LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
MARKAS BESAR MILIK DINAS
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
BAHAN AJAR (HANJAR)
DISKRESI KEPOLISIAN
untuk vii
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI2022
DISKRESI
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................... i
ii
Sambutan Kalemdiklat Polri ................................................................................ iv
vi
Keputusan Kalemdiklat Polri ............................................................................... vii
1
Identitas Buku ...................................................................................................... 2
Daftar Isi .............................................................................................................. 3
3
Pendahuluan ....................................................................................................... 4
5
Standar Kompetensi ............................................................................................ 6
7
MODUL 01 KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN 8
8
Pengantar ............................................................................ 13
13
Kompetensi Dasar ............................................................. 14
15
Materi Pelajaran .................................................................. 16
Metode Pembelajaran ........................................................ 17
Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar .............................
Kegiatan Pembelajaran ......................................................
Tagihan/Tugas .....................................................................
Lembar Kegiatan ................................................................
Bahan Bacaan .....................................................................
1. Latar Belakang Diskresi Kepolisian ...............................
2. Pengertian Diskresi .......................................................
3. Pengertian Diskresi Kepolisian......................................
4. Landasan Hukum Diskresi Kepolisian ..........................
5. Alasan, Tujuan, Manfaat, dan Unsur – Unsur Diskresi
Kepolisian .....................................................................
DISKRESI vii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN i
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
6. Azas dan Persyaratan Diskresi Kepolisian ................... 19
7. Proses Tindakan Diskresi Kepolisian ........................... 21
8. Proses Pengambilan Keputusan dalam Diskresi
21
Kepolisian ..................................................................... 22
9. Penilaian Ketepatan Diskresi Kepolisian ...................... 24
10. Masalah-Masalah Dalam Pelaksanaan Diskresi 25
Kepolisian ..................................................................... 25
26
11. Indikator Keberhasilan Diskresi Kepolisian .................. 27
12. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Diskresi Kepolisian .......................................................
Rangkuman .........................................................................
Latihan .................................................................................
MODUL 02 RESTORATIVE JUSTICE (RJ)
Pengantar ............................................................................ 28
Kompetensi Dasar ............................................................. 28
Materi Pelajaran .................................................................. 29
Metode Pembelajaran ........................................................ 29
Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ............................. 30
Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 31
Tagihan/Tugas ..................................................................... 32
Lembar Kegiatan ................................................................ 32
Bahan Bacaan ..................................................................... 33
1. Latar Belakang Restorative Justice (RJ) ....................... 33
2. Pengertian Restorative Justice (RJ) .............................. 34
3. Kegiatan Restorative Justice (RJ) ................................. 35
DISKRESI ix
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
4. Persyaratan Restorative Justice (RJ) ............................ 35
5. Penyelesaian Tindak Pidana Ringan ............................ 36
6. Penghentian Penyelidikan dan Penyidikan Tindak 38
Pidana............................................................................ 41
7. Pengawasan Restorative Justice (RJ) ......................... 43
Rangkuman ......................................................................... 45
Latihan .................................................................................
MODUL 03 ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
Pengantar ............................................................................ 46
Kompetensi Dasar ............................................................. 46
Materi Pelajaran .................................................................. 47
Metode Pembelajaran ........................................................ 47
Alat/Media Bahan, dan Sumber Belajar ............................. 48
Kegiatan Pembelajaran ...................................................... 49
Tagihan/Tugas ..................................................................... 50
Lembar Kegiatan ................................................................ 50
Bahan Bacaan ..................................................................... 51
1. Pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR)......... 51
2. Dasar Hukum Alternative Dispute Resolution (ADR) 53
3. Metode Alternative Dispute Resolution (ADR) .............. 53
4. Perspektif Positif Alternative Dispute Resolution (ADR) 54
DISKRESI x
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
5. Perspektif Negatif Alternative Dispute Resolution 55
(ADR)........................................................................... 56
58
Rangkuman .........................................................................
Latihan .................................................................................
DISKRESI ii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
HANJAR LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
DISKRESI KEPOLISIAN
12 JP (540 menit)
PENDAHULUAN
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri sesuai dengan Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang
kepolisian. Diskresi kepolisian adalah suatu wewenang yang diberikan
kepada polisi, untuk mengambil keputusan dalam situasi tertentu
didasarkan statute approach ( CARI ARTINYA) melalui konseptual
approach didasarkan pada (Case Approach) di lapangan. Adanya
keadaan yang memaksa, demi kepentingan umum, mempertahankan
diri sendiri atau orang lain, mempertahankan kehormatan atau harta
benda sendiri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang
sangat luas dalam menegakkan hukum dan menjamin keamanan serta
ketertiban masyarakat. Tugas Kepolisian tersebut tidak dapat dilakukan
hanya mengandalkan peraturan perundang-undangan, karena Undang-
Undang hanya memuat aturan pokok yang dalam praktik penegakannya
selalu tergantung pada konteks masyarakatnya. Oleh karena itu Polisi
diberi kewenangan melakukan diskresi Kepolisian, yakni sebuah konsep
pemberian otoritas untuk melakukan tindakan berdasarkan
pertimbangan hati nurani polisi yang sedang bertugas ataupun
pertimbangan institusi Kepolisian.
Bahan ajar (Hanjar) ini diberikan kepada peserta didik dengan materi
yaitu konsep diskresi kepolisian, Restorative Justice (RJ) dan Alternative
Dispute Resolution (ADR). Tujuan diberikannya mata pelajaran ini yaitu
agar peserta didik memahami diskresi kepolisian dalam pelaksanaan
tugas Polri.
DISKRESI iii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
STANDAR KOMPETENSI
Memahami diskresi kepolisian dalam pelaksanaan tugas Polri.
DISKRESI iv
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
MODUL KONSEP
DISKRESI KEPOLISIAN
01
4 JP (180 Menit)
PENGANTAR
Modul ini berisikan materi tentang konsep diskresi kepolisian meliputi
latar belakang diskresi kepolisian, pengertian diskresi, pengertian
diskresi kepolisian, landasan hukum diskresi kepolisian, alasan, tujuan,
manfaat, dan unsur-unsur diskresi kepolisian, azas dan persyaratan
diskresi kepolisian, proses tindakan diskresi kepolisian, proses
pengambilan keputusan dalam diskresi kepolisian, mekanisme penilaian
ketepatan diskresi kepolisian, masalah-masalah dalam pelaksanaan
diskresi kepolisian, indikator keberhasilan diskresi kepolisian serta faktor
- faktor yang mempengaruhi keberhasilan diskresi kepolisian.
Tujuan diberikannya materi ini agar peserta didik memahami konsep
diskresi kepolisian.
KOMPETENSI DASAR
Memahami konsep diskresi kepolisian.
Indikator Hasil Belajar :
1. Menjelaskan latar belakang diskresi kepolisian.
2. Menjelaskan pengertian diskresi.
3. Menjelaskan pengertian diskresi kepolisian.
4. Menjelaskan landasan hukum diskresi kepolisian.
5. Menjelaskan alasan, tujuan, manfaat, dan unsur-unsur diskresi
kepolisian.
6. Menjelaskan azas dan persyaratan diskresi kepolisian.
7. Menjelaskan proses tindakan diskresi kepolisian.
8. Menjelaskan proses pengambilan keputusan dalam diskresi
kepolisian.
DISKRESI KEPOLISIAN 3
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
DISKRESI v
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
9. Menjelaskan penilaian ketepatan diskresi kepolisian.
10. Menjelaskan masalah-masalah dalam pelaksanaan diskresi
kepolisian.
11. Menjelaskan indikator keberhasilan diskresi kepolisian.
12. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
diskresi kepolisian.
MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Konsep diskresi kepolisian.
Subpokok bahasan:
1. Latar belakang diskresi kepolisian.
2. Pengertian diskresi.
3. Pengertian diskresi kepolisian.
4. Landasan hukum diskresi kepolisian.
5. Alasan, tujuan, manfaat, dan unsur-unsur diskresi kepolisian.
6. Azas dan persyaratan diskresi kepolisian.
7. Proses tindakan diskresi kepolisian.
8. Proses pengambilan keputusan dalam diskresi kepolisian.
9. Penilaian ketepatan diskresi kepolisian.
10. Masalah-masalah dalam pelaksanaan diskresi kepolisian.
11. Indikator keberhasilan diskresi kepolisian.
12. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan diskresi kepolisian.
DISKRESI vi
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
METODE PEMBELAJARAN
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang konsep
diskresi kepolisian.
2. Metode Brainstorming
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentangmateri yang disampaikan.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk mengukur sejauh mana pemahaman
peserta didik terhadap materi yang telah disampaikan.
4. Metode Diskusi
Metode ini digunakan untuk mendiskusikan tentang diskresi
kepolisian.
5. Metode Penugasan
Metode ini digunakan pendidik untuk memberikan tugas kepada
peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang diberikan.
DISKRESI vii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR
1. Alat/media:
a. White board.
b. Laptop.
c. LCD.
d. Laser Pointer.
e. Flipchart
2. Bahan:
a. Kertas Flipchart.
b. Alat tulis.
3. Sumber belajar:
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
c. Peraturan kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 8
Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif.
DISKRESI vii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN i
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap Awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan:
a. Membuka kelas dan memberikan salam.
b. Perkenalan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan dan materi yang akan
disampaikan dalam proses pembelajaran.
2. Tahap Inti : 160 Menit
a. Pendidik menyampaikan materi konsep diskresi kepolisian.
