LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
PASAL BUNYI PASAL
Pasal 11 1) Penyelesaian Tindak Pidana Ringan sebagaimana
2) dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), dilakukan
terhadap:
a. Laporan / pengaduan; atau
b. Menemukan langsung adanya dugaan Tindak
Pidana
Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, merupakan laporan/pengaduan
sebelum adanya laporan polisi.
Pasal 12 Penyelesaian tindak pidana ringan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, dilakukan oleh:
a. Anggota Polri yang mengemban fungsi Pembinaan
Masyarakat.
b. Anggota Polri yang mengemban fungsi Samapta
Polri.
Pasal 13 1) Penyelesaian tindak pidana ringan sebagaimana
2) dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4) dilakukan dengan
3) mengajukan surat permohonan secara tertulis
kepada Kepala Kepolisian Resort dan Kepala
Pasal 14 1) Kepolisian Sektor;
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dibuat oleh pelaku, korban, keluarga pelaku,
keluarga korban, atau pihak lain yang terkait.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilengkapi dengan dokumen:
a. Surat pernyataan perdamaian; dan
b. Bukti telah dilakukan pemulihan hak korban
Berdasarkan Surat Permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), petugas fungsi
Pembinaan Masyarakat dan fungsi Samapta Polri:
a. Mengundang pihak – pihak yang berkonflik;
b. Memfasilitasi atau memediasi antar pihak;
c. Membuat laporan hasil pelaksanaan mediasi; dan
d. Mencatat dalam buku register Keadilan Restoratif
pemecahan masalah dan penghentian penyidikan
tipiring.
DISKRESI KEPOLISIAN 37
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
2) Buku register sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, dibuat dalam bentuk format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Polri.
6. Penghentian Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Untuk penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana bisa
dilihat di Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif Bagian Kedua Pasal 15, 16, 17, dan 18 . Berikut
penjelasannya menggunakan tabel:
PASAL BUNYI PASAL
Pasal 15 1) Penghentian Penyelidikan atau Penyidikan Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
2) (5) dilakukan dengan mengajukan surat permohonan
3) secara tertulis kepada:
4)
a. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, untuk
tingkat Markas Besar Polri;
b. Kepala Kepolisian Daerah, untuk tingkat
Kepolisian Daerah; atau
c. Kepala Kepolisian Resor, untuk tingkat
Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dibuat oleh pelaku, korban, keluarga pelaku,
keluarga korban, atau pihak lain yang terkait.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilengkapi dengan dokumen:
a. Surat pernyataan perdamaian; dan
b. Bukti telah dilakukan pemulihan hak korban.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dikecualikan terhadap Tindak Pidana Narkoba.
Pasal 16 1) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), penyidik pada
kegiatan Penyelidikan melakukan:
a. penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
DISKRESI KEPOLISIAN 38
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
b. klarifikasi terhadap para pihak dan dituangkan
dalam berita acara;
c. pengajuan permohonan persetujuan untuk
dilaksanakan gelar perkara khusus, bila hasil
penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud
pada huruf b, terpenuhi;
d. penyusunan laporan hasil gelar perkara khusus;
e. penerbitan surat perintah penghentian
Penyelidikan dan surat ketetapan penghentian
Penyelidikan dengan alasan demi hukum;
f. pencatatan pada buku register Keadilan
Restoratif Penghentian Penyelidikan dan
dihitung sebagai penyelesaian perkara; dan
g. memasukkan data ke dalam sistem elektronik
manajemen Penyidikan.
2) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), penyidik pada
kegiatan Penyidikan melakukan:
a. pemeriksaan tambahan yang dituangkan dalam
berita acara;
b. klarifikasi terhadap para pihak dan dituangkan
dalam berita acara;
c. pengajuan permohonan persetujuan untuk
dilaksanakan gelar perkara khusus, bila hasil
pemeriksaan tambahan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, dan hasil klarifikasi sebagaimana
dimaksud pada huruf b, terpenuhi;
d. penyusunan laporan hasil gelar perkara khusus;
e. penerbitan surat perintah penghentian
Penyidikan dan surat ketetapan penghentian
Penyidikan dengan alasan demi hukum;
f. pencatatan pada buku register Keadilan
Restoratif penghentian Penyidikan dan dihitung
sebagai penyelesaian perkara;
g. pengiriman surat pemberitahuan penghentian
Penyidikan dengan melampirkan surat ketetapan
penghentian Penyidikan terhadap perkara yang
sudah dikirim surat pemberitahuan dimulai
Penyidikan kepada jaksa penuntut umum; dan
h. memasukkan data ke dalam sistem elektronik
DISKRESI KEPOLISIAN 39
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
manajemen Penyidikan.
