Lampiran bahan ajar
BAHAN AJAR
PERCEPATAN PERTUMBUHAN WILAYAH
A. Wilayah dan perwilayahan
1. Pengertian Wilayah
Pengertian Wilayah menurut ahli:
a. Taylor: Wilayah adalah suatu daerah tertentu di permukaan bumi yang dapat
dibedakan dengan daerah tetangganya atas dasar kenampakan karakteristik yang
menyatu
b. Herbertson: Wilayah adalah bagian tertentu dari permukaan bumi yang
mempunyai sifat khas tertentu sebagai akibat dari adanya hubungan-hubungan
khusus antara kompleks lahan, air, udara, tanaman, binatang dan manusia.
c. Fenneman: Wilayah adalah daerah tertentu yang bentang lahannya sejenis dan
dapat dibedakan dengan daerah tetangganya.
d. Dickinson: Wilayah adalah daerah tertentu yang terdapat sekelompok kondisi-
kondisi fisik yang telah memungkinkan terciptanya tipe kehidupan ekonomi
tertentu
e. Vidal De La Blache: Wilayah adalah tempat tertentu yang di dalamnya terdapat
banyak sekali hal yang berbeda-beda, tetapi secara artifisial tergabung bersama-
sama dan saling menyesuaikan untuk membentuk kebersamaan
Berdasarkan pengertian wilayah menurut ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
wilayah mempunyai batas-batas tertentu yang dapat digunakan untuk mengenali
karakteristiknya sehingga dapat dibedakan dengan wilayah tetangganya.
2. Konsep Wilayah
Konsep wilayah dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu aspek tipe, hierarki, dan
katagori.
a. Konsep wilayah berdasarkan tipe
Konsep wilayah berdasarkan tipe dibedakan menjadi 2 jenis:
1) Konsep wilayah berdasarkan ide homogenitas (Wilayah Formal)
Wilayah Formal (formal region/homogeneous) adalah suatu wilayah yang
memiliki keseragaman atau kesamaan dalam kriteria tertentu, baik fisik
maupun sosialnya. Contoh: suatu wilayah mempunyai kesamaan bentang
alam pegunungan disebut wilayah pegunungan atau suatu wilayah
mempunyai keseragaman dalam bidang kegiatan bercocok tanam disebut
wilayah pertanian
2) Konsep wilayah berdasarkan ide heterogenitas (Wilayah Fungsional)
Adapun wilayah fungsional atau nodal region adalah suatu kawasan yang
terdiri atas beberapa pusat wilayah yang berbeda fungsinya. Contoh yang
sangat jelas dari suatu nodal region adalah kawasan perkotaan. Dilihat dari
konsep nodal region, wilayah perkotaan terdiri atas tiga komponen utama,
yaitu sebagai berikut.
a) Nodus atau inti yang merupakan pusat kota (city).
b) Internal area (hinterland) yaitu wilayah sekitar kota yang fungsinya
memasok kebutuhan harian kota tersebut.
c) Eksternal area yang merupakan jalur penghubung antara kota wilayah
pemasok kebutuhan kota tersebut. Wilayah yang termasuk dalam suatu
nodal region sering kali dihubungkan dengan garis-garis konsentrik
(lingkaran)
b. Konsep wilayah berdasarkan hierarki
Hierarki wilayah dapat didasarkan pada berbagai segi, misalnya ditinjau dari segi
ukuran, bentuk, fungsi, atau gabungan dari beberapa unsur tersebut.
1) Wilayah yang menunjukkan hierarki ini lebih banyak pada jenis nodal
2) Hierarki wilayah ini dapat dikelompokkan berdasarkan daya jangkau
pelayanan suatu wilayah terhadap wilayah lain disekitarnya, mulai dari daerah
yang memiliki jangkauan pelayanan yang sangat terbatas, kemudian sedang,
dan jauh.
3) Semakin daya jangkau pelayanannya, jumlahnya akan semakin banyak
Sebagai contoh, pelayanan barang mulai dari warung, pasar lokal, sampai pasar
induk, pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas membantu, puskesmas, sampai
rumah sakit, dan pelayanan pemerintahan mulai dari desa/kelurahan, kecamatan,
kabupaten, provinsi, sampai ibu kota negara.
c. Konsep wilayah berdasarkan katagori
Konsep wilayah berdasarkan katagori dapat dibedakan:
1. Wilayah bertopik tunggal
Suatu wilayah yang keberadaannya didasarkan atas satu topic saja. Contohnya
adalah wilayah yang dibatasi oleh fenomena alam berupa curah hujan saja.
Apabila ditinjau dari tipenya, wilayah ini dapat merupakan wilayah formal
atau fungsional. Bogor yang memiliki taman botani dengan istana presiden di
dalamnya merupakan contoh wilayah bertopik tunggal karena adanya salah
satu ciri alamiah utama, yaitu curah hujan yang paling tinggi daripada kota-
kota lain di Indonesia. Oleh karena itu, Bogor dikenal dengan sebutan “kota
hujan”.
2. Wilayah bertopik gabungan
Wilayah yang dibentuk dari gabungan beberapa topik. Contohnya adalah
pembatasan wilayah yang didasarkan atas curah hujan, suhu, dan tekanan
udara. Pembatasan ini dapat menghasilkan wilayah iklim yang mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda.