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.
c. Pendidik menggali pendapat peserta didik terkait dengan
materi yang disampaikan.
d. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya atau menanggapi materi.
e. Pendidik membagi peserta didik menjadi 5 (lima) kelompok
diskusi.
f. Peserta didik melaksanakan diskusi sesuai dengan materi
yang telah diberikan.
g. Pendidik mengawasi jalannya diskusi.
h. Masing-masing ketua kelompok memaparkan hasil diskusi
kelompok dan ditanggapi kelompok lainnya.
i. Pendidik memberikan tanggapan hasil diskusi dari masing-
masing kelompok.
3. Tahap akhir: 10 Menit
a. Penguatan materi
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi
Pendidik mengecek penguasaan materi dengan bertanya
secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.
DISKRESI ix
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
TAGIHAN/TUGAS
1. Peserta didik mengumpulkan hasil resume materi yang telah
diberikan oleh pendidik.
2. Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi kepada pendidik dalam
bentuk tulisan tangan.
LEMBAR KEGIATAN
1. Pendidik menugaskan peserta didik meresume materi yang telah
diberikan.
2. Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi yaitu :
a. Pendidik membagi kelas menjadi 5 (lima) kelompok diskusi.
b. Peserta didik menganalisa suatu kasus dengan diskusi secara
berkelompok berdasarkan skenario sebagai berikut :
SKENARIO I
( FUNGSI TEKNIS RESERSE)
Pada hari Selasa Tgl 18 April 2022 sekitar pukul 10.00 WIB berlangsung
kegiatan razia stasioner yang dipimpin oleh Kapolsek Timur di Pertigaan
Jl. Fatmawati Kec. Lubuk Linggau Timur I (jalan lingkar). Berdasarkan
Sprint Kapolres Nomor 410/IV/2017 tanggal 17 April 2022.
Pada pukul 11.30. WIB. melintas mobil sedan merk Honda City warna
hitam No. Pol. BG 1488 ON (hasil cek Samsat BG tersebut tidak benar),
yang datang dari arah Mesat Seni menuju Bandara Silampari, ketika
hendak diberhentikan mobil tersebut tidak mau berhenti (menghindar)
dan mencoba menabrak anggota yang sedang melakukan razia.
Melihat gelagat yang mencurigakan anggota mengambil inisiatif untuk
melakukan pengejaran yang dilakukan oleh :
Brigpol Kalingga (menggunakan SS1 V2) dan Bripda
FIRMANSYAH (Sat Lantas driver) menggunakan kendaraan
mitsubishi kuda (Ranmor dinas Sat Lantas).
Briptu Jery (Sat Lantas) dan Bripka MEI SAFRIJAL (BA Polsek
Linggau Timur) mengejar menggunakan R2 (tertinggal) sampai di
TKP setelah terjadi penembakan.
DISKRESI x
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Bripda Evan mengejar menggunakan R2 (tertinggal).
Setibanya di depan kantor Transmigrasi Jl. Lapter Kec. Linggau Timur I
anggota mencoba menghentikan kendaraan namun tidak berhenti,
kemudian dilakukan tembakan peringatan ke atas. Disimpang 3 lampu
merah Jl. Lapter Silampari mobil tersebut menerobos lampu merah.
Setibanya di jl. SMB II kel. Margamulya mobil tersebut dapat dihentikan
oleh anggota dengan cara melakukan penembakan ke mobil tersebut
sehingga mobil berhenti.
Pada saat mobil berhenti penumpang yang ada di dalam mobil tidak
merespon membuka kaca mobil sehingga menambah kecurigaan dari
anggota, sehingga anggota melakukan upaya paksa dengan
mengeluarkan tembakan kembali ke arah mobil yang mengakibatkan
terjadinya korban luka tembak.
Adapun jumlah penumpang yang ada di dalam mobil Honda City tersebut
berjumlah 6 orang, yaitu:
Gatot Sundari Bin Asjum, (sopir) 29 TH, Swasta, alamat Desa Blitar
Curup Kab. Lejang Lebong. 1 Luka tembak dibagian dada kiri.
(Dirujuk ke Rs. Sobirin).
Indra, 35 TH, Petani, Alamat Desa Belitar Curup Kab. Lejang
lebong. 1 Luka tembak dibagian tangan kiri tembus dan 1 luka
tembak dibagian leher. (Dirujuk ke Palembang).
Dewi Herlina, 24 Thn, alamat Blitar, luka tembak lengan sebelah kiri
tembus. (Dirujuk ke Rs. Sobirin).
Novianti, 31 Thn, luka tembak lengan sebelah kanan. (Dirujuk ke
Rs. Sobirin) (jenazah almarhumah sudah diserahkan kepada pihak
keluarga di curup bengkulu oleh wakapolres Lubuk linggau)
Galih, 6 Thn, tidak ada luka dan tidak dirawat.
Sumarjo, 40 tahun, tani, alamat Jl. Desa Sidomulyo Blitar Muka Kab
Rejang Lebong Bengkulu (duduk di depan samping sopir sambil
memangku Galih).
DISKRESI xi
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SKENARIO II
( FUNGSI TEKNIS INTELIJEN)
Pada hari Jum’at tanggal 30 Juni 2022, sekitar pukul 15.30 WIB., usai
Sholat Ashar berjamaah di Mesjid Falatehan di samping lapangan
Bhayangkara Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, telah terjadi
penusukan terhadap 2 (dua) anggota Brimob Mabes Polri. Saat itu terjadi
penusukan terhadap AKP X dan Briptu Y dari kesatuan Sat Brimob
Mabes Polri. Kejadian bermula saat sholat Ashar berjamaah, ada tiga
baris, terdiri dari anggota Brimob dan masyarakat umum. Sholat berjalan
lancar sampai selesai.
Pada waktu sholat selesai dan para jamaah bersalam salaman, pelaku
yang berada diposisi syaf 3 belakang sebelah kanan ikut bersalaman
juga. Anggota Brimob dan pelaku masih duduk di dalam mesjid dan
berdekatan, tidak lama kemudian pelaku langsung mengeluarkan pisau
dan secara acak menusuk dan menyerang anggota Brimob sambil
berteriak kafir” kafir”..................
Alhasil dua anggota Brimob yang satu terluka di bagian muka dan yang
satu lagi ditusuk pada bagian leher yang mengakibatkan korban anggota
Brimob Meninggal Dunia.
Setelah membunuh dan melukai korban, pelaku melarikan diri keluar
Mesjid, Namun berkat kesigapan anggota Brimob yang lain yang tidak
jauh dari mesjid, pelaku lalu dikejar.
Pelaku bukannya menyerah malah berbalik mengancam dan menyerang
dengan sangkur. Kemudian anggota brimob melakukan tembakan
peringatan ke atas sebayak 3 kali namun pelaku terus menyerang
akhirnya dilakukan penembakan dan pelaku di tempat sampai
mengalami luka tembak (dada sebelah kiri).
Kemudian anggota Brimob memanggil Ambulans kemudian menolong
pelaku langsung di bawa ke RS Kramatjati, namun pelaku meninggal
dalam perjalan ke Rumah Sakit.
DISKRESI xii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
SKENARIO III
( FUNGSI TEKNIS LANTAS)
Pada hari Minggu, tanggal 2 Juli 2022 sekitar pukul 10.40 WIB
bertempat di Jl. Raya Cendrawasih Bumi Serpong Damai Tangerang,
dimana jalan tersebut ramai dan satu arah. Pada saat melaksanakan
patroli pemantauan arus lalu lintas, melihat Bus Tiara Mas berhenti di
pinggir jalan kemudian melihat ada seorang ibu (Sugiati) tergeletak di
pinggir jalan hendak melahirkan, tindakan yang diambil adalah minta
bantuan penumpang perempuan untuk membantu proses persalinan
kerena tidak satupun keluarga yang ikut dalam bus.
Setelah itu segera mengevakuasi bayi dan ibunya ke Rumah Sakit
terdekat. Adapun lokasi rumah sakit jauh dari tempat kejadian dan
macet apabila dibawa sesuai arus/jalur kerena harus berputar arus,
sedangkan ibu yang melahirkan harus segera mendapat pertolongan,
sehingga petugas Lalu Lintas membawa ibu dan bayinya ke rumah sakit
dengan menggunakan kendaraan dinas Lantas dengan melalui berjalan
melawan arus dan kondisi ibu serta bayi perempuan dalam keadaan
sehat setelah mendapat perawatan di Rumah Sakit.
SKENARIO IV
( FUNGSI TEKNIS BINMAS)
Pada tanggal 27 Maret 2022, sekitar pukul 20.00 WIB, Kepala
Kepolisian Sektor (Kapolsek) Dolok Saribu Kec. Pardamean,
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara bersama 3 (tiga) anggotanya
dengan menggendarai mobil kijang BK 1074 FN, menuju Desa Buntu
Bayu Pane, Kab. Simalungun Sumatera untuk melakukan penangkapan
terhadap target operasi Judi Kim atas nama X dan setibanya di rumah
target operasi dengan mudah pelaku berhasil dibekuk dan diboyong
oleh Tim dari Polsek dan sesuai rencana akan di bawa ke Polsek untuk
ditindak lanjuti.
Isteri pelaku melihat suaminya ditangkap dan dibawa polisi, maka
dengan spontan meneriaki Polisi sebagai maling. Teriakan itu
memancing warga beramai-ramai keluar dari rumahnya dan mendekati
korban. Mereka merasa tidak senang rekannya ditangkap, mereka
mendesak agar polisi membebaskan suaminya.