3) Format surat perintah penghentian Penyelidikan dan
surat ketetapan penghentian Penyelidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dan
surat perintah penghentian Penyidikan dan surat
ketetapan penghentian Penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e dan Buku Register
Keadilan Restoratif Penghentian Penyelidikan/
Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f dan ayat (2) huruf f, tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepolisian ini.
Pasal 17 1) Permohonan persetujuan pelaksanaan gelar perkara
2) khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf c dan ayat (2) huruf c, diajukan kepada:
a. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, pada
tingkat Markas Besar Polri;
b. Direktur Reserse Kriminal Umum/Direktur
Reserse Kriminal Khusus/Direktur Reserse
Narkoba, pada tingkat Kepolisian Daerah; atau
c. Kepala Kepolisian Resor, pada tingkat
Kepolisian Resor dan Sektor.
Pelaksanaan gelar perkara khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh:
a. penyidik yang menangani, pengawas penyidik,
fungsi pengawas internal dan fungsi hukum; dan
b. pelapor dan/atau keluarga pelapor, terlapor
dan/atau keluarga terlapor dan/atau perwakilan
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau
pemangku kepentingan.
Pasal 18 1) Dalam hal adanya upaya paksa yang dilakukan,
dalam melaksanakan penghentian Penyelidikan atau
Penyidikan berdasarkan Keadilan Restoratif,
penyelidik atau penyidik segera:
a. mengembalikan barang/benda sitaan kepada
yang paling berhak, setelah surat ketetapan
penghentian Penyelidikan atau Penyidikan
dikeluarkan, bila terdapat penyitaan terhadap
barang/benda yang terkait Tindak Pidana;
b. memusnahkan barang/benda sitaan berupa
Narkoba atau barang-barang berbahaya lainnya
DISKRESI KEPOLISIAN 40
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
setelah surat ketetapan penghentian
Penyelidikan atau Penyidikan dikeluarkan;
dan/atau
c. membebaskan pelaku/tersangka setelah surat
ketetapan penghentian Penyelidikan atau
Penyidikan dikeluarkan, bila pelaku/tersangka
ditangkap/ditahan.
2) Pengembalian dan pemusnahan barang/benda sitaan
serta pembebasan pelaku/tersangka sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c, dibuatkan
surat perintah dan berita acara.
3) Dalam hal Tindak Pidana Narkoba, pembebasan
tersangka dilaksanakan dengan melampirkan
rekomendasi hasil assesmen dari tim asesmen
terpadu.
7. Pengawasan Restorative Justice (RJ)
Melaksanakan restorative justice tidak serta merta hanya
melaksanakan sesuai peraturan tanpa adanya pelatihan dan
pengawasan. Dalam sub – bab ini akan dijelaskan mengenai
pengawasan dilaksanakannya restorative justice.
Mengacu pada Bab IV dari Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan
Keadilan Restoratif, pengawasan dapat dilihat pada Pasal 19 dan
20, sebagai berikut tabelnya:
PASAL BUNYI PASAL
Pasal 19 1) Pengawasan terhadap penyelesaian Tindak Pidana
Ringan berdasarkan Keadilan Restoratif oleh fungsi
Pembinaan Masyarakat dan fungsi Samapta Polri
dilaksanakan melalui supervisi atau asistensi.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh:
a. Kepala Korps Pembinaan Masyarakat Badan
Pemelihara Keamanan Polri;
b. Kepala Korps Samapta Bhayangkara Badan
Pemelihara Keamanan Polri;
c. Direktur Pembinaan Masyarakat Kepolisian
Daerah; Direktur Samapta Bhayangkara
Kepolisian Daerah; dan
d. Kapolres pada tingkat Kepolisian Resor dan
DISKRESI KEPOLISIAN 41
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Sektor.
