The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by kartinatinatina75, 2020-12-26 04:49:20

Metode Karya Wisata ke Masjid Al-Hilal Katangka

Mesjid Al-Hilal

Keywords: karya wisata

METODOLOGI PEMBELAJARAN SEJARAH
(METODE KARYA WISATA)

Oleh:
Rika Mustikawati

40200118024
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke Hadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“ Metode Karya
Wisata (Field-Trip) Dalam Pembelajaran Sejarah”. Buku ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Tugas Akhir Semester Mata Kuliah
Metodologi Pembelajaran Sejarah.
Penyusunan buku ini tidak lepas dari bentuk berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis disini menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Susmihara, M.Pd., yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam pembuatan buku ini.

2. Teman-teman yang telah memberikan motivasi, dan telah memberikan
masukan-masukan dalam pembuatan buku ini.

3. Para penulis yang sumber penulisannya telah kami kutip sebagai bahan
rujukan.

Penulis berharap buku ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan juga
membantu pembaca untuk lebih memahami mengenai materi strategi Belajar
Mengajar. Selain itu penulis juga menerima segala kritikan dan saran dari semua
pihak demi kesempurnaan buku ini.

Jeneponto, 26 Desember 2020

Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
B. TUJUAN ................................................................................................................. 1
C. MANFAAT ............................................................................................................. 1
BAB II PELAKSANAAN METODE PEMBELAJARAN ................................................ 2
A. METODE PEMBELAJARAN KARYA WISATA................................................ 2
B. MATERI PEMBELAJARAN................................................................................. 5
C. PELAKSANAAN METODE ................................................................................. 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 15
A. KESIMPULAN ....................................................................................................... 15
B. SARAN ................................................................................................................... 15
SAMPUL ............................................................................................................................ 16

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu “Methodos” yang berarti cara
berani atau cara berjalan yang di tempuh. Menurut Winarno Surakhmad, metode
adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan (
1976 : 74 ). Sedangkan pengertian pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut
Nursid Suaatmadja, metode pembelajaran adalah suatu cara yang fungsinya
merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan ( 1984 : 95 ). Menurut S Hamid
Hasan, metode pengajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk memberikan
kesempatan seluas – luasnya kepada siswa dalam belajar ( 1992 : 4).

Dari dua pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa metode pengajaran IPS itu
adalah suatu cara yang digunakan oleh guru agar siswa dapat belajar seluas –
luasnya dalam rangka mencapai tujuan pengajaran secara efektif. Didalam proses
belajar mengajara di perlukan suatu metode yang sesuaidengan situasi dan kondisi
yang ada. Metode pembelajaran seharusnya tepat guna yaitu mampu
memfunfsikan si anak didik untuk belajar sendiri sesuai dengan Student Active
Learning (SAL).

B. TUJUAN

Tujuan dari buku ini yaitu untuk mengetahui dan memahami:

1. Mengetahui definisi Metode Karya Wisata (Field-Trip)
2. Memahami alasan bahwa Metode Karya Wisata (Field-Trip) cocok untuk

pembelajaran sejarah dalam memvisualisasikan suatu peristiwa
3. Mengetahui langkah-langkah pembelajaran Metode Karya Wisata (Field-

Trip) secara konkrit
4. Mengetahui kelebihan Metode Karya Wisata (Field-Trip)
5. Mengetahui kelemahan Metode Karya Wisata (Field-Trip)

C. MANFAAT

Manfaat dari metode karyawisata yaitu anak-anak akan memperoleh
pengalaman belajar secara langsung dengan menggunakan seluruh pancaindera
sehingga apa yang diperoleh dari lapangan dapat lebih berkesan dan pada
gilirannya akan lebih lama mengendap di memori anak.

1

BAB II

PELAKSANAAN METODE PEMBELAJARAN

A. METODE PEMBELAJARAN KARYA WISATA

Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri, berbeda

dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kunjunganke

luar kelas dalam rangka belajar. Karya wisata dapat dikatakan sebagai kegiatan

perjalanan atau kunjungan lapangan dalam suatu perjalanan oleh sekelompok

orang ke tempat yang jauh dari lingkungan normal. Tujuan perjalanan biasanya

pengamatan untuk pendidikan, non-eksperimental penelitian atau untuk

memberikan pengalaman siswa di luar kegiatan sehari-hari mereka. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengamati subjek dalam keadaan alami dan mungkin

mengumpulkan sampel. Sebagian besar sistem sekolah

sekararng memiliki prosedur kunjungan resmi yang

menganggap seluruh perjalanan dari estimasi, persetujuan dan penjadwalan

melalui perencanaan perjalanan yang sebenarnya dan pascakegiatan perjalanan.

Metode karyawisata adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan

membawa siswa langsung pada objek yang akan dipelajari dan objek itu terdapat
di luar kelas. Metode karyawisata sering pula disebut dengan nama “field trip
method”(metode study touratau metode study trip) yang sudah lazim disebut

widya wisata (widya=ilmu).

