SISTEM SARAF DAN NEUROTRANSMITTER
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
BIOFISIKA
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Susilo, M.S
Dr. Lisdiana, M.Si
Disusun Oleh :
Khoirun Nashikhah (0402520006)
Bita Afriyati Dewi (0402520017)
Sovi Junita Eviyanti (0402520026)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI IPA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Biofisika dengan judul Sistem Saraf dan Neurotransmitter.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak khususnya kepada dosen mata kuliah Biofisika kami yang telah membimbing
dalam menulis makalah ini.
Wassalamualaikum Wr Wb
Semarang, 27 Juni 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Pengertian Sistem Saraf ..............................................................................3
B. Komponen Sistem Saraf...............................................................................3
C. Mekanisme Penghantaran Impuls dan Neurotransmitter ...........................15
D. Gangguan Sistem Saraf ..............................................................................25
E. Sistem Saraf dalam Kajian Fisika...............................................................28
BAB III KESIMPULAN......................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Orang telah mengenal adanya ikan listrik (torpedo dan belut) berabad-
abad sebelum listrik secara ilmiah dipelajari. Luigi Galvani, seorang ahli
anatomi dari Italia, menemukan bukti pertama bahwa listrik berperan dalam
kontraksi otot pada tahun 1786. Ia mendapatkan bahwa apabila dua potong
logam yang berbeda dihubungkan dan ujung-ujung bebas dari keduanya
disentuhkan ke beberapa bagian otot seekor kodok yang telah mati, otot kodok
akan berkontraksi. Ia berpendapat bahwa kodok mati menghasilkan stimulus
listrik. Pada kenyataannya, otot dirangsang oleh arus listrik lemah yang
terbentuk secara tidak sengaja oleh baterai mentah yang terdiri dari dua logam
sebagai elektrode dan cairan tubuh sebagai elektrolit.
Sistem saraf merupakan hal terpenting bagi tubuh manusia, sistem saraf
adalah sistem organ yang meregulasi dan mengatur sistem-sistem organ tubuh
yang lain. Sistem tersebut juga bertanggung jawab atas pengetahuan dan daya
ingat yang dimiliki manusia (Priadi, 2009). Sistem saraf terdiri atas serabut
saraf yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk
persepsi sensoris indrawi, aktivitas motorik volunter dan involunter organ atau
jaringan tubuh, dan homeostasis berbagai proses fisiologis tubuh. Sistem saraf
merupakan jaringan paling rumit dan paling penting karena terdiri dari jutaan
sel saraf (neuron) yang saling terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa,
pikiran dan ingatan.
Sistem saraf bertugas mengkoordinasikan, memberikan perintah
terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tubuh kita dan menyimpan
memori ingatan di dalam otak kita. Sistem tubuh yang penting ini juga
kebanyakan mengatur aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem
tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis.
Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, ingatan, pikiran,
bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk memahami, belajar dan
1
memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi
dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku
individu.
Sejarah tidak mencatat siapa yang pertama kali berpendapat bahwa
aliran listrik mengendalikan otot serta menghasilkan sinyal menuju dan dari
otak. Deteksi sinyal listrik yang sangat singkat dari sebuah neuron, yaitu
potensial aksi, yang berlangsung sekitar beberapa milidetik perlu menunggu.
Listrik yang dihasilkan di dalam tubuh berfungsi untuk mengendalikan dan
mengoperasikan saraf, otot, dan berbagai organ. Pada dasarnya, semua fungsi
dan aktivitas tubuh sedikit banyak melibatkan listrik. Gaya-gaya yang
ditimbulkan oleh otot disebabkan oleh tarik-menarik antara muatan listrik yang
berbeda. Kerja otak pada dasarnya bersifat elektrik. Semua sinyal saraf dari
dan ke otak melibatkan aliran arus listrik.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem saraf?
2. Apa sajakah komponen sistem saraf?
3. Bagaimana mekanisme perambatan impuls dan neurotransmitter?
4. Apa sajakah gangguan sistem saraf
5. Bagaimanakah kajian fisika dalam sistem saraf?
C. TUJUAN
Tujuan pembahasan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian sistem saraf
2. Mengetahui komponen sistem saraf
3. Mengetahui mekanisme perambatan impuls dan neurotransmitter
4. Mengetahui macam-macam gangguan sistem saraf
5. Mengetahui kajian fisika dalam sistem saraf
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf
ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan
rangsangan. Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil
dari organ dalam tubuh, tetapi merupakan bagian yang paling kompleks.