Melihat amarah warga yang mulai naik, korban menuruti permintaan
untuk melepas pelaku, guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Kemudian Kapolsek dan anggotanya meninggalkan lokasi untuk ke luar
desa.
DISKRESI xii
KEPOLISIAN PENDIDIKAN i
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Namun tak cukup sampai disitu saja, warga masih marah dan mengejar
mobil Polisi yang meninggalkan lokasi. Tepat di jalan masuk ke desa,
beberapa warga sudah menghadang mobil yang dikendarai Kapolsek
dengan gerobak lembu menghalangi laju mobil.
Kapolsek sempat turun dari mobilnya meminta agar warga menggeser
gerobak yang menghalangi jalan. Namun, dari arah belakang terlihat
puluhan warga yang mengejar semakin mendekat. Salah seorang
anggotanya sempat berusaha menarik tangan Kapolsek dan
mengajaknya lari menghindari amukan warga atau menyelamatkan diri.
Namun Kapolsek yang sebenarnya bersenjata memilih untuk
mendiskusikan hal tersebut dengan warga. Dan naas bagi Kapolsek,
sekitar pukul 21.30 Wib. warga beramai-ramai memukulinya hingga
tewas bersimbah darah. Mobilnya dirusak dan mayatnya dibiarkan
tergeletak di pinggir jalan masuk desa. Jasadnya baru dievakuasi oleh
pihak kepolisian yang langsung turun ke TKP sekitar pukul 22.00 WIB.
SKENARIO V
(FUNGSI TEKNIS SABHARA)
Pada hari Sabtu tanggal 9 April 2022 sekitar pukul 19.00 WIB dari rumah
menuju kantor, anggota Sat Lantas Jakarta Timur melintas di Jl. I Gusti
Ngurah Rai tepatnya traffic light Buaran.
Saya melihat ada keramaian dan mendengar suara orang berteriak-
teriak “rampok...rampok...” di angkot berwarna merah. Saya berhenti dan
mendekati TKP, ternyata di dalam angkot ada korban (Risma) bersama
balitanya sedang disandera oleh pelaku (Hermawan) dengan posisi
korban dirangkul dan pisau ditempelkan di leher korban.
Sebagai anggota Polri, saya berusaha menolong dan bernegosiasi
dengan pelaku (Hermawan) selama + 30 menit, agar melepaskan korban
(Risma) bersama balitanya. Negosiasi berjalan alot, pelaku semakin
brutal karena tekanan massa sehingga akhirnya saya terpaksa
melakukan tindakan tegas (pelumpuhan) dengan menembak lengan
kanan disaat pelaku (Hermawan) lengah hingga akhirnya korban (Risma)
bersama balitanya terselamatkan.
DISKRESI xi
KEPOLISIAN PENDIDIKAN v
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
BAHAN BACAAN
KONSEP
DISKRESI KEPOLISIAN
1. Latar Belakang Diskresi Kepolisian
Setiap tindakan selalu akan ada konsekuensinya, setidaknya itu
yang sering didengar dalam kehidupan bermasyarakat. Tindakan -
tindakan yang kerapkali mendapat sorotan salah satunya adalah
keputusan mengambil tindakan diskresi yang dilakukan oleh institusi.
Diskresi sendiri memang sebuah privilege atau keistimewaan bagi
para aparat penegak hukum termasuk bagi pemerintah itu sendiri,
memang dalam mengambil langkah tersebut, hanya yang
berwenang yang dapat menjadikan diskresi itu sah secara hukum
dan penerapannya.
Sederhana saja sebenarnya untuk memahami mengenai diskresi
kepolisian. Dapat dilihat dari contoh - contoh konkrit yang ada dalam
keseharian. Misalnya polisi yang mengatur lalu lintas di perempatan
jalan dengan mengabaikan lampu merah. Menurut UU Lalu Lintas,
Polisi dapat menahan kendaraan meskipun sedang lampu hijau atau
mempersilahkan jalan kendaraan meskipun lampu merah. Hal ini
terjadi karena misalnya terlalu macet pada satu sisi jalan
Kasus di atas menunjukkan bahwa “Discretion has the meaning of
acting on one’s own authority and judgement” atau diskresi hanya
memiliki 2 (dua) kata kunci yakni otoritas dan penilaian. Cukup sulit
ketika hanya mengandalkan insting seorang polisi tanpa adanya
aturan-aturan yang tertulis dalam mengambil tindakan diskresi.
Namun, tidak dipungkiri juga walaupun sudah tertulis, bisa saja
masih terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap diskresi itu
sendiri. Maka, sangat perlu sebuah pengawasan serta pembinaan
diskresi kepolisian, hal ini bertujuan untuk memastikan ketepatan
diskresi serta mencegah penyalagunaan tindakan diskresi.
Tentunya, diikuti pula dengan syarat-syarat, cara mengontrol, tujuan,
dan lain-lain yang berhubungan dengan pengambilan keputusan
diskresi yang tepat.
Diskresi dipraktikan dalam menjustifikasi melalui berbagai tahap
pertimbangan terhadap suatu masalah. Diskresi juga merupakan
sebuah pondasi atas penentuan arah dan kebijakan, terutama bagi
aktor-aktor yang legitimate dalam menjalankan negara. Meskipun
dalam konteks ini telah terdapat rumusan baku sebagai panduan
dalam menghadapi suatu hal, akan tetapi tindakan diskresi
diperlukan guna menguasai keadaan. Diskresi bukan hanya perlu,
tetapi juga penting untuk dilakukan oleh polisi dalam melaksanakan
DISKRESI xv
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
tugasnya, karena polisi bekerja dalam penegakkan hukum yang
langsung berhadapan dengan masyarakat.
Berbicara mengenai diskresi kepolisian, perlu diketahui bahwa
diskresi kepolisian memiliki 2 (dua) turunan lainnya, yakni Alternative
Dispute Resolution (selanjutnya disingkat ADR) dan/atau Restorative
Justice (selanjutnya disingkat RJ).
Sebenarnya membedakan keduanya cukup mudah, ADR
menyelesaikan permasalahan atau sengketa perdata. Kemudian
untuk RJ, menyelesaikan permasalahan atau sengketa pidana.
Kesamaan keduanya adalah menyelesaikan perkara di luar jalur
pengadilan, memiliki metode, syarat dan ketentuan, tujuan, dasar
hukum, kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda.
2. Pengertian Diskresi
Pengertian diskresi dapat dilihat dalam Undang – Undang Nomor 30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 Angka 9,
yakni “diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan
dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi
persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundang – undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas,
dan/atau adanya stagnansi pemerintahan”
Selain itu, diskresi menurut Kamus Ilmu Hukum memiliki makna yaitu
sebagai sebuah kebebasan dalam mengambil keputusan dalam tiap
situasi yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri (J.C.T
Simorangkir, 2002).
Berbicara tentang kekuasaan, Thomas J. Aaron memaknai diskresi
sebagai suatu kekuasaan atau wewenang yang dapat dilakukan
berdasarkan hukum atas pertimbangan serta keyakinan yang lebih
menekankan pada pertimbangan-pertimbangan moral daripada
pertimbangan hukum.
Kemudian pada buku Soekanto (1989) dikatakan bahwa sebenarnya
diskresi adalah sebuah proses pengambilan keputusan yang mana
dalam keputusan tersebut dapat mengatasi masalah sosial yang
dihadapi dengan tetap berpegang teguh pada peraturan.
Diskresi menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, bahwa
diskresi adalah sebuah kebijaksanaan, keleluasaan, atau kebebasan
untuk melakukan atau memilih. Makna diskresi tersebut kemudian
dapat mengidentifikasi 8 (delapan) unsur yang dikandung pada
makna kata diskresi, yakni: unsur kemerdekaan, unsur otoritas,
unsur keputusan, unsur tindakan, unsur ketepatan, unsur
pertimbangan, unsur pilihan, unsur bijaksana, dan segala makna
turunan mereka.
DISKRESI xv
KEPOLISIAN PENDIDIKAN i
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Sehingga ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya diskresi
dapat pula dirumuskan sebagai kemerdekaan dan/atau
otoritas/kewenangan untuk membuat keputusan serta
kemudian mengambil suatutindakan yang dapat dianggap
tepat atau telah sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Dan dengan tetap memperhatikan segala pertimbangan
maupun pilihan yang memungkinkan.
3. Pengertian Diskresi Kepolisian
Diskresi sendiri memiliki makna kekuasaan atau hak
untuk memutuskan atau penilaian sendiri. sebuah
kebebasan untuk menilai atau memilih. Diskresi
kepolisian yang paling sering digunakan di lapangan,
para petugas mendasarkan pilihan mereka pada keadaan
dan faktor di sekitarnya, seperti keselamatan petugasyang
perlu dipertimbangkan. Karena setiap petugas berbeda,
mulai dari sikap dan latar belakangnya pun juga berbeda.
Secara harfiah, tidak ada pilihan yang benar secara
mutlak namun petugas memiliki keleluasaan dalam
menghadapi situasi yang dihadapinya.