Metode karyawisata adalah salah satu metode mengajar yang dirancang
terlebih dahulu oleh pendidikan dan diharapkan peserta didik membuat laporan
dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta dipandang oleh
pendidik, yang kemudian dibukukan. Merupakan suatu kegiatan belajar mengajar
dimana siswa dibawa ke suatu objek di luar kelas untuk mempelajari suatu
masalah yang berhubungan dengan materi pelajaran.

Adapun definisi dari para ahli antara lain:

1) Menurut Roestiyah (2001)

Karya wisata bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam
pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karena itu dikatakan teknik karya
wisata, ialah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu
tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki
sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, toko serba ada, dan
sebagainya.

2

2) Menurut Checep (2008)

Metode karya wisata atau widya wisata adalah cara penyajian dengan membawa
siswa mempelajari materi pelajaran di luar kelas. Karyawisata memanfaatkan
lingkungan sebagai sumber belajar, dapat merangsang kreativitas siswa, informasi
dapat lebih luas dan aktual, siswa dapat mencari dan mengolah sendiri informasi.
Tetapi karyawisata memerlukan waktu yang panjang dan biaya, memerlukan
perencanaan dan persiapan yang tidak sebentar.

3) Menurut Mulyasa (2005)

Metode field trip atau karya wisata merupakan suatu perjalanan atau pesiar yang
dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar, terutam
a pengalaman langsung dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah.
Meskipun karya wisata memiliki banyak hal yang bersifat non akademis, tujuan
umum pendidikan dapat segera dicapai, terutama berkaitan dengan pengembangan
wawasan pengalaman tentang dunia luar.

4) Menurut Djamarah (2002).

Teknik karya wisata, yang merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan
mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk
mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pegadaian. Banyak istilah
yang dipergunakan pada metode karya wisata ini, seperti widya wisata, study tour,
dan sebagainya. Karya wisata ada yang dalam waktu singkat, dan ada pula yang
dalam waktu beberapa hari atau waktu panjang.

Metode karya wisata ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan
membawa murid langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas.
Karya= kerja, wisata= pergi Karyawisata = pergi bekerja. Dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar mengajar, pengertian karyawisata berarti siswa-siswa
mempelajari suatu obyek di tempat mana obyek tersebut berada. Karyawisata
dapat dilakukan dalam waktu singkat beberapa jam saja ataupun cukup lama
sampai beberapa hari.

Metode ini dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa
membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta
didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan. Banyak istilah yang
dipergunakan pada metode karya wisata ini, seperti widya wisata, study tour, dan
sebagainya. Contohnya seperti karya wisata yang dekat adalah ke museum yang
ada di kota itu sendiri dan hanya memerlukan waktu yang singkat. Sedangkan
karya wisata yang pelaksanaanya dalam waktu yang panjang seperti karyawisata
keluar provinsi, kabupaten, atau kota lain.

3

Karya wisata mengandung muatan belajar-mengajar, tidak sekadar keluar
kelas untuk bersenang-senang. Bila kita cermati, hampir seluruh sekolah, mulai
tingkat dasar sampai pendidikan tinggi, memasukkan karya wisata sebagai salah
satu kegiatan tahunan. Program tahunan itu sangat disukai siswa dan guru. Sebab,
mereka bisa sejenak terbebas dari kegiatan rutin belajar-mengajar yang kadang
membosankan. Namun, terkadang karya wisata hanya jadi wadah untuk
bersenang-senang, belanja, menikmati hal-hal baru, dan hal-hal lain di luar
konteks belajar-mengajar. Tetapi pelaksanaan karya wisata yang dilakukan
sekolah belum mencerminkan penerapan metode pembelajaran karya wisata yang
efektif. Saat pelaksanaan karya wisata, guru maupun siswa hanya berperan
sebagai pelaku perjalanan wisata (turis). Dengan biaya yang biasanya tidak
murah, seharusnya guru bisa
memanfaatkan karya wisata sebagai media pembelajaran, berkaitan
dengan objek yang dikunjungi selama karya wisata. Untuk mengoptimalkan
karya wisata, guru seharusnya merancang apa saja yang mesti dilakukan sebelum,
selama, dan setelah karya wisata. Optimalisasi karya wisata tersebut mungkin
terkesan serius dan kaku. Karena itu, guru diharapkan tetap memberi kesempatan
kepada siswa untuk merasakan kegiatan wisata, yaitu bersenang-senang.

METODE KARYA WISATA UNTUK PEMBELAJARAN SEJARAH

Menurut saya metode karya wisata sangat cocok di terapkan pada
pembelajaran sejarah karena penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara
para siswa dan guru pergi dari kelas ke tempat objek yang akan dipelajari itu
berada. Dalam proses belajar mengajar siswa perlu diajak keluar sekolah, untuk
meninjau tempat tertentu atau objek yang lain. Hal itu bukan sekedar rekreasi
akan tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat
kenyataannya. Karena itu dikatakan teknik karyawisata ialah cara mengajar yang
dilakukan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu diluar
sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik,
perusahaan dan lain sebagainya agar siswa bisa langsung dapat mengetahui
bagaimana kondisi atau sistem-sistem yang patut untuk di pelajari.