3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan dengan melibatkan:
a. Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, pada
tingkat Markas Besar Polri;
b. Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Daerah, pada tingkat Kepolisian Daerah; dan
c. Seksi Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Resor, pada tingkat Resor dan Sektor.
Pasal 20 1) Pengawasan terhadap penghentian Penyelidikan atau
Penyidikan berdasarkan Keadilan Restoratif dalam
penanganan Tindak Pidana oleh penyelidik atau
penyidik dilaksanakan melalui gelar perkara khusus.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan oleh:
a. Biro Pengawas Penyidikan Badan Reserse
Kriminal Polri, pada tingkat Markas Besar Polri;
b. Bagian Pengawasan Penyidikan, pada tingkat
Kepolisian Daerah; dan
c. Kasat Reskrim pada tingkat Kepolisian Resor
dan Kepolisian Sektor.
DISKRESI KEPOLISIAN 42
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
RANGKUMAN
1. Indonesia sebagai salah satu negara hukum di dunia yang
memiliki dan untuk mengatur masyarakat yang cukup beragam
dari berbagai daerah yang sangat luas, sangat besar kemungkinan
adanya perselisihan antar masyarakat. Perbedaan letak geografis
saja sudah dapat mengindikasikan perbedaan norma dan nilai
yang berlaku di daerah tersebut, seperti ada yang menyelesaikan
perselisihan secara tradisional atau secara modern. Masyarakat
dalam menanggapi penyimpangan pun juga berbeda – beda, ada
yang memberikan stigma pada pelaku, ada yang memberikan
kesempatan, atau bahkan ada yang acuh.
2. Sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak
Pidana, Keadilan Restoratif atau yang biasa disebut sebagai
restorative justice mengemban istilah, “penyelesaian kasus pidana
yang melibatkan pelaku, korban, dan/atau keluarganya serta pihak
terkait, dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak”.
3. RJ mengemban pengertian bahwa sebagai salah satu prinsip
penegakkan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat
dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung dalam bentuk pemberlakuan kebijakan.
4. Syarat Materil:
a. Tidak menimbulkan keresahan masyarakat atau tidak ada
penolakan dari masyarakat.
b. Tidak berdampak konflik sosial.
c. Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk
tidak keberatan dan melepaskan hak untuk menuntutnya di
hadapan hukum. dan
d. Prinsip pembatas pada pelaku
5. Syarat Formil:
a. Surat permohonan perdamaian kedua belah pihak.
b. Surat pernyataan perdamaian dan penyelesaian perselisihan
para pihak yang berperkara telah diketahui oleh atasan
penyidik.
c. Berita acara pemeriksaan tambahan pihak yang berperkara
setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadilan
restorative.
d. Rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui
penyelesaian keadilan restorative.
e. Pelaku tidak keberatan dan dilakukan secara sukarela atas
DISKRESI KEPOLISIAN 43
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
tanggung jawab dan ganti rugi. dan
f. Semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice
terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban
manusia (ibid).
6. Pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan yang bertugas
untuk:
a. Melakukan pengawasan penyelidikan dan penyidikan di
lingkungan Polri.
b. Melakukan pemeriksaan materi dan administrasi penyidikan.
c. Melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap
Penyidik/Penyidik Pembantu.
d. Melakukan koordinasi dengan fungsi pengawasan di luar
fungsi reserse kriminal.
7. Apabila ada pelanggaran dalam proses penyelidikan dan/atau
penyidikan yang dilakukan, maka harus menempuh beberapa
proses, yakni:
a. Pembinaan, apabila melakukan pelanggaran prosedur.
b. Proses penyidikan, apabila ditemukan dugaan pelanggaran
tindak pidana.
c. Pemeriksaan pendahuluan apabila ditemukan dugaan
pelanggaran kode etik dan disiplin.
LATIHAN
1. Jelaskan latar belakang restorative justice (RJ)!
2. Jelaskan pengertian restorative justice (RJ) !
3. Jelaskan kegiatan restorative justice (RJ)!
4. Jelaskan persyaratan restorative justice (RJ)!
5. Jelaskan penyelesaian tindak pidana ringan !
6. Jelaskan penghentian penyelidikan dan penyidikan tindak pidana !
7. Jelaskan pengawasan restorative justice (RJ)!
DISKRESI KEPOLISIAN 44
PENDIDIKAN PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
MODUL ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION
03 (ADR)
4 JP (180 Menit)
PENGANTAR
Modul ini berisikan materi tentang Alternative Dispute Resolution (ADR)
meliputi pengertian, dasar hukum, metode serta perspektif positif dan
negatif Alternative Dispute Resolution (ADR).
