PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
PARAMETER FISIK DAN
KIMIAWI PERAIRAN
SELMA SYAIMA NANINDRA KINAN
140410180050 140410190052
PUTRI
DWI
140410190010 REGITA OCTAVIANI
140410190068
KHARISMA N M FALYA
ADINDA
140410190024 140410190084
ELNOSAN J S DWI RAMADHANI S
140410190034 140410190102
SALSA
BILA L
140410190116
KELOMPOK
6B
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021
Parameter Fisik
Kedalaman Air
Kedalaman (batimetri) laut memberikan berbagai informasi penting mengenai suatu
area laut (Hasibuan et al., 2014). Pengukuran nilai kedalaman suatu perairan merupakan
hal penting dalam sebuah perairan yang berdekatan dengan pelabuhan yang terkenal
aktif dalam transportasi logistik berskala nasional (Saputra et al., 2016).
Distribusi suhu di perairan estuari sebagian besar dipengaruhi oleh kedalaman yang
merupakan efek masukan dari sungai dan pengaruh perubahan pasang surut (Hartono,
1998). Suhu air merupakan salah satu faktor fisika penting yang banyak mempengaruhi
kehidupan hewan dan tumbuhan air salah satunya adalah plankton. Pada perairan dangkal
lapisan suhu air bersifat homogen berlanjut sampai ke dasar, sedangkan pada perairan
laut yang lebih dalam terjadi perbedaan suhu antar kedalaman perairan sehingga
mempengaruhi kelimpahan serta komposisinya di perairan (Pratiwi et al., 2015).
Metode
Pengukuran kedalaman merupakan bagian terpenting dari pemeruman yang menurut
prinsip dan karakter teknologi yang digunakan dapat dilakukan dengan metode mekanik,
optik, dan akustik (Poerbandono, 2005).
Metode Mekanik
Metode ini sering disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman secara langsung.
Pada beberapa kondisi lapangan tertentu, misalnya daerah perairan yang sangat dangkal
atau rawa. Instrumen yang dipakai untuk melakukan pengukuran kedalaman dengan
metode ini adalah tongkat ukur atau rantai ukur yang dilakukan dengan bantuan wahana
apung. Bentuk dan penampilan tongkat ukur mirip seperti rambu ukur yang dipakai untuk
pengukuran sipat datar. Sedangkan rantai ukur, karena fleksibilitas bentuknya, biasanya
dipakai untuk melakukan pengukuran kedalaman perairan yang rata-rata lebih dalam
dibanding tongkat ukur (Bandi et al., 2013).
Metode Optik
Metode ini memanfaatkan transmisi sinar laser dari pesawat terbang dan prinsip-prinsip
optik untuk mengukur kedalaman perairan (Bandi et al., 2013). Metode ini mampu untuk
mendapatkan informasi secara sinoptik sehingga dapat mengamati fenomena yang
terjadi di lautan yang luas dan dinamis. Disamping itu metode ini mempunyai kemampuan
memberikan informasi secara kontinu karena wahana satelit telah diprogram melintas
daerah yang sama dalam waktu tertentu. Namun demikian, metode ini juga masih belum
mampu memberikan hasil yang memuaskan dalam hal keakuratan informasi, sehingga
masalah keakuratan ini merupakan suatu kegiatan penelitian yang terus berkembang
sampai saat ini (Danoedoro, 1996)
Metode Akustik
Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air merupakan
teknik yang paling populer dalam hidrografi saat ini. Gelombang akustik dengan frekuensi
5 kHz atau 100 Hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari 10%
pada kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz akan
kehilangan intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Secara khusus, teknik ini
dipelajari dalam hidro-akustik. Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau
perum gema yang pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920 (Lurton, 2002). Alat
ini dapat dipakai untuk menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur
perum dengan ketelitian yang cukup baik (Bandi et al., 2013).
Parameter Fisik
Kecepatan Arus
Kecepatan arus adalah pengukuran dari pergerakan arus air yang dihasilkan oleh gaya
yang bekerja pada air seperti rotasi bumi, angin, perbedaan suhu, dan gravitasi bulan
(BMKG, 2018). Salah satu pemanfaatan dengan diketahuinya kecepatan arus adalah untuk
memperkirakan besarnya energi yang bekerja di suatu ekosistem perairan yang mampu
memindahkan sedimen dari suatu tempat ke tempat lain (Simatupang dkk, 2016).
Debit Air
Debit air merupakan volume aliran yang mengalir pada suatu penampang basah persatuan
waktu. Menurut Priyantini & Irjan (2009), kecepatan arus dan debit air menjadi
parameter fisik perairan yang dapat berperan besar dalam berbagai kegiatan manusia
seperti pertanian, perhubungan, pertahanan negara, dan sarana olahraga. Dengan
diketahuinya kecepatan arus dan debit air dapat mempermudah beberapa bidang terkait
karena dapat mengoptimalkan kerja sistem, penghematan biaya dan tenaga, juga dapat
mempermudah pekerjaan.
Soal Perhitungan
1. Hitung jarak sungai di samping. Jika diketahui t= 5 s dan V = 0,40 m/s
V=s/t s=V.t
s = 0,40 m/s . 5 s
s=2m
maka, dapat diketahui jarak sungai disamping adalah 2 meter.
Keterangan:
V = kecepatan arus (m/s)
s = jarak tempuh (m)
t = waktu tempuh (s)
Soal Perhitungan
2. Jika kedalaman sungai 8 m dan lebar sungai 12 m, berapakah debit air sungai tersebut?
Q=V.A
Keterangan:
Q = debit air (m3/s)
V = kecepatan arus (m/s)
A = luas penampang basah aliran sungai (m2)
A =8 m 12 m = 96 m2
Q = VA
Q = 0,40 m/s 96 m2
Q = 38,4 m3/s
maka, debit air pada sungai tersebut sebesar 38,4 m3/s.
Parameter Fisik
Intensitas dan Penetrasi Cahaya
Intensitas cahaya matahari atau tingkat penerangan dari cahaya matahari adalah
kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah sumber cahaya (matahari) ke arah tertentu
(Satwiko, 2009). Penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme
fotosintetik. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkan dengan kedalaman air
yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai penetrasi cahaya
sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan
plankton suatu perairan (Nybakken,1988). Menurut Barus (2004) faktor cahaya
matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian
cahaya matahari tersebut akan diabsrorbsi dan sebagian akan dipantulkan keluar dari
permukaan air. Dengan bertambahnya lapisan air intensitas cahaya tersebut akan
mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Penetrasi cahaya matahari terhadap perairan akan mempengaruhi produktivitas primer.
Kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: tingkat kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari dan
intensitas cahaya matahari. Bagi organisme perairan, intensitas cahaya matahari yang
masuk berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme pada
habitatnya (Satino, 2011).