Dengan hal ini maka peserta didik memahami secara langsung mengenai
objek yang sedang dipelajari dan dengan metode ini siswa lebih mengingat
mengenai objek yang akan dipelajari tanpa harus berimajinasi. Dengan
melaksanakan teknik karyawisata siswa dapat memperoleh pengalaman langsung
dari objek yang dilihatnya, menanamkan rasa cinta pada alam. Mengembangkan
kegairahan belajar siswa, rekreatif (menghibur siswa), mamberikan kepada siswa
bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi (yang tidak
terpisah dan terpadu).

4

Selain itu penggunaan metode karya wisata ini mencakup dan
mengandung beberapa metode di dalamnya seperti metode observasi, wawancara,
serta diskusi (pada hasil observasi). Contoh: Mengajak siswa ke Masjid Tua Al-
Hilal Katangka untuk mengetahui bangunan-bangunan bersejarah yang ada
disana, selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisata di atas tidak mengambil
tempat yang jauh dari sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama.

B. MATERI PEMBELAJARAN

Berbicara perihal masjid tua Al-Hilal Katangka tentunya harus terkesan
berhati-hati dalam memberikan data sejarah dan menempatkan dalam proporsi
yang sebenarnya. Hal ini disebabkan untuk menghindari terjadinya perbedaan
interpretasi didalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa sejarah yang melatar
belakangi berdirinya masjid tersebut.

Jauh sebelum berdirinya Masjid Al-Hilal di Katangka, telah berdiri sebuah
masjid yang berada di kampung Mangallekana (Somba Opu). Namun keberadaan
dan perkembangan masjid tersebut telah kehilangan data arkeologisnya.Pada saat
itu orang-orang melayu dari Pahang, Patani, Johor, Sumatera sudah tinggal dan
berdagang di kampung Mangallekana. Disamping mereka berdagang,merekapun
tidak ketinggalan untuk menyebarkan secara lunak ajaran agama Islam di
kalangan masyarakat Gowa.

Dari hasil wawancara dengan bapak Jamaluddin Daeng Ruppa, Pegawai Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Makassar, mengatakan bahwa:

“Arti dari kata Mangallekana, Mangalle yang berarti mengambil, sedangkan Kana
itu berarti perkataan atau ucapan.Jadi Mangallekana itu dimaknai sebagai tempat
mengambil nasihat maupun sebagai pusat dakwah syi’ar Islam di Kejaraan Gowa,
namun tidak ada data arkeologi ataupun tidak ada yang mengetahui secara pasti
posisi kampung Mangallekana beserta masjid Mangallekana”.

Pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV, I Mangngerangi Daeng
Manrabia (1593-1639) sewaktu belum masuk Islam, beliau kedatangan seorang
Syekh dari negeri Arab. Menurut riwayatnya Syekh itu masih keturunan nabi.
Syekh kemudian menghadap Raja Gowa di Tamalate dan berunding di atas
“Barugaloea”. Menjelang waktu shalat jum’at Syekh itu pamit pada Raja dan
selanjutnya menuju ke Barat yang jaraknya tidak jauh dari bukit Tamalate, di sana
terdapat sebuah hamparan tanah yang luas (tempat masjid tua Katangka). Dengan
adanya langgar tersebut, maka Syekh dan pengikutnya sebanyak 40 orang itu
melakukan shalat jum’at di hamparan tanah tersebut. Ke-40 pengikutnya ini di

5

sebut “Mokking”, sedang yang memimpin jemaah itu disebut “Anrong Guru
Mokking” yang selanjutnya berubah menjadi “pemuka agama”.

Wawancara dengan Harun Daeng Ngella, Pengasuh Masjid Tua Al-Hilal
Katangka ini juga mengatakan bahwa:

“Ketika kedatangan rombongan ulama dari Yaman, yang datang ke Kerajaan
Gowa ini bermaksud untuk mengajak Raja Gowa masuk Islam, jadi sebelum
sampai ke istana, mereka mampir ke tempat ini (Masjid Tua Katangka), dimana
tempat ini dulunya banyak ditumbuhi pohon katangka, karena hari itu hari jum’at
sebelum sampai istana mereka melaksanakan shalat jumat di bawah pohon
katangka, dan setelah shalat mereka melanjutkan perjalanan ke istana untuk
menawarkan Islam pada raja Gowa, tapi pada saat itu Islam belum di terima
karena rombongan dari Yaman ini menawarkan Islam secara kaffah, jadi otomatis
banyak kebiasaan orang tua kita dulu itu bertentangan dengan ajaran islam yang
dibawah oleh rombongan dari Yaman ini, pada saat itu Raja Gowa mengatakan
“kami pikir-pikir dulu dan perlu bermusyawarah dengan dewan adat”.