Diskresi kepolisian juga diberi makna oleh J.Q Welson
sebagai kewenangan bertindak atas dasar penilaiannya
sendiri tidak dapat ditafsirkan secara sempit dan dangkal,
mengingat lahirnya diskresi tidak dapat dipisahkan dari
adanya suatu wewenang kepolisian secara umum dan
hukum yang mengatur untuk bertindak, oleh karena itu
keleluasaan atau kebebasan bertindak selalu
berdasarkan atas wewenang yang telah diberikan oleh
hukum. Wewenang yang dimaksud adalah wewenang
yang diberikan oleh undang – undang atau yang biasa
disebut sebagai rechtmatigheid, sehingga diskresi
kepolisian dilaksanakan tetap berdasarkan atas
pertimbangan hukum dan moral serta tujuan diberikannya
wewenang bagi setiap anggota kepolisian selaku
pengambilan keputusan untuk bertindak.
DISKRESI xv
KEPOLISIAN PENDIDIKAN ii
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis telah diatur pada
Pasal 18 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 yakni, “untuk
kepentingan umum, pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak
menurut penilaiannya sendiri”.
Pasal tersebut mengemban makna bahwa seorang
anggota Polri yang melaksanakan tugasnya di tengah-
tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil
keputusan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila ada
gangguan terhadap ketertiban serta keamanan umum
yang dapat menimbulkan suatu bahaya bagi ketertiban
dan keamanan umum.
Tidak dipungkiri ketika pengambilan keputusan diskresi
kepolisian pasti keadaannya tidak selalu normal, misalnya
dalam kondisi yang tidak memungkinkan baginya untuk
meminta petunjuk atau pengarahan terlebih dahulu dari
atasannya, sehingga saat itu juga dia harus berani
menuntaskan masalah yang dihadapinya.
Diskresi kepolisian juga ditafsirkan sebagai wewenang
atau otoritas aparat kepolisian dalam menentukan
tindakan baik secara legal ataupun ilegal dalam
menjalankan tugasnya.
Makna dari Pasal 16 dan Pasal 18 dari UU Kepolisian Nomor 2
Tahun 2002 setidaknya mengemban makna bahwa diskresi
memperbolehkan seorang polisi untuk dapat memilih diantara
berbagai peran, taktik, ataupun tujuan dalam pelaksanaan tugasnya.
Pengertian diskresi kepolisian adalah “Kewenangan untuk bertindak
demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri”
Kepentingan umum yang dimaksud tertera pada Pasal 1 Angka 7
UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 yakni, “Kepentingan umum
adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan
negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri”.
4. Landasan Hukum Diskresi Kepolisian
a. Dalam Kepolisian NKRI juga ditetapkan Diskresi pada Pasal 16
Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian NKRI:
“Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana,
Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: ”
DISKRESI xv
KEPOLISIAN PENDIDIKAN iii
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Kemudian pada Pasal 16 ayat (2) berbunyi :
“Kemudian dibatasi kembali dari huruf I ayat (1)
tersebut, dinyatakan “mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggungjawab”, yang
mana ketentuan ini mengandung muatan wewenang
bagi polisi untuk menerapkan diskresi. Dan tentunya
dalam menerapkannya ada beberapa syarat:
(1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
(2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
tindakan tersebut dilakukan. harus patut, masuk akal, dan
termasuk dalam lingkungan jabatannya. pertimbangan
yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa. dan
menghormati hak asasi manusia.
b. Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
NKRI: “(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian NKRI
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat
bertindak menurut penilaiannya sendiri”.
Namun, sekali lagi perlu ditekankan bahwa pada UU
Kepolisian ini memang tidak dinyatakan secara
eksplisit bahwa inilah ketentuan tentang dasar
penerapan diskresi polisi. Akan tetapi,muatan yang
dikandungnya terasa, dan bahkan semakin terasa
berkenaan dengan penerapan diskresi yang
dimaksud.
c. UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP:
Pasal 5 Ayat (1) huruf a angka 4, “Penyelidik karena
kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab”.
Pasal 7 Ayat (1) huruf j, “Penyidik karena kewajibannya
mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab”.
5. Alasan, Tujuan, Manfaat, dan Unsur – Unsur Diskresi Kepolisian
a. Ada berbagai alasan – alasan sehingga perlunya diskresi
kepolisian untuk dilakukan, sebagai berikut:
1) Undang – undang yang ditulis dalam bahasa yang terlalu
umum, sulit untuk kemudian dijadikan petunjuk
pelaksanaan sampai detail bagi petugas di lapangan.
DISKRESI xi
KEPOLISIAN PENDIDIKAN x
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
2) Hukum yang notabene sebagai alat untuk mewujudkan
keadilan dan menjaga ketertiban, ternyata bisa menjadi
tidak satu – satunya jalan untuk mencapai hal tersebut,
bisa melalui diskresi juga.
3) Mempertimbangkan sumber daya dan kemampuan
petugas kepolisian.
4) Setiap anggota kepolisian telah memiliki kewenangan
yang melekat untuk melakukan tindakan diskresi.
5) Tindakan diskresi merupakan salah satu cara
penyelesaian sengketa yang mendesak dengan cara
yang cepat dan tepat walaupun masih ada proses
menganalisa dan mencermati terlebih dahulu.
6) Tindakan diskresi mencegah terjadinya konflik yang
berdampak lebih luas.
7) Memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
terhadap publik.
b. Tujuan Diskresi Kepolisian
Menciptakan situasi keamanan dan ketertiban
masyarakat sehingga masyarakat memperoleh
perlindungan, pengayomandan pelayanan.
c. Manfaat Diskresi Kepolisian
Manfaat dari dilaksanakannya diskresi kepolisian,
antara lain:
1) Mampu menciptakan keharmonisan antara masyarakat
dengan pemegang wewenang karena ketika diskresi
dilakukan dengan tepat dan sesuai prosedur, akan
memungkinkan metode dialog (mediasi) masih bisa
dicapai dibandingkan mengambil satu sikap yang
merugikan, selain itu masyarakat juga merasa dilibatkan
dalam proses tersebut.
2) Memberi kesempatan bagi pemegang wewenang untuk
bisa meningkatkan kapasitas diri agar pengambilan sikap
jauh lebih baik lagi.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Kemudian, mengambil dari diskresi yang dilakukan
oleh kepolisian, misalnya dalam masalah sosial yang
terjadi dalam masyarakat, kelebihannya adalah
diskresi sebagai salah satu cara untuk membangun
moral petugas kepolisian dan meningkatkan
intelektual petugas dalam menyiapkan dirinya untuk
mengatur orang lain dengan tetap mengedepankan
aspek – aspek penting dari diskresi kepolisian itu
sendiri, yakni:
1) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
2) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
tindakan tersebut dilakukan.
3) Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam linkungan
jabatannya.
4) Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang
memaksa.
5) Menghormati Hak Asasi Manusia.
Selain itu lebih spesifik lagi, manfaat dari diskresi
kepolisiandibagi menjadi manfaat untuk 3 (tiga)
elemen, yakni:
1) Bagi publik yang mana dapat terciptanya keamanan dan
ketertiban bagi masyarakat.
2) Bagi institusi yang mana diskresi yang dilakukan secara
cepat dan tepat akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat kepada Polri.
3) Membiasakan bertindak berdasarkan rasa keadilan, tidak
sewenang – wenang, dan tidak berlebihan.
d. Unsur – Unsur Diskresi Kepolisian
1) Kewenangan Anggota Polri : setiap anggota Polri dalam
keadaan yang mendesak mempunyai suatu kewenangan
untuk melakukan diskresi kepolisian.
2) Mengambil langkah atas penilaiannya sendiri : keputusan
dalam mengambil langkah diskresi benar –
benardidasarkan atas penilaian sendiri, didasarkan pada
pertimbangan – pertimbangan kelayakan dalam mengambil
tindakan diskresi.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN i
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
3) Dalam keadaan mendesak : sebuah keadaan yang mana
kalau tidak diterapkan akan menimbulkan masalah atau
risiko yang lebih besar.
4) Menjamin kepentingan publik : tindakan yang dilakukan
semata – mata dilakukan demi suatu kepentingan publik.
dan
5) Keselamatan pelaksana diskresi : tindakan diskresi yang
telah dilakukan oleh anggota Polri didasarkan pada
keselamatan pelaksana diskresi itu sendiri.
6. Azas dan Persyaratan Diskresi Kepolisian
Untuk mencegah tindakan yang sewenang – wenang atau
arogansi oleh aparat kepolisian yang bertindak atas dasar
kemampuan atau pertimbangan subjektif, tindakan
diskresi harus memperhatikan4 (empat) azas, yakni:
a. Azas Keperluan : yang mana tindakan harus ditinjau bahwa hal
tersebut benar – benar dibutuhkan.
b. Azas Kepentingan : yang mana tindakan yang diambil harus
benar – benar demi kepentingan tugas kepolisian.
c. Azas Tujuan : sebuah tindakan yang dirasa paling tepat untuk
meniadakan suatu gangguan, sehingga tidak muncul
kekhawatiran yang berlebih atau akibat yang lebih besar lagi di
masyarakat.
d. Azas Keseimbangan : perlu mempertimbangkan dan
memperhitungkan keseimbangan antara sifat tindakan ataupun
sarana yang akan digunakan dengan besar kecilnya gangguan
atau berat ringannya suatu objek yang harus ditindak.
Selain memahami mengenai azas – azas diskresi
kepolisian, adapunsyarat – syarat lain yang perlu dipenuhi
agar dapat mengontrol pengambilan keputusan dengan
tindakan diskresi, walaupun tiap – tiap institusi perlu
menetapkan landasan dan batasannya lebih lanjut sendiri.