Cahaya matahari merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara
langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan (Folkowski dan
Raven, 1997). Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya
terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama
dari ekosistem. Merupakan sumber energi bagi proses fotosinstesis algae dan tumbuhan
air, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya di dalam
perairan.
Intensitas dan Penetrasi Cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya dengan menggunakan lempeng secchi yang dimasukkan
kedalam badan air sampai keping sechi tidak terlihat, lalu diukur panjang tali yang masuk
ke dalam air (d1). Kemudian turunkan secchi dan perlahan-lahan tarik ke atas, jika sudah
mulai terlihat bagian secchi yang berwarna putih/hitam lalu dicatat kembali tinggi
permukaan air pada tambang secchi (d2), nilai kecerahan diperoleh dengan menggunakan
rumus:
Tabel. Interpretasi Kedalaman secchi (Pal et al, 2015)
Lux meter
AIat ukur cahaya (lux meter)
adalah alat yang digunakan untuk
mengukur besarnya intensitas
cahaya/tingkat pencahayaan di
suatu tempat dengan prinsip kerja
mengubah intensitas cahaya yang
datang menjadi arus listrik.
Intensitas dan Penetrasi Cahaya
Untuk mengetahui besarnya intensitas cahaya diperlukan sensor yang peka dan
linier terhadap cahaya. Semakin jauh jarak sumber, semakin kecil nilai yang
ditunjukkan maka besarnya intensitas cahaya akan semakin berkurang, jika semakin
jauh jarak sensor terhadap cahaya, begitu sebaliknya intensitas cahaya yang di
tunjukkan oleh lux meter semakin tinggi jika sensor semakin dekat dengan sumber
cahaya. (Gunadhi, 2002).
Fungsi lux meter yaitu digunakan untuk mengukur kuat atau lemahnya cahaya yang
terdapat pada suatu ruangan atau tempat tertentu. Lux meter ini banyak digunakan
atau diaplikasikan pada bidang-bidang tertentu seperti pada bidang industri, arsitektur
dan lain-lain. Tidak hanya itu, prinsip kerja pada lux meter ini pun banyak diaplikasikan
pada alat yang biasa digunakan dalam fotografi. Contohnya, reflected lightmeter,
available light, dan incident lightmeter. Pada penelitian ilmiah baik di lingkungan maupun di
dalam laboratorium pun menggunakan alat lux meter untuk menguji dan mengetahui data
mengenai pengaruh tingkat pencahayaan (Wijaya & Sutrimo, 2021).
Bagian-bagian lux meter Layar panel : berfungsi untuk
beserta fungsinya menampilkan hasil pengukuran
Tombol Off/On : berfungsi sebagai
tombol untuk menyalakan atau
mematikan alat
Tombol Range : tombol kisaran ukuran
(menentukan jangkauan pengukuran
hingga sebesar apa)
Zero Adjust VR : sebagai
pengkalibrasi alat (bila terjadi error)
(untuk mengatasi masalah alat yang
berkaitan dengan pembagian tanda
skala)
Sensor cahaya : berfungsi sebagai
sensor penangkap dan pendeteksi
cahaya yang masuk ke sensor
Parameter Fisik
Suhu
Suhu merupakan suatu besaran untuk mengukur tinggi atau rendahnya suatu kondisi
pada suatu benda atau banyaknya panas yang terkandung dalam suatu benda, yang
dinyatakan dalam bentuk celcius (Susanto, 2008). Pada umumnya sumber utama panasnya
suhu laut adalah matahari (Hutagalung, H., 1998). Suhu air laut terutama di lapisan
permukaan sangat tergantung pada jumlah panas yang diterimanya dari matahari.
Daerah-daerah yang paling banyak menerima panas dari matahari adalah daerah-daerah
yang terletak pada lintang 0°. Oleh karena itu suhu air laut yang tertinggi akan ditemukan
di daerah sekitar equator (WEIL, 1970). Selain matahari, perubahan musim di setiap
daerahnya berpengaruh terhadap suhu air laut tergantung pada lokasi air laut. Lokasi-
lokasi di sekitar ekuator merupakan lokasi yang paling sedikit dipengaruhi musim,
sehingga suhu airnya relatif stabil, biasanya berkisar antara 27° – 29°C (Hutagalung, H.,
1998).
Suhu memiliki peranan penting dalam mempertahankan kestabilan ekosistem perairan.
Suhu mempengaruhi kualitas suatu perairan, diantaranya sebaran nutrien, aktivitas
metabolisme, tingkat pertumbuhan, waktu migrasi, peristiwa pemijahan dan distribusi
organisme. Suhu berperan dalam reaksi kimia dan proses biologi di perairan, juga
berpengaruh terhadap sifat fisiologi ikan. Suhu adalah salah satu faktor abiotik yang
sangat menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Suhu tubuh organisme
perairan sangat tergantung pada suhu air di lingkungan habitatnya. Oleh karena itu
perubahan suhu air akan berpengaruh baik maupun buruk bagi organisme perairan
(Hutagalung, H., 1998). Suhu dapat mempengaruhi aktivitas penting ikan seperti
pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi oksigen
terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan. Meskipun ikan dapat beraklimatisasi pada
suhu yang relatif tinggi, tetapi pada suatu derajat tertentu kenaikan suhu dapat
menyebabkan kematian ikan (Kelabora, 2010).
Pengukuran Suhu Air dan Udara
AIR
Pengukuran suhu dalam kolom air bisa dilakukan
dengan menggunakan termometer air raksa,
thermometer digital maupun DO meter. Dalam
mengukur suhu menggunakan termometer, hal
yang dilakukan adalah ujung pada termometer
dicelupkan ke air, dan tunggu hingga termometer
menunjukan suhu pada air (Shidiq, 2008).
Sedangkan, jika mengukur temperatur perairan
digunakan alat DO meter, metode pengukuran
dilakukan dengan cara melihat berapa nilai yang
tertera pada layar digital DO meter (Prima,
2016).
UDARA
Alat thermohygrometer ini dapat dipakai untuk
mengukur suhu udara dan kelembaban baik di
ruang tertutup maupun diluar ruangan.
Thermohygrometer terbagi menjadi dua jenis
yaitu thermohygrometer analog dan
thermohygrometer digital. Suhu udara juga
dapat diukur dengan menggunakan thermo-
anemometer. Pengukuran dilakukan dengan
memegang pada ketinggian 1,00 meter dari
permukaan tanah kemudian diamkan hingga suhu
udara yang tertera pada alat tidak naik / turun
lagi atau pada saat sudah ada kestabilan suhu
udara (Yusuf, M., 2010).