Masjid Al-Hilal Katangka, di dirikan pada tahun 1603 M. Ketika Raja
Gowa ke XIV I Mangngarangi Daeng Manrabbia memerintah pada tahun 1593-
1639, ia mengharapkan agar dibangun tempat ibadah bagi tamu-tamu Kerajaan
yang beragama Islam, maka pada tahun 1603 M dibangunlah sebuah langgar di
Katangka, yang dalam perkembangan selanjutnya pada saat agama Islam secara
formal menjadi agama Kerajaan pada tahun 1605 M. Pada masa pemerintahannya
itu, Raja Gowa ke XIV I Mangngarangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin
menjadikan tempat ibadah yang berada di Katangka itu dari sebuah langgar
kemudian ditingkatkan menjadi masjid kerajaan dan disebut sebagai MasjidAl-
Hilal Katangka.

Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa sejarah awal masjid berawal
dari sebuah langgar yang dibangun pada tahun 1603, yang kemudian seiring
berjalannya waktu terus mengalami renovasi dan pada tahun 1886 adalah renovasi
besar-besaran yang dilakukan oleh raja Gowa ke 32 sehingga menjadi masjid
yang dapat disaksikan hingga sekarang ini.

Untuk menjaga kelestarian masjid tua Katangka sebagai salah satu sejarah
yang monumental yang ikut mengisi khasanah kebudayaan khususnya budaya
Islam di daerah ini, tercatat sudah beberapa kali mengalami renovasi dan
pemugaran namun tidak mengurangi bentuk keaslian masjid.

Pada tahun 1816 masjid ini pertama kali direnovasi oleh Raja Gowa XXX
yang bernama I Mappatunru Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Rauf

6

Tumenanga ri Katangka.Pemugaran kedua, pada tahun 1821 oleh Qadhi besar
Gowa Ibrahim.

Pemugaran ketiga, dilakukan oleh Raja Gowa XXXII yang bernama I
Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Muh. Aididdin
memerintahkan untuk mendirikan mimbar masjid pada tahun 1886 sesuai dengan
yang tercatat pada prasasti mimbar yang bertuliskan huruf arab berbahasa
Makassar (huruf arab serang), yang berbunyi:

“Nani pakaramula nipare anne mimbaraka riallonna jumaka ruang bangnginna
bulan muharram ri taung sisabbu antallumbilangngangna antallu, nana ukiriki
karaeng katangka siagang Tumailalang Loloa nani tantuanmo angkana inai- nai
makkana-kana lino punna nai’mo katteka ri mimbaraka tanagappai amalana”.

Artinya :

“Awal pembuatan mimbar ini, pada hari jum’at malam kedua muharram 1303 H.
dan terdaftarlah karaeng Katangka bersama Tumailalang Loloa, secara resmi
berkata bahwa barang siapa berbicara tentang keduniawian ketika khatib
membaca khotbah di mimbar, maka tidaklah ia memperoleh pahala”.

Setelah mimbar dibuat, kemudian pada tahun 1886 juga oleh Raja Gowa
XXXII mencenangkan pemugaran secara besar-besaran sebagaimana tercantum
pada prasasti pintu utarayang juga menggunakan huruf arab serang, yang
berbunyi:

“Nani pakaramula nasuro jama Karaenga masigika ri allonna sannenga ri
sagantujuna bulan ra’ja, taung sisabbu antallubilanganna antallu taung,taung
dalam awal nasitujuang ri sampulona anrua bulan aprilmasehi sisabbu sagantuju
bilanganna assagantuju pulo angngannang. Nani suro antama karaeng Katangka ri
karaenga anjagai masigika siagang Tumailalang Maloloa Gallarang Mangasa,
Tombolo Sawmata”.

Artinya:

“Masjid ini dibangun pada hari senin tanggal 8 rajab 1303 hijriah yang
diperintahkan oleh Raja, bertepatan dengan tanggal 12 april 1886 masehi. Raja 63
memerintahkan Karaeng Katangka untuk menjaga masjid ini bersama dengan
Tumailalang Maloloa Gallarang Mangasa, Tombolo dan Sawmata.

Pada prasasti pintu tengah juga disebutkan bahwa:

“Nani pakaramula nipare masigika ri Gowa bulan ra’ja ritaung dalang nalebba,
nani pakaramula nipa’jumakki ri taung BA nania ngasengi karaenga a’juma

7

siagangasengi tau Gowaya pantarangngannaya niaka a’juma nassidakkah
karaenga nasikamma tau a’jumaka siagang ngaseng tau ta’jumaka siagang ia
ngaseng anjamaya masigika niaka nisareangasengi passidakkah ri karaenga”.