3. Wilayah bertopik banyak
Suatu wilayah yang keberadaannya didasarkan atas beberapa topik yang
berbeda untuk tujuan yang lebih luas. Contohnya guna mengevaluasi lahan
untuk wilayah pertanian, faktor-faktor yang digunakan meliputi iklim,
keadaan tanah, air, dan bentuk lahan.
Selain berdasarkan pada topik-topik yang saling berhubungan, dalam
pembatasan wilayah dapat pula berdasarkan topik-topik yang tidak
berhubungan erat. Contohnya, keberadaan wilayah ekonomi (economic
region). Dalam hal ini faktor-faktor yang digunakan untuk pembatasan
wilayah tidak hanya faktor-faktor ekonomi, tetapi juga perlu
mempertimbangkan faktor-faktor nonekonomi.
4. Wilayah total
Wilayah yang dalam pembatasannya didasarkan atas semua unsur wilayah.
Oleh karena itu, perwilayahannya bersifat klasik karena juga menggunakan
unsur politik sebagai dasar.
Guna keperluan perencanaan, pendekatan wilayah yang mendasarkan pada
cara klasik tersebut banyak menimbulakan kesulitan. Hal itu disebabkan
banyaknya permasalahan yang tercakup di dalamnya. Oleh karena itu, konsep
ini selalu dihindari mengingat derajat homogenitasnya kecil.
5. Compage
Konsep wilayah didasarkan atas dominannya aktivitas manusia sebagai dasar
pembatas. Konsep wilayah ini tidak mendasarkan pada fisik wilayah tetapi
bobot dari kegiatan manusia ditinjau dari kepentingan lokal maupun nasional.
Oleh karena itu, konsep wilayah ini tidak lepas dari usaha untuk melestarikan
dan mengembangkan sumber daya lingkungan.
3. Perwilayahan (Regionalisasi)
Regionalisasi berarti membagi wilayah-wilayah tertentu di permukaan bumi untuk
keadaan tujuan tertentu. Untuk menentukan regionalisasi wilayah harus
diperhatikan fisik yang meliputi iklim, morfologi, sumber daya alam, dan keadaan
sosial budaya yang meliputi penduduk dan budayanya. Beberapa contoh pewilayahan
antara lain sebagai berikut:
a. Pewilayahan muka bumi berdasarkan tipe iklim matahari, antara lain sebagai
berikut.
1) Zone iklim tropis antara 23,5o LU–23,5o LS.
2) Zone iklim subtropis antara 23,5o LU–35o LU dan 23,5o LS– 35o LS.
3) Zone iklim sedang antara 35o LU - 66,5o LU dan 35o LS–66,5o LS.
4) Zone iklim kutub antara 66,5o LU - 90o LU dan 66,5o LS–90o LS.
b. Pulau Jawa berdasarkan kondisi fisiografisnya, meliputi antara lain sebagai
berikut.
1) Wilayah dataran rendah Jakarta (zona Jakarta).
2) Wilayah antiklinorium Bogor (zona Bogor).
3) Wilayah dataran antarmontana atau antarpegunungan (zona Bandung).
4) Wilayah pegunungan selatan.
c. Pewilayahan Indonesia berdasarkan wilayah waktu, meliputi pewilayahan sebagai
berikut.
1) Wilayah Waktu Indonesia Barat (WIB).
2) Wilayah Waktu Indonesia Tengah (WITA).
3) Wilayah Waktu Indonesia Timur (WIT).
d. Pewilayahan muka bumi berdasarkan tipe vegetasinya, meliputi tipe sebagai
berikut.
1) Wilayah hutan hujan tropis
2) Wilayah hutan musim
3) Wilayah hutan desidius
4) Wilayah hutan conifer (hutan berdaun jarum)
5) Tundra
6) Taiga
e. Pewilayahan Negara Indonesia berdasarkan kondisi geologisnya, antara lain
sebagai berikut.
1) Wilayah Paparan Sunda (landas kontinen Asia), meliputi Pulau Sumatra,
Jawa, dan sebagian Kalimantan.
2) Wilayah Paparan Sahul (landas kontinen Australia), meliputi Pulau Papua
dan wilayah di sekitarnya.
3) Wilayah laut dalam, meliputi daerah di kawasan Indonesia bagian tengah.
B. Kutub dan pusat pertumbuhan wilayah
1. Pengertian Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan (Growth Poles) adalah suatu wilayah atau kawasan yang
pertumbuhan pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan wilayah
lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain disekitarnya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya pusat pertumbuhan :
a. SDA (Sumber Daya Alam)
Daerah yang memiliki SDA melimpah & cadangan yang banyak, biasanya
menjadi pusat pertumbuhan bagi wilayah-wilayah disekitarnya.
b. SDM (Sumber Daya Manusia)
Manusia yang mempunyai pendidikan dan keterampilan yang tinggi merupakan
sumber daya potensial dalam pembangunan suatu wilayah.
c. Lokasi
Lokasi sangat menentukan perkembangan pusat-pusat pertumbuhan wilayah.
Daerah-daerah yang mempunyai tempat strategis akan berkembang lebih cepat
daripada daerah-daerah lain disekitarnya
Terbagi 2 :
1) Site : berhubungan dengan kondisi internal suatu daerah.
Seperti : bentuk wilayah, kondisi iklim, tata air dsb. Perbedaan faktor-faktor
tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah, misalnya
daerah dataran rendah akan berkembang lebih pesat daripada daerah
pegunungan.