Jenis Termometer
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu
(temperatur). Istilah termometer berasal dari bahasa latin thermo
yang berarti panas dan meter yang berarti mengukur (Pribadi,
Alvianto., 2013).
Air Raksa Digital
Alkohol
TERMOMETER DIGITAL
Karena perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer
digital yang prinsip kerjanya sama dengan termometer yang lainnya yaitu
pemuaian. Pada termometer digital menggunakan logam sebagai sensor
suhunya yang kemudian memuai dan pemuaiannya ini diterjemahkan oleh
rangkaian elektronik dan ditampilkan dalam bentuk angka yang langsung
bisa dibaca. Thermometer Digital menjadi salah satu jenis thermometer
yang paling umum digunakan dan dianggap paling akurat. Alat ukur yang
satu ini memiliki beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum yaitu
berbentuk memanjang dan terdapat sebuah sensor pada ujungnya yang
menjadi pengukur suhu ketika menyentuh bagian tubuh seseorang. Sensor
panas elektronik ini berguna untuk merekam suhu tubuh baik melalui mulut,
ketiak maupun dubur (Darwis, I. dkk., 2018).
kekurangan termometer ini ialah memiliki harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan harga termometer air raksa atau termometer
analog. dengan harga yang dibilang cukup mahal termometer ini memiliki
keunggulan diantaranya sangat nyaman untuk digunakan pada bayi karena
memiliki bentuk yang sangat fleksibel, mempunyai alarm saat melakukan
pengukuran suhu tubuh, nilai hasil pengukuran cepat dan terlihat dengan
jelas (Geijer. et al., 2016).
TERMOMETER ALKOHOL
Termometer Alkohol memiliki isi cairan alat ukur yang digunakan yaitu
alkohol. Cairan Alkohol lebih peka dibanding dengan air raksa sehingga
pemuaian pada perubahan volume akan terlihat jelas. Termometer yang
sering disebut thermometer minimum dikarenakan dapat mengukur suhu
yang sangat rendah sekalipun. Misalnya untuk mengetahui suatu gaya
gravitasi bumi, alat ukur tinggal diletakkan pada bidang mendatar. Ketika
suhu dingin, alkohol akan bergerak ke kiri dan membawa indeks penunjuk
berwarna. Sedangkan ketika suhu naik, indeks penunjuk berwarna akan
tetap berada di posisinya. Meskipun cairan alkohol mengembang dan
bergerak ke arah kanan.
Kelemahan dari termometer alkohol, hampir serupa dengan termometer
raksa, yaitu bahan nya mudah pecah dan rentan terjadi kesalahan acak
dalam pembacaan hasil dari pengukuran karena masih berbentuk manual
(Riyadi, S., 2016). Kelebihan termometer berisi alkohol lebih disukai
daripada raksa untuk pengukuran meteorologi, karena pada termometer
alkohol dapat mengukur dari suhu minimum dan dapat digunakan hingga -70
°C (-94°F). [2] Jika termometer alkohol menggunakan kombinasi etil alkohol,
toluena, dan pentana, rentang suhu yang lebih rendah dapat diperpanjang
untuk mengukur suhu hingga serendah 200 °C (−328 °F) (Geijer. et al.,
2016).
TERMOMETER AIR RAKSA
Termometer air raksa yang merupakan alat pengukur suhu dengan
cairan yang menggunakan air raksa sebagai pengisinya. Termometer jenis
ini lebih sering digunakan dibandingkan dengan termometer alkohol. Karena
alat ukur suhu dapat mengukur hingga suhu yang sangat tinggi. Ketika suhu
panas, air raksa akan memuai sehingga air raksa pada tabung kaca akan
naik. Ketika suhu mengalami penurunan atau turun, air raksa akan tetap
berada pada posisi suhu panas. Hal tersebut terjadi karena adanya
kontraksi yang menghambat air raksa untuk kembali pada keadaan semula
(Darwis, I. dkk., 2018).
Termometer raksa memiliki berbagai kelemahan diantaranya pipa kapiler
mudah pecah, raksa bersifat racun, sehingga berbahaya bagi keselamatan
peserta didik. Selain itu kelemahan terutama pada pembacaan skala
karena masih berbentuk manual dengan pengamatan langsung, sehingga
rentan terjadi kesalahan acak dalam pembacaan hasil dari pengukuran
(Riyadi, S., 2016). Kelebihan termometer air raksa bila kita bandingkan
dengan termometer digital adalah dari segi harga, dimana harga
termometer air raksa memiliki harga yang lebih murah dibandingkan
dengan termometer digital (Geijer. et al., 2016).
Parameter Fisik
Tipe Substrat
Substrat merupakan tempat hidup bagi suatu organisme. Tipe-tipe substrat
dasar perarairan dapat mempengaruhi kelimpahan dan jenis epifauna (Setyaboma, 2015).
Wentworth(1922) mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukurannya. Batuan merupakan
suatu masa padat yang terbentuk dari kumpulan mineral kerak bumi, ukuran batuan lebih
dari 256 mm. dengan Kerikil (pebble) merupakan fragment batuan yang tertransportasi
dan berbentuk bulat, kata pebble berasal dari bahasa Anglo-Saxon yaitu papol yang
berarti kecil dan bulat (Wentworth, 1922). Ukuran kerikil berkisar antara 4-64 mm. Pasir
merupakan butiran yang teridiri atas batuan dan mineral yang terpecah secara halus,
ukuran pasir berkisar atara 0,0625-2 mm. Sementara lumpur merupakan materi tidak
larut, biasanya tersusun serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan terhimpun
kehidupan mikroorganisme (Sudaryati, 2007), ukuran kerikil berkisar antara 0,0039-
0,0625 mm . Pengklasifikasian wentwoth dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Parameter Fisik
Total Dissolved solids (TDS)
Total dissolved solid atau yang biasa disingkat TDS merupakan
jumlah padatan yang berasal dari material-material terlarut yang dapat
melewati filter yang lebih kecil daripada 2 µm (Irwan dan Afdal, 2016). Jika
konsentrasi padatan ini tinggi, tingkat kekeruhan pada air akan meningkat
dan dapat menghambat masuknya cahaya kedalam air. Dampak lainnya,
terhalangnya cahaya dapat menyebabkan terganggunya proses
fotosintesis di perairan. Kadar TDS yang tinggi pada perairan dapat
mengganggu kehidupan akuatik, dan dapat berbahaya pada kesehatan
manusia karena dapat terkandung zat kimia dengan konsentrasi yang
tinggi, (Ahmad, J & El-Dessouky, 2008). Selain itu, TDS yang terkandung
dalam perairan yang mengandung kadar zat organik yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya eutrofikasi dimana kondisi nutrient pada perairan
yang berlebih menyebabkan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan
air, (Simbolon, A.R, 2016). Cara
Parameter Fisik
Cara pengukuran TDS meter
1.Tekan tombol ON / OFF sampai TDS menunjukkan angka 000 atau 0000
(TDS EC meter)
2.Celupkan TDS sampai batas (lihat nomor 1 di atas)
3.Lihat nilai yang ditunjukkan pada penunjuk nilai TDS. Nilai tersebut akan
berubah sendiri ketika mengangkat TDS dari air, oleh karena itu untuk
mencegah terjadinya perubahan nilai, tekan tombol “Hold”.
4.Kalau sudah dirasa cukup, tekan tombol “OFF”. Jika sudah selesai
digunakan, sebaiknya bilas TDS pada bagian yang dicelup sebelumnya
dengan air bersih, lalu bersihkan air yang tersisa dengan kain lap atau
tisu sampai kering. Tutup TDS dan simpan ditempat yang sejuk dan
aman.
5. Selesai
Parameter Fisik
Daya Hantar Listrik
Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan
cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan
ion, total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat
pengukuran. Makin tinggi konduktivitas dalam air, maka air akan terasa payau
sampai asin . Besarnya nilai daya hantar listrik digunakan sebagai indikator
tingkat kesuburan perairan. Tingginya daya hantar listrik menandakan
banyaknya jenis bahan organik dan mineral yang masuk sebagai limbah ke
perairan. Pada kondisi normal, perairan memiliki nilai DHL berkisar antara 20 -
1500 μS/cm (Ruseffandi & Gusman, 2020).
Alat Ukur : SCT meter Prinsip kerja alat ini adalah
perhitungan banyaknya ion yang
Sebuah sistem konduktivitimeter tersusun atas terlarut dalam larutan sampel
dua elektrode, yang dirangkai dengan sumber berbanding lurus dengan daya
tegangan serta sebuah ampere meter. hantar listrik. Pengukuran DHL
Elektrode-elektrode tersebut diatur sehingga berguna untuk:
memiliki jarak tertentu antara keduanya 1. Menetapkan tingkat mineralisasi
(biasanya 1 cm). Pada saat pengukuran, kedua dan derajat disosiasi dari air
elektrode ini dicelupkan ke dalam sampel larutan destilasi.
dan diberi tegangan dengan besar tertentu. Nilai 2. Memperkirakan efek total dari
arus listrik yang dibaca oleh ampere meter, konsentrasi ion.
digunakan lebih lanjut untuk menghitung nilai 3. Mengevaluasi pengolahan yang
konduktivitas listrik larutan (Khanafiyah, dkk., cocok dengan kondisi mineral air.
2014). 4. Memperkirakan jumlah zat padat
terlarut dalam air.
5. Menentukan air layak dikonsumsi
atau tidak.
Parameter Fisik
Salinitas
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut
dalam air yang dinyatakan dalam satuan permil (o /oo) atau ppt (part per
thousand) atau gram / liter. Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu
sodium, potasium, kalium, magnesium, chlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy,
2004).
Peran salinitas pada perairan yaitu mempengaruhi keseimbangan tekanan
osmotik tubuh makhluk hidup perairan, sehingga menyebabkan organisme
tersebut harus melakukan mekanisme osmoregulasi untuk menyeimbangkan
tekanan osmotik tubuh dengan lingkungan luar. Penyeimbangan tekanan
osmotik ini melibatkan proses energetik yang selanjutnya mempengaruhi
pertumbuhan. Semakin tinggi salinitas disuatu perairan, maka semakin besar
pula tekanan osmotiknya (Ahmad, 1991; Fujaya, 1999).
Alat Pengukuran
Salinometer Salinometer merupakan alat untuk mengukur
salinitas dengan cara mengukur kepadatan dari
air yang akan dihitung salinitasnya, bekerjanya
berdasarkan daya hantar listrik, semakin besar
salinitas semakin besar pula daya hantar
listriknya. Alat ini digunakan di laboratorium,
berbeda dengan refraktometer yang biasa
digunakan di lapangan atau outdoor (Walid &
Darmawan, 2018).
Cara penggunaan salinometer menurut Arifin
(2019) adalah sebagai berikut:
(1)Ambil gelas ukur yang panjang, isi dengan air
sampel yang akan diukur salinitasnya
(2) Salinitas akan terbaca pada skalanya
SCT meter adalah Salinity Conductivity and Temperature
meter. Cara penggunaan SCT meter menurut Flir Company
(2008) adalah sebagai berikut:
(1)Tekan tombol “ON”
(2)Tekan dan tahan tombol MODE/HOLD untuk menggulir ke
mode pengukuran yang diinginkan
(3)Masukkan elektroda ke dalam sampel dan pastikan bahwa
elektroda terendam seluruhnya
(4)Meteran akan secara otomatis menampilkan bacaan
pengukuran SCT Meter
Refraktometer Refraktometer adalah alat untuk mengukur kadar zat
terlarut. Metode kerja dari refraktometer dengan
(Winedar, 2018) memanfaatkan teori refraksi/pembiasan cahaya. Pembiasan
cahaya akan terjadi bila cahaya melewati dua medium yang
memiliki kerapatan berbeda. Indeks bias pembiasan inilah
yang akan dihitung sebagai salinitas (W. A. Wibowo. 2013;
Shirley, 2005:2).
Ketika sampel diteteskan 2-3 tetes yang diletakkan di atas
prisma. Sampel terkena cahaya polikromatis yang
diteruskan ke prisma. Cahaya poliromatis diubah menjadi
cahaya monokromatis. Terjadi pemfokusan pada lensa dan
diteruskan ke biomaterial skip, sehingga tertera dalam
bentuk skala (A. Saepudin. 2011).
Cara penggunaan refraktometer menurut Fungsi bagian-bagiannya menurut Winedar (2018)
Arifin (2019) adalah sebagai berikut: adalah sebagai berikut:
(1)Tetesi refraktometer dengan aquadest -Eyepiece --> tempat untuk melihat skala yang
(2)Bersihkan dengan kertas tisu sisa ditunjukkan oleh refraktometer
aquades yang tertinggal -Focus adjustment --> pengatur fokus
(3)Teteskan air sampel yang ingin diketahui -Rubber grip --> memegang alat refraktometer
salinitasnya -Calibration screw --> mengkalibrasi skala
(4)Lihat ditempat yang bercahaya -Main prism assembly-->pembacaan skala dari zat
(5)Akan tampak sebuah bidang berwarna terlarut dan mengubah cahaya polikromatis (cahaya
biru dan putih lampu/matahari) menjadi monokromatis.
(6)Garis batas antara kedua bidang itulah -Daylight plate-->melindungi prisma dari goresan
yang menunjukan salinitasnya akibat debu, benda asing, atau untuk mencegah agar
(7)Bilas kaca prisma dengan aquades, usap sampel yang diteteskan pada prisma tidak menetes
dengan tisu dan simpan refraktometer di atau jatuh
tempat kering
Parameter Kimia
Kadar Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) adalah konsentrasi oksigen
terlarut di dalam air. Oksigen terlarut dalam air berasal dari hasil proses
fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air lainnya dan difusi dari atmosfir
(Effendi,2000). Kadar oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan untuk
respirasi dan untuk proses perombakan bahan organik. Oksigen terlarut di
suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh
mahkluk hidup dalam air (SALMIN. 2000).
Pengukuran oksigen terlarut (DO) menggunakan metode Winkler. Metode
Winkler adalah dengan cara titrasi, sebagai berikut (Maulida, dkk. 2015) :
Pengambilan sampel air dengan menggunakan botol BOD 125 ml;
Penambahan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH KI, lalu ditutup dan dikocok botol
hingga larutan mengendap
Penambahan 1 ml H2SO4 pekat, ditutup dan dikocok botol BOD hingga
larutan berwarna kuning
Pengambilan 50 ml sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml
Perlakuan titrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning
muda
Penambahan 2 tetes amilum, apabila timbul warna biru kemudian
melanjutkannya dengan titrasi Na2S2O3 0,025 N hingga bening.
Penghitungan dilakukan dengan rumus:
DO (mg/l) : ml titran x N titran x 8 x 1000 mg/l
/ ml sampel
Parameter Kimia
Kadar Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan DO meter, metode pengukuran
dengan cara :
mencelupkan pen pada DO meter ke dalam air,
tunggu beberapa saat agar nilai terlihat,
kemudian melihat nilai DO yang keluar dan layar digital (sampai nilai tersebut
konstan/tidak berubah-ubah).
Lakukan pengecekan DO secara berkala, minimal dua kali sehari serta jaga kadar
DO pada nilai 5 ppm (de Prima, dkk,. 2016).
Adapun reagen yang digunakan dalam metode Winkler, yaitu sebagai berikut :
1.MnSO4 : untuk mengikat oksigen (O²), dan bereaksi dengan dengan ion OH- dan
membentuk endapan Mn(OH)2 yang berwarna putih dan tidak stabil (menjadi
Mn(OH)3
2.KIO3 : Untuk terjadinya oksidasi ion Iodida oleh Mn3+ menjadi I2 bebas
3.Na Thiosulfat : Titrasi Iodium bebas
4.Amilum : membentuk reaksi dalam pelarutan oksigen di dalam air
(Kordi dan Tancung, 2007)
DO meter memiliki 2 komponen, yaitu :
1.unit (mesin) sebagai media pengaturan dan pembacaan
2.oxygen probe (batang oksigen) sebagai komponen
pengukur.
Prinsip kerja DO Meter adalah dengan memanfaatkan
detektor/sensor katoda dan anoda yang terdapat dalam
oxgen probe. Fungsi DO Meter sebagai alat yang digunakan
untuk mengukur kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen)
dalam air yang dinyatakan dalam bentuk konsentrasi μS/cm
(mS/cm) atau g/ml (ppm).
Parameter Kimia
Kebutuhan Oksigen Biologis / BOD
BOD atau Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan oksigen biologis yang
diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk memecah bahan organik
secara aerobik (Santoso, 2018). Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan
organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya
diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD, 1973).
BOD di perairan dapat bermanfaat untuk mendapatkan informasi berkaitan
tentang jumlah beban pencemaran yang terdapat di perairan akibat air buangan
penduduk atau industri, dan untuk merancang sistem pengolahan biologis di perairan
yang tercemar tersebut (Pour et al., 2014). Kebutuhan oksigen biologis (Biological
Oxygen Demand) merupakan parameter kimia yang berfungsi untuk mengetahui
kualitas perairan. Nilai BOD sangat penting sebagai indikator kualitas suatu
perairan. Analisis BOD perairan dapat meminimalisir jumlah toksik jika nilainya telah
diketahui dan dilakukan pengolahan secara biologis (Daroini & Arisandi, 2020). BOD
digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran dalam suatu perairan. Nilai BOD
suatu perairan tinggi menunjukkan bahwa perairan tersebut sudah tercemar
(Tchobanoglous et al., 2014).
Cara mengukur BOD dengan
menggunakan metode winkler
Nilai BOD menunjukkan kandungan parameter organik biodegradable dalam air
yang diukur menggunakan metode winkler dengan prinsip titrasi iodometri.
Kandungan BOD dalam air ditentukan berdasarkan selisih oksigen terlarut sebelum
dan sesudah pengeraman selama 5 x 24 jam pada suhu 20°C (Putri, 2018).
Cara mengukur BOD metode winkler, prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2
dan NaOH-KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4
atau HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan
ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan
menggunakan indikator larutan amilum (kanji) (Hayati, 2016).
Prosedur BOD dengan winkler
1. Siapkan 1 buah labu ukur 500 ml dan tuangkan sampel sesuai dengan perhitungan
pengenceran, tambahkan air pengencer sampai batas labu.
2. Siapkan 2 buah botol wingkler 300 ml dan 2 buah botol winkler 300 ml dan 150 ml
3. Tuangkan air dalam labu takar tadi ke dalam botol winkler 300 ml dan 150 ml
sampai tumpah.
4. Tuangkan air pengencer ke botol winkler 300 ml dan 150 ml sebagai blanko sampai
tumpah.
5. Masukkan kedua botol winkler 300 ml ke dalam incubator 20oC selama 5 hari.
6. Kedua botol winkler 150 ml yang berisi air dianalisis oksigen terlarutnya dengan
prosedur sebagai berikut:
Tambahkan 1 ml larutan mangan sulfat
Tambahkan 1 ml larutan pereaksi oksigen
Botol ditutup dengan hati-hati agar tidak ada gelembung udaranya lalu balik-
balikkan beberapa kali
Biarkan gumpalan mengendap 5-10 menit
Tambahkan 1 ml asam sulfat pekat, tutup dan balik-balikkan
Tuangkan 100 ml larutan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0125 N sampai warna menjadi coklat
muda
Tambahkan 3-4 tetes indikator amilum dan titrasi dengan natrium tiosulfat
hingga warna biru hilang
7. Setelah 5 hari, analisis kedua larutan dalam botol winkler 300 ml dengan analisis
oksigen terlarut.
8. Hitung BOD dengan rumus berikut:
Kadar Oksigen (mg/L) = (8000 x Na-Thiosulfat x mL N Na-Thiosulfat)
50 (V - 2)
V
BOD= DO 0hari - DO 5hari
Soal Analisis DO dan BOD
Dari analisis kadar oksigen terlarut air Sungai dengan mutu air kelas II melalui
metode winkler, didapatkan hasil sebagai berikut:
Volume Na-thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) = 2,25 mL
N Na-thiosulfat = 0,01 N
V sampel winkler = 100 mL
a. Berapakah kadar oksigen terlarut dalam perairan tersebut?
Kadar Oksigen (mg/L) = (8000 x Na-Thiosulfat x N Na-Thiosulfat)
50 (V - 2)
V
= (8000 x 2,25 x 0,01) = 180 = 3,67 mg/L
50 (100 - 2) 49
100
b. Dalam analisis BOD selama 5 hari terbaca volume Na-thiosulfat 1,60 mL,
berapakah BOD perairan tersebut (tanpa pengenceran)?
DO0 = 3,67 mg/L
DO5 = (8000 x Na-Thiosulfat x N Na-Thiosulfat)
50 (V - 2)
V
= (8000 x 1,60 x 0,01) = 128 = 2,61 mg/L
50 (100 - 2) 49
100
Nilai BOD (mg/L) = DO0 hari - DO5 hari= 3,67 - 2,61 = 1,06 mg/L
Soal Analisis DO dan BOD
c. Berdasarkan nilai DO, apakah sungai tersebut memenuhi standar baku mutu
air kelas II?
Parameter Baku Mutu Air Kelas II Nilai DO Keterangan
DO 4 mg/L 3,67 mg/L Tidak memenuhi
Jika dibandingkan dengan Baku Mutu Air Kelas II berdasarkan kriteria PP
No. 82 Tahun 2001, maka nilai DO air sungai tersebut tidak memenuhi standar
Baku Mutu Air Kelas II karena nilai DO air sungai tersebut lebih kecil dari
Baku Mutu Air Kelas II, dimana nilai DO minimal yang memenuhi standar Baku
Mutu Air Kelas II yaitu lebih besar atau sama dengan 4 mg/L (Djoharam dkk.,
2018).
d. Berdasarkan nilai BOD, apakah sungai tersebut memenuhi standar baku mutu
air kelas II?
Parameter Baku Mutu Air Kelas II Nilai BOD Keterangan
BOD 3 mg/L 1,06 mg/L Memenuhi
Jika dibandingkan dengan Baku Mutu Air Kelas II berdasarkan kriteria PP
No. 82 Tahun 2001, maka nilai BOD air sungai tersebut memenuhi standar
Baku Mutu Air Kelas II karena nilai BOD maksimal yang memenuhi standar
Baku Mutu Air Kelas II yaitu lebih kecil atau sama dengan 3 mg/L (Putri dkk.,
2017).
Parameter Kimia
Kadar Karbondioksida dan Asam
Karbonat
Kadar karbondioksida dan asam karbonat merupakan jumlah rata-
rata semua bentuk CO2 dan semua jenis karbon dalam air laut yang bereaksi
dengan asam membentuk CO2 (Susana, 1988). Asam Karbonat merupakan
bentuk molekul dari karbondioksida hasil reaksi antara air dengan
karbondioksida pada perairan. Karbondioksida berperan penting bagi ekosistem
perairan. Hal ini dikarenakan karbondioksida dibutuhkan oleh produsen laut pada
proses fotosintesis untuk menghasilkan oksigen. Selain itu, karbondioksida juga
dibutuhkan untuk pembuatan cangkakng hewan laut. Namun, kadar
karbondioksida berlebih juga dapat berpengaruh buruk bagi ekosistem
perairan. Karbondioksida berlebih dapat membuat pH perairan turun dari batas
normal, hal ini dikarenakan karbondiokida membentuk ion karbonat dan ion
karbonat yang bersifat asam. Selain itu, jumlah karbondioksida berlebih juga
dapat mengindikasikan adanya pembludakan limbah organik pada perairan. Pada
biota laut, hal ini akan menyebkan kematian akibat lemas karena kekurangan
oksigen (Idrus, 2018)
Perhitugan kadar karbondioksida dan
asam karbonat
Metode pengukuran kadar CO2 total dilakukan berdasarkan pengukuran pH air
laut sebelum dan sesudah penambahan larutan asam klorida 0,01 N. Penambahan
asam ini dimaksudkan untuk mengumpulkan asam-asam lemah dalam air laut yang
anionnya telah berikatan dengan kation. Selanjutnya dapat dihitung kadar CO2
total setelah dihitung alkalinitas total dan alkalinitas karbonatnya berdasarkan
perhitungan sebagai berikut :
Karbondioksida total = Alkalinitas karbonat x FT
Alkalinitas karbonat = Alkalinitás total - A
Alkalinitas total = 2,5 - 1250 aH:f
A= Faktor koreksi asam karbonat
aH=Aktifitas ion hidrogen ( 10-pH )
f= faktor penentu alkalinitas total
FT= faktor koreksi berdasarkan konstanta keseimbangan
Parameter Kimia
Derajat Keasaman pH
Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+ )
yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Nilai pH juga merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973). Nilai pH
pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme
perairan, baik tumbuhan maupun hewan, sehingga seringkali dijadikan petunjuk
untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan.
Peran pH
Angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-
unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
vegetasi akuatik (Odum, 1971). Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang
sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH
alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia
umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat
mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung
maupun tidak langsung (Odum, 1993).
Mengukur pH pada perairan
pH Meter
1.Ambil sampel air yang mau di ukur kadar
pHnya (letakkan dalam wadah).
2.Nyalakan dengan menekan tombol on pada pH
meter.
3.Masukkan pH meter ke dalam wadah yang
berisi air yang akan di uji.
4.Pada saat di celupkan ke dalam air, skala
angka akan bergerak acak.
5.Tunggu hingga angka tersebut berhenti dan
tidak berubah-ubah.
6.Hasil akan terlihat di display digital
(Bleam, 2017)
Test kit
1.Masukan sampel air ke dalam kontainer
bersih
2.Masukkan strip penguji ke dalam sampel
3.Bandingkan ujung strip penguji dengan bagan
warna yang bisa ditemukan dalam paket
kertas ini.
(Mohee and Unmar, 2007).
Kelebihan dan Kekurangan
pH Meter
Kelebihan :
1.Pemakaian bisa berulang kali
2.Nilai pH terukur relatif cukup akurat
Kekurangan :
1.Harganya cukup mahal
2.Perlu dilakukan kalibrasi pada tiap tiap pH
3.Tidak bisa untuk lingkungan dengan suhu
tinggi
(Zhao et al., 2013).
Test kit
Kelebihan :
1.Penggunannya mudah
2.Harganya terjangkau
3.Dapat merubah warna dengan cepat saat
bereaksi dengan asam atau basa
4.Sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara
sehingga tahan lama
Kekurangan :
1.Tidak bisa mengidentifikasi nilai pH dengan
lebih akurat
(Okoduwa et al., 2015)
Daftar Pustaka
Ahmad, J, & El-Dessouky. 2008. Design of a modified low cost treatment system
for the recycling and a reuse of a laundry waste water. Resources, Conservation
& Recycling, 52, 973–978.
Ahmad, T. 1991. Pengelolaan Peubah Mutu Air Yang Penting Dalam Tambak
Intensif. INFIS Manual Seri No. 25. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta. Hal 1-
27
Ambardhy, J. H. 2004. Physical and Chemical Properties Water. Pegangan
Training Budidaya Udang Vannamei. PT. Central Pertiwi Bahari. Lampung.
Bandi, S. Muhammad, A. Hani. 2013. APLIKASI ECHOSOUNDER HI-TARGET HD 370
UNTUK PEMERUMAN DI PERAIRAN DANGKAL (STUDI KASUS : PERAIRAN
SEMARANG). Jurnal Geodesi Undip. 2 (4).
Barus, T. A. 2004. Limnologi. USU Press. Medan
Basmi, J. 1995., Planktonologi. Produksi Primer. Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor
Bleam, W., 2017. Chapter 6 - Acid-Base Chemistry, in: Soil and Environmental
Chemistry (Second Edition). Academic Press, pp. 253–331.
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2018). Pusat Meteorologi
Maritim: Kecepatan Arus. https://maritim.bmkg.go.id/info/44/Kecepatan-Arus
(Diakses pada tanggal 4 Oktober 2021 pukul 16.48 WIB).
Danoedoro P. 1996. Pengolahan Citra Digital: Teori dan Aplikasinya dalam Bidang
Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. 254
hlm.
Daroini, T. A., & Arisandi, A. 2020. Analisis BOD (Biological Oxygen Demand) di
Perairan Desa Prancak Kecamatan Sepulu, Bangkalan. Juvenil: Jurnal Ilmiah
Kelautan dan Perikanan, 1(4), 558-566
Darwis, I. D., Basyar, E., & Adrianto, A. A. 2018. Kesesuaian Termometer Digital
Dengan Termometer Air Raksa Dalam Mengukur Suhu Aksila Pada Dewasa Muda.
Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 7(2) : 1596–1603.
de Prima, C., Hartoko, A., dan Muskananfola, M. R. 2016. Analisis Sebaran Spasial
Kualitas Perairan Telu Jakarta. Diponegoro Journal of Maquares. Vol 5(2):51-60.
Djoharam, V., Riani, E., Yani, M. 2018. Analisis Kualitas Air dan Daya Tampung
Beban Pencemaran Sungai Pesanggrahan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 8 (1) : 127-133
Effendi, H, 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kansius. Yogyakarta. 190 hal.
Folkowski, P.G. dan A. J. Raven. 1997. Aquatic Photosynthesis. New York: Blacwell
Science-USA.
Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta:
Rineka Cipta
Geijer. et al. 2016. Temperature Measurements with a Temporal Scanner:
Systematic Review and Meta-Analysis. BMJ Open, 31 6 (3).
Gunadhi, A. 2002. Perancangan dan Implementasi Alat Ukur Cahaya Sederhana.
Proceedings, Komputer dan Sistem Intelejen.
Hartono. 1998. Kelimpahan zooplankton sebagai indikator kualitas perairan di
Teluk Hurun , Lampung Selatan. Universitas Lampung.
Hasibuan, R. D., Surbakti, H., & Sitepu, R. 2014. “Analisis Pasang Surut Dengan
Menggunakan Metode Least Square Dan Penentuan Periode Ulang Pasang Surut
Dengan Metode Gumbel Di Perairan Boom Baru Dan Tanjung Buyut.” Doctoral
dissertation, Sriwijaya University
Hayati, M. 2016. Perbandingan kadar oksigen terlarut antara air pdam dengan air
sumur. The Journal of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist, 2(2): 8-
15.
Heyman, U.dan Lundgren, A.1988. Phytoplankton Biomassand Production in
Relationto Phosphorus Some Conclusions From FieldStudies. Hydrobiologia,170
(1): 211-227.
Hutagalung, H. 1998. Pengaruh Suhu Air Terhadap Kehidupan Organisme Laut.
Oseana. Vol. 13 (3): 153-164
Idrus, S. W. A. 2018 Analisis Kadar Karbon Dioksida Di Sungai Ampenan Lombok.
Jurnal Pijar MIPA, 13(2), 167-170.
Indaryanto, F. R. 2015. Kedalaman Secchi Disk dengan Kombinasi Warna Hitam-
Putih yang Berbeda di Waduk Ciwaka. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Jurnal
Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 2 : 11-14.
Irwan, F., & Afdal, A. 2016. Analisis hubungan konduktivitas listrik dengan Total
Dissolved Solid (TDS) dan temperatur pada beberapa jenis air. Jurnal Fisika
Unand, 5(1), 85-93.
Izonfuo, W.-A., Fekarurhobo, G.K., Obomanu, F.G., Daworiye, L.T., 2006. Acid-base
indicator properties of dyes from local plants I: dyes from Basella alba (Indian
spinach) and Hibiscus sabdariffa (Zobo). J. Appl. Sci. Environ. Manag. 10, 5–8.
doi:10.4314/jasem.v10i1.17295
Kelabora, D. M. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Berkala Perikanan
Terubuk. 38(1): 71 – 81
Khanafiyah, S., U. Nurbaiti, & S.S. Edi. 2014. Fisika Lingkungan. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Kordi, K dan Andi Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. PT. Rhineka Cipta. Jakarta.
Maulida, D. T., Widyorini, N., dan Purnomo, P. W., 2015. Pengaruh Dekomposisi
Bahan Organik Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms, 1824)
Terhadap Nitrat (NO3) dan Total Bakteri Pada Skala Laboratorium. Diponegoro
Journal of Maquares. Vol 4(3):11-19.
Lurton X. 2002. An Introduction to Underwater Acoustics: Principles and
Applications. Chichester: Praxis Publishing
Michael Margolis, 2011. Arduino Cookbook. USA.
Mohee, R., Unmar, G., 2007. Determining biodegradability of plastic materials
under controlled and natural composting environments. Waste Manag. 27, 1486–
1493. doi:10.1016/j.wasman.2006.07.023
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Odum E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Sounders Company. Philadelphia,
London.
Odum E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogayakarta. Gajah Mada
Universitypress.
Okoduwa, S. I. R., Mbora, L. O., Adu, M. E., dan Adeyi, A. A. 2015. Comparative
Analysis of the Properties of AcidBase Indicator of Rose (Rosa setigera),
Allamanda (Allamanda cathartica), and Hibiscus (Hibiscus rosa-sinensis) Flowers.
Biochemistry Research International, hal. 1-6.
Pardede, D., Barus, T. A., & Leidonald, R. 2016. LAJU PRODUKTIVITAS PRIMER
PERAIRAN RAWA KONGSI KECAMATAN PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG
PROVINSI SUMATERA UTARA (The Rate of Aquatic Primary Productivity in
Kongsi Swamp Patumbak District of Deli Serdang Regency North Sumatra).
AQUACOASTMARINE, 13(3), 26-35
Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for
Tropical Countries. AIT, London.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for
Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp.
Pour, H. R., Mirghaffari, N., Marzban, M., & Marzban, A. 2014. Determination of
biochemical oxygen demand (BOD) without nitrification and mineral oxidant
bacteria interferences by carbonate turbidimetry. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 5(5), 90-95.
Pratiwi E.D., C.J. Koenawan dan A. Zulfikar. 2015. Hubungan kelimpahan plankton
terhadap kualitas air diperairan malang rapat kabupaten bintan provinsi
kepulauan riau. Fakultas ilmu kelautan, FIKP Umrah. 1 (3) : 09 – 17.
Pribadi, Alvianto. 2013. Prototipe Termometer Digital Dengan Keluaran Suara
Berbasis Mikrokontroler Atmega16. Vol. 2 (3) : 11-13.
Prima, Carleone; Hartoko, A.; & Muskananfola, Max. 2016. Analisis Sebaran Spasial
Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Diponegoro Journal Of Maquares. Vol. 5(2) : 51-
60.
Priyatini, Noor Yudha dan Irjan. 2009. Pengukuran Kecepatan Arus Sungai
Berbasis Mikrokontroler AT89S8252. Jurnal Neutrino. Vol 2(1): 73 - 85.
Putri, A., Osronita, Dewata, I. 2017. Analisis Status Kualitas Air Sungai Batang
Arau, Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Indeks Pencemaran dan NSF-WQI.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu,
52-60.
Putri, F. A. 2018. Prediksi Pencemaran Air Kali Surabaya Segmen Karangpilang-
Nngagel Dengan Model Stella (Structural Thinking, Experiental Learning
Laboratory with Animation) (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember).
Riyadi, Sugeng; Suyanto, E.; & Wahyudi, I. 2016. Prototipe Termometer Berbasis
Termoelektrik Untuk Pembelajaran Fisika Materi Suhu Dan Kalor. Artikel
Pendidikan Fisika FKIP Unila.
Ruseffandi, M. A., & Gusman, M. 2020. Pemetaan Kualitas Airtanah Berdasarkan
Parameter Total Dissolved Solid (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL) dengan
Metode Ordinary Kriging Di Kec. Padang Barat, Kota Padang, Provinsi Sumatera
Barat. Bina Tambang. 5(1): 153-162
SALMIN, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara
Karang dan Teluk Banten.Dalam : Fora- minifera Sebagai Bioindikator
Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang.
Santoso, A. D. 2018. Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang
Batubara Studi Kasus pada Danau Sangatta North PT. KPC di Kalimatan Timur.
Jurnal Teknologi Lingkungan, 19(1), 89-96
Saputra, A. D., Setiyono, H., & Saputro, A. A. D. 2016. “Pemetaan Batimetri dan
Sedimen Dasar di Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat”.
Buletin Oseanografi Marina, vol. 5, pp. 38-43.
Satino, 2011. Diktat Kuliah Biologi Perairan. Fakultas MIPA. Univeritas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Septiyani, Hanna .; Syaifudin; & Pudji, Andjar. 2018. Kalibrator
Thermohygrometer. Seminar tugas akhir. Teknik Elektromedik Politeknik
Kesehatan Kemenkes Surabaya
Setyaboma, D. B. 2015. Pengaruh Jarak Pantai dan Tipe Substrat Dasar Perairan
Terhadap Kelimpahan dan Jenis Epifauna di Perairan Pulau Panjang Sebelah
Barat dan Selatan Jepara. Management of Aquatic Resources Journal
(MAQUARES), 4(3), 20-28.
Shidiq, Mahfudz & Rahardjo, Panca. 2008. Pengukur Suhu dan pH Air Tambak
Terintegrasi dengan Data Logger. Jurnal EECCIS. Vol. 2 (1) : 22-25
Shirley, Sarah. 2005. Assessments of Seven Refractometers for Evaluating
Wildland Fire Retardants. U.S :Departement of Agriculture
Simatupang, C. M., Surbakti, H., & Agussalim, A. 2016. Analisis Data Arus di
Perairan Muara Sungai Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal:
Marine Science Research. Vol 8(1): 15-24.
Sudaryati, N. L. G., Kasa, I. W., & Suyasa, I. W. B. 2007. Pemanfaatan sedimen
perairan tercemar sebagai bahan lumpur aktif dalam pengolahan limbah cair
industri tahu. ECOTROPHIC: Jurnal Ilmu Lingkungan, 3(1), 21-29.
Suin N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas, Padang.
Susana, T. 1988. Karbon dioksida. Oceana, 13(1), 1-11.
Susanto, H. 2008. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta
Walid, M., & Darmawan, A. K. 2018. SISTEM CERDAS PENDUGAAN SALINITAS AIR
LAUT BERDASARKAN CITRA LANDSAT MENGGUNAKAN METODE Adaptive Neuro
Fuzzy Inference System ( ANFIS). Jurnal Buana Informatika, 9(1), 1–10.
https://doi.org/10.24002/jbi.v9i1.1283
Wentworth, C. K. 1922. A scale of grade and class terms for clastic sediments.
The journal of geology, 30(5), 377-392.
Weil, P .K. (1970). Oceanography, an introduction to the marine environment. John
Wiley & Son Inc. NY Toronto Sydney. Hal 78
Wijaya, N. H., & Sutrimo, S. 2021. Lux Meter as A Measuring Instrument for
Operating Lamp Light Intensity Based on Arduino Uno R3. Jurnal Ecotipe
(Electronic, Control, Telecommunication, Information, and Power Engineering),
8(1), 1-8.
Yusuf, Muhamad; Alrijadjis; & Legowo. 2010. Desain Sensor Kecepatan Angin
Dengan Kontrol Adaptif Untuk Anemometer Tipe Thermal. Department of
Electrical Engineering, Faculty of Electronics Engineering Polytechnic Institut of
Surabaya. ITS
Zhao, D., Hao, Z., Wang, J., Tao, J., 2013. Effects of pH in irrigation water on plant
growth and flower quality in herbaceous peony (Paeonia lactiflora Pall.). Sci.
Hortic. 154, 45–53. doi:10.1016/j.scienta.2013.02.023