Namun, secara keseluruhan, syarat melakukan diskresi
ada3 (tiga), yakni:
a. Dalam keadaan darurat yang mana tidak dapat memungkinkan
untuk menerapkan seluruh ketentuan yang tertulis.
b. Tidak ada atau belum ada peraturan yang mengatur mengenai
tindakan diskresi yang akan diambil tersebut.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN ii
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
c. Sudah terdapat peraturannya, namun masih samar – samar
atau multitafsir. Adapun kebebasan yang diatur yakni:
1) Kebebasan administrasi (interpretatieverijheid).
2) Kebebasan mempertimbangkan (beoordelingsvrijheid).
3) Kebebasan mengambil kebijakan (beleidsvrijheid).
Lebih dalam lagi, ada ketentuan darurat yang sudah
ditetapkan yangsekurang – kurangnya perlu mengandung
unsur:
a. Persoalan – persoalan yang muncul harus dalam konteks
kepentingan umum, misalnya kepentingan bangsa dan negara,
kepentingan masyarakat, kepentingan rakyat banyak, ataupun
kepentingan pembangunan.
b. Telah muncul persoalan tersebut secara tiba – tiba atau diluar
rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
c. Untuk menyelesaikan persoalan yang ada, peraturan
perundang – undangan sebelumnya belum mengatur hal
tersebut atau peraturan sebelumnya masih terlalu luas
cakupannya (belum spesifik) sehingga yang memiliki
wewenang tindakan diskresi memiliki kebebasan dalam
menyelesaikan atas inisiatifnya sendiri.
d. Prosedur yang ada tidak dapat diselesaikan menurut
administrasi yang normal dan/atau ketika diselesaikan dengan
cara yang normal, akan kurang berguna.
e. Apabila persoalan yang ada tidak diselesaikan dengan cepat,
maka akan menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum.
Lebih spesifik membahas persyaratan pelaksanaan
diskresi kepolisian, seorang anggota polisi harus:
a. Memahami dan mengerti ketentuan pelaksanaan diskresi
Kepolisian.
b. Memiliki kemampuan analisa dan tepat serta cepat dalam
memutuskan permasalahan yang sedang dihadapi.
c. Memahami Kode Etik Profesi Polri dalam melaksanakan
tindakan diskresi kepolisian.
d. Memiliki moral yang baik dan mempertimbangkan serta
menghormati HAM.
e. Menguasai tugas pokok dalam pelaksanaan tugas.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN iii
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
7. Proses Tindakan Diskresi Kepolisian
Sebelum menerapkan tindakan diskresi kepolisian, ada
beberapa proses yang perlu dilalui terlebih dahulu
meliputi:
a. Mengamati
Adalah proses bekerjanya petugas kepolisian
berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar.
kemudian mencermati situasi dan kondisi yang
dihadapi.
b. Mengidentifikasi
Adalah proses menganalisa dan menilai masalah-
masalah yang mungkin akan terjadi dalam kaitannya
pada suatu fenomena.
c. Memprediksi
Adalah proses memperikarakan apa yang mungkin
akan terjadi apabila keputusan tidak segera dilakukan,
bisa bersifat positif maupun negatif.
d. Mempertimbangkan Alternatif
Adalah proses dalam menetapkan berbagai
kemungkinan tindakan yang diambil sesuai dengan
masalah yang sedangdihadapi.
e. Mengambil Keputusan
Aalah memilih alternatif yang terbaik untuk dijadikan
sebuahtindakan.
f. Melakukan
Terakhir adalah melakukan tindakan sesuai dengan
keputusan.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN iv
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
8. Proses Pengambilan Keputusan dalam Diskresi Kepolisian
Ketika seorang aparat penegak hukum sedang
berhadapan dengansuatu kasus atau permasalahan yang
ada di tengah masyarakat, kewenangan yang melekat
pada dirinya sangat memungkinkan untuk mampu
melakukan sekaligus berbagai keputusan yang berbeda
secara bijaksana dan penuh pertimbangan.
Adapun proses pengambilan keputusan dalam diskresi
kepolisian menurut tulisan Indarti (2010), yakni:
a. Membaca kasus atau permasalahan tersebut dengan baik.
b. Di saat yang bersamaan, harus mampu menerjemahkan
hukum yang berlaku secara komprehensif.
c. Perlu menafsirkan hukum yang telah diterjemahkan tersebut.
d. Memilah baik kasus yang telah dibaca maupun hukum yang
telah diterjemahkan dan / atau ditafsirkan tersebut.
e. Memilih atau menetapkan pilihan.
f. Membuat suatu keputusan atau kesimpulan. dan
g. Mengambil tindakan atau langkah tertentu.
Dengan begitu, bagi seorang penegak hukum keputusan
yang dibuat atau langkah apapun yang diambil telah
melalui suatu pertimbangan profesional yang relatif ketat.
Keseluruhan rangkaian proses dan hasil dari diskresi
tersebut akan menggambarkan akuntabilitas dari individu
tersebut terhadap organisasinya maupun terhadap
masyarakat yang dilayaninya.
9. Penilaian Ketepatan Diskresi Kepolisian
Dalam menilai ketepatan diskresi kepolisian, harus
melewati beberapa proses mekanisme penilaian, ada 4
(empat) tahap, yakni:
a. Pengawasan Melekat :
Pengawasan melekat di dalam kepolisian dilakukan secara
berjenjang dan juga terjadwal yang selaras dengan kegiatan
supervisi, laporan tertulis, pengecekan pemeriksaan
tugas, gelar perkara, dan kontrol melalui administrasi.
Sasaran pengawasan melekat adalah anggota polisi, objek
pengawasannya (sikap, perilaku, dan pelaksanaan tugas yang
dibebankan kepada masing – masing anggota polisi).
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN v
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Tujuan dari pengawasan melekat adalah untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan yang baik kepada anggotanya, hal
ini juga meliputi:
1) Pemantauan pada anggota.
2) Pemeriksaan pada anggota.
3) Evaluasi pada anggota.
Hal di atas bertujuan untuk mengkoreksi sehingga
dapat menghasilkan 4 (empat) hal penting dari
pengawasan melekat, yakni: (1) perbaikan. (2)
pembinaan. (3) sanksi. dan (4) hukuman. Tujuan
akhir yang diemban adalah untuk menciptakan
efektifitas kerja anggota.
b. Penilaian Akuntabilitas :
Untuk penilaian akuntabilitas dapat dilihat pada
Perpol Nomor 18 Tahun 2012 tentang Penyusunan
Indikator Kinerja Utama.
c. Gelar Perkara :
Gelar perkara dapat dilihat pasal 66 Ayat (2) Perkap
nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan Polri, untuk menentukan memperoleh
bukti permulaan tersebut ditentukan melalui gelar
perkara.
Gelar perkara adalah bagian dari proses serta sistem
peradilan pidana yang secara formal dilakukan oleh
penyidik dengan menghadirkan pihak – pihak yang
bersangkutan. Kemudian diatur kembali pada Pasal
15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yakni
menentukan bahwa gelar perkara merupakan salah
saturangkaian kegiatan dari penyidikan.
Adapun tahapan penyelenggaraan gelar perkara
yang juga tertuang di Pasal 72 Peraturan Kapolri
Nomor 14 Tahun 2012,yakni:
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN vi
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
1) Persiapan:
a) Penyiapan bahan paparan gelar perkara.
b) Penyiapan sarana dan prasarana gelar perkara. dan
c) Pengiriman surat undangan gelar perkara.
2) Pelaksanaan:
a) Pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar
perkara.
b) Paparan tim penyidik tentang pokok perkara,
pelaksanaan penyidikan, dan hasil penyidikan yang
telah dilaksanakan.
c) Tanggapan para peserta gelar perkara.
d) Diskusi permasalahan yang terkait dalam
penyidikan perkara. dan
e) Kesimpulan gelar perkara.
3) Kelanjutan hasil gelar perkara:
a) Pembuatan laporan hasil gelar perkara.
b) Penyampaian laporan kepada pejabat yang
berwenang.
c) Arahan dan disposisi pejabat yang berwenang.
d) Tindak lanjut hasil gelar perkara oleh penyidik dan
melaporkan perkembangannya kepada atasan
penyidik. dan
e) Pengecekan pelaksanaan hasil gelar perkara oleh
pengawas penyidik.
d. Sidang Kode Etik Profesi :
Sesuai dengan Pasal 4 Perpol Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri menunjukkan
bahwa. “Komisi bertugas menyelenggarakan sidang untuk
memeriksa pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan
pelanggaran Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian
Anggota Polri serta Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri”.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN vii
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Kemudian untuk membahas mengenai penanganan
pelanggaran kode etik profesi dapat dilihat pada Mekanisme
Penanganan Pelanggaran Pasal 10 di Perpol tersebut. Pasal
10 berbunyi, “Penanganan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri
dimulai dengan adanya laporan atau pengaduan yang diajukan
oleh: (1) masyarakat. (2) anggota Polri. dan (3) sumber lain
yang dapat dipertanggungjawabkan”.