Tujuan diberikannya materi ini agar peserta didik memahami Alternative
Dispute Resolution (ADR).
KOMPETENSI DASAR
Memahami Alternative Dispute Resolution (ADR)
Indikator hasil belajar:
1. Menjelaskan pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR).
2. Menjelaskan dasar hukum Alternative Dispute Resolution (ADR).
3. Menjelaskan metode Alternative Dispute Resolution (ADR).
4. Menjelaskan perspektif positif dan negatif Alternative Dispute
Resolution (ADR).
DISKRESI
KEPOLISIAN 47PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
MATERI PELAJARAN
Pokok Bahasan:
Alternative Dispute Resolution (ADR)
Subpokok Bahasan:
1. Pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR).
2. Dasar hukum Alternative Dispute Resolution (ADR).
3. Metode Alternative Dispute Resolution (ADR).
4. Perspektif positif dan negatif Alternative Dispute Resolution (ADR).
METODE PEMBELAJARAN
1. Metode Ceramah
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang
Alternative Dispute Resolution (ADR).
2. Metode Brainstorming
Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat
peserta didik tentang materi yang disampaikan.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk mengukur sejauh mana pemahaman
peserta didik terhadap materi yang telah disampaikan.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan pendidik untuk memberikan tugas kepada
peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang
diberikan.
DISKRESI
KEPOLISIAN 48PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
ALAT/MEDIA, BAHAN DAN SUMBER BELAJAR
1. Alat/media:
a. White board.
b. Laptop.
c. LCD.
d. Peta wilayah.
2. Bahan:
a. Kertas Flipchart.
b. Alat tulis.
3. Sumber belajar:
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
c. Peraturan kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 8
Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana
Berdasarkan Keadilan Restoratif.
d. 2017. Buku Ajar: Penyelesaian Sengketa Alternatif
(Alternative Dispute Resolution). Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
DISKRESI
KEPOLISIAN 49PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Tahap Awal : 10 menit
Pendidik melaksanakan apersepsi:
a. Pendidik memerintahkan peserta didik melakukan refleksi
materi sebelumnya.
b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan
materi yang akan disampaikan.
c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Tahap Inti : 70 Menit
a. Pendidik menyampaikan materi Alternative Dispute
Resolution (ADR).
b. Pendidik menggali pendapat peserta didik terkait dengan
materi yang disampaikan.
c. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting,
bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami.
d. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya atau menanggapi materi.
3. Tahap akhir: 10 Menit
a. penguatan materi
Pendidik memberikan ulasan dan penguatan materi secara
umum.
b. Cek penguasaan materi
Pendidik mengecek penguasaan materi dengan bertanya
secara lisan dan acak kepada peserta didik.
c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas
Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari
pembelajaran yang disampaikan.
4. Tes Sumatif: 90 Menit
DISKRESI
KEPOLISIAN 50PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
TAGIHAN/TUGAS
Peserta didik mengumpulkan hasil resume materi yang telah diberikan
oleh pendidik.
LEMBAR KEGIATAN
Pendidik menugaskan peserta didik meresume materi yang telah
diberikan.
DISKRESI
KEPOLISIAN 51PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
BAHAN BACAAN
ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
1. Pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR)
Alternative Dispute Resolution atau yang biasa disingkat sebagai
ADR mengacu pada penyelesaian masalah tanpa litigasi. ADR
juga mengemban istilah penyelesaian sengketa alternatif yang
dalam penerapannya, tiap - tiap prosedur sudah disepakati oleh
para pihak yang bersengketa. Pihak – pihak tersebut biasanya
akan menggunakan jasa pihak netral dalam membantu mereka
mencapai kesepakatan dan menghindari proses litigasi. ADR juga
mengelompokkan kembali seluruh proses dan teknik dalam
penyelesaian konflik yang terjadi di luar kewenangan pemerintah.
