The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Tugas Ruang Kolaborasi, Modul 1.1. Kelompok B2

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Rose Daily, 2023-11-20 10:44:17

Tugas Ruang Kolaborasi, Modul 1.1. Kelompok B2

Tugas Ruang Kolaborasi, Modul 1.1. Kelompok B2

Presentasi Ruang kolaborasi Modul 1.1.A.5 Cgp angkatan 8 Kab. Hulu sungai selatan oleh : Kelompok b2 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi


“Salam guru penggerak” Fasilitator Pengajar praktik juliah Maria syamsianor


Anggota kelompok b2 Masradi Rose Dayli Dewi Anderiani Nor Endah Fuji Lestari Mona Laila Diati Nidya Rahma Sari


Bahan Diskusi 1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD? 2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda? 3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan.


Bahan Diskusi 1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD? DEFINISI SOSIO KULTURAL: Larson dan Smalley (1972: 39) menguraikan sociocultural mengatur tingkah laku seseorang dalam kelompok, membuat seseorang sensitif terhadap status, dan membantunya mengetahui apa yang diharapkan orang lain terhadap dirinya dan apa yang akan terjadi jika tidak memenuhi harapanharapan mereka. Sosiokultural (sociocultural) juga didefinisikan sebagai gagasan-gagasan, kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang memberi ciri pada sekelompok orang tertentu pada waktu tertentu. (http://choirunnisak.blogs.uny.ac.id/wp-content/uploads/sites/15351/2017/10/SOSIOKULTURAL-DALAM-IMPLEMENTASI-PENDIDIKAN-KARAKTER-DISEKOLAH-DASAR.pdf) TUJUAN PENDIDIKAN: selain bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, fungsi pendidikan nasional kita sesungguhnya juga diarahkan untuk membentuk watak atau karakter bangsa Indonesia, sesuai dengan potensi keunggulan budaya lokal bangsa yang beradab dan bermartabat luhur. Bahwa murid perlu mengakomodasi segala potensi, termasuk kekayaan sosial-budaya atau sosiokultural yang ada. Untuk ini diperlukan pengembangan pembelajaran murid yang memberi peluang bagi guru untuk mengembangkan muatan karakter yang berbasis sosial-budaya yang terjadi di sekitar proses pembelajaran itu berlangsung, yaitu pembelajaran yang akomodatif yang ditinjau dari sudut pandang keunggulan lokal dan berwawasan sosiokultural.


Pemikiran khd SESUAI KONTEKS LOKAL SOSIAL BUDAYA Pendidikan Tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat Ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diwariskan 1. Peran pendidik/guru di sekolah 2. Peran orang tua di lingkungan keluarga 3. Peran lingkungan masyarakat menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sesuai dengan alam dan zaman, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat melalui kegiatan-kegiatan di sekolah sesuai konteks lokal sosial budaya Tumbuhnya budi pekerti anak yang merupakan keselarasan (keseimbangan) hidup antara cipta, rasa, karsa dan karya. Keselarasan hidup anak dilatih melalui pemahaman kesadaran diri yang baik tentang kekuatan dirinya kemudian dilatih mengelola diri agar mampu memiliki kesadaran sosial bahwa ia tidak hidup sendiri dalam relasi sosialnya sehingga ketika membuat sebuah keputusan yang bertanggungjawab dalam kemerdekaan dirinya dan kemerdekaan orang lain. Budi pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain. - Menanamkan rasa cinta pada kearifan lokal daerah pada diri murid - Menanaman karakter positif sesuai nilai luhur kearifan lokal


Kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD Gagasan-Gagasan : dengan selalu mengedepankan nilai-nilai luhur kearifan lokal Pembiasaan : melalui kegiatan-kegiatan sekolah untuk menanamkan karakter religius, sopan, ramah, hormat dan santun, gotong royong


Kekuatan konteks sosio-kultural di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD Keterampilan : Kegiatan-kegiatan sekolah mengusung budaya lokal Seni & Alat: Kegiatan-kegiatan yang menstimulai bakat dan minat anak di bidang seni terutama seni budaya daerah “Bayasinan” “Anyaman katupat” “Bakisah Bahasa Banjar” “Tari Kuda Gepang” “Musik Panting”


Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda? Kegiatan Karakter yang ditanamkan Penyampaian gagasan-gagasan melalui diskusi atau presentasi - Gagasan-gagasan mencerminkan konten lokal sosial budaya, misal rapat menentukan lombalomba class meeting mengusung permainanpermainan tradisional, fashion show antar kelas menggunakan kain sasirangan, dsb nya. - Berkomunikasi dengan sopan dan santun - Menghargai pendapat orang lain - Menerima perbedaan pendapat dengan lapang dada - Mengedepankan musyawarah untuk mufakat Kegiatan pembiasaan penanaman karakter, misal kegiatan jum’at taqwa, kegiatan kerja bakti, pembiasaan perilaku 4S (Sholawat, Senyum, Salam, Sapa) - Menguatkan sikap religius anak untuk selalu ta’at beribadah dan patuh pada orang tua dan guru - Hormat dan saling toleransi pada sesama - Menumbuhkan sikap gotong-royong, bertanggung jawab, dan solidaritas. - Menanamkan sikap ramah, tidak sombong, dan peduli pada sesama


Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda? Kegiatan Karakter yang ditanamkan Kegiatan mengembangkan keterampilan anak terkait kearifan budaya lokal daerah; permainan “bayasinan”, menganyam “katupat”, bakisah bahasa Banjar. - Melestarikan jenis-jenis budaya lokal pada setiap generasi agar tidak terkikis oleh perkembangan zaman - Permainan “bayasinan” mengajarkan anak bagaimana bersosialisasi, berkomunikasi, bekerjasama, toleransi, sportifitas, kejujuran, kebersamaan, dan kekompakan - Menganyam “katupat” mengajarkan anak sifat ulet, sabar, dan menguatkan rasa cinta pada kuliner lokal. - Bakisah bahasa Banjar dapat mengasah keterampilan anak untuk percaya diri, berkomunikasi dengan lancar, mengenal lebih dalam kisah-kisah bahasa Banjar, dan mengambil nilai-nilai moral dan pesan dari kisah-kisah tersebut.


Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosial budaya di daerah Anda? Kegiatan Karakter yang ditanamkan Kegiatan seni budaya lokal daerah, seperti tari kuda gepang dan musik panting - Mengembangkan bakat dan minat murid di bidang seni - Murid mengenal lebih dalam tentang kesenian budaya lokal daerah - Murid memahami fungsi dari alat-alat kesenian lokal daerah - Mengembangkan sikap kreatif, atraktif, percaya diri dan menghargai kesenian daerah.


Kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku murid di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di daerah Anda yang dapat diterapkan. Melalui berbagai kegiatan yang telah diuraikan diatas, yang dilaksanakan secara terintegrasi dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran dan melalui berbagai kegiatan sekolah, maka hal tersebut diharapkan dapat menebalkan laku murid di kelas atau sekolah untuk selanjutnya tercermin pada kehidupan keluarga dan masyarakat dimanapun anak berada. Nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah menjadi penguatan karakter murid sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat untuk menebalkan laku murid dan menuntun kekuatan kodrat murid yang dapat diimplementasikan pada konteks lokal (budaya) daerah. Murid merasa senang dan bahagia, berkesempatan mengembangkan bakat dan minatnya dalam hal berkesenian budaya daerah, tertanamkan karakter dan budi pekerti (cipta, rasa, karsa, dan karya) dalam diri murid.


Tantangan dan solusi Derasnya budaya asing masuk ke Indonesia dan mempengaruhi generasi muda Memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda - Terus menggalakkan kegiatan-kegiatan di sekolah yang menerapkan nilai-nilai luhur kearifan lokal daerah - Selalu membimbing dan mengarahkan murid untuk terus melestarikan budaya daerahnya dengan selalu berpartisipasi dalam kegiatan sekolah maupun masyarakat dan menyaring budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya lokal - Mempromosikan kegiatan-kegiatan sekolah yang sesuai dengan konteks budaya lokal daerah melalui media-media sosial - Menguatkan semangat cinta tanah air dan cinta budaya lokal dan nasional kepada generasi muda - Memberi tauladan kepada murid dengan menunjukkan rasa bangga akan ragam budaya lokal dan nasional yang begitu besar - Menguatkan kerjasama pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mendidik anak cinta bangsa dan tanah air


Calon Guru Penggerak “Siap untuk tergerak, bergerak, dan menggerakkan” Terimakasih


Sesi tanya jawab Terkait kegiatan yang disampaikan dipresentasi tadi bahwa kegiatan pembiasaan penanaman karakter, misalnya kegiatan Jumat taqwa, kerjabakti, dan pembiasaan perilaku 4 S (Sholawat, Senyum, Salam dan Sapa). Yang saya ingin tanyakan adalah kan disitu ada sholawat,senyum, salam dan Sapa. Nah kita kan tau didaerah kita itu tidak hanya semuanya beragama Islam, contohnya disekolah kami ada yang agamanya Budha,ada agamanya Kristen. Bagaimana menerapkannya yang 4S ini? Mereka kan tidak mungkin bersholawat seperti itu, nah jika disekolah kalian memiliki murid/siswa yang seperti disekolah kami yang agamanya itu berbeda – beda bagaimana menyikapi pembiasaan perilaku tersebut? ( ibu Fitri) Sebenarnya yang paling terkenal se-Indonesia adalah 3 S ( Senyum Salam dan Sapa) kemudian kami berinovasi menambahkan S tadi Sholawat, memang kita harus mengakui kita hidup dengan filsafat bhineka tunggal Ika dimana kita mayoritas agama Islam kita tetap menghargai dan mengedepankan toleransi beragama, kita tetap menghargai perbedaan yang ada dilingkungan kita, tidak hanya disekolah bapak/ibu, disekolah saya juga bermacam-macam agama dan mereka juga pendatang, ada dari suku Bugis, Batak, Jawa. Terkait dengan sholawat tadi bukan berarti kami memaksa dan mewajibkan kepada anak-anak yang diluar agama Islam untuk bersholawat yang kita fokuskan adalah Senyum, Salam dan Sapa. Sholawat kami tunjukkan kepada anak-anak yang beragama Islam. Kami menambahkan sholawat disitu agar jangan hanya terfokus dengan beban beratnya sekolah dimana kami juga mengingatkan anak juga mempersiapkan kehidupan yang kekal yaitu akhirat, karena saat ini kami beberapa bulan terakhir ada beberapa siswa kami yang meninggal dunia mendadak atau kecelakaan, ada yang sakit, apa yang mereka bawa kesana bukan tugas – tugas mata pelajaran tapi yang mereka persiapkan keakhirat kelak salah satunya adalah Sholawat dan untuk mendapatkan syafaat dari Rasulullah Saw. Jadi untuk anak yang non muslim tetap kami berikan kesempatan bagi mereka untuk menjalankan ibadahnya mereka masing-masing. Jikapun ada rutinitas seperti ibadah mereka lakukan setiap saat kami himbau untuk melakukannya, contohnya misalnya sholawat Zuhur berjamaah, sholat ashar berjamaah, mereka tidak mengikutinya tetapi kami sarankan tetap menjalankan rutinitas sesuai ibadah mereka. Kemudian sebelum belajar kami membaca Al-Qur’an. Bagi anak yang non-muslim kami mintakan membawa kitabnya masing-masing untuk tetap membaca. (Ibu Nidya) Pertanyaan 1 Tanggapan