2) Situasi : Daya jangkau dari suatu wilayah untuk memberikan pelayanan
terhadap wilayah-wilayah lain disekitarnya. Contoh : Jakarta memberikan
daya jangkau untuk BODETABEK . Salah satu faktor penting dalam
memperluas jaringan pelayanan adalah tingkat aksesibilitas terhadap
wilayah tersebut. Hal itu tercermin dari kondisi jaringan transportasi yang
menghubungkan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai dapat mendorong
berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan
Setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda-beda. Potensi suatu wilayah dapat
dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik maupun sosial budaya yang terdapat di
wilayah tersebut. Dalam mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi pusat
pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara menginventarisir potensi utama yang ada
di daerah tersebut. Misalnya, pulau Bali merupakan suatu wilayah yang memiliki
potensial utama wisata alam dan sosial budaya. Pulau Bali dapat berkembang
menjadi pusat pertumbuhan dengan cara memacu perkembangan sektor lainnya,
terutama industri cinderamata, perdagangan, transportasi, perhotelan, dan usaha jasa
lainnya. Pada akhirnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan
wilayah-wilayah di sekitarnya terutama pulau-pulau di NTB dan NTT yang pada
awalnya relatif berkembang.
3. Teori-teori Pusat Pertumbuhan
Beberapa teori tentang pusat pertumbuhan yang dikemukakan oleh para ahli antara
lain sebagai berikut.
a. Teori Tempat Sentral
Teori tempat sentral menyatakan bahwa lokasi pusat kegiatan harus terletak pada
suatu kawasan yang memungkinkan peran serta penduduk dengan jumlah
maksimal, baik yang terlibat dalam kegiatan pelayanan maupun yang menjadi
kosumen. Teori ini dikemukakan oleh Christaller (Djaljoeni 1992).
Konsep yang digunakan oleh Christaller untuk menjawab pertanyan di atas ada dua
macam yaitu jangkauan dan ambang.
1) Jangkauan adalah jarak yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan
barang kebutuhanya.
2) Ambang adalah jumlah penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan
kesinambungannya suplai barang.
Contoh sebuah toko kecil yang menjual makanan dan minuman dengan toko
perhiasan (emas). Toko makanan dan minuman tidak memerlukan jumlah
penduduk yang banyak dan bisa berada di mana saja, karena semua orang pada
dasarnya memerlukan makanan dan minuman. Toko emas biasanya berada di
wilayah kota, karena memerlukan jumlah penduduk yang besar, dan tidak
semua orang membutuhkan barang tersebut. Dari contoh tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa barang dan jasa yang berjangkauan luas dan berambang
besar disebut barang dan jasa tingkat tinggi, sebaliknya barang dan jasa tingkat
rendah ambangnya kecil dan jangkauannya terbatas. Atau sering dikenal
dengan:
1) Threshold tinggi dimiliki oleh pusat pelayanan yang menjual barang yang
memiliki risiko kerugian tinggi karena jenis barang yang dijual adalah
barang-barang mewah, seperti kendaraan bermotor, perhiasan.
2) Threshold rendah karena dimiliki oleh pusat pelayanan yang menjual
kebutuhan sehari-hari sehingga tidak peru memilih tempat dipusat kota.
Christaller memandang suatu kota atau tempat sentral yang ideal berada di
daerah dataran. Kota-kota tersebut menyajikan berbagai barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan penduduk di wilayah sekelilingnya dengan membentuk
suatu hierarki. Christaller menggambarkan wilayah-wilayah tersebut dengan
memakai bentuk heksagonal.Gambar lingkaran-lingkaran di atas mencerminkan
wilayah-wilayah pasaran yang saling tertindih. Christaller kemudian membelah
bagian tersebut menjadi dua dengan garis lurus dengan tujuan supaya orang-
orang yang berbelanja dapat memilih kota yang paling dekat dengan tempat
tinggalnya. Dengan membayangkan adanya heksagonal-heksagonal itu lalu
terciptalah apa yang disebut hierarki pemukiman serta wilayah pasaran.
Terbentuknya suatu hierarki permukiman dan wilayah pasaran yang saling
menyambung dan meluas lebih lanjut terjadi dalam lima tahap:
Gambar 1
Tahapan-tahapan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Tahap pertama, suatu barang yang ditawarkan dari suatu kota atau tempat sentral
akan membentuk suatu wilayah lingkaran yang meliputi sekeliling kota atau tempat
sentral.
2) Tahap kedua, orang membayangkan adanya suatu tawaran yang berupa barang-
barang yang berasal dari banyak tempat pusat. Selanjutnya terbentuklah suatu pola
yang terdiri atas wilayah-wilayah berbentuk lingkaran.
3) Tahap ketiga, berdasarkan pada banyaknya orang yang berada di luar wilayah
pelayanan kota atau tempat sentral, sehingga lingkaran-lingkaran saling overlap
(tumpang tindih).
4) Tahap keempat, penduduk akan melakukan transaksi jual beli pada daerah yang
paling dekat dengan tempat tinggalnya. Akibatnya terbentuklah pola heksagonal.