Pengertian lainnya adalah ADR dijadikan sebuah mekanisme
penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan tetap
mempertimbangkan segala bentuk efisiensinya dan untuk sebuah
tujuan yang akan datang sekaligus agar dapat tetap
menguntungkan bagi kedua belah pihak yang bersengketa.
Adapun dasar yang melatarbelakangi munculnya ADR, salah
satunya adalah karena antrian pengadilan yang semakin
meningkat, kemudian meningkatnya biaya litigasi, serta
penundaan waktu yang terus mengganggu dan merugikan para
pihak yang berperkara. ADR pertama kali tumbuh di Amerika
Serikat dengan tujuan untuk bereksperimen dengan program ini.
Mahkamah Agung Republik Indonesia (2000) dalam proyek
penelitian dan pengembangan tentang ADR menemukan bahwa
bentuk ADR sendiri sebagai pengembangan metode penyelesaian
konflik yang dapat menumbuhkan tindakan kooperatif antara pihak
yang bersengketa dengan pihak netral. Penyelesaian sengketa
ADR bersifat konsensus yang mana harus dapat diterima semua
pihak yang bersengketa walaupun dengan “informal procedure”.
Penelitian tentang ADR oleh MA juga menemukan beberapa kritik
yang ditujukan pada lembaga pengadilan, sehingga memunculkan
program penyelesaian sengketa ADR. ADR sendiri mampu
mempromosikan kecepatan, kerahasiaan, efisien dan efektif dalam
menjaga kelangsungan hubungan yang telah dibangun, hal
tersebut yang tidak dapat difasilitasi oleh lembaga pengadilan
yang cenderung lamban, mahal, memboroskan energi, waktu, dan
uang, serta terlalu terbuka sehingga penyelesaian yang “win – win
DISKRESI
KEPOLISIAN 52PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
solution” jarang didapatkan.
ADR disambut positif terutama dalam dunia bisnis yang
menghendaki sebuah bentuk efisien dari penyelesaian sengketa,
dan ADR mampu mengedepankan kerahasiaan serta tetap masih
dapat melestarikan hubungan atau kerja sama, dan walaupun
penyelesaiannya sifatnya informal, tetap mengedepankan keadilan
karena mengusung tujuan akhir yang bersifat win – win solution
atau kesepakatan yang mampu mencerminkan sebuah
kepentingan atau kebutuhan bagi seluruh pihak yang terlibat
dalam konflik tersebut atau yang biasa disebut sebagai shared
interest.
Dalam melaksanakan ADR, tentu harus memahami sengketa –
sengketa apa saja yang dapat diselesaikan dengan menempuh
ADR, sebagai berikut:
a. Sengketa internasional (masalah – masalah dalam lapangan
hukum internasional publik).
b. Sengketa konstitusi (administratif dan fiskal yang mana
mencakup isu yang berkaitan dengan kewarganegaraan dan
status personal, kewenangan lokal lembaga pemerintah dan
semi pemerintah, perizinan, perpajakan, dan jaminan sosial).
c. Sengketa yang berkaitan dengan organisasi seperti
manajemen, struktur, dan prosedur, namun juga
penyelesaian sengketa antar organisasi.
d. Sengketa perburuhan yang meliputi tuntutan pembayaran
atau hubungan industrial.
e. Sengketa perusahaan yang meliputi sengketa pemegang
saham dan masalah yang timbul pada likuidasi serta
penerimaan – penerimaan.
f. Sengketa komersial yang bidangnya meliputi sengketa
kontraktual, persekutuan, pengangkutan, komoditi, hak atas
kekayaan intelektual, dan lain – lain.
g. Sengketa konsumen.
h. Sengketa perumahan.
i. Sengketa yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum,
meliputi kelalaian dalam klaim asuransi.
j. Sengketa yang timbul dari perceraian.
k. Sengketa keluarga lain, seperti warisan, bisnis keluarga, dan
lain – lain.
l. Sengketa trust yakni sengketa yang berkaitan dengan
trustees dan beneficiaries.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
m. Sengketa yang menimbulkan konsekuensi hukum pidana.
n. Sengketa yang berkaitan dengan masalah antar kelompok
masyarakat.
o. Sengketa pribadi antar individu.
p. Sengketa tentang fakta yang mungkin timbul dari kredibilitas,
atau data yang diberikan oleh pihak ketiga.
q. Sengketa yang berkaitan dengan masalah hukum yang
timbul dari opini – opini para kuasa hukum yang
bersangkutan.
r. Sengketa teknis meliputi perbedaan pendapat profesional
serta ahli teknis masing – masing pihak.
s. Sengketa perbedaan pengertian karena mungkin
menggunakan kata – kata yang dapat menimbulkan asumsi –
asumsi yang tidak jelas.
t. Sengketa perbedaan persepsi tentang kewajaran dalam hal
keadilan dan moralitas, kultur, atau nilai – nilai serta sikap.
2. Dasar Hukum Alternative Dispute Resolution (ADR)
a. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
b. PP Nomor 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Sengketa Lingkungan Hidup Diluar Pengadilan.
c. Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan.
d. Perma Nomor 1 tahun 2016 tentang Mediasi.
3. Metode Alternative Dispute Resolution (ADR)
Adapun beberapa bentuk – bentuk dan/atau metode
menyelesaikan sengketa dengan menempuh ADR itu sendiri,
yakni:
a. Mediasi
Adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator
yang netral dan tidak bias.
b. Arbitrase
Adalah penyelesaian masalah atau sengketa perdata di luar peradilan
umum yang berdasarkan pada perjanjian yang tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
c. Konsiliasi
Adalah salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan
kepentingan melalui musyawarah yang dipimpin oleh satu orang atau
konsiliator yang netral demi mempertemukan keinginan dari pihak yang
berselisih atau bersengketa.
d. Negosiasi
Adalah proses “tawar – menawar” untuk menemui titik win – win solution
yang mana kedua belah pihak sudah sepakat atas hasil tersebut.
e. Transaksi
Adalah suatu proses persetujuan dari kedua belah pihak yang
ujungnya akan menimbulkan sebuah perubahan.
f. Good Offices
Adalah suatu penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga
dalam memberikan penyediaan tempat atau fasilitas- fasilitas yang
dapat digunakan oleh para pihak yang bersengketa untuk melakukan
musyawarah atauperundingan guna mencapai penyelesaian.
g. Rent – a – Judge
Adalah penyelesaian dengan cara para pihak menyewa seorang hakim
pengadilan, biasanya yang telah pensiun, untuk membantu dalam
menyelesaikan sengketa.
4. Perspektif Positif Alternative Dispute Resolution
Dalam penyelesaian sengketa alternatif tentunya ada perspektif
positif dan perspektif negatif. Perspektif positif yang juga dikatakan
sebagai kelebihan dari ADR. Dalam memahami alternatif
penyelesaian sengketa, terdapat beberapa kelebihan yang
tentunya dapat memerangi lambatnya proses penyelesaian
perkara di pengadilan, kemudian untuk memerangi operasional
yang lamban, mahal, memboroskan energi, waktu dan uang, serta
keterbukaan yang juga di kritik sehingga tidak dapat memberikan
solusi yang win – win solution.
Kelebihan – kelebihan tersebut meliputi:
a. Bagi Indonesia, mengembangkan ADR dalam sistem
peradilan pidana adalah karena faktor ekonomis (biaya dan
waktu yang sedikit), faktor ruang lingkup yang dibahas luas,
dan faktor pembinaan hubungan baik antar manusia.
b. Alasan dorongan perlunya ADR di Indonesia yang menjadi
kelebihannya, yakni ADR penyelesaiannya cepat, efektif, dan
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
efisien yang sesuai dengan laju kecepatan perekonomian dan
perdagangan.
c. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum dapat
diselesaikan diluar pengadilan demi sebuah keuntungan atau
kebaikan para pihak yang bersengketa sendiri.
d. Mengurangi biaya dan keterlambatan apabila sengketa
tersebut diselesaikan dengan menempuh jalur litigasi
konvensional.
e. Mencegah agar sengketa – sengketa hukum tersebut tidak
perlu dibawa ke pengadilan.
5. Perspektif Negatif Alternative Dispute Resolution
Selanjutnya, untuk perspektif negatif juga diemban sebagai
kekurangan dari penyelesaian sengketa relatif (ADR) yang dapat
menghambat suksesi jalannya ADR tersebut, yakni meliputi:
a. Putusan ditentukan oleh kemampuan teknis pihak ketiga
(netral dan tidak bias) untuk memberikan keputusan yang
memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
b. Apabila pihak yang kalah tidak melaksanakan putusan pihak
ketiga, maka perlu perintah pengadilan untuk melaksanakan
eksekusi atas putusan tersebut.
c. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan
masih sulit karena untuk mempertemukan pihak – pihak yang
bersengketa pun juga sulit.
DISKRESI
KEPOLISIAN 55PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
RANGKUMAN
1. Alternative Dispute Resolution atau yang biasa disingkat sebagai
ADR mengacu pada penyelesaian masalah tanpa litigasi. ADR
juga mengemban istilah penyelesaian sengketa alternatif yang
dalam penerapannya, tiap - tiap prosedur sudah disepakati oleh
para pihak yang bersengketa. Pihak – pihak tersebut biasanya
akan menggunakan jasa pihak netral dalam membantu mereka
mencapai kesepakatan dan menghindari proses litigasi. ADR juga
mengelompokkan kembali seluruh proses dan teknik dalam
penyelesaian konflik yang terjadi di luar kewenangan pemerintah.
2. Mahkamah Agung Republik Indonesia (2000) dalam proyek
penelitian dan pengembangan tentang ADR menemukan bahwa
bentuk ADR sendiri sebagai pengembangan metode penyelesaian
konflik yang dapat menumbuhkan tindakan kooperatif antara pihak
yang bersengketa dengan pihak netral. Penyelesaian sengketa
ADR bersifat konsensus yang mana harus dapat diterima semua
pihak yang bersengketa walaupun dengan “informal procedure”.
3. Perspektif Positif ADR
a. Bagi Indonesia, mengembangkan ADR dalam sistem
peradilan pidana adalah karena faktor ekonomis (biaya dan
waktu yang sedikit), faktor ruang lingkup yang dibahas luas,
dan faktor pembinaan hubungan baik antar manusia.
b. Alasan dorongan perlunya ADR di Indonesia yang menjadi
kelebihannya, yakni ADR penyelesaiannya cepat, efektif, dan
efisien yang sesuai dengan laju kecepatan perekonomian
dan perdagangan.
c. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum dapat
diselesaikan diluar pengadilan demi sebuah keuntungan atau
kebaikan para pihak yang bersengketa sendiri.
d. Mengurangi biaya dan keterlambatan apabila sengketa
tersebut diselesaikan dengan menempuh jalur litigasi
konvensional.
e. Mencegah agar sengketa – sengketa hukum tersebut tidak
perlu dibawa ke pengadilan.
f. Putusan ditentukan oleh kemampuan teknis pihak ketiga
(netral dan tidak bias) untuk memberikan keputusan yang
memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
g. Apabila pihak yang kalah tidak melaksanakan putusan pihak
ketiga, maka perlu perintah pengadilan untuk melaksanakan
DISKRESI
KEPOLISIAN 56PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
eksekusi atas putusan tersebut.
h. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan
masih sulit karena untuk mempertemukan pihak – pihak yang
bersengketa pun juga sulit.
4. Perspektif Negatif ADR
a. Putusan ditentukan oleh kemampuan teknis pihak ketiga
(netral dan tidak bias) untuk memberikan keputusan yang
memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
b. Apabila pihak yang kalah tidak melaksanakan putusan pihak
ketiga, maka perlu perintah pengadilan untuk melaksanakan
eksekusi atas putusan tersebut.
c. Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan keputusan
masih sulit karena untuk mempertemukan pihak – pihak yang
bersengketa pun juga sulit.
LATIHAN
1. Jelaskan pengertian Alternative Dispute Resolution (ADR)!
2. Jelaskan dasar hukum Alternative Dispute Resolution (ADR)!
3. Jelaskan metode Alternative Dispute Resolution (ADR)!
4. Jelaskan perspektif positif Alternative Dispute Resolution (ADR)!
5. Jelaskan persepektif negatif Alternative Dispute Resolution (ADR)!
DISKRESI
KEPOLISIAN 57PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN POLRI
DISKRESI
KEPOLISIAN 58PENDIDIKAN
PEMBENTUKAN BINTARA POLRI