Susunan saraf manusia mempunyai arus informasi yang cepat dengan
kecepatan pemrosesan yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls
saraf) (Bahrudin, 2011).
Sistem saraf merupakan hal terpenting bagi tubuh manusia, sistem saraf
adalah sistem organ yang meregulasi dan mengatur sistem-sistem organ tubuh
yang lain. Sistem tersebut juga bertanggung jawab atas pengetahuan dan daya
ingat yang dimiliki manusia (Priadi, 2009). Sistem saraf bertugas
mengkoordinasikan, memberikan perintah terhadap gerakangerakan yang
dilakukan oleh tubuh kita dan menyimpan memori ingatan di dalam otak kita.
Sistem tubuh yang penting ini juga kebanyakan mengatur aktivitas sistem-
sistem tubuh lainnya. Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa
penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan
pemberi tanggapan rangsangan (Feriyawati, 2006).
Adapun fungsi sistem saraf antara lain:
1. Fungsi Kewaspadaan, yaitu membantu mengetahui perubahan yang terjadi
di sekitar untuk disampaikan ke alat indera. Pada alat indera terdapat saraf
sensorik yg berfungsi khusus sebagai penginput data.
2. Fungsi Integrasi, yaitu menerima pesan (input data) sensorik dari
lingkungan luar, mengatur informasi dan mengintegrasikan dengan
informasi yang telah ada untuk menentukan jenis respon yang akan
diberikan.
3. Fungsi Koordinasi, yaitu setelah dari otak informasi yang sudah terintegrasi
untuk mengirimkan pesan pada otot dan kelenjar, maka akan menghasilkan
gerak dan sekresi terorganisasi (Chalik, 2016).
3
B. Komponen Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas serabut saraf yang tersusun atas sel-sel saraf
yang saling terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris indra, aktivitas
motorik volunter dan involunter organ atau jaringan tubuh, dan homeostasis
berbagai proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan paling rumit
dan paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling
terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan.
Sistem saraf sebagai jalur utama informasi biologis, bertanggung jawab
mengendalikan seluruh proses biologi dan gerakan tubuh dan dapat menerima
informasi dan menginterpretasinya melalui sinyal elektrik di dalam sistem.
Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak
dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan secara
fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin, 2011). Suatu
stimulus eksternal atau internal yang mengenai organ-organ sensorik akan
menginduksi pembentukan impuls yang berjalan ke arah susunan saraf pusat
(CNS), terjadi proses pengolahan yang komplek pada PNS (proses pengolahan
informasi) dan sebagai hasil pengolahan, PNS membentuk impuls yang
berjalan ke arah perifer dan mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus
(Bahrudin, 2011).
Gambar 1. Bagan macam sistem saraf
Sistem saraf memiliki 3 bagian utama, yaitu reseptor, penghantar, dan
efektor. Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh
kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera. Penghantar impuls,
dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut penghubung
4
(akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang
dan meluas. Sel saraf disebut neuron. Efektor, adalah bagian yang menanggapi
rangsangan yang telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling
penting pada manusia adalah otot dan kelenjar.
1. Sistem Saraf Pusat (CNS/ SSP)
Susunan saraf pusat (CNS) yaitu otak (ensefalon) dan medula
spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas
tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson
sebagai penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi
oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin,
2011). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang,
yang terletak di rongga tubuh dorsal. Otak bersambungan dengan sumsum
tulang belakang di foramen magnum. Fungsi utama dari sumsum tulang
belakang adalah untuk menyampaikan impuls sensorik dari tepi (perifer)
ke otak dan untuk mengkonduksikan impuls motorik dari otak ke tepi.
a. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai
pusat pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam
rongga tengkorak. Otak terdiri dari otak besar (sereberum),
diensefalon, batang otak (brainstem), dan otak kecil (serebelum)
(Nugroho, 2012). Otak besar (cerebrum) merupakan pusat pengendali
kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar ini dibagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut terbagi
menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal.
Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan epitalamus. Serebrum dan diensefalon
secara bersama membentuk otak depan (forebrain).
Otak kecil (serebelum) berperan dalam postur tubuh, gerakan,
dan beberapa jenis memori. Otak kecil (cerebelum) terbagi menjadi
dua subdivisi yaitu metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon
berubah menjadi batang otak (pons) dan cereblum. Sedangkan
5
melensefalon akan menjadi medulla oblongata (Nugroho, 2013). Otak
tengah/ sistem limbic terdiri dari hipokampus, hipotalamus, dan
amigdala (Nugroho, 2012).
Batang otak (brainstem) terdiri dari otak tengah (midbrain),
pons, dan medula oblongata). Akson asending dan desending antara
pusat otak yang lebih tinggi dan sumsum tulang belakang melalui
batang otak. Batang otak mengandung formasi retikuler. Otak tengah
adalah kecil, bagian atas dari batang otak. Mengandung pusat refleks
untuk gerakan terkait dengan rangsangan visual dan pendengaran.
Pons adalah bagian tengah dari batang otak, bersama dengam medula
oblongata mengontrol pernapasan. Medula oblongata adalah bagian
bawah dari batang otak dan bersambung dengan sumsum tulamg
belakang. Mengandung pusat integrasi refleksif yang mengontrol
pernapasan, denyut jantung dan kekuatan kontraksi, dan tekanan darah
(Chalik, 2016).
Gambar 2. Bagian-Bagian Otak (Mescher, 2011)
Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub
araknoid disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga mengisi
ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah dan cairan
interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi
6
kanal sentral medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan
untuk pemeriksaan lunak otak dan medula spinalis, juga berperan
sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan
otak serta medula spinalis (Nugroho, 2012).
b. Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas
tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi
dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan
dalam berwarna kelabu (grey area). Lapisan luar mengandung serabut
saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum
tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf
penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak
dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks (Nugroho,
2012).
Gambar 3. Bagian Area Medula Spinalis (Mescher, 2010)
2. Sistem Saraf Tepi (SST/ PNS)
Sistem saraf tepi (SST) dibagi menjadi beberapa unit yang lebih
kecil. Kategori kedua ini terdiri dari semua saraf yang menghubungkan otak
dan sumsum tulang belakang dengan reseptor sensorik, otot, dan kelenjar.
Terdiri dari 12 pasang saraf tengkorak (kranial) yang berasal dari batang
otak dan 31 pasang saraf tulang belakang (spinal) yang berasal dari sumsum
tulang belakang. SST membawa impuls saraf yang dibentuk oleh reseptor
7
sensorik, seperti reseptor nyeri dan suara ke SSP. Ia juga membawa impuls
saraf dari SSP ke efektor, yaitu: otot, kelenjar, dan jaringan adiposa.
SST dapat dibagi lagi menjadi dua subkategori: sistem tepi aferen,
yang terdiri dari neuron aferen atau sensorik yang menyampaikan informasi
dari reseptor di bagian perifer atau tepi tubuh ke otak dan sumsum tulang
belakang, dan sistem tepi eferen, yang terdiri dari neuron eferen atau
motorik yang menyampaikan informasi dari otak dan sumsum tulang
belakang ke otot dan kelenjar. Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial
dan saraf spinalis yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh.
SST tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP
(Bahrudin, 2011).
Sistem tepi eferen dapat dibagi lagi menjadi dua subkategori.
Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Sistem Saraf Somatis (SSS)
Yaitu sistem yang menkonduksikan impuls dari otak dan
sumsum tulang belakang ke otot rangka, sehingga menyebabkan kita
untuk merespon atau bereaksi terhadap perubahan lingkungan eksternal.
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinal. Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
1) Saraf kranial
Terdiri atas 12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai
bagian batang otak. Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari
serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari serabut sensorik
dan motorik.
8
Gambar 4. Distribusi Saraf Kranial (Mescher, 2010)
2) Saraf spinal
Terdiri atas 31 pasang saraf spinal berawal dari korda
melalui radiks dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal
adalah saraf gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi
ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen.