Artinya:

“Pembangunan masjid di Gowa dimulai pada bulan Rajab dan selesai di tahun
“Dal”, pertamakalinya di tempati shalat jum’at pada tahun “Ba”. Semua Raja
hadir untuk melaksanakan shalat jum’at bersama masyarakat Gowa di
pelatarannya (luar masjid) yang ikut shalat jum’at. Ketika itu Raja memberikan
sedekah kepada orang- orang yang melaksanakan shalat jum’at maupun yang
tidak ikut shalat jum’at dan juga kepada orang-orang yang ikut andil dalam
pengerjaan masjid ini mendapat sedekah dari Raja”.

Maksud dari kedua prasasti diatas, bukan berarti masjid Katangka
dibangun pada tahun 1886 melainkan hanya direnovasi karena bangunan masjid
sudah ada sebelum Raja Gowa XXXII memerintah. Sebelum Raja merenovasi
pintu utama masjid yang berada pada arah Selatan, lalu Raja mengubah dan
menetapkan pintu masjid pada arah Timur. Pintu dan jendela pun dirombaknya
yang sebelumnya berbentuk setengah lingkaran (kubah) dirubah menjadi segi
empat seperti sekarang ini. Pendapat ini didukung oleh peristiwa jatuhnya plester
tembok luar pada tahun 1997. Maka pengurus masjid memperbaiki plester yang
terbuka. Sewaktu perbaikan 64 tersebut, tampaklah bekas-bekas pintu dan jendela
yang berbentuk kubah yang ukurannya lebih kecil dari pintu dan jendela yang ada
sekarang.

Pemugaran keempat, pada masa pemerintahan Raja Gowa XXXIII
bernama I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Muhammad
Idris Tumenanga ri Kalabbiranna (memerintah antara tahun 1893-1895), masjid
Katangka direhab kembali. Peristiwa ini ditulis dalam bentuk prasasti yang
terdapat pada pintu Selatan, yang berbunyi:

”Iyaminne wattu nani jama masigika ri wattunna Karaenga ri Gowa I
Mallingkaang, areng arabna nikana Idris Adzimuddin ana’na Karaeng Abdul
Kadir Mahmud ampakanangi buttaya ri Gowa nia sigompo tau anjamai, Daeng
Bantang angngukiriki”.

Artinya:

“Pada masa inilah masjid Katangka di kerjakan yakni pada masa pemerintahan I
Mallingkaang, nama arabnya Idris Adzimuddin putra Raja Abdul Kadir Mahmud,
menentramkan wilayah dan masyarakat Gowa didukung oleh sekelompok massa

8

yang ikut bekerja dalam pembangunan masjid ini, Daeng Bantang yang
mengukirnya/menulisnya”.

Pemugaran kelima, pada tahun 1948 Raja Gowa XXXVI, Sultan
Muhammad abdul Aidid bersama Qadhi Gowa H. Mansyur Daeng Limpo.
Pemugaran keenam, pada tahun 1963, Pemerintah RI Gubernur Propinsi Sulawesi
Selatan. Pemugaran kedelapan, pada tahun 1979 oleh Pemerintah RI melalui
Kanwil Departemen Pendidikan dan kebudayaan (DEPDIKBUD) Propinsi
Sulawesi Selatan. Pemugaran kesembilan, pada tahun 1980oleh Pemerintah RI
melalui Kantor Suaka Peinggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi Sulawesi
Selatan.38 Dan pemugaran terakhir pada tahun 2006-2007 dilakukan oleh BPCB
Makassar bersama masyarakat dan pengurus masjid Al-Hilal Katangka.

Adapun yang secara umum diketahui bahwa pemugaran yang dilakukan sebanyak
enam kali yaitu:

Pertama, pada tahun 1816 masehi oleh Mappatunru Karaeng Lebang
Parang yang bergelar Sultan Abdul Rauf. Kedua, Pada tahun 1884 masehi oleh
Kumala Karaeng Lebang Parang bergelar Sultan Abdul Kadir. Ketiga, Pada tahun
1963 oleh Gubernur Sulawesi Selatan. Keempat, Pada tahun 1978 masehi oleh
pemerintah melalui Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Sulawesi Selatan.Kelima, Pada tahun 1980 oleh pemerintah melalui Suaka
Sejarah dan Purbakala Kanwil Depdikbud Provinsi Sulawesi Selatan. Keenam,
Pada tahun 2006-2007 dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Makassar bersama dengan pengurus masjid dan masyarakat.

Peranan masjid tua Al-Hilal Katangka terhadap masyarakat, seperti hasil
wawancara dengan Harun Daeng Ngella, Pengasuh Masjid Tua Al-Hilal Katangka
ini juga mengatakan bahwa:

“Masjid ini dahulu selain digunakan sebagai tempat ibadah, juga digunakan
sebagai benteng pertahanan, pengadilan serambi, sebagai pusat pertemuan hingga
sekarang, dan sekarang juga sebagai tempat menuntut ilmu atau pendidikan dan
setiap harinya ada pengajian yang dilakukan oleh pengurus masjid ”.

Fungsi sosial selain tempat ibadah adalah pada masa lalu, apabila ada hal
yang penting yang menyangkut urusan pemerintahan atau kepentingan kerajaan
Gowa, maka pelaksanaannya melalui keputusan rapat yang dilaksanakan di masjid
Al-Hilal Katangka, karena masjid Al-Hilal katangka merupakan salah satu
bangunan/benda cagar budaya yang dilindungi oleh UU, No. 5 tahun 1992 dan
merupakan aset pariwisata/cagar purbakala. Masjid selain tempat ibadah juga
merupakan perspektifkerukunan umat Islam, perspektif kerukunan umat

9

beragama,sebagai simbol kebenaran tertinggi dalam masyarakat. Masjid selain
sebagai tempat ibadah juga sebagai tempat mengelolah pendidikan,
pengembangan pengetahuan umat melalui pendidikan. Masjid juga dijadikan
sebagai Pembinaan Taman Pendidikan Al- Qur’an adalah kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan di Masjid Al-Hilal Katangka.

Sampai saat ini, masjid tua Katangka masih berdiri dengan kokoh dan
masih difungsikan untuk shalat jamaah, baik shalat jum’at maupun shalat lima
waktu. Disamping itu masjid ini juga sebagai tempat mengaji bagi anak-anak yang
tinggal disekitar masjid dan telah memiliki sarana pendidikan yakni Taman Kanak
Kanak Islam Masjid Tua Katangka, dan juga dijadikan sebagai salah satu objek
wisata sejarah di Kabupaten Gowa. Di sekitar masjid itu pula terdapat makam
Raja-raja Gowa, diantaranya yakni makam Andi Ijo Karaeng Lalolang Raja Gowa
ke XXXVI (terakhir).

C. PELAKSANAAN METODE KARYA WISATA

Sebelum karya wisata digunakan dan dikembangkan sebagai metode
pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan menurut Mulyasa (2005:112)
adalah: (a) Menentukan sumber-sumber masyarakat sebagai sumber belajar
mengajar, (b) Mengamati kesesuaian sumber belajar dengan tujuan dan program
sekolah, (c) Menganalisis sumber belajar berdasarkan nilai-nilai paedagogis, (d)
Menghubungkan sumber belajar dengan kurikulum, apakah sumber-sumber
belajar dalam karyawisata menunjang dan sesuai dengan tuntutan kurikulum, jika
ya, karya wisata dapat dilaksanakan, (e) membuat dan mengembangkan program
karya wisata secara logis, dan sistematis, (f) Melaksanakan karya wisata sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran,
materi pelajaran, efek pembelajaran, serta iklim yang kondusif. (g) Menganalisis
apakah tujuan karya wisata telah tercapai atau tidak, apakah terdapat kesulitan-
kesulitan perjalanan atau kunjungan, memberikan surat ucapan terima kasih
kepada mereka yang telah membantu, membuat laporan karyawisata dan catatan
untuk bahan karya wisata yang akan datang.

Menurut Roestiyah (2001:85) ,teknik karya wisata ini digunakan karena
memiliki tujuan sebagai berikut: Dengan melaksanakan karya wisata diharapkan
siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya, dapat
turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat bertanya jawab
mungkin dengan jalan demikian mereka mampu memecahkan persoalan yang
dihadapinya dalam pelajaran, ataupun pengetahuan umum. Juga mereka bisa
melihat, mendengar, meneliti dan mencoba apa yang dihadapinya, agar nantinya
dapat mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yang sama ia bisa
mempelajari beberapa mata pelajaran.

10

Agar penggunaan teknik karya wisata dapat efektif, maka pelaksanaannya
perlu memeperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Persiapan, dimana
guru perlu menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas, mempertimbangkan
pemilihan teknik, menghubungi pemimpin obyek yang akan dikunjungi untuk
merundingkan segala sesuatunya, penyusunan rencana yang masak, membagi
tugas-tugas, mempersiapkan sarana, pembagian siswa dalam kelompok, serta
mengirim utusan, (b) Pelaksanaan karya wisata, dimana pemimpin rombongan
mengatur segalanya dibantu petugas-petugas lainnya, memenuhi tata tertib yang
telah ditentukan bersama, mengawasi petugas-petugas pada setiap seksi, demikian
pula tugas-tugas kelompok sesuai dengan tanggungjawabnya, serta memberi
petunjuk bila perlu, (c) Akhir karya wisata, pada waktu itu siswa mengadakan
diskusi mengenai segala hal hasil karya wisata, menyusun laporan atau paper yang
memuat kesimpulan yang diperoleh, menindaklanjuti hasil kegiatan karya wisata
seperti membuat grafik, gambar, model-model, diagram, serta alat-alat lain dan
sebagainya.

Agar penggunaan teknik karya wisata dapat efektif, maka pelaksanaannya
perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Persiapan

Dalam merencanakan tujuan karya wisata, guru perlu menetapkan tujuan
pembelajaran dengan jelas, mempertimbangkan pemilihan teknik, menghubungi
pemimpin obyek yang akan dikunjungi untuk merundingkan segala sesuatunya,
penyusunan rencana yang masak, membagi tugas-tugas, mempersiapkan sarana,
pembagian siswa dalam kelompok, serta mengirim utusanUntuk menetapkan
tujuan ini ditunjuk suatu panitia dibawah bimbingan guru, untuk mengadakan
survei ke obyek yang dituju. Dalam kunjungan pendahuluan ini sudah harus
diperoleh data tentang objek antara lain tentang lokasi, aspek-aspek yang
dipelajari, jalan yang ditempuh, penginapan, makan dan biaya transportasi, bila
objek yang dituju jauh.

b. Perencanaan

Hasil kunjungan pendahuluan (survei) dibicarakan bersama dalam rangka
menyusun perencanaan yang meliputi: tujuan karyawisata, pembagian objek
sesuai dengan tujuan,jenis objek sesuai dengan tujuan, jenis objek serta jumlah
siswa.

➢ Dibentuk panitia secara lengkap, termasuk ketua tiap kelompok/seksi.
➢ Menentukan metode mengumpulkan data, mungkin berwujud

wawancara, pengamatan langsung, dokumentasi.

11

➢ Penyusunan acara selama karyawisata berlangsung.

Kepada para siswa harus ditanamkan disiplin dalam mentaati jadwal

yang telah

direncanakan sehingga pelaksanaan berjalan lancar sesuai dengan rencana.
➢ Mengurus perizinan.
➢ Menentukan biaya, penginapan, konsumsi serta peralatan yang diperlukan.

c. Pelaksanaan

Siswa melaksanakan tugas sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan
dalam rencana kunjungan, sedangkan guru mengawasi, membimbing, bila perlu
menegur sekiranya ada siswa yang kurang mentaati tata tertib sesuai acara.
Pemimpin rombongan mengatur segalanya dibantu petugas-petugas lainnya,
memenuhi tata tertib yang telah ditentukan bersama, mengawasi petugas-petugas
pada setiap seksi, demikian pula tugas-tugas kelompok sesuai dengan tanggung
jawabnya, serta memberi petunjuk bila perlu.

d. Pembuatan Laporan

Akhir karya wisata, pada waktu itu siswa mengadakan diskusi mengenai
segala hal hasil karya wisata, menyusun laporan atau paper yang memuat
kesimpulan yang diperoleh, menindak lanjuti hasil kegiatan karya wisata seperti
membuat grafik, gambar, model-model, diagram, serta alat-alat lain dan
sebagainya. Hasil yang diperoleh dan kegiatan karyawisata ditulis dalam bentuk
laporan yang formatnya telah disepakati bersama.

KELEBIHAN METODE KARYA WISATA (Field Trip)

Adapun kelebihan penggunaan metode karya wisata (Field-Trip) antara lain :

a. Karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan
lingkungan nyata dalam pengajaran.

b. Membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan
kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat.

c. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.
d. Siswa dapat berpartisispasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh

para petugas pada obyek karya wisata itu, serta mengalami dan
menghayati langsung apa pekerjaan mereka. Hal mana tidak mungkin
diperoleh disekolah, sehingga kesempatan tersebut dapat mengembangkan
bakat khusus atau ketrampilan mereka.
e. Siswa dapat melihat berbagai kegiatan para petugas secara individu
maupun secara kelompok dan dihayati secara langsung yang akan
memperdalam dan memperluas pengalaman mereka.

12

f. Dalam kesempatan ini siswa dapat bertanya jawab, menemukan sumber
informasi yang pertama untuk memecahkan segala persoalan yang
dihadapi, sehingga mungkin mereka menemukan bukti kebenaran
teorinya, atau mencobakan teorinya ke dalam praktek.

g. Dengan obyek yang ditinjau itu siswa dapat memperoleh bermacam-
macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak
terpisah-pisah dan terpadu.

h. Mendorong peserta didik belajar secara konferhensif dan integral,
i. Merangsang peserta didik dapat menjawab semua tugas guru dengan

data/peristiwa secara langsung
j. Membuat siswa mengingat objek lebih lama karena mempelajari objek

tersebut secara langsung
k. Memberikan kesempatan untuk lebih menghayati apa yang dipelajari

sehingga lebih berhasil
l. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melihat dimana peserta

ditunjukkan kepada perkembangan teknologi mutakhir.

KELEMAHAN METODE KARYA WISATA (Field Trip)

Kekurangan metode Field Trip menurut Suhardjono (2004:85) adalah: (a)
Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan, (b) Kadang-
kadang sulit untuk mendapat ijin dari pimpinan kerja atau kantor yang akan
dikunjungi, (c) Biaya transportasi dan akomodasi mahal.

Menurut Djamarah (2002:105), pada saat belajar mengajar siswa perlu
diajak ke luar sekolah, untuk meninjau tempat tertentu atau obyek yang lain. Hal
itu bukan sekedar rekreasi tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya
dengan melihat kenyataannya. Karena itu, dikatakan teknik karya wisata, yang
merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu
tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki
sesuatu seperti meninjau pegadaian. Banyak istilah yang dipergunakan pada
metode karya wisata ini, seperti widya wisata, study tour, dan sebagainya. Karya
wisata ada yang dalam waktu singkat, dan ada pula yang dalam waktu beberapa
hari atau waktu panjang.

Kekurangan metode karya wisata secara umum adalah:

a) Fasilitas yang diperlukan dan biaya yang diperlukan sulit untuk disediakan
oleh siswa atau sekolah,

b) Sangat memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang,
c) Memerlukan koordinasi dengan guru-guru bidang studi lain agar tidak

terjadi tumpang tindih waktu dan kegiatan selama karya wisata,

13

d) Dalam karya wisata sering unsure rekreasi menjadi lebih prioritas daripada
tujuan utama, sedang unsure studinya menjadi terabaikan,

e) Sulit mengatur siswa yang banyak dalam perjalanan dan mengarahkan
mereka kepada kegiatan studi yang menjadi permasalahan.

f) Karya wisata biasanya dilakukan di luar sekolah, sehingga mungkin jarak
tempat itu sangat jauh di luar sekolah, maka perlu mempergunakan
transportasi, dan hal itu pasti memerlukan biaya yang besar. Juga pasti
menggunakan waktu yang lebih panjang daripada jam sekolah, maka
jangan sampai mengganggu kelancaran rencana pelajaran yang lain.

g) Biaya yang tinggi kadang-kadang tidak terjangkau oleh siswa maka perlu
bantuan dari sekolah. Bila tempatnya jauh, maka guru perlu memikirkan
segi keamanan, kemampuan pihak siswa untuk menempuh jarak tersebut,
perlu dijelaskan adanya aturan yang berlaku khusus di proyek ataupun hal-
hal yang berbahaya.

h) Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak
i) Memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang
j) Dalam karya wisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan

utama, sedangkan unsur studinya terabaikan
k) Memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik

anak didik di lapangan
l) Memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran

karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka
panjang dan jauh
m) Membingungkan peserta didik apabila objek kurang dapat diamati dengan
jelas.
n) Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan.
o) Terkadang sulit untuk mendapat izin dari pimpinan kerja atau kantor yang
akan dikunjungi.

14

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Metode karya wisata ialah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan
membawa murid langsung kepada obyek yang akan dipelajari di luar kelas.
Karya= kerja, wisata= pergi Karyawisata = pergi bekerja. Dalam hubungannya
dengan kegiatan belajar mengajar, pengertian karyawisata berarti siswa-siswa
mempelajari suatu obyek di tempat mana obyek tersebut berada. Karyawisata
dapat dilakukan dalam waktu singkat beberapa jam saja ataupun cukup lama
sampai beberapa hari.

Kelebihan metode karya wisata antara lain adalah karyawisata menerapkan
prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam
pengajaran, membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan
dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat, pengajaran dapat lebih
merangsang kreativitas anak. Sedangkan kekurangannya antara lain adalah
memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak, memerlukan perencanaan
dengan persiapan yang matang, dan dalam karyawisata sering unsur rekreasi
menjadi prioritas dari pada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan.
Langkah-langkah dalam metode karya wisata adalah persiapan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pembuatan laporan.

B. SARAN

1. Pembelajaran karya wisata membutuhkan biaya dan waktu yang lebih banyak,
maka kepada para guru jika ingin melakukan pembelajaran dengan metode
karya wisata sebaiknya dilakukan secara kolaborasi dnegan beberapa guru
bidang studi berbeda sehingga dalam satu kali kunjungan ke suatu objek bisa
melaksanakan kegiatan pembelajaran lebih dari satu bidang studi.

2. Dalam pelaksanaan kegiatan karya wisata siswa mengamati objek dalam areal
yang cukup luas dan mobilitas siswa yang tinggi oleh karena itu diperlukan
guru pendamping yang jumlahya memadai sehingga segala aktivitas yang
dilakukan oleh siswa dapat terpantau dengan baik.

3. Untuk memperoleh hasil belajar yang lengkap maka pada penelitian lebih
lanjut diharapkan tidak hanya meneliti aspek kognitif dan afektif saja tetapi
perlu diteliti hasil belajar yang menyangkut keterampilan (psikomotor) siswa.

15

LAMPIRAN

Gambar 1. Bagian dalam Masjid Katangka Gambar 2. Mimbar masjid katangka

Gambar 3. Papan informasi Gambar 4. Pintu bagian depan

Gambar 5. Bagian Utara Masjid Gambar 6. Gerbang depan masjid

16


Click to View FlipBook Version