5) Tahap kelima, berdasarkan pada beberapa asumsi yaitu:
a) konsumen menanggung biaya angkutan sehingga jarak yang dinyatakan dalam
biaya dan waktu menjadi sangat penting,
b) jangkauan ditentukan oleh jarak, konsumen lebih senang berbelanja pada
tempat sentral terdekat, dan kota merupakan tempat sentral dan dianggap suatu
dataran dengan penduduk yang tersebar merata maka berkembanglah suatu
pola persebaran heksagonal dari tingkat tinggi dan tingkat rendah, maka
muncullah tempattempat yang menawarkan banyak barang dengan aneka
jangkauan.
c) Secara rinci hubungan antara tempat sentral dengan jangkauan dan ambang
dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Dalam melayani wilayah pasaran mula-mula suatu kegiatan tidak
menguntungkan, tetapi karena ambang dari wilayah tercapai maka sedikit
demi sedikit penjualan akan meningkat.Hal ini akan berlangsung selama
jarak para pelanggan lebih jauh dan lebih tinggi dari perdaganganyang
melayani mereka. Pada tahap selanjutnya perdagangan akan menurun,
penjualan barang dan jasa tercapai, dan perdagangan akan menjadi sama
seperti semula. Suatu kegiatan akan memberi biaya lebih besar daripada
penjualan sampai suatu volume ambang dan wilayah pasaran tercapai.
Keuntungan akan naik selama penjualan dan banyak konsumen berjarak
jauh melawan biaya untuk melayani mereka sampai keuntungan maksimal
pada jangkauan 1 tercapai. Sesudah itu keuntungan menurun sampai
jangkauan maksimal penjualan yaitu jangkauan 2 tercapai. Di sinilah
terjadi harga dan penjualan yang sama.
(2) Permintan akan barang-barang semakin berkurang mengikuti
bertambahnya jarak dari tempat penjualan, sedangkan ambang berbeda bagi
kegiatan di daerah A, B,dan C. Permintaan terhadap barang menurun
mengikuti jarak dari pihak penjual sedangkan ambang berbeda bagi
kegiatan A, B, dan C. adapun jangkauan (wilayah darimana konsumen
membeli) dilukiskan untuk jangkauan A. Jangkauan ini (A) berada di
bawah ambang bagi kegiatan B tetapi kurang daripada wilayah ambang
yang diperlukan oleh kegiatan C.
(3) Penjualan mula-mula meningkat pesat mengikuti bertambahnya jarak,
selanjutnya akan menurun secara lambat.
Akan terjadi keseimbangan antara dua tempat pusat apabila lokasi tempat
sentral A cukup jauh dari B, sehingga masing-masing dapat mencapai
perdagangan maksimal. Tempat sentral A dan B tidak saling menjauh dari
posisi masing-masing, dengan tujuan agar pihak ketiga dapat memilih
posisi di tengah-tengah antara A dan B. Berdasarkan uraian di atas dapat
dibuat suatu kesimpulan bahwa teori tempat sentral bertujuan untuk
menentukan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran kota. Teori ini
sangat cocok untuk daerah-daerah perkotaan di negaranegara berkembang.
b. Teori Losch
Teori ini di kemukakan oleh ekonom dari Jerman bernama Losch. Teori Losch
merupakan kelanjutan dari teori tempat sentral Christaller dengan menggunakan
konsep yang sama yaitu ambang dan jangkauan. Untuk lebih jelasnya lihat gambar
berikut.
Gambar 2
Gambar di atas merupakan bentuk dari beberapa pola yang berbeda sesuai yang
disarankan oleh losch. Gambar tersebut mencerminkan progresi wilayah pasaran untuk
berbagai barang dan jasa dengan ambang yang semakin meningkat. Masing-masing
barang dan jasa terdapat diberbagai wilayah pasaran pada bentang lahan yang disusun
dengan penumpukan di atas wilayah pasaran lainnya yang berbentuk heksagonal.
Berdasarkan teori losch dapat disimpulkan bahwa suatu kota akan lebih cepat
berkembang bila penduduknya padat dengan wilayah yang luas. Losch menggunakan
jalur transportasi yang dinamakan dengan bentang lahan ekonomi. Dengan adanya
sarana pengangkutan menyebabkan terjadi perkembangan wilayah di sekitar kota,
sehingga akan terbentuk permukiman penduduk baik yang padat maupun yang karang.
Daerah dengan penduduk padat akan cepat berkembang (gambar A ditunjukkan
dengan titik-titik, B berupa noda hitam serta di C secara mendetail). Berdasarkan pada
teori losch maka suatu kota akan lebih cepat berkembang bila penduduknya padat
dengan wilayah yang luas.
4. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori Kutub Pertumbuhan Konsep kutub pertumbuhan (growth pole concept)
dikemukakan oleh Perroux, seorang ahli ekonomi Prancis (1950). Menurut Perroux,
kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai
tempat memancarnya kekuatankekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-
kekuatan sentripetal. Pembangunan tidak terjadi secara serentak, melainkan muncul
di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda. Kutub
pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang
dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara
sektor-sektor ekonomi. Contoh: industri baja di suatu daerah akan menimbulkan
kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan
dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri
tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya
kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industri baja.
5. Pengaruh Pusat Pertumbuhan
Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan itu, ternyata memberikan pengaruh
dan manfaat bagi manusia dalam segala aspek kehidupannya. Pengaruh-pengaruh dan
manfaat tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pengaruh terhadap pemusatan dan persebaran sumber daya,antara lain:
a. pola mobilitas penduduk meningkat,
b. teknologi dan transportasi semakin meninggi.
b. Pengaruh terhadap perkembangan ekonomi, antara lain:
1) meningkatkan kondisi ekonomi penduduk sehinggakesejahteraan dan kualitas
hidupnya lebih baik,
2) menjadikannya sebagai pusat perdagangan.
c. Pengaruh terhadap perubahan sosial budaya masyarakat,antara lain:
1) pendidikan penduduk semakin meningkat,
2) masuknya budaya asing atau budaya luar sehinggatimbulnya asimilasi budaya
di masyarakat.