Gambar 5. Saraf spinalis (Mescher, 2010)
b. Sistem Saraf Otonom (SSO)
System saraf otonom (SSO) yang melakukan impuls dari otak
dan sumsum tulang belakang ke jaringan otot polos (seperti otot polos
dari usus yang mendorong makanan melalui saluran pencernaan), ke
9
jaringan otot jantung dari jantung, dan ke kelenjar (seperti kelenjar
endokrin). SSO dianggap saraf tak sadar (involunter). Organ yang
dipengaruhi oleh sistem ini menerima serabut saraf dari dua divisi SSO
yaitu: divisi simpatis, yang merangsang atau mempercepat aktivitas dan
karenanya melibatkan pengeluaran energi dan menggunakan
norepinefrin sebagai neurotransmitter, dan divisi parasimpatis, yang
merangsang atau mempercepat kegiatan vegetatif tubuh seperti
pencernaan, urinasi, dan defekasi dan mengembalikan atau
memperlambat aktivitas lainnya. Menggunakan asetilkolin sebagai
neurotransmitter di ujung saraf.
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang
tidak disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf
otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas
sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari kedua
sistem saraf ini adalah saling berbalikan (Syaifuddin, 2011).
Gambar 6. Sistem Saraf Otonom (Mescher, 2010)
3. Sel-Sel Saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf
dan sel glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls
dari panca indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan dikirim ke
10
otot. Sedangkan sel glial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron
(Bahrudin, 2011).
a. Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer
informasi pada sistem saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk
menghantarkan impuls. Setiap satu neuron terdiri dari tiga bagian utama
yaitu badan sel (soma), dendrit dan akson (Feriyawati, 2006). Badan sel
(soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati, 2006). Soma
berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron
(Nugroho, 2012). Badan sel (soma) mengandung organel yang
bertanggung jawab untuk memproduksi energi dan biosintesis molekul
organik, seperti enzim-enzim. Pada badan sel terdapat nukleus, daerah
disekeliling nukleus disebut perikarion. Badan sel biasanya memiliki
beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2011).
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang
serta merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk
menerima dan menghantarkan rangsangan ke badan sel. Khas dendrit
adalah sangat bercabang dan masing-masing cabang membawa proses
yang disebut dendritic spines (Bahrudin, 2011).
Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan
informasi keluar dari badan sel (Feryawati, 2006). Di dalam akson
terdapat benang-benang halus disebut neurofibril dan dibungkus oleh
beberpa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan
berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin
tersebut dibungkus oleh sel-sel Schwann yang akan membentuk suatu
jaringan yang dapat menyediakan makanan dan membantu
pembentukan neurit. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh
lapisan mielin yang disebut nodus ranvier. Badan sel dihubungkan
dengan sel yang lain melalui akson yang ujung satu dengan yang lain
membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap terjadi komunikasi
neuron dengan sel yang lain (Bahrudin, 2011).
11
Gambar 7. Struktur Neuron (Mescher, 2010)
b. Sel Penyokong atau Neuroglia (sel glial)
Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang
berfungsi sebagai jaringan ikat (Nugroho, 2012), selain itu juga
berfungsi mengisolasi neuron, menyediakan kerangka yang mendukung
jaringan, membantu memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak
sebagai fagosit. Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar
neuroglia, atau sel glia, yang secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari
jumlah neuron (Feriyawati, 2006).
Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya mempertahankan
kemampuan untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada banyak
neuron. Secara bersama-sama, neuroglia bertanggung jawab secara
kasar pada setengah dari volume sistem saraf. Terdapat perbedaan
organisasi yang penting antara jaringan sistem saraf pusat dan sitem
saraf tepi. Ada empat macam sel glia yang memiliki fungsi berbeda
yaitu (Feriyawati, 2006):
1) Astrosit/ Astroglia, berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel
saraf.
2) Oligodendrosit/ Oligodendrolia, yaitu sel glia yang bertanggung
jawab menghasilkan mielin dalam susunan saraf pusat. Sel ini
mempunyai lapisan dengan substansi lemak mengelilingi
penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung
12
mielin. Mielin pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann.