10. Masalah-Masalah Dalam Pelaksanaan Diskresi Kepolisian
Masalah yang paling pertama dan tentu akan terjadi
adalah karena diskresi sendiri tidak memiliki aturan atau
sebuah batasan yang jelas sehingga sangat mungkin
penyimpangan dari ketentuan atau prinsip diskresi itu
sendiri akan terjadi. Seperti:
a. Pelaku diskresi : bisa saja dalam melakukan tindakan diskresi,
hanya semata – mata didasarkan pada kejadian darurat dan
mendesak, tanpa melakukan suatu analisis terhadap
fenomena yang terjadi terlebih dahulu sehingga sangat
mungkin diskresi akan kurang tepat dan akurat, atau bahkan
berdampak lebih buruk.
b. Kebijakan birokrasi dan pedoman tindakan diskresi
organisasi : sudah diketahui bahwa pelaksanaan hukum
secara selektif adalah bentuk diskresi birokrasi yang mana
pengambilan kebijaksanaan kepolisian akan memprioritaskan
organisasi. Namun, dari segi hukum pidana formal, tindakan
polisi untuk mengesampingkan perkara pidana tidak dapat
dibenarkan begitu saja, karena sifat hukum pidana tidak kenal
kompromi.
c. Opini publik : seringkali tindakan diskresi didasarkan persepsi
yang subjektif, sehingga publik sulit untuk membedakan
kebenaran atau ketepatan dari tindakan diskresi tersebut.
Bahkan seringkali publik mempersepsikan bahwa tindakan
diskresi merupakan tindakan yang keliru.
11. Indikator Keberhasilan Diskresi Kepolisian
Menurut Rijal dkk mengatakan bahwa, seharusnya dalam
mengambil keputusan diskresi, siapapun yang memegang
kekuasaan tersebut mampu menyelaraskan dengan
lapangan hukum pidana. Maksudnya adalah walaupun
tindakan diskresi sendiri sifatnya “sesuai tafsiran sendiri”,
namun masih harus di dalam koridor hukum yang mana
dapat diukur (terukur) dan mempertimbangkan Hak Asasi
Manusia yaitu :
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN vii
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI i
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
a. Ketika tidak adanya penyimpangan Hak Asasi Manusia atau
tetap menjunjung tinggi HAM.
b. Terselesaikannya masalah secara tepat, tidak bias dan tentunya
tidak ada pihak yang dirugikan.
c. Tidak berdampak lebih besar.
d. Terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat.
e. Terjaminnya keselamatan pelaksana diskresi itu sendiri.
12. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Diskresi
Kepolisian
Untuk melihat faktor – faktor yang mempengaruhi
keberhasilan diskresi kepolisian, ada 3 (tiga) sub kategori,
yakni:
a. Faktor Individu (meliputi hati nurani, kecerdasan, pengalaman,
keberanian, dan keterampilan).
b. Faktor Organisasi (adanya reward and punishment,
perlindungan hukum, kelengkapan sarana dan prasarana, dan
pendidikan dan latihan diskresi yang memumpuni).
c. Faktor Masyarakat (adanya kebutuhan rasa aman dari
masyarakat yang kemudian memunculkan rasa percaya oleh
aparat kepolisian dan lahirnya kesadaran hukum dari
masyarakat itu sendiri).
.
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN ix
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
RANGKUMAN
1. Diskresi hanya memiliki 2 (dua) kata kunci yakni otoritas dan
penilaian. Cukup sulit ketika hanya mengandalkan insting seorang
polisi tanpa adanya aturan – aturan yang tertulis dalam mengambil
tindakan diskresi. Namun, tidak dipungkiri juga walaupun sudah
tertulis, bisa saja masih terdapat penyimpangan – penyimpangan
terhadap diskresi itu sendiri. Maka, sangat perlu sebuah
pengawasan serta pembinaan diskresi kepolisian, hal ini bertujuan
untuk memastikan ketepatan diskresi serta mencegah
penyalagunaan tindakan diskresi. Tentunya, diikuti pula dengan
syarat – syarat, cara mengontrol, tujuan, dan lain – lain yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan diskresi yang tepat.
2. Diskresi kepolisian memiliki 2 (dua) turunan lainnya, yakni
Alternative Dispute Resolution (selanjutnya disingkat ADR)
dan/atau Restorative Justice (selanjutnya disingkat RJ).
3. ADR menyelesaikan permasalahan atau sengketa perdata.
Kemudian untuk RJ, menyelesaikan permasalahan atau sengketa
pidana, khususnya pada perkara pidana anak. Kesamaan
keduanya adalah menyelesaikan perkara di luar jalur pengadilan,
dan tiap – tiapnya memiliki metode, syarat dan ketentuan, tujuan,
dasar hukum, kelebihan dan kekurangan yang berbeda – beda.
4. Diskresi sendiri memiliki makna kekuasaan atau hak untuk
memutuskan atau penilaian sendiri. sebuah kebebasan untuk
menilai atau memilih. Diskresi kepolisian yang paling sering
digunakan di lapangan, para petugas mendasarkan pilihan mereka
pada keadaan dan faktor di sekitarnya, seperti keselamatan
petugas yang perlu dipertimbangkan. Karena setiap petugas
berbeda, mulai dari sikap dan latar belakangnya pun juga berbeda.
Secara harfiah, tidak ada pilihan yang benar secara mutlak namun
petugas memiliki keleluasaan dalam menghadapi situasi yang
dihadapinya.
5. Pengertian diskresi kepolisian adalah kewenangan yang dapat
melekat pada setiap anggota Polri untuk dibebaskan menilai situasi
dan memilih tindakan secara tepat berdasarkan hasil penilaiannya
sendiri dalam keadaan yang mendesak, demi menjamin
kepentingan publik dan keselamatan pelaksanaan diskresi.
6. Dalam Kepolisian NKRI juga ditetapkan Diskresi pada Pasal 16 Ayat
(1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian NKRI:
“Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara
Republik Indonesia berwenang untuk: ”
DISKRESI xx
KEPOLISIAN PENDIDIKAN x
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
7. Pelaku diskresi : bisa saja dalam melakukan tindakan diskresi,
hanya semata – mata didasarkan pada kejadian darurat dan
mendesak, tanpa melakukan suatu analisis terhadap fenomena
yang terjadi terlebih dahulu sehingga sangat mungkin diskresi akan
kurang tepat dan akurat, atau bahkan berdampak lebih buruk.
LATIHAN
1. Jelaskan latar belakang pentingnya diskresi kepolisian!
2. Jelaskan pengertian diskresi!
3. Jelaskan pengertian diskresi kepolisian!
4. Jelaskan landasan hukum diskresi kepolisian!
5. Jelaskan alasan, tujuan, manfaat, dan unsur – unsur diskresi
kepolisian!
6. Jelaskan azas dan persyaratan diskresi kepolisian!
7. Jelaskan proses tindakan diskresi kepolisian!
8. Jelaskan proses pengambilan keputusan dalam diskresi kepolisian!
9. Jelaskan penilaian ketepatan diskresi kepolisian!
10. Jelaskan masalah-masalah dalam pelaksanaan diskresi kepolisian!
11. Jelaskan indikator keberhasilan diskresi kepolisian!
12. Jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan diskresi
kepolisian!
DISKRESI KEPOLISIAN 28
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
MODUL LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
02 RESTORATIVE JUSTICE (RJ)
4 JP (180 Menit)
PENGANTAR
Modul ini berisikan materi tentang Restorative Justice (RJ) meliputi latar
belakang, pengertian, kegiatan, persyaratan, penyelesaian tindak
pidana ringan, penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
serta pengawasan Restorative justice (RJ).
Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik memahami Restorative
Justice (RJ).
KOMPETENSI DASAR
Memahami Restorative Justice (RJ).
Indikator hasil belajar:
1. Menjelaskan latar belakang Restorative Justice (RJ).
2. Menjelaskan pengertian Restorative Justice (RJ).
3. Menjelaskan kegiatan Restorative Justice (RJ).
4. Menjelaskan persyaratan Restorative Justice (RJ)..
5. Menjelaskan penyelesaian tindak pidana ringan.
6. Menjelaskan penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana.
7. Menjelaskan pengawasan Restorative Justice (RJ).
DISKRESI KEPOLISIAN 28
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
MATERI PELAJARAN
Pokok bahasan:
Restorative Justice (RJ).
Sub pokok bahasan:
1. Latar belakang Restorative Justice (RJ).
2. Pengertian Restorative Justice (RJ).
3. Kegiatan Restorative Justice (RJ).
4. Persyaratan Restorative Justice (RJ).Penyelesaian tindak pidana
ringan.
5. Penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.
6. Pengawasan Restorative Justice (RJ).
METODE PEMBELAJARAN
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang
Restorative Justice (RJ).
2. Metode Brainstorming
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang materi yang disampaikan.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk mengukur sejauh mana pemahaman
peserta didik terhadap materi yang telah disampaikan.
4. Metode Diskusi
Metode ini digunakan untuk mendiskusikan tentang Restorative
Justice (RJ).
5. Metode Penugasan
Metode ini digunakan pendidik untuk memberikan tugas kepada
peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang
diberikan.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR
1. Alat/media:
a. White board.
b. Laptop.
c. LCD.
d. Laser Pointer.
e. Flipchart.
2. Bahan:
a. Kertas Flipchart.
b. Alat tulis.
3. Sumber belajar:
a. Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.
b. Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum. 2020. Pedoman
Penerapan Restorative justice di Lingkungan Peradilan
Umum.