6. Pusat-pusat Pertumbuhan di Indonesia
Penerapan penempatan pusat-pusat pertumbuhan yang dilaksanakan oleh Indonesia
pada prinsipnya adalah menggabungkan beberapa teori atau konsep di atas.
Pembangunan di Indonesia dipusatkan di wilayah-wilayah tertentu yang diperkirakan
dapat menjadi pusat pertumbuhan yang mampu menarik daerah-daerah di sekitarnya.
Kawasan sentral yang menjadi pusat pertumbuhan tersebut diharapkan dapat
mengalirkan proses pembangunan ke wilayah-wilayah sekitarnya, sehinga
pemerataan pembangunan dapat terjadi ke seluruh pelosok wilayah negeri secara
menyeluruh.
Sistem pembangunan Indonesia telah dicanangkan sejak REPELITA II tahun 1974-
1978. Pembangunan nasional dilaksanakan melalui sistem regionalisasi atau
perwilayahan, dengan kota-kota utama sebagai kutub atau pusat pertumbuhan. Kota-
kota sebagai pusat pertumbuhan nasional ini adalah Medan, Jakarta, Surabaya, dan
Makassar. Bersamaan dengan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional,
wilayah pembangunan utama di Indonesia dibagi menjadi 4 region utama berikut.
a. Wilayah Pembangunan Utama A, dengan pusat pertumbuhan utama adalah Kota
Medan. Wilayah ini meliputi:
1) Wilayah Pembangunan I, meliputi daerah-daerah Aceh dan Sumatera Utara.
2) Wilayah Pembangunan II, meliputi daerah-daerah di Sumatera Barat dan
Riau, dengan pusatnya di Pekanbaru.
b. Wilayah Pembangunan Utama B, dengan pusat pertumbuhan utama adalah
Jakarta. Wilayah ini meliputi:
1) Wilayah Pembangunan III, meliputi daerah-daerah Jambi, Sumatera Selatan,
dan Bengkulu. Wilayahnya berpusat di Palembang.
2) Wilayah Pembangunan IV, meliputi daerah-daerah Lampung, Jakarta, Jawa
Barat, Jawa tengah, dan D.I. Yogyakarta. Wilayahnya berpusat di Jakarta.
3) Wilayah Pembangunan VI, meliputi daerah-daerah di Kalimantan Barat.
Wilayahnya berpusat di Pontianak.
c. Wilayah Pembangunan Utama C, dengan pusat pertumbuhannya utama adalah
Surabaya. Wilayah ini meliputi:
1) Wilayah Pembangunan V, meliputi daerah-daerah di Jawa Timur, dan Bali.
Wilayah ini berpusat di Surabaya.
2) Wilayah Pembangunan VII, meliputi daerah-daerah di Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Wilayah ini berpusat di
Balikpapan dan Samarinda.
d. Wilayah Pembangunan Utama D, dengan pusat pertumbuhan utama adalah
Makassar. Wilayah ini meliputi:
1) Wilayah Pembangunan VIII, meliputi daerah-daerah di NTB, NTT, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara. Wilayah ini berpusat di Makassar.
2) Wilayah Pembangunan IX, meliputi daerah-daerah Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah. Wilayah ini berpusat di Manado.
3) Wilayah Pembangunan X, meliputi daerah-daerah di Maluku (termasuk
Maluku Utara dan Irian Jaya (Papua). Wilayah ini berpusat di Kota Sorong.
i. Wilayah pembangunan di atas selanjutnya dikembangkan lagi menjadi
wilayah pembangunan yang lebih kecil lagi yaitu tingkat daerah pada
provinsi. Contohnya Jawa Barat dibagi menjadi 6 wilayah pembangunan
daerah, sebagai berikut.
4) Wilayah Pembangunan JABOTABEK (termasuk sebagian kecil wilayah
Kabupaten Sukabumi). Pada wilayah ini dikembangkan berbagai aktivitas
industri yang tidak tertampung di Jakarta.
5) Wilayah Pembangunan Bandung Raya, Wilayah ini dikembangkan pusat
aktivitas pemerintahan daerah, pendidikan tinggi, perdagangan daerah,
industri tekstil. Untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan kritis
dipusatkan di wilayah-wilayah Kabupaten Garut, Cianjur, Bandung, dan
Sumedang.
6) Wilayah Pembangunan Priangan Timur. Wilayah ini meliputi daerah
Kabupten Tasikmalaya dan Ciamis.
7) Wilayah Pembangunan Karawang. Wilayah ini dikembangkan sebagai
produksi pangan (beras/ padi) dan palawija. Meliputi pula daerah-daerah
dataran rendah pantai utara (Pantura) seperti Purwakarta, Subang, dan
Karawang. Pusatnya adalah Kota Karawang.
8) Wilayah Pembangunan Cirebon dan sekitarnya. Wilayah ini dikembangkan
sebagai pusat industri pengolahan bahan agraris, industri, petrokimia, pupuk,
dan semen. Untuk keperluan tersebut, Pelabuhan Cirebon ditingkatkan
fungsinya untuk menampung kelebihan arus keluar masuk barang dari
Pelabuhan Tanjung Priok.
9) Wilayah Pembangunan Banten. Wilayah ini berpusat di Kota Serang dan
Cilegon. Wilayahnya terdiri atas 4 zone yaitu, bagian utara diutamakan untuk
perluasan dan intensifiksi areal pesawahan teknis, bagian selatan untuk
wilayah perkebunan dan tanaman buah-buahan, wilayah Teluk Lada untuk
intensifikasi usaha pertanian, dan daerah sekitar Cilegon dikembangkan
sebagai pusat industri berat (besi baja).
C. Pembangunan wilayah berkelanjutan
Pembangunan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara bertahap
dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki Negara secara bijaksana. Tujuan utama
pembangunan adalah untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia sehingga dapat
menunjang kehidupannya. Jumlah penduduk yang terus bertambah membawa
konsekuensi terhadap adanya pemenuhan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pembangunan. Akan tetapi, pertambahan
jumlah penduduk berdampak pada pengambilan sumber daya alam yang semakin besar.
Hal ini berpotensi terhadap sumber daya alam yang terancam habis. Kesadaran
masyarakat akan cadangan sumber daya alam semakin menipis, mengharuskan
pengelolaan penggunaan sumber daya alam yang efisien, dan tidak boleh mengorbankan
kebutuhan masa yang akan datang.
1. Pengertian dan Konsep Pembangunan Wilayah Berkelanjutan
Pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk nyata dalam pembangunan
yang lebih baik. Sementara pembangunan adalah bukti nyata adanya pertumbuhan
wilayah. Pertumbuhan wilayah berkelanjutan ditunjukkan bagaimana pengelolaaan
dan proses pembangunan tersebut. Apabila pembangunan tersebut berkelanjutan,
dapat disimpulkan pertumbuhan wilayah juga berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mengusahakan
dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. (Laporan Komisi Sedunia tentang
Lingkungan dan Pembangunan [WCED], dalam Soemarwoto, 2009:14)
Bosshard dalam Muta’ali (2012: 5) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan
sebagai pembangunan yang harus mempertimbangkan lima prinsip kriteria, yaitu: (1)
Abiotik lingkungan, (2) Botik lingkungan, (3) Nilai-nilai budaya, (4) Sosiologi, dan
(5) Ekonomi.
Berdasarkan definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembangunan
dalam berbagi sektor (fisik maupun nonfisik) dengan tetap memperhatikan
lingkungan. Menurut Muta’ali (2012: 4) perlunya konsep pembangunan berkelanjutan
ini didasari oleh lima ide pokok berikut:
a. Proses pembangunan berlangsung terus menerus
b. Sumber daya alam memiliki ambang batas
c. Kualitas lingkungan berkorelasi dengan kualitas hidup
d. Memungkinkan pemilihan alternatif
e. Pembangunan berkelanjutan mengandalkan transgenerasi
2. Permasalahan Pembangunan Berkelanjutan
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pertumbuhan
dan pengembangan suatu wilayah, antara lain adalah :
a. Banyak Wilayah-Wilayah Yang Masih Tertinggal Dalam Pembangunan.
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk
yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain: (1) terbatasnya
akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang
relatif lebih maju; (2) kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar; (3)
kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya
manusia; (4) belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh
pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah
(PAD) secara langsung; (5) belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk
pengembangan wilayah-wilayah ini.
b. Belum Berkembangnya Wilayah-Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh.
Banyak wilayah-wilayah yang memiliki produk unggulan dan lokasi strategis
belum dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan, antara lain: (1) adanya
keterbatasan informasi pasar dan teknologi untuk pengembangan produk
unggulan; (2) belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari
pelaku pengembangan kawasan di daerah; (3) belum optimalnya dukungan
kebijakan nasional dan daerah yang berpihak pada petani dan pelaku usaha
swasta; (4) belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi
pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian
daerah; (5) masih lemahnya koordinasi, sinergi, dan kerjasama diantara pelaku-
pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non
pemerintah, dan masyarakat, serta antara pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota, dalam upaya meningkatkan daya saing produk unggulan; (6)
masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap
modalpengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan
pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerjasama
investasi; (7) keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi
dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; serta
(8) belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar wilayah maupun
antar negara untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk
unggulan.
c. Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan umumnya masih
jauh tertinggal dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini
merupakan konsekuensi dari perubahan struktur ekonomi dan proses
industrialisasi, dimana investasi ekonomi oleh swasta maupun pemerintah
(infrastruktur dan kelembagaan) cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan.
Selain dari pada itu, kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang
tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi yang dikembangkan di wilayah
perdesaan. Akibatnya, peran kota yang diharapkan dapat mendorong
perkembangan perdesaan (trickling down effects), justru memberikan dampak
yang merugikan pertumbuhan perdesaan (backwash effects).
d. Rendahnya Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Sebagai Acuan Koordinasi
Pembangunan Lintas Sektor dan Wilayah.
Pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah saat ini masih sering dilakukan
tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya. Keinginan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk
mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelebihan sehingga menurunkan
kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Dalam pembangunan fisik, suatu wilayah sudah diatur dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). RTRW menjelaskan bagaimana sebuah wilayah
digunakan sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (2011: 42), penataan ruang pada prinsipnya mengatur,
mengendalikan dan mengawasi penggunaan lahan. Tata ruang harus menjaga
benturan kepentingan tidak terjadi yang nantinya dapat mengganggu kelestarian
lingkungan dan arah perkembangan perkotaan.
Tujuan RTRW adalah supaya lahan digunakan sesuai dengan fungsinya.
Seringkali kita lihat pada kenyataan, bahwa lahan tidak digunakan sesuai yang
tertera di RTRW. Keadaan ini mengindikasikan bahwa lemahnya pengawasan
terhadap penggunaan lahan, sehingga pertumbuhan lahan di kota-kota Indonesia
kurang terkelola dengn baik.
D. Kajian daya dukung untuk pertumbuhan wilayah
1. Pengertian Daya Dukung Lingkungan dan Wilayah
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, mendefinisikan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Daya dukung wilayah adalah kemampuan wilayah dalam menyediakan,
mendukung kegiatan yang ada di kawasan wilayah itu sendiri, (Armas dan Syahza,
2005:2). Kegiatan yang ada di wilayah meliputi kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan
budaya. Penilaian daya dukung wilayah berdasarkan pada kemampuan lahan (land
capability), yaitu kemampuannya sebagai ruang gerak untuk mencapai tingkat
produksi tertentu.
Daya dukung wilayah tidak hanya meliputi daya dukung sosial, yang mana
kedunya saling berkaitan. Daya dukung dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sumber
daya, sosial, ekonomi, teknologi, budaya, dan kebijakan (Lang dan Armour dalam
Muta’ali (2012:19).
Dapat disimpulkan bahwa Daya dukung wilayah (carrying capacity) adalah daya
tampung maksimum lingkungan untuk diberdayakan oleh manusia. Dengan kata lain
populasi yang dapat didukung dengan tak terbatas oleh suatu ekosistem tanpa merusak
ekosistem itu.
Prinsip daya dukung wilayah adalah perbandingan antara ketersediaaan dan
kebutuhan. Ketersediaan yaitu lingkungan (sumber daya alam) jumlah dan letaknya
yang terbatas. Sementara kebutuhan jumlahnya tak terbatas dan sewaktu-waktu dapat
meningkat sesuai dengan pertumbuhan penduduk.
2. Pentingnya Daya Dukung Lingkungan dalam Pembangunan
Analisis daya dukung (carrying capacity ratio) merupakan suatu alat
perencanaan pembangunan yang memberikan gambaran hubungan antara penduduk,
penggunaan lahan dan lingkungan. Dari semua hal tersebut, analisis daya dukung
dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam menilai tingkat kemampuan lahan
dalam mendukung segala aktifitas manusia yang ada di wilayah yang bersangkutan.
Informasi yang diperoleh dari hasil analisis daya dukung secara umum akan
menyangkut masalah kemampuan (daya dukung) yang dimiliki oleh suatu daerah
dalam mendukung proses pembangunan dan pengembangan daerah itu, dengan
melihat perbandingan antara jumlah lahan yang dimiliki dan jumlah penduduk yang
ada. Produktivitas lahan, komposisi penggunaan lahan, permintaan per kapita, dan
harga produk agrikultur, semua dipertimbangkan untuk mempengaruhi daya dukung
dan digunakan sebagai parameter masukan model tersebut.
Menurut Muta’ali (2012: 8), sumber daya dipakai secara layak apabila daya
dukung dimanfaatkan sepenuhnya. Dalam hal daya dukung tersebut tidak
dimanfaatkan secara penuh, maka pembangunan tidak efektif. Sebaiknya apabila
pemanfaatan sumber daya melampaui daya dukung, maka pembangunan menjadi tidak
efisien dan cenderung menurunkan kualitas lingkungan. Selanjutnya daya dukung
lingkungan wilayah dibedakan menjadi tujuh konsep, sebagai berikut:
a. Konsep Ekonomi
Kemampuan wilayah dalam menopang penduduknya untuk hidup layak, yang
diindikasikan dengan angka penduduk miskin.
b. Konsep Sosial
Kemampuan wilayah dalam mendukung kehidupan sosial penduduknya seperti
beribadah, kesehatan, pendidikan, dsb.
c. Konsep Pangan
Kemampuan wilayah dalam menopang penduduknya dalam mencukupi pangan.
d. Konsep Papan
Kemampuan wilayah dalam mencukupi lahan sebagai tempat untuk permukiman.
e. Konsep Lingkungan
Kemampuan wilayah dalam memberikan lingkungan yang baik bagi penduduk
yang tinggal
f. Konsep Mobilitas
Kemampuan wilayah dalam mendukung kegiatan (mobilitas) penduduknya.
g. Konsep Tata Ruang
Kemampuan wilayah dalam mendukung keseimbangan penggunaan lahan sesuai
dengan peruntukannya.
Setiap pembangunan wilayah dalam perencanaannya harus memperhatikan daya
dukung wilayah sebagai dasar untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan wilayah.
Selain itu, perencanaan wilayah juga perlu pemahaman terhadap fungsi wilayah sesuai
peruntukannya.
3. Daya Dukung Wilayah dalam Pembangunan Wilayah
Semakin bertambahnya jumlah penduduk dapat menimbulkan permasalahan baru
terutama pada tekanan penduduk terhadap lahan. Lahan yang seharusnya digunakan
sebagai lahan pertanian, fungsi lindung, dsb berubah fungsi menjadi budi daya dan
lahan yang digunakan tersebut tidak sesuai dengan fungsinya berdasarkan pada daya
dukung wilayah.
Menurut Muta’ali (2012), daya dukung wilayah untuk lahan pertanian, permukiman,
fungsi lindung, dan ekonomi adalah sebagai berikut:
a. Daya dukung lahan pertanian
b. Daya dukung wilayah untuk permukiman
c. Daya dukung fungsi lindung
d. Daya dukung ekonomi wilayah
E. Sistem perencanaan wilayah nasional
1. Konsep Rencana Tata Ruang Wilayah
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang
selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah negara. Ruang wilayah nasional yang dimaksud adalah “wadah” berupa
wilayah yang meliputi ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam bumi
yang merupakan satu kesatuan wilayah, yang menjadi tempat hidup manusia dan
makhluk hidup lainnya, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tata Ruang merupakan hasil dari penataan ruang. Berdasarkan peraturan tersebut,
Tata Ruang berwujud struktur ruang (berupa susunan pusat-pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan
pola ruang (berupa distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya). Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata
Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang.
Berdasarkan konsep yang terdapat dalam peraturan pemerintah tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata
ruang wilayah yang meliputi ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam
bumi yang merupakan satu kesatuan wilayah yang berupa struktur ruang (berupa
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang (berupa distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya).
2. Tujuan Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Adapun tujuan penyusunan rencana tata ruang wilayah baik secara nasional, provinsi,
kabupaten, maupun kota berdasarkan Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 26 tahun 2008 adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, dan
berkelanjutan;
b. Menciptakan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. Menciptakan keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
d. Menciptakan keterpaduan pemanfaatan ruang darat,ruanglaut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
e. Menciptakan keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
f. Menciptakan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat;
g. Menciptakan keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
h. Menciptakan keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan
i. Menciptakan pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi
nasional.
3. Muatan yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
Adapun muatan-muatan yang terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah baik
secara nasional, provinsi, kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
a. Rencana Struktur Ruang (berupa susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional)
meliputi:
1) Perencanaaan Sistem Perkotaan
Dalam skala Nasional, terdiri atas:
a) Perencanaan Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN
adalah kawasan perkotaan yangberfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
b) Perencanaan Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skalaprovinsi atau beberapa kabupaten/kota.
c) Perencanaan Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
d) Perencanaan Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut
PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong
pengembangan kawasan perbatasan negara.
2) Perencanaan sistem jaringan prasarana utama
a) Perencanaan Sistem Jaringan Transportasi (darat, laut, dan udara)
Merupakan sistem yang memperlihatkan keterkaitan kebutuhan
dan pelayanan transportasi antarwilayah dan antarkawasan perkotaan
dalam ruang wilayah nasional, serta keterkaitannya dengan jaringan
transportasi internasional.
Pengembangan sistem jaringan transportasi nasional dimaksudkan
untuk menciptakan keterkaitan antarpusat perkotaan nasional serta
mewujudkan keselarasan dan keterpaduan antara pusat perkotaan
nasional dengan sektor kegiatan ekonomi masyarakat.
Pengembangan sistem jaringan transportasi nasional dilakukan
secara menyeluruh mencakup transportasi darat, laut, dan udara yang
menghubungkan antarpulau serta kawasan perkotaan dengan kawasan
produksi, sehingga terbentuk kesatuanuntuk menunjang kegiatan
sosial,ekonomi, serta pertahanan dan keamanan negara dalam rangka
memantapkan kedaulatan wilayah nasional
b) Perencanaan Sistem Jaringan Energi
Meliputi:
o jaringan pipa minyak dan gas bumi;
o pembangkit tenaga listrik; dan
o jaringan transmisi tenaga listrik.
3) Perencanaan Sistem Jaringan Telekomunikasi
Sistem jaringan telekomunikasi yang terdiri atas sistem jaringan
terestrial dan satelit. Jaringan terestrial, meliputi jaringan mikro digital, fiber
optic (serat optik), mikro analog, dan kabel laut. Jaringan satelit merupakan
alat komunikasi yang memanfaatkan teknologi satelit. Sistem jaringan
telekomunikasi tersebut mencakup pula sistem jaringan telekomunikasi yang
menggunakan spektrum frekuensi radio sebagai sarana transmisi.
Dalam RTRW, terdapat perencanaan pengembangan sistem jaringan
telekomunikasi yag bertujuan untuk menciptakan sebuah sistem
telekomunikasi nasional yang andal, memiliki jangkauan luas dan merata, dan
terjangkau.
4) Perencanaan Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pola pengelolaan sumber daya air mencakup konservasi dan pendayagunaan
sumber daya air serta pengendalian daya rusak air
b. Rencana Pola Ruang (berupa distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya), meliputi:
1) Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan
2) Kawasan Budi Daya
Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya yang bernilai strategis
(memiliki pengaruh sangat penting terhadap kedaulatan, pertahanan dan
keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan) disebut sebagai
Kawasan Andalan.
Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya, baik di ruang darat
maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.
3) Kawasan Strategis
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap kedaulatan,
pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
c. Perizinan dan Sanksi
5) Rencana tata ruang wilayah sebagai salah satu pedoman dalam perencanaan
pembangunan wilayah.
RTRWN menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
d. pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.