Sel ini membentuk mielin maupun neurolemma saraf tepi. Mielin
menghalangi ion natrium dan kalium melintasi membran neuronal
dengan hampir sempurna. Serabut saraf ada yang bermielin ada yang
tidak. Transmisi impuls saraf disepanjang serabut bermielin lebih
cepat daripada serabut yang tak bermielin, karena impuls berjalan
dengan cara meloncat dari nodus ke nodus yang lain disepanjang
selubung mielin (Feriyawati, 2006).
3) Mikroglia, yaitu sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam
menghilangkan sel-sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis
ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap penting dalam proses
melawan infeksi.
4) Sel ependimal, yaitu sel glia yang berperan dalam produksi cairan
cerebrospinal.
Gambar 8. Sel Glia (Mescher, 2011)
c. Neuroglia pada Sistem Saraf Tepi (SST)
Neuron pada sistem saraf tepi biasanya berkumpul jadi satu dan
disebut ganglia (tunggal: ganglion). Akson juga bergabung menjadi satu
13
dan membentuk sistem saraf tepi. Seluruh neuron dan akson disekat atau
diselubungi oleh sel glia. Sel glia yang berperan terdiri dari sel satelit
dan sel Schwann
1) Sel Satelit
Badan neuron pada ganglia perifer diselubungi oleh sel
satelit. Sel satelit berfungsi untuk regulasi nutrisi dan produk
buangan antara neuron body dan cairan ektraseluler. Sel tersebut
juga berfungsi untuk mengisolasi neuron dari rangsangan lain yang
tidak disajikan di sinap.
2) Sel Schwan
Setiap akson pada saraf tepi, baik yang terbungkus dengan
mielin maupun tidak, diselubungi oleh sel Schwann atau
neorolemmosit. Plasmalemma dari akson disebut axolemma;
pembungkus sitoplasma superfisial yang dihasilkan oleh sel
Schwann disebut neurilemma (Bahrudin, 2011).
Gambar 9. Sel Glia (Mescher, 2011)
Neuron dalam SSP dan neuron di ganglia perifer berfungsi
mengontrol efektor di perifer. Neuron di ganglia perifer dan di SSP
mengontrolnya segala bergiliran. Akson yang memanjang dari SSP ke
ganglion disebut serat preganglionik. Akson yang menghubungkan sel
ganglion dengan efektor perifer dikenal sebagai serat postganglionik.
Susunan ini jelas membedakan sistem (motorik visceral) otonom dari
sistem motorik somatik. Sistem motorik somatik dan sitem motorik
visceral memiliki sedikit kendali kesadaran atas kegiatan SSO. Interneuron
14
terletak diantara neuron sensori dan motorik. Interneuron terletak
sepenuhnya didalam otak dan sumsum tulang belakang. Mereka lebih
banyak daripada semua gabungan neuron lain, baik dalam jumlah dan
jenis. Interneuron bertanggung jawab untuk menganalisis input sensoris
dan koordinasi motorik output. Interneuron dapat diklasifikasikan sebagai
rangsang atau penghambat berdasarkan efek pada membran post sinaps
neuron (Bahrudin, 2011).
C. Mekanisme Jalannya Impuls dan Neurotransmitter
1. Mekanisme Penghantaran Impuls Sel Saraf
Impuls adalah rangsangan yang berupa aliran listrik dan merambat
pada serabut saraf. Seperti sel tubuh lainnya, sel saraf dan otot memiliki
potensial membran yang berkaitan dengan distribusi ion-ion tubuh yang
tidak merata dan perbedaan permeabilitas ion Na+ dan K+. Sel saraf dan
otot mampu mengalami perubahan yang cepat pada satu saat (eksitasi) pada
potensial membrannya bila distimulasi, sehingga dapat berfungsi sebagai
sinyal listrik. Fluktuasi potensial mempunyai 2 bentuk dasar yaitu potensial
berjenjang dan potensial aksi (Wulandari & Hendarmin, 2015).