DISKRESI KEPOLISIAN 30
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap Awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan apersepsi:
a. Pendidik memerintahkan peserta didik melakukan refleksi
materi sebelumnya.
b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan
materi yang akan disampaikan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Tahap Inti : 160 Menit
a. Pendidik menyampaikan materi Restorative justice (RJ).
b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.
c. Pendidik menggali pendapat peserta didik terkait dengan
materi yang disampaikan.
a. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya atau menanggapi materi.
b. Pendidik membagi peserta menjadi 4 (empat) kelompok
diskusi.
c. Peserta didik melaksanakan diskusi sesuai dengan materi
yang diberikan.
d. Pendidik mengawasi jalannya diskusi.
e. Masing-masing ketua kelompok memaparkan hasil diskusi
kelompok dan ditanggapi kelompok lainnya.
f. Pendidik memberikan tanggapan hasil diskusi dari masing-
masing kelompok.
3. Tahap akhir: 10 Menit
a. penguatan materi
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi
Pendidik mengecek penguasaan materi dengan bertanya
secara lisan dan acak kepada peserta didik.
DISKRESI KEPOLISIAN 31
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.
TAGIHAN/TUGAS
1. Peserta didik mengumpulkan hasil resume materi yang telah
diberikan oleh pendidik.
2. Peserta didik mengumpulkan hasil diskusi kepada pendidik dalam
bentuk tulisan tangan.
LEMBAR KEGIATAN
1. Pendidik menugaskan peserta didik meresume materi yang telah
diberikan.
2. Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk melaksanakan
diskusi.
a. Pendidik membagi kelas menjadi 4 (empat) kelompok diskusi
dengan materi :
1) Penyelesaian tindak pidana ringan.
2) Penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana.
b. Pendidik memfasilitasi jalannya diskusi.
c. Pendidik mengambil kesimpulan dari jalannya diskusi.
DISKRESI KEPOLISIAN 32
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
BAHAN BACAAN
RESTORATIVE JUSTICE (RJ)
1. Latar Belakang Restorative Justice (RJ)
“Fiat Justitia Ruat Coelum” sebuah adagium populer yang bermakna
“walaupun langit runtuh, Keadilan harus tetap ditegakkan”.
Indonesia sebagai salah satu negara berdasarkan hukum di dunia
yang memiliki dan untuk mengatur masyarakat yang cukup beragam
dari berbagai daerah yang sangat luas, sangat besar kemungkinan
adanya perselisihan antar masyarakat. Perbedaan letak geografis
saja sudah dapat mengindikasikan perbedaan norma dan nilai yang
berlaku di daerah tersebut, seperti ada yang menyelesaikan
perselisihan secara tradisional atau secara modern. Masyarakat
dalam menanggapi penyimpangan pun juga berbeda – beda, ada
yang memberikan stigma pada pelaku, ada yang memberikan
kesempatan, atau bahkan ada yang acuh.
Selama ini Indonesia yang katanya sebagai negara hukum masih
memberlakukan sistem pemenjaraan yang dapat menghasilkan
beberapa masalah. Seperti yang dikatakan oleh Kriminolog
sekaligus guru besar di Universitas Indonesia bahwa restorative
justice diperkenalkan di Indonesia karena adanya masalah pada
sistem peradilan pidana dan pemidanaan yang berlaku. Sistem
pemenjaraan saat ini tujuannya adalah memberi hukuman seperti
supaya menimbulkan efek jera, pembalasan dendam, atau bahkan
memberikan penderitaan sebagai konsekuensi atas perbuatan
penyimpangan pelaku. Namun, indikator yang diemban adalah
indikator penghukuman yang diukur dari sejauh mana para Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) dapat tunduk pada peraturan
penjara. Maka pendekatan saat ini hanya berkutat pada pemberian
keamanan atau security approach.
Selain itu, sistem peradilan pidana yang masih menempuh
pemenjaraan, membawa konsekuensi yang cukup berat bagi
keluarga WBP dan pada WBP-nya sendiri. Memang ketika
membicarakan penghukuman, yang adil bagi korban kebanyakan
masih menganut asas lex talionis atau eye for an eye atau dibalas
yang setimpal. Namun, saat ini penjara di Indonesia sudah
mencapai titik overcrowding atau kelebihan kapasitas lebih dari
200%.
Sebenarnya, sistem pemenjaraan saat ini selain berdampak buruk
pada keluarga WBP dan WBP itu sendiri, juga berdampak buruk
pada korbannya. Sistem pemenjaraan saat ini hanya seolah – olah
berfokus pada menghukum pelaku tanpa mencari sebuah solusi
untuk melegakan atau menyembuhkan korban. Selain itu sistem
DISKRESI KEPOLISIAN 33
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
peradilan pidana prosesnya cukup lama.
Dengan begitu, perlu sebuah penyelesaian yang baru yang lebih
mengedepankan rasa adil bagi korban maupun tetap memberikan
pembelajaran bagi pelakunya, seperti mencari jalan tengahnya untuk
sengketa pidana ringan yang dilakukan pelaku. Gagasan restorative
justice sudah diakomodir dalam RUU KUHP yang diperkenalkan
dalam sistem pidana alternatif. Dalam penerapannya, RJ
mengemban resolusi konflik atau model restorative yang lebih
memberi perhatian pada kepentingan korban kejahatan, pelaku
kejahatan serta masyarakat.
2. Pengertian Restorative Justice (RJ)
Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana,
Keadilan Restoratif atau yang biasa disebut sebagai restorative
justice mengemban istilah, “penyelesaian kasus pidana yang
melibatkan pelaku, korban, dan/atau keluarganya serta pihak terkait,
dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak”.
Kemudian pada pasal 1 angka 3 Peraturan Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan
Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, bahwa “Keadilan
Restoratif adalah penyelesaian Tindak Pidana dengan melibatkan
pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan
untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui
perdamaian yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula”.
Lebih spesifik lagi dari makna RJ adalah bentuk penyelesaian
perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/keluarga korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-
sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
Selain itu, RJ juga bisa hidup karena proses pemidanaan
konvensional tidak memberikan ruang kepada pihak yang terlibat,
dalam hal ini korban dan pelaku untuk berpartisipasi aktif dalam
penyelesaian masalah mereka dan karena partisipasi aktif dari
masyarakat seakan-akan tidak menjadi penting lagi.
RJ mengemban pengertian sebagai salah satu prinsip penegakkan
hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen
pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam
bentuk pemberlakuan kebijakan.
Prinsip dari RJ tidak dapat dimaknai semerta – merta hanya
penghentian perkara secara damai, namun perlu dilihat
perspektifnya lebih luas lagi yakni pada pemenuhan rasa keadilan
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
pada seluruh pihak yang terlibat dalam perkara tersebut
melalui upaya yang melibatkan korban, pelaku, serta
masyarakat setempat, dan tentunya penyelidik/penyidik
sebagai mediatornya. Pada umumnya, penyelesaiannya
akan dalam bentuk perjanjian perdamaian serta
pencabutan hak menuntut dari korban untuk kemudian
dapat meminta ditetapkan hakim untuk menggugurkan
kewenangan menuntut dari korban dan penuntut umum.
Selain syarat-syarat yang perlu dipenuhi, adapun metode
yang digunakan untuk menjalankan RJ yakni dengan
dialog dan mediasi (atau biasa disebut dengan mediasi
penal). Kedua metode tersebut melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku dan keluarga korban, serta pihak lain yang
berkaitan untuk kemudian bersama mencapai tujuan akhir
yakni menciptakan kesepakatan atas penyelesaian
perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban
maupun pelaku dengan tetap menjunjung tinggi
penyelesaian yang berfokus pada pemulihan kembali pada
keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik
dalam masyarakat untuk kembali bermasyarakat.
3. Kegiatan Restorative Justice (RJ)
Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang
Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan
Restoratif, bahwa keadilan restorative dilaksanakan pada
kegiatan:
a. Penyelenggaraan fungsi Reserse Kriminal;
b. Penyelidikan; atau
c. Penyidikan.
4. Persyaratan Restorative Justice (RJ)
Untuk melancarkan penerapan RJ, sesuai Peraturan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif, ada syarat materil dan syarat formil
yang perlu dipenuhi terlebih dahulu, atau bisa dikatakan
sebagai ketentuan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan,
yakni:
DISKRESI KEPOLISIAN 37
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
a. Pasal 5 tentang Syarat Materil:
1) Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari
masyarakat;
2) Tidak berdampak konflik sosial;
3) Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
4) Tidak bersifat radikalisme dan separatisme;
5) Bukan pelaku pengulangan Tindak Pidana berdasarkan
Putusan Pengadilan; dan
6) Bukan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana terhadap
keamanan negara, Tindak Pidana korupsi, dan Tindak
Pidana terhadap nyawa orang.
b. Pasal 6 tentang Syarat Formil:
1) Persyaratan formil sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf b, meliputi:
a) perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali untuk
Tindak Pidana Narkoba; dan
b) pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab
pelaku, kecuali untuk Tindak Pidana Narkoba.
2) Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dibuktikan dengan surat kesepakatan perdamaian dan
ditandatangani oleh para pihak.
3) Pemenuhan hak korban dan tanggung jawab pelaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat
berupa:
a) mengembalikan barang;
b) mengganti kerugian;
c) menggantikan biaya yang ditimbulkan dari akibat
Tindak Pidana; dan/atau
d) mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat
Tindak Pidana.
4) Pemenuhan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan
kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban.
DISKRESI KEPOLISIAN 38
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
5) Format surat kesepakatan perdamaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dan surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepolisian ini.
5. Penyelesaian Tindak Pidana Ringan
Sesuai dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan
Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,
penyelesaian tindak pidana ringan bisa dilihat pada pasal
11, pasal 12, pasal 13, dan pasal 14. Berikut
penjelasannya menggunakan tabel untuk mempermudah
dalam memahami:
PASAL BUNYI PASAL
Pasal 11 1) Penyelesaian Tindak Pidana Ringan sebagaimana
2) dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), dilakukan terhadap:
a. Laporan / pengaduan; atau
b. Menemukan langsung adanya dugaan Tindak
Pidana
Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, merupakan laporan/pengaduan
sebelum adanya laporan polisi.
Pasal 12 Penyelesaian tindak pidana ringan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, dilakukan oleh:
a. Anggota Polri yang mengemban fungsi Pembinaan
Masyarakat.
b. Anggota Polri yang mengemban fungsi Samapta
Polri.
DISKRESI KEPOLISIAN 39
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Pasal 13 1) Penyelesaian tindak pidana ringan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4) dilakukan dengan
2) mengajukan surat permohonan secara tertuliskepada
3) Kepala Kepolisian Resort dan Kepala Kepolisian
Sektor;
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dibuat oleh pelaku, korban, keluarga pelaku,
keluarga korban, atau pihak lain yang terkait.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilengkapi dengan dokumen:
a. Surat pernyataan perdamaian; dan
b. Bukti telah dilakukan pemulihan hak korban
Pasal 14 1) Berdasarkan Surat Permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), petugas fungsi
Pembinaan Masyarakat dan fungsi Samapta Polri:
a. Mengundang pihak – pihak yang berkonflik;
b. Memfasilitasi atau memediasi antar pihak;
c. Membuat laporan hasil pelaksanaan mediasi; dan
d. Mencatat dalam buku register Keadilan Restoratif
pemecahan masalah dan penghentian penyidikan
tipiring.
DISKRESI KEPOLISIAN 40
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
2) Buku register sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, dibuat dalam bentuk format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Polri.
6. Penghentian Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Untuk penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana bisa
dilihat di Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif Bagian Kedua Pasal 15, 16, 17, dan 18 . Berikut
penjelasannya menggunakan tabel:
PASAL BUNYI PASAL
Pasal 15 1) Penghentian Penyelidikan atau Penyidikan Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
2) (5) dilakukan dengan mengajukan surat permohonan
3) secara tertulis kepada:
4)
a. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, untuk
tingkat Markas Besar Polri;
b. Kepala Kepolisian Daerah, untuk tingkat
Kepolisian Daerah; atau
c. Kepala Kepolisian Resor, untuk tingkat
Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dibuat oleh pelaku, korban, keluarga pelaku,
keluarga korban, atau pihak lain yang terkait.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilengkapi dengan dokumen:
a. Surat pernyataan perdamaian; dan
b. Bukti telah dilakukan pemulihan hak korban.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dikecualikan terhadap Tindak Pidana Narkoba.
Pasal 16 1) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), penyidik pada
kegiatan Penyelidikan melakukan:
a. penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
DISKRESI KEPOLISIAN 41
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
b. klarifikasi terhadap para pihak dan dituangkan
dalam berita acara;
c. pengajuan permohonan persetujuan untuk
dilaksanakan gelar perkara khusus, bila hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud
pada huruf b, terpenuhi;
d. penyusunan laporan hasil gelar perkara khusus;
e. penerbitan surat perintah penghentian
Penyelidikan dan surat ketetapan penghentian
Penyelidikan dengan alasan demi hukum;
f. pencatatan pada buku register Keadilan
Restoratif Penghentian Penyelidikan dan
dihitung sebagai penyelesaian perkara; dan
g. memasukkan data ke dalam sistem elektronik
manajemen Penyidikan.
2) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), penyidik pada
kegiatan Penyidikan melakukan:
a. pemeriksaan tambahan yang dituangkan dalam
berita acara;
b. klarifikasi terhadap para pihak dan dituangkan
dalam berita acara;
c. pengajuan permohonan persetujuan untuk
dilaksanakan gelar perkara khusus, bila hasil
pemeriksaan tambahan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, dan hasil klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada huruf b, terpenuhi;
d. penyusunan laporan hasil gelar perkara khusus;
e. penerbitan surat perintah penghentian
Penyidikan dan surat ketetapan penghentian
Penyidikan dengan alasan demi hukum;
f. pencatatan pada buku register Keadilan
Restoratif penghentian Penyidikan dan dihitung
sebagai penyelesaian perkara;
g. pengiriman surat pemberitahuan penghentian
Penyidikan dengan melampirkan surat ketetapan
penghentian Penyidikan terhadap perkara yang
sudah dikirim surat pemberitahuan dimulai
Penyidikan kepada jaksa penuntut umum; dan
h. memasukkan data ke dalam sistem elektronik
DISKRESI KEPOLISIAN 39
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
manajemen Penyidikan.
3) Format surat perintah penghentian Penyelidikan dan
surat ketetapan penghentian Penyelidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dan
surat perintah penghentian Penyidikan dan surat
ketetapan penghentian Penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e dan Buku Register
Keadilan Restoratif Penghentian Penyelidikan/
Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f dan ayat (2) huruf f, tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepolisian ini.
Pasal 17 1) Permohonan persetujuan pelaksanaan gelar perkara
2) khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf c dan ayat (2) huruf c, diajukan kepada:
a. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, pada
tingkat Markas Besar Polri;
b. Direktur Reserse Kriminal Umum/Direktur
Reserse Kriminal Khusus/Direktur Reserse
Narkoba, pada tingkat Kepolisian Daerah; atau
c. Kepala Kepolisian Resor, pada tingkat
Kepolisian Resor dan Sektor.
Pelaksanaan gelar perkara khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh:
a. penyidik yang menangani, pengawas penyidik,
fungsi pengawas internal dan fungsi hukum; dan
b. pelapor dan/atau keluarga pelapor, terlapor
dan/atau keluarga terlapor dan/atau perwakilan
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau
pemangku kepentingan.
Pasal 18 1) Dalam hal adanya upaya paksa yang dilakukan,
dalam melaksanakan penghentian Penyelidikan atau
Penyidikan berdasarkan Keadilan Restoratif,
penyelidik atau penyidik segera:
a. mengembalikan barang/benda sitaan kepada
yang paling berhak, setelah surat ketetapan
penghentian Penyelidikan atau Penyidikan
dikeluarkan, bila terdapat penyitaan terhadap
barang/benda yang terkait Tindak Pidana;
b. memusnahkan barang/benda sitaan berupa
Narkoba atau barang-barang berbahaya lainnya
DISKRESI KEPOLISIAN 40
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
setelah surat ketetapan penghentian
Penyelidikan atau Penyidikan dikeluarkan;
dan/atau
c. membebaskan pelaku/tersangka setelah surat
ketetapan penghentian Penyelidikan atau
Penyidikan dikeluarkan, bila pelaku/tersangka
ditangkap/ditahan.
2) Pengembalian dan pemusnahan barang/benda sitaan
serta pembebasan pelaku/tersangka sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c, dibuatkan
surat perintah dan berita acara.
3) Dalam hal Tindak Pidana Narkoba, pembebasan
tersangka dilaksanakan dengan melampirkan
rekomendasi hasil assesmen dari tim asesmen
terpadu.
7. Pengawasan Restorative Justice (RJ)
Melaksanakan restorative justice tidak serta merta hanya
melaksanakan sesuai peraturan tanpa adanya pelatihan dan
pengawasan. Dalam sub – bab ini akan dijelaskan mengenai
pengawasan dilaksanakannya restorative justice.
Mengacu pada Bab IV dari Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif, pengawasan dapat dilihat pada Pasal 19 dan
20, sebagai berikut tabelnya:
PASAL BUNYI PASAL
Pasal 19 1) Pengawasan terhadap penyelesaian Tindak Pidana
Ringan berdasarkan Keadilan Restoratif oleh fungsi
Pembinaan Masyarakat dan fungsi Samapta Polri
dilaksanakan melalui supervisi atau asistensi.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh:
a. Kepala Korps Pembinaan Masyarakat Badan
Pemelihara Keamanan Polri;
b. Kepala Korps Samapta Bhayangkara Badan
Pemelihara Keamanan Polri;
c. Direktur Pembinaan Masyarakat Kepolisian
Daerah; Direktur Samapta Bhayangkara
Kepolisian Daerah; dan
d. Kapolres pada tingkat Kepolisian Resor dan
DISKRESI KEPOLISIAN 41
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Sektor.
3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan dengan melibatkan:
a. Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, pada
tingkat Markas Besar Polri;
b. Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Daerah, pada tingkat Kepolisian Daerah; dan
c. Seksi Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Resor, pada tingkat Resor dan Sektor.
Pasal 20 1) Pengawasan terhadap penghentian Penyelidikan atau
Penyidikan berdasarkan Keadilan Restoratif dalam
penanganan Tindak Pidana oleh penyelidik atau
penyidik dilaksanakan melalui gelar perkara khusus.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh:
a. Biro Pengawas Penyidikan Badan Reserse
Kriminal Polri, pada tingkat Markas Besar Polri;
b. Bagian Pengawasan Penyidikan, pada tingkat
Kepolisian Daerah; dan
c. Kasat Reskrim pada tingkat Kepolisian Resor
dan Kepolisian Sektor.
DISKRESI KEPOLISIAN 42
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI