang ada tanpa rasa bersalah. Hingga
menjanjikan sesuatu yang bahkan entah bisa atau tidak
mewujudkannya.

Anindira, sosok periang yang selalu tersenyum dalam keadaan
apapun. Dia yang selalu menyelimuti sekujur tubuhnya dengan

energi positif. Hingga perlahan semua memudar ketika pandemi
menyerang. Kondisi di mana yang mengharuskan kita semua untuk
berdiam diri di rumah. Kondisi ini juga membuat dirinya menutup
secara tiba-tiba bagaikan tumbuhan Venus yang didatangi serangga
kecil.

Benturan yang terjadi antara ban mobil dengan sesuatu yang
ada di bawah sana menyadarkanku dari pesonanya alam.

“Aaaa....” Terdengar teriakan yang begitu kompak sehingga
membuat pasang mata saling menatap secara tiba-tiba, membuat
kejadian itu terkesan lucu. Lalu terdengarlah gelak tawa yang
menyelimuti seisi mobil. Tawa tersebut berasal dari teman-temanku
yang berada di mobil yang sama denganku, Arabella dan Alena.
Ya...mereka adalah teman-temanku.

Kami sedang menuju Desa Liang Ndara yang berada di Pulau Flores,
Nusa Tenggara Timur. Tujuan utama kami yaitu melakukan bakti
sosial sekaligus menenangkan pikiran dari hiruk-pikuk kota.
Kebetulan tempat yang kami tuju merupakan desa yang asri dan
menyatu dengan alam. Aku yakin setelah aku menginjakan kaki
untuk pertama kalinya di Desa Liang Ndara. Pasti. Pasti terdengar
sambutan hangat mereka dengan senyum manisnya yang candu.

“Hai!!” Sapaan yang begitu serempak serta tawanya yang
gemuruh membuat diriku membayangkan betapa indahnya
senyuman itu. Walau senyuman itu tertutup masker, namun mata
itu memperlihatkannya dengan jelas bagaimana indahnya
senyuman itu.

Kulambaikan tangan dengan senyum yang manis sebagai tanda
sapaku padanya. Menghampiri mereka, bertukar cerita dengan
gembira. Kemudian tawa mereka pecah ketika aku berikan sebuah
tas kecil. Tiba-tiba mereka memelukku, membuat hati kecilku
perlahan luruh. Jika kalian ingin tahu apa isi tas kecil itu, maka

jawabannya adalah sebuah mainan kecil, alat tulis serta masker dan
disinfektan. Jika kalian bertanya, mengapa tidak diberi dalam
bentuk uang saja? Orang setempat mengatakan “Jangan diberi
uang, nanti mereka menjadi orang yang meminta-minta.” Aku yang
mendengarnya merasa terenyuh. Karena untuk hidup di dunia ini
yang begitu kejam, mereka tidak langsung membuang tali yang
terpisah begitu saja. Tetapi mereka justru menyatukan kembali tali
yang terpisah seolah-olah ada seutas harapan yang melekat kuat
pada tali tersebut.

Sebelum pamit pulang, kami sempatkan dahulu untuk bermain
dengan mereka serta mengabadikan moment-moment tertentu
dengan sebuah kamera digital. Beberapa pasang tangan melambai
ke arah kami.

“Sampai jumpa lagi.” Suara itu berasal dari bibir Dalu yang
sedang melambaikan kedua tanganya. Selain Arabella dan Alena,
terdapat juga Dalu, Akarsana, dan Candra yang menemaniku
melaksanakan bakti sosial tersebut. Di antara kami yang sangat aktif
adalah Dalu, dia merupakan sosok lelaki tampan yang sangat aktif
dan ceria. Aku yang hanya tersenyum tanpa melambai hingga
pandanganku mulai menjauh dari mereka. Lambaian tangan
tersebut membuatku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Lambaian
itu seolah-olah simbol pamit untuk kembali atau bahkan pamit
untuk pulang. Pulang yang sebenar-benarnya pulang.

Tak terasa mobil kami sudah tiba di pelabuhan. Kami berada di
atas kapal yang sedang berlayar menuju Desa Labuan Bajo. Setelah
sampai di Desa Labuan Bajo. Kami melangkah menuju Villa Domanik
yang akan menjadi tempat singgah kami selama di Desa Labuan
Bajo. Aku satu kamar dengan Bella dan Lena, itulah panggilanku
pada mereka. Sedangkan mereka menanggilku dengan sebutan
Dara. Aku berhenti sejenak ketika kami sudah berada di bibir pintu.
Mereka menatapku heran, lalu mereka membuka pintu villa

tersebut dengan sebuah kartu canggih. Ketika aku melangkahkan
kaki memasuki villa tersebut. Entah rasa apa yang selalu aku
rasakan, rasa itu tetap sama. Menghadiri sekaligus menyelimuti diri
ini dengan kecemasan. Terlebih lagi ketika aku sendirian, rasa itu
lebih terasa. Aku memutuskan untuk menghampiri mereka yang
sedang mengisi perut kosong dengan hidangan yang telah
disediakan. Jangan tanya mengapa aku tak bersama Bella dan Lena,
mereka sudah lebih dulu pergi untuk memenuhi keinginan cacing di
perut mereka.

Setelah makan malam selesai, tiba-tiba saja Bella membuka suara.

“Aku rasa Dara akhir-akhir ini sedikit berubah, terutama ketika
kita sedang menjadi sukarelawan. Awalnya Dara mengajak kita
menjadi sukarelawan supaya bisa menenangkan pikiran sekaligus
membantu orang-orang. Tapi sikapnya yang tidak stabil buat semua
ini terasa sia-si...-” Ungkap Bella sembari menatap ponsel di
tangannya. Bella merupakan gadis cantik yang anggun dan penuh
kasih, tapi sangat disayangkan sikapnya yang egois membuat
sekitarnya merasa diabaikan, sedangkan dirinya sangat tidak suka
jika diabaikan. Aku tau mengapa dia mengatakan sedemikian rupa.
Karena sore tadi ketika kami berada di atas kapal, aku tidak sengaja
mengabaikan ucapannya.

“Bukan, sepert...-” Tak sengajaku sela ucapannya.

“Tolong dengarkan Bella bicara hingga selesai. Jangan langsung
menyelanya.” Dengan cepat Lena menyambar responsku disertai
suara yang meninggi. Sontak diriku diam tanpa kata. Lena bukanlah
tipe orang yang mudah terpancing amarahnya, dia adalah gadis
cantik yang berhati lembut. Hingga tak sadar air mata ini jatuh
begitu saja, hingga diriku enggan menatap sorot matanya. Aku tau
dia hanya lepas kendali. Dia tidak benar-benar membentakku dan
Bella.

“Kamu selalu saja meminta kita untuk mengerti tentang
keadaan dirimu, tapi kamu sendiri tidak bisa mengerti kita. Kita tau
kamu lelah, banyak pikiran, bahkan hilang arah sekalipun. Tapi aku
mohon, berusahalah untuk bisa mengendalikan emosimu sendiri.
Jangan semakin menyebabkan suatu masalah lagi untuk kamu.
Untuk kita. Kita juga punya beban masing-masing, bukan hanya
kamu semata.” Bella melanjutkan ucapannya yang sempat tersela
olehku.

“Dara, kamu lihatkan bagaimana kondisi anak –anak yang pagi
tadi kita jumpai. Lihatlah. Lihat apa yang mereka tunjukan,
senyuman. Senyuman yang mengisyaratkan mereka baik-baik saja.
Senyuman dan gestur bersahabatnya itu yang sangat berarti.” Tutur
Lena, terdengar jelas dari suaranya bahwa dia sedang berusaha
keras menahan emosinya.

“Bahagia sejatinya tidak melihat dari apa yang kita miliki, tapi
apa yang kita syukuri. Bahagia juga tidak selalu tentang materi. Kita
miskin saja tidak mampu, kita kaya juga hancur. Kamu selalu
mengeluh tentang pilihanmu seolah jalan yang kau pilih itu semua
buntu. Jika kamu ingin mengambil langkahmu sendiri, setidaknya
ingat saran yang diberikan teman-temanmu. Supaya kamu tidak
terjebak dan menyesali pilihanmu sendiri.” Desak Lena, desakan itu
membuat diriku merasa terpojok.

“Aku tau cara kita mengeluhkan sesuatu itu berbeda, begitu
juga dengan mensyukuri. Kita tahu di luar keluhanmu, kamu sudah
mensyukuri itu semua dengan melimpahkan bahkan
menyerahkannya dalam setiap sujudmu pada-Nya.” Sambung Bella.

“Belajar jadi dewasa untuk mengungkapkan hal-hal yang kau
tidak suka, jangan memaksa orang lain untuk menebak isi
kepalamu.” Saran sekaligus pesan yang Bella sampaikan untuk
diriku.

“Sudah, tenangi diri kalian dahulu. Nanti kalian bicarakan
kembali permasalahan ini.” Tegur Candra hingga membuat
perdebatan ini berakhir disini. Candra memang sangat tidak suka
jika ada suatu masalah yang membuat di antara kami canggung,
karena menurutnya canggung adalah suasana yang sangat tidak
menyenangkan untuk dinikmati. Sosoknya yang tenang serta
memberikan kehangatan membuat masalah yang terjadi di antara
kami cepat terselesaikan, karena dirinya akan menegur kami serta
memberi kami saran dan masukan.

Matahari mulai terbit. Lalu timbullah suasana canggung di
antara kami ketika kami berkumpul di atas kapal untuk melanjutkan
bakti sosial di Desa Labuan Bajo. Akarsana menghampiriku di tepi
kapal dan menikmati sejuknya angin laut bersama.

“Kunang-kunang.” Gumam Sana yang membuat diriku bingung.
Sana merupakan panggilan kami padanya.

Aku hanya menoleh ke arahnya dengan menatapnya bingung.
Sana memang sosok lelaki yang misterius serta pendiam hingga sifat
uniknya itu menarik perhatian banyak orang, ditambah dengan aura
ketampanannya itu membuat orang tergila-gila.

“Saat di kegelapan dia akan bersinar dan dalam diam
menjagamu di kegelapan.” Sambung Sana dengan menatap lembut
diriku. Lalu pergi ke arah meja yang terdapat Bella dan Lena.
Kemudian mengajak Dalu dan Candra untuk meninggalkan mereka
begitu saja, ternyata ini adalah bagian dari rencana mereka.

Walau perkataannya membuat diriku bingung, tetapi itu
membuatku tersadar betapa pentingnya hal-hal kecil. Kemudian
diriku menghampiri Bella dan Lena, dan mengakui kesalahan
masing-masing hingga mencurahkan semua yang terpendam selama
ini.

Menurutku yang tau tingkat kekuatan kita hanya diri kita
sendiri. Mau sampai tumpah ruah air mata ini menceritakan kepada
orang lain tentang keadaaan kita. Percuma, tidak ada yang
mengerti. Maka selagi kita bisa, lakukanlah semuanya. Karena kita
tau batas kekuatan kita. Dan hanya kamu yang bisa melakukannya,
bukan orang lain. Dan ingatlah selalu ada kesempatan dalam
kesulitan serta ada peluang dalam bahaya. Percayalah, masalah
akan menjadikan kita dewasa. Kita bisa merubah kemalangan ini
menjadi suatu kemenangan. Teruslah melangkah hingga kamu
menemukan tiang yang membawamu menjulang tinggi mencapai
kesuksesan.

-SELESAI-

PENGANTARAN TULANG

Karya: Novely Kaylisha Zaldina

Kuliah Kerja Nyata, atau biasa dikenal dengan sebutan KKN.
Sebulan penuh ini, saya dan 11 mahasiswa lainnya akan
menetap di Kalimantan Tengah, lebih tepatnya di sebuah
pedesaan. Pada minggu pertama, kami melakukan survei di
beberapa tempat, Pak RT dan warga-warga desa lainnya pun
ikut berpatisipasi dalam membantu program kerja (Proker)
KKN kami. Membangun komunikasi dan bersosialisasi dengan
warga sekitar dapat memperakrab hubungan hingga dapat
mempermudah kegiatan kami, dengan begitu pengenalan
lingkungan bahkan kondisi rakyat sekitar dapat didata lebih
cepat.

Minggu setelahnya hingga akhir bulan, kami memulai program
kerja yang sudah direncanakan, Sebagian dari kami akan
bertanggung jawab dalam bidang Pendidikan yaitu dengan
berbagi beberapa ilmu kepada para pelajar yang tinggal di
desa untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang layak.

Sebagian dari kami juga ada yang bertanggung jawab dalam
bidang lingkungan. Dalam bidang yang satu ini, seperti
pembuatan papan nama atau petunjuk jalan di sekitar lokasi
KKN, penanaman kembali, pemilahan sampah-sampah dan
masih banyak lagi.

Setelah lamanya kami menetap di sana, tidak terasa akhir
bulan sudah dekat. Kami sudah mulai mengemas dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke kota asal kami,

Bandung. Saat kami sedang berkemas, suara yang
menggambarkan keramaian terdengar dari dalam tempat
menginap kami. Dengan rasa ingin tahu dari mana pusat
keramaian tersebut, saya dan sebagian mahasiswa lainnya
memutuskan untuk keluar dan melihat asal suara tersebut.
Sedangkan mahasiswa lainnya melanjutkan kesibukannya
masing-masing dalam mengemasi barangnya.

Sampainya di asal keramaian, kami melihat warga yang
menari-nari mengelilingi sebuah patung yang berbentuk
manusia. Saya yang dalam keadaan tidak tahu apa-apa pun
bertanya pada salah satu warga di situ. Warga tersebut
memberitahu saya bahwa ini adalah Upacara Tiwah. Saya yang
semakin penasaran akhirnya mempertanyakan beberapa
pertanyaan lagi tentang upacara adat yang dibicarakan
seorang warga di samping saya. Dia menjelaskan bahwa
upacara ini merupakan sebuah upacara adat para penganut
Hindu Kaharingan, kepercayaan asli suku Dayak, sebagai tanda
bakti kepada luhur.

Saya sempat terkejut setelah mengetahui bahwa di dalam
benda tersebut terdapat tulang jenazah yang digali kembali
setelah dikubur, namun saya berusaha untuk bertingkah biasa
saja. Warga setempat mempercayai bahwa pengantaran
tulang dalam upacara tiwah meluruskan perjalanan arwah
menuju Lewu Tatau atau surga dan melepaskan kesialan bagi
keluarga yang sudah ditinggalkan.

Semenjak itu, saya ikut menyaksikan upacaranya hingga akhir.
Saya dapat informasi jika Upacara Tiwah dapat berlangsung
selama 7 hingga 40 hari, sayangnya hari ini adalah hari
terakhir kami dari kegiatan KKN di Kalimantan Tengah.

Meskipun saya begitu tertarik untuk tetap menyaksikan
Upacara Tiwah secara langsung, namun saya harus segera
kembali ke tempat asal saya.

Esok hari telah datang, kami berkeliling desa untuk yang
terakhir kalinya dan berpamitan kepada warga desa sekitar,
tidak lupa juga kita berterima kasih kepada Pak RT dan warga-
warga yang berpartisipasi membantu kegiatan KKN kami
sebelum kami berangkat untuk meninggalkan desa ini dan
kembali ke Bandung.

Sedikit sedih yang saya rasa dikarenakan keramahan warga-
warga yang tinggal di sana dan kegiatan-kegiatan menarik
lainnya yang dapat saya lakukan Bersama di sana, namun saya
juga merasa senang. KKN kali ini begitu berkesan bagi saya,
tidak hanya lega dengan kelancaran program kerja yang kami
laksanakan, saya juga mendapatkan pengalaman dan
pengetahuan baru tentang suatu daerah dan dapat
menyaksikan upacara adatnya secara langsung. Sangat
menarik. Sepertinya pengalaman dan kegiatan-kegiatan ini
tidak akan pernah saya lupakan.

-SELESAI-

KERAGAMAN BUDAYA MENYELAMATKAN
HIDUPKU DAN TEMAN-TEMAN KU

Karya: Salma Kinanti Nur Khadijah

Suatu hari di desa budaya tinggalah lima orang sahabat yang
berasal dari suku, ras, dan agama yang berbeda-beda. Kelima
orang sahabat itu mendirikan desa budaya untuk
mempertahankan dan menjaga kelangsungan hidup mereka
dari kakek tua yang hendak melenyapkan mereka dan warga
di sekitar desa budaya tersebut. Akan tetapi, kakek tua
tersebut memiliki kelemahan yang kini dapat mereka
kalahkan, yakni kekuatan keragaman.

Sesuai dengan namanya “Desa budaya” berisikan orang-orang
yang berasal dari beragam budaya yang berbeda. Selama
kurang lebih satu tahun, kelima orang sahabat ini membangun
desa budaya tersebut, mereka juga menerima semua orang
yang berasal dari berbagai macam budaya yang berbeda-beda,
sebab layaknya sebuah benteng pertahanan, komponen
mereka sudah sangat kokoh berdiri.

Kini masyarakat desa budaya sangat bersyukur dan selalu
memuji kelima orang sahabat tersebut, sebab dengan
kehadiran lima orang sahabat yang sangat kuat
persahabatannya itu, mereka dapat menjadi sebuah pasukan
yang kuat untuk melawan musuh, yaitu si kakek tua yang
sangat membenci keragaman.

Terlepas dari segala hal yang telah dilakukan oleh kelima
orang sahabat tersebut, sebenarnya tersimpan banyak kisah

dan konflik dibalik kekuatan persahabatan mereka. Namun
apa yang membuat desa budaya dapat didirikan oleh kelima
sahabat yang sering bertengkar tersebut? Berikut kisahnya.

-------------------------------2 tahun sebelumnya-------------------------------

Kebisingan Kota Jakarta membuat aku tidak bisa tidur hari ini.
Menjelang pagi, suara bising pun bertambah keras, akan
tetapi suara bising tersebut sepertinya sudah tidak asing lagi di
telingaku. “Firmannnnnn..... Jam berapa berapa sekarangg!?
Kamu tidak berangkat sekolahh?” teriak ibuku. Teriakannya
tersebut hampir membuat gelas di meja belajarku pecah. “Iya
bu, semalam aku tidak bisa tidur” balasku. Sebelum
mendengar teriakan ibuku lagi, aku bergegas mandi dan tidak
lupa merapikan rambut dengan sisir kesayanganku agar
penampilanku senantiasa keren di sekolah. Selain terkenal
keren, tentunya aku terkenal pula sebagai siswa yang tidak
pernah melewatkan satu haripun tanpa mendengar omelan
dari guru-guruku terkait perilaku ku yang mungkin sedikit
menjengkelkan.

Akan tetapi, hari ini bukan hari keberuntungan bagiku. Ibu
guru memanggil aku ke ruangan dan.... “Firman... Kamu ini
bersekolah di sekolah NEGERI yang mana kamu harus
bersosialisasi dengan teman-temanmu yang berasal dari latar
belakang yang berbeda. Setiap hari ibu lihat kamu hanya
bermain dengan mereka yang berasal dari Jakarta saja? Apa
kamu tidak bosan?” Tanya guruku yang sebetulnya sudah
puluhan kali memanggilku dan menanyakan hal serupa. “Bagi
saya siswa Jakarta itu jauh lebih keren daripada siswa yang
asalnya dari daerah lain, mereka lebih update, Bu mengenai
hal-hal yang terjadi saat ini, sedangkan yang lain... ketinggalan

zaman bu, ya jadinya kurang nyambung deh, hehe” sahut ku
yang membuat hari itu juga aku dikeluarkan dari sekolah,
sebab guruku itu juga bukan orang Jakarta dan kepala
sekolahku juga berasal dari pelosok daerah.

Setelah kejadian hari itu, aku dikirim oleh orang tuaku menuju
desa terpencil yang entah apa namanya, uniknya di desa
tersebut aku berjumpa dengan orang-orang yang memiliki
warna kulit berbeda, cara bicara berbeda, dan perilaku yang
berbeda pula. Kondisi tersebut sangat menyiksa diriku, karena
aku sama sekali tidak dapat menemukan orang Jakarta di
tempat itu. Aku pun terus merenung memikirkan nasibku yang
malang ini. Di tengah meditasiku selama berjam-jam itu
datanglah empat orang anak laki-laki yang tingginya berbeda-
beda, warna kulitnya berbeda, dan setelah mulai berbicara
mereka pun berbicara dengan bahasa daerah mereka masing-
masing yang membuat aku semakin bingung dan tersiksa.
Namun, situasi tersebut tidak bertahan lama, sebab mereka
sebetulnya mampu berbahasa Indonesia. “Hahh.. melegakan
sekali” pikirku.

Walaupun terpaksa untuk berteman dengan mereka yang
bukan dari daerah Jakarta, aku tetap harus menjalani ini
semua. Oh iya, teman-teman baruku ini berasal dari empat
daerah yang berbeda, ada Teuku dari Aceh, lalu ada
Hassanudin dari Sulawesi, Arfail dari Papua, dan terakhir ada
Teguh dari Kalimantan. Awalnya sulit bagiku untuk
beradaptasi, tetapi sebetulnya bukan aku yang sulit
beradaptasi, melainkan mereka yang sudah sangat jengkel
melihat ulah dan perilaku ku. Akan tetapi, dari lubuk hatiku
yang terdalam aku mulai cocok dengan mereka, walaupun

sebentulnya tiada hari kami lewatkan tanpa bertengkar,
misalnya saja untuk sholat, aku, Teguh, Teuku, dan Hassanudin
sering berebut sarung. Hanya untuk masalah sholat saja aku
tidak bertengkar dengan Arfail sebab dia beragama katolik
yang berarti dia harus pergi ke gereja. Namun, untuk yang
lainnya jangan ditanya lagi, untuk makan saja kami sering
berebut kursi, yaa sekarang kan lagi Covid-19, jadi harus
menjaga jarak, dan hal itu membuat salah satu dari kami
sering tidak kebagian kursi.

Hari-hari kami lalui dengan bertengkar, namun entah kenapa
persahabatan ini terasa dekat sekali, dan aku mulai bisa
beradaptasi dengan mereka, begitupun sebaliknya. Hingga
suatu malam, kami duduk berkumpul untuk minum kopi dan
saling menceritakan tentang diri kami. Arfail memulai cerita
dengan menceritakan bahwa Ibunya tidak menyukai
keragaman, sebab ibunya pernah dikhianati oleh mantan
pacarnya yang berasal dari daerah lain, oleh sebab itu Ibunya
menjadi benci dengan daerah tempat pacarnya berasal.
Kemudian, Teguh menceritakan bahwa ia sangat menyukai
keragaman karena dahulu ia hampir tenggelam di sungai dan
ia diselamatkan oleh orang yang berasal dari suku bangsa lain.
Selanjutnya, Teuku menceritakan bahwa ia bercita-cita
memiliki sebuah tempat di mana berbagai keragaman budaya
ada di dalamnya, sebab itu membuatnya memiliki sebuah
keluarga yang belum pernah ia miliki sampai saat ini. Terakhir,
Hasan pun bercerita bahwa ia pernah bermimpi bahwa ia mati
di tangan seorang kakek tua yang sangat membenci
keragaman, sebab ayah dan ibu Hasan sangat mencintai
keragaman dan kakek tua tersebut tidak menyukainya. Saat
mendengar cerita Hasan, bukannya tersentuh, aku dan kawan-

kawan yang lain malah menertawakannya. “Lagi cerita
dongeng, San” sahutku. Dan Hasan pun ikut tertawa bersama
kami sambil meminum kopi susu milik Teuku. “Hei, San...
Kenapa kamu meminum kopi susu milikku?!” marah Teuku.
Dan kembali lagi kami bertengkar untuk hal sepele ini.

Keesokan harinya, kami berjalan-jalan di sekitar desa tersebut
dan bertemu dengan seorang kakek tua, kakek tersebut
nampak kesakitan dan akhirnya kami memutuskan untuk
mengantarkan kakek tersebut menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah kakek tersebut, kami semua merasa
pusing dan kemudian kami semua jatuh tak sadarkan diri tepat
di depan rumah si kakek. Beberapa waktu kemudian kami
sadar di dalam sebuah ruangan yang gelap dan hanya ada satu
lilin di dalamnya. Kami tidak melihat Hasan dan hanya melihat
sesosok kakek tua yang berdiri di hadapan kami.

Sama seperti cerita Hasan, kakek tua tersebut membenci
keragaman. Dan ia mengancam akan membunuh Hasan
apabila tidak dapat menyelesaikan tantangan yang diberikan.
“Hei ini bukan mimpi kan, cerita Hasan benar adanya” tanyaku
kepada yang lain. “Pokoknya kita harus menyelesaikan
tantangan ini dan membawa Hasan pulang” tegas Teuku.

Kakek tersebut memberikan empat tantangan. Jadi, di setiap
pintu terdapat tantangan yang jika berhasil, kami dapat
membuka pintu tersebut dan di pintu keempat mereka dapat
membawa Hasan pulang, dan jika gagal Hasan akan mati
bersama kami. “Baik kami menyanggupinya” jawab kami
serentak.

Pintu pertama, tantangan menyanyikan lagu daerah Papua,
Arfail kemudian menyanyikan Apuse, suaranya lumayan jadi
pintu pertama terbuka. Selanjutnya, tantangan membawakan
tarian daerah Sumatra, Teuku pun menyanggupinya,
walaupun ia tidak pandai menari, ia akhirnya mampu
membawakan tari Seudati yang membuat kami mampu
melewati pintu kedua. Sesampainya di pintu ketiga kami
diminta untuk membuat makanan betawi, “Wah saatnya
menunjukkan bakat nihh, hehe” ungkap Firman. Firman pun
membuat Semur Jengkol yang membuat kami mampu
melewati pintu ketiga. “Fir, semur jengkol ternyata enak yaa”
puji Teuku. “Iya dong, masakan Betawi memang enak, apalagi
dibuat oleh chef tampan seperti aku ini” jawab Firman sambil
menunjukkan gaya alay nya. Pintu terakhir memberikan
tantangan untuk bertarung menggunakan senjata daerah
Kalimantan yang berarti giliran Teguh yang melakukannya.
Teguh pun memilih Mandau sebagai senjatanya. Gaya
bertarung ala Kalimantan Teguh cukup baik dan bergaya,
sehingga mampu membukakan kami pintu keempat dan
akhirnya kami dapat menemukan Hasan. Hasan langsung
datang memeluk kami dan mengatakan bahwa kakek tersebut
tidak suka melihat adanya keragaman, oleh sebab itu ia
memberikan segala tantangan untuk membuktikan apakah
kita masih punya kekuatan keragaman atau tidak.

Setelah kejadian itu, aku yang awalnya membenci keragaman,
akhirnya sangat mencintai keragaman, sebab keragaman
sudah menyelamatkan hidupku dan teman- temanku. Pada
akhirnya, kami memutuskan untuk saling menjaga keragaman
yang sudah kami miliki dan dari situlah nama “Desa Budaya”
pun lahir.

-SELESAI-

Karena Corona

Karya: Aisha Namira Kirania

Raskal dan Keinna sudah berteman hampir 7 tahun lamanya
dan akan berpisah jarak karena Keinna akan pindah ke luar
kota, akan tetapi setelah berpindah keinna sudah tidak pernah
mengabari Raskal lagi entah apa alasannya. 3 bulan telah
berlalu dengan Raskal tanpa adanya Keinna tapi tiba tiba saat
Raskal membuka gadget ada notifikasi yang membuatnya
terkejut, ada pesan bertuliskan “Hai Raskal apa kabar ? Maaf
karena tidak memberi kabar tapi aku mempunyai alasan
karena aku terjangkit virus corona jadi aku jarang meluangkan
waktu untuk membuka gadget” setelah membaca pesan
tersebut Raskal mulai merasa tidak enak semua yang bisa
Raskal pikirkan adalah bagaimana bisa datang untuk
mengunjunginya ketika Keinna sakit.

Raskal duduk ditepi Kasur dan membalas pesan itu “hai juga
kei, tak apa mungkin setelah kamu sembuh kita bisa
berjumpa. Sungguh aku merasa khawatir Ketika membaca
pesanmu, semoga cepat sembuh Keinna” dan mengirim pesan
itu. Saat pagi Raskal bersiap siap untuk menonton televisi
diruang keluarganya, Saat akan mengganti siaran tiba tiba
muncul berita jika virus ini makin melebar luas dan presenter
itu menjelaskan tentang cara menerapkan protokol yang baik
dan benar.

Presenter itu pun mulai menjelaskan

“ 1. Terapkan Protokol Kesehatan Saat Berada di Luar Rumah
selalu kenakan masker.

2. Jangan menyentuh benda-benda di tempat umum.

3. Selalu jaga jarak.

4. Jaga kebersihan diri dan anggota keluarga dengan baik.”

Setelah mendengarkan berita tersebut Raskal berniat untuk
mandi tetapi tiba tiba ibunya memanggil namanya “Raskal !!”
kemudian saat Raskal ingin menjawab “Ada ap-“ ibunya lebih
dahulu menyela “Raskal kamu yang ikhlas ya, Keinna sudah
meninggal 2 jam yang lalu” setelah mendengar ibunya
mengatakan hal tersebut rasanya ada yang menghantam kuat
dadanya, Kembali mengingat memori yang telah mereka jalani
bersama. Raskal pun berbicara “Dasar lemah kenapa kamu
meningalkanku keinna” sambil menangis. Tidak ada kalimat
yang pantas di ucapkan untuk perpisahan ini, karena
perpisahan ini terlalu pahit untuk Raskal.

-SELESAI-

BELAJAR DARI PERUNDUNGAN

Karya: Erika Dwi Amelia Sungkowo

Suatu hari seorang anak perempuan sedang diejek.

“Dasar gendut,hitam,jelek,” ejek anak anak

Tetapi, Nara sudah biasa dengan ejekan semacam ini dari
kecil. Saat usianya menginjak 2 tahun, tetangga di sekitar
rumahnya kerap tersenyum sinis melihat Nara. Sang ibu
bercerita kalau dulu bobot tubuh Nara justru lebih besar.
Dokter pun sempat memperingatkan ibu Nara bahaya obesitas
yang mungkin dialami sang anak.

Memasuki usia 3 tahun, ibu Nara mencoba mengatur pola
makan sang putri. Apa mau dikata? Nara memang harus
menjaga bobot tubuhnya agar tak membahayakan kesehatan.
Bertahun-tahun memiliki bobot tubuh diatas rata-rata, Nara
sebenarnya tak ambil pusing. Sejak di bangku SD pun, ia
kenyang dijadikan bahan bully-an.

Sama seperti sekarang, Nara masih jadi bahan candaan
sekaligus ejekan teman-teman sekolahnya. Ia kira teman di
SMP jauh lebih terbuka dan menyenangkan, ternyata tidak.
Efek perundungan yang dialaminya pun kian menjadi setelah
naik ke kelas 9. Tekanan menghadapi ujian nasional ditambah
ejekan teman-temannya membuat Nara uring-uringan.

Ia hanya bisa melampiaskan rasa sedihnya kepada sang ibu.
Tak ada teman yang mau dekat dengannya. Setiap kali ia
mencoba menyapa dan ikut mengobrol, teman-temannya
langsung bubar. Nara sadar diri, ia tak pernah diharapkan
dalam lingkup pertemanan manapun.

Tanpa disadari, mental Nara drop akibat perlakuan teman-
temannya. Hal ini rupanya mengundang rasa curiga bu Aulia,
wali kelas Nara. Usai upacara, bu Aulia memanggil Nara ke
ruangannya. Ia menanyakan penyebab turunnya nilai Nara di
semua mata pelajaran. Awalnya Nara enggan menceritakan
semua yang dialami. Bahkan ia hanya diam mendengarkan
kata-kata sang guru.

Bu Aulia tak kehabisan akal. Ia mencoba mengulik perlahan-
lahan. Nara menyerah dan menceritakan keluh-kesahnya.
Keesokan harinya, bu Aulia masuk ke kelas seperti biasa.
Namun, ada hal menarik yang diceritakannya kepada anak-
anak.

“Ibu ingin bercerita hari ini. Kalian mau mendengarkan?”
tanyanya.

Semua murid hanya mengangguk, tanda setuju. Mulailah bu
Aulia bercerita tentang kasus perundungan. Awalnya anak-
anak merasa risih, namun tetap mendengarkan. Di akhir

cerita, bu Aulia menekankan betapa buruknya merundung
orang lain. Anak-anak terpaku dan mulai melihat ke arah Nara.
Nara hanya tertunduk tak berani menatap.

Saat waktu istirahat tiba, satu per satu teman sekelas Nara
mendekatinya. Mereka meminta maaf karena sudah mengejek
Nara selama ini. Mereka tak sadar kalau ejekan itu membuat
Nara sedih dan mengalami gangguan belajar.

SELESAI

Instagram saya yaitu @sabrinaeceu Nama
saya Sabrina Putri Yuliafirmansyah,
biasa dipanggil Eceu. Lahir di Cilegon,
04-05-2007. Hobi saya adalah
mendengarkan musik dan membaca
novel. Motto hidup saya adalah
"Teruslah berusaha dan jika kamu
lelah ataupun jenuh maka
bertahanlah. Dan ingatlah
kesempatan itu tidak datang 2 kali
tapi kesempatan itu datang kepada
orang-orang yang mau
memperjuangkannya." Jika berkenan
untuk saling mengenal, bisa
komunikasi melalui email saya yaitu
[email protected] atau media
sosial

Nama saya Novely Kaylisha Zaldina,
biasa dipanggil Novely. Lahir di Cilegon,
28-11-2006. Hobi saya adalah
menggambar dan membaca novel.
Motto hidup saya adalah “Apapun suka
maupun duka yang akan datang di
kehidupan, harus dihadapi dengan
lapang dada.” Jika berkenan untuk
saling mengenal, bisa komunikasi
melalui email saya yaitu
[email protected] atau media
sosial instagram saya yaitu @vely_2811

Nama saya Salma Kinanti Nur
Khadijah, biasa dipanggil Salma. Lahir
di Cilegon, 05-10-2007. Hobi saya
membaca novel. Motto hidup saya
adalah “Bergantunglah pada diri
sendiri, bukan dengan orang lain” Jika
berkenan untuk saling mengenal, bisa
berkomunikasi melalui email saya
yaitu [email protected]
atau media sosial instagram saya
yaitu @salme.uuu

Nama saya Aisha Namira Kirania,
biasa dipanggil Aisha. Lahir di
Cilegon, 16-10-2007. Hobi saya
dengerin musik. Motto hidup saya
adalah "Semua kemajuan terwujud di
luar zona nyaman" jika berkenan
saling mengenal, bisa berkominukasi
melalui ig saya yaitu @yaelahsha_

Nama saya Erika Dwi Amelia, biasa
dipanggil Erika. Lahir di Cilegon, 24-08-
2007. Hobi saya memasak. Motto hidup
saya adalah “Kalau kamu tidak mau sama
sekali terlihat bodoh, tidak akan ada hal
besar yang akan datang dalam hidupmu”
Jika berkenan untuk saling mengenal, bisa
berkomunikasi melalui email saya yaitu
[email protected] atau
media sosial instagram saya yaitu
@dwii.ameliaaa_


Click to View FlipBook Version