Potensial aksi adalah suatu peristiwa yang terjadi antara neuron
dalam rangka untuk mengirim pesan dari otak ke bagian-bagian tubuh yang
berbeda, baik untuk tindakan sadar atau tak sadar. Dalam arti sederhana,
potensial aksi dapat digambarkan sebagai pulsa listrik pendek yang dibuat
di dalam badan sel neuron. Perpindahan potensial aksi sepanjang perjalanan,
berlangsung sangat cepat kurang lebih 100 m/dL. Potensial aksi dibangun
oleh suatu protein membran yang merupakan kanal ion yang dapat
membuka dan menutup, sehingga terjadi perpindahan ion K dan Na melalui
kanal itu.
Potensial membran yang timbul pada sel saraf sangat tergantung pada
gradien ion Na dan K yang dibangkitkan dan dipertahankan oleh pompa Na-
K-ATPase. ATP tidak secara langsung mempengaruhi potensial aksi. Tanpa
ATP, potensial aksi masih dapat berlangsung (spt adanya hambatan sintesis
15
ATP oleh “uncouple DNP), karena pergerakan ion setiap dibangkitkan
sinyal listrik hanya memerlukan sebagian kecil ion Na dan K.
Mekanisme penghantaran impuls terjadi melalui tiga tahap, yaitu
sebagai berikut.
a. Tahap polarisasi (istirahat)
Pada tahap ini, neuron tidak menghantarkan impuls, sehingga
saluran ion Na+ dan K+ tertutup dan bagian luar membran bermuatan
positif sedangkan bagian dalamnya bermuatan negatif. Setiap sel saraf
menghasilkan sedikit ion negatif tepat di dalam sel dan ion positif tepat
diluar membran sel. Di dalam sel terdapat ion Na+, K+, Cl- dan protein.
Sel saraf menggunakan difusi pasif dan transportasi aktif untuk
mempertahankan distribusi ion melalui membran sel.
b. Tahap depolarisasi
Pada tahap ini, neuron sedang dilalui oleh impuls. Keadaan
neuron pada tahap ini adalah sebagai berikut. Saluran ion Na+ terbuka.
Akibatnya ion Na+ masuk ke dalam sel. Muatan listrik mengalami
perubahan di mana bagian luar bermuatan negatif dan bagian dalamnya
bermuatan positif. Jika ada impuls, maka butir-butir membran akan
berubah dan ion-ion Na+ yang akan masuk dari luar sel ke dalam sel,
sehingga didalam sel akan menjadi kurang negatif (lebih positif)
daripada di luar sel dan menyebabkan potensial membran meningkat.
Setelah depolarisasi, saluran Na+ tertutup selama 1 ms sampai membran
tidak dapat dirangsang lagi
c. Tahap repolarisasi
Tahap repolarisasi terjadi ketika neuron sudah dilalui impuls.
Hal ini mengakibatkan saluran Na+ tertutup dan tidak aktif. Sementara
itu, saluran K+ terbuka sehingga ion K+ akan keluar.
16
Gambar 10. Mekanisme penghantaran impuls
Aktivitas sel dari keadaan polarisasi menjadi depolarisasi dan
kemudian kembali ke polarisasi lagi disertai dengan terjadinya perubahan-
perubahan pada potensial membran sel. Perubahan tersebut adalah dari
negatif di sisi dalam berubah menjadi positif dan kemudian kembali lagi
menjadi negatif. Perubahan ini menghasilkan suatu impuls tegangan yang
disebut potensial aksi (action potential). Potensial aksi dari suatu sel akan
dapat memicu aktivitas sel-sel lain yang ada di sekitarnya.
Perubahan-perubahan potensial membran mulai keadaan istirahat,
depolarisasi, repolarisasi, dan kembali istrahat. Perubahan potensial tersebut
berupa impuls yang disebut potensial aksi sel. Ada lima fase dalam potensial
aksi tersebut yaitu fase 4, 0, 1, 2, dan 3. Fase 4 adalah fase istirahat sel. Fase
0 adalah fase pada saat kanal sodium terpicu-tegangan (kanal cepat) terbuka
sehingga ion-ion sodium dengan cepat masuk ke dalam sel. Fase 1 adalah
fase pada saat kanal potasium mulai membuka (dengan lambat). Fase 2
17
adalah kombinasi fase menutupnya kanal sodium terpicu-tegangan,
membukanya kanal kalsium-sodium terpicu-tegangan (kanal lambat), dan
membukanya kanal potasium terpicu-tegangan. Fase ini disebut plateau.