Sesi tanya jawab Disini tadi Ibu menyebutkan tentang kegiatan melatih bahasa Banjar dengan bahasa Banjar itu didaerah kita masih banyak orang yang tidak mengerti bahasa Banjar terutama orang pendatang, khususunya didaerah pedalaman ditempat saya mengajar itu masih banyak pendatang dan luar daerah dan mereka tidak mengenal bahasa daerah kita. Pertanyaan saya bagaimana sikap guru untuk menerapkan dalam kegiatan melatih bahasa Banjar tersebut? ( ibu Rahma) Mungkin sedikit informasi sedikit bahasa Banjar terdiri dari 2 bahasa atau 2 jenis yaitu ada bahasa Banjar Hulu Sungai ada Kuala daerah kabupaten Banjar dan seterusnya. Jadi bahasa Banjar itu kaya sekali dengan kata-kata dan bahasanya saya saja bisa “ulun, aku, unda”. Jadi bagaimana untuk melatihnya dengan anak, tentu tidak bisa. Katakanlah kami disekolah dasar ada yang mempunyai 6 kelas, tentu dari kelas 3 mengenal kan bahasa banjar.kita bertahap. Sambil kita sambil menggunakan kalimat yang lengkap,dengan pembiasaan yang dilaksanakan dari kelas 3 kemudian kelas 4, 5 & 6 masih ada bahasa Banjar. Tapi untuk kurikulum tergantung sekolah yang memilih nya apakah mencantumkan bahasa Banjar atau tidak seperti sekolah kami tidak mencantumkan lagi karena kami memilih BTA, kemudian tentu hasil yang diharapkan tadi anak paling tidak mengenal bahasa Ibu atau daerah nya sendiri selain bahasa Indonesia yang memang kita terapkan setiap hari pada saat mengajar diselingi untuk menambah ataupun mempermudah anak dalam memahami maksud dari materi yang disampaikan kurang lebih seperti itu. (Bapak Masradi) Di tambahkan dari ekstrakurikuler, seperti bercerita bahasa Banjar, atau lomba bekisah Banjar, untuk mengenalkan bisa sesama teman yang bisa bahasa Banjar dan mempermudah belajar bahasa Banjar terutama bagi pendatang atau yang tidak bisa bahasa Banjar. Pertanyaan 2 Tanggapan


Sesi tanya jawab Saya ingin menanyakan pada poin kegiatan pada saat penanaman karakter Bu. Bagaimana cara kita menyikapi peserta didik yang tidakmau taat pada pembiasaan terhadap penanaman karakter tersebut? Atau tidak sopan dalam bicara dan bersikap pada teman atau guru? (Ibu Maulidah) Bagaimana anak – anak yang tidak mau mengikuti pembiasaan – pembiasaan positif yang kita lakukan disekolah diantara nya bisa menegur anak tersebut dengan cara yang halus, karena kalo kita melaksanakan pembiasaan positif ini kedepannya kita akan memiliki perilaku yang baik jadi kalo misalnya kita memberikan contoh, jadi kalo kita memberikan kebiasaan baik ini, insya Allah kita akan melatih membentuk prilaku yang positif lainnya yang lebih baik lagi. Terutama TK dan SD kita penanaman nilai positif lebih mudah diingat oleh anak. Yang kedua kita bisa tugas atau tanggung jawab sebagai pemimpin misalnya pada saat kegiatan gotong royong maka kita bisa memberikan tugas tertentu kepada Dia, dan dia mau ikut, kalo tidak difokuskan mungkin dia akan menghilang dari Kegiatan gotong royong tersebut. Tambahan dalam penanaman karakter itu tidak bisa langsung,dan saya rasa semua anggota dikelompok kami ada yg dari guru TK Sampai SMA harus bertahap sesuai dengan tahapan pendidikan nya untuk bisa menjadi seseorang yang mempunyai karakter yang baik. Kemudian kalo hanya dibebankan ke sekolah itupun juga tidak bisa dibenarkan karna anak mempunyai waktu bukan hanya disekolah tapi juga dikeluarga yang notabene nya yang lebih banyak waktunya dan pendidikan pertama nya juga bagi anak sebelum kesekolah. (Ibu Dewi Anderiani) Pertanyaan 3 Tanggapan


Penguatan dari fasilitator Mayoritas menghargai minoritas, minoritas menghargai mayoritas. Bagaimana kita menyikapi perbedaan dalam keberagaman. Segala program sekolah pasti disepakati oleh semua warga sekolah, tentu saja mempertimbangkan kepentingan bersama. Hal ini sangat sesuai dengan konsep pemikiran KHD dimana kita hidup dalam keberagaman, melalui pendidikan di sekolah anak belajar menerima, menghargai perbedaan, dan toleransi atas segala keberagaman. Bagaimana menyikapi anak yg tidak patuh, ingat kita sebagai guru tidak sendiri. Utamakan kerjasama dengan sesama guru, kepala sekolah, pengawas, dan terutama dengan orang tua. Guru menjadi tauladan anak atau menjadi contoh terlebih dahulu menerapkan sopan santun pada anak. Setiap anak berbeda, dengan cara melakukan pembiasaan, mengucapkan salam dengan memeperlihatkan video perilaku baik/buruk. Seperti pepatah mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Pendidikan berproses tidak bisa langsung berubah harus memerlukan waktu


Click to View FlipBook Version