Fase 3 adalah fase kombinasi menutupnya kanal-kanal sodium dan kalsium-
sodium terpicu-tegangan serta membukanya kanal potasium terpicu-
tegangan. Selanjutnya sel kembali ke fase 4.
2. Mekanisme Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis
Sistem saraf pada umumnya terdiri atas neuron-neuron individual
yang tidak saling berhubungan. Hal ini memerlukan suatu mekanisme untuk
menyalurkan pesan neural dari akson satu neuron ke dendrit atau badan sel
neuron berikutnya, atau pada sambungan neuromuskular ke otot. Hubungan
antara akson dari satu neuron dengan dendrit akson berikutnya disebut
sinaps yang berasal dari bahasa yunani yang berarti hubungan. Sinapsi
dalam artian mudah adalah titik temu antara terminal akson dari salah satu
sel saraf dengan neuron lainnya.
Sinapsis merupakan tempat khusus dimana neuron itu
berkomunikasi dengan neuron/sel lainnya, menyalurkan sinyal ke satu arah.
Struktur dan fungsi sinaps adalah sangat sederhana, dan berperan dalam
memindahkan ion-ion (molekul bermuatan) dari satu sel ke sel lain.Sinaps
elektrik terjadi di area khusus yang dikenal dengan “gap junction” (celah
gabungan). Pori yang dibentuk oleh celah ini akan mengalirkan ion-ion dari
satu sel ke sel lain dan ukurannya lebih besar dari kanal ion.
Secara fungsional sinaps sangat penting karena merupakan titik
tempat diaturnya arus impuls yang melalui susunan saraf. Tidak semua
impuls yang tiba di sinaps diteruskan ke neuron berikutnya. Dengan
mengatur jalannya impuls melalui sistem saraf, sinaps menentukan respon
manusia terhadap suatu rangsangan khusus. Sehingga sinaps merupakan
“sakelar” dari sistem saraf.
Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis.
Didalam sitoplasma, tonjolan sinapsis memiliki struktur yang merupakan
kumpulan membran kecil yang berisi neurotransmitter dan disebut dengan
18
vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut
neuron parasinapsis. Membran ujung dendrit berikutnya disebut dengan
postsinapsis. Setelah impuls sampai diujung neuron, maka vesikula
bergerak dan melebur dengan membran prasinapsis. Maka vesikula akan
melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.
Neurotransmitter adalah senyawa organik endogenus membawa
sinyal di antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis,
sebelum dilepaskan bertepatan dengan datangnya potensial aksi.
Neurotransmiter adalah bahan kimia endogen yang mengirimkan sinyal dari
neuron ke sel target di sinaps. Neurotransmitter yang dikemas ke dalam
vesikel sinaptik berkerumun di bawah membran di sisi presynaptic sinaps,
dan dilepaskan ke dalam celah sinaptik, di mana mereka mengikat pada
reseptor dimembran pada sisi postsynaptic dari sinaps. Pelepasan
neurotransmiter biasanya mengikuti kedatangan sebuah potensial aksi pada
sinapsis, tetapi juga dapat mengikuti potensi listrik dinilai. Rendahnya
tingkat ”dasar” rilis juga terjadi tanpa stimulasi listrik.
Asetilkolin akan berdifusi melewati celah sinapsis dan menempel
pada reseptor di membran postsinapsis. Akibat menempelnya asetilkolin
pada reseptor akan menyebabkan impuls pada sel saraf berikutnya. Akhir
dari sinyal kimia yaitu terdapat enzim-enzim yang dapat memecah
neurotransmiter pada jalinan fibrosa sel pasca sinaps (lamina basalis).
Asetilkolin sebagai neurotransmiter akan dipecah oleh enzim
asetilkolinesterase menjadi asetat dan kolin. Enzim ini dapat dihambat oleh
suatu senyawa organofosfat.
19
Gambar 11. Struktur sinapsis (Firmansyah, dkk., 2013)
Gambar 12. Mekanisme Aktivitas Neurotransmitter Asetilkolin
Neurotransmitter yang telah terpecah dapat berdifusi kembali ke sel
prasinaps dan diolah kembali menjadi neurotransmiter lengkap. Pada
keadaan tertentu, neuron pascasinaps dapat mengirimkan sinyal ke sel
prasinaps (sel retrograd). Sinyal tersebut dapat berupa NO (nitrit oksida)
atau peptida khusus. Penyaluran impuls retrograd ini diketahui mempunyai
peran dalam proses pembelajaran oleh organisme tersebut.
Setelah neurotransmitter dan neuropeptida berikatan dengan
reseptor, harus segera dibersihkan. Beberapa neurotransmitter dan
neuropeptida dapat berdifusi sederhana keluar dari celah sinaps untuk
digunakan lagi maupun didegradasi. Asetilkolin akan dipecah, oleh enzim
asetilkolin esterase menjadi asetat dan kolin. Kolin akan dibawa ke
presinaps untuk membentuk asetilkolin baru.
20
Gambar 13. Mekanisme Pembersihan Neurotransmitter (Swetha, 2016)
Adapun syarat terjadinya neurotransmitter antara lain:
a. Disintesis di neuron presinaps
b. Terdapat di axon terminal neuron presinaps
c. Apabila ada stimulus, maka molekul tersebut akan dilepaskan ke sinaps
d. Ada reseptor post-sinaps atau zat kimia lain yang dapat mengikat
molekul tersebut
e. Memiliki mekanisme inaktivasi, yaitu untuk menghilangkan atau
mendegradasi molekul tersebut dari sinaps.
3. Macam-macam Neurotransmitter
Ada berbagai macam neurotransmiter, antara lain: asetilkolin yang
terdapat di sinapsis seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf
simpatik, dopamin dan serotonin terdapat di otak. Zat kimia ini disalurkan
dari akson ke dendrit dengan cara difusi sederhana. Dekatnya jarak yang
harus dilalui dan cepatnya difusi, menyebabkan cepatnya transmisi yang
terjadi pada sinaps (Saifuddin, 2011).
a. Asetilkolin (Ach)
Asetilkolin disintesis dari penggabungan kolin dan asetil-KoA
dengan dikatalis oleh enzim kolin asetiltransferase. Neuron yang
21
mensintesis dan melepaskan ACh merupakan neuron yang kolinergik.
Ketika potensial aksi mencapai terminal prasinaps, maka akan
mengijinkan ion Ca masuk melalui “voltage-gated calcium channel”.
Masuknya ion Ca akan menyebabkan eksositosis vesikel prasinaps yang
mengandung Ach dan melepaskan Ach ke daerah celah sinaps. Setelah
dilepaskan, Ach harus segera dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase.
b. GABA
GABA merupakan derivat asam amino g-aminobutirat atau 4-
aminobutirat, merupakan inhibitor pada saat transmisi (penyaluran)
presinaps di sistem saraf pusat dan retina. GABA dibentuk dari
dekarboksilasi glutamat oleh ensim glutamat dekarboksilase (GAD).
GABA di daur ulang pada CNS melalui reaksi yang dikenal sebagai
“GABA shunt” dalam sel glial dan diubah menjadi glutamin. Neuron
yang menghasilkan GABA dikenal sebagai GABAergik serta
mempunyai 2 reseptor yaitu GABA - A yang mempengaruhi kanal Cl
dan GABA - B yang mempengaruhi kanal K.
c. Glutamat
Glutamat disintesis pada siklus intermediat asam sitrat dari -
ketoglutarat. Terdapat 2 jalur pada sintesis ini yaitu melalui bantuan
enzim glutamat dehidrogenase yang mereduksi ketoglutarat menjadi
glutamat dengan penambahan gugus amonia. Amonia diperoleh dari
degradasi asam amino maupun neurotransmiter ataupun dari amonia
bebas yang berdifusi melewati “blood-brain barrier”. Glutamat
disintesis dari glutamin oleh bantuan enzim glutaminase. Glutamin
banyak di sel glial. Glutamat disimpan dalam vesikel dan pelepasannya
tergantung pada Ca2+ .
d. Katekolamin
Ada 2 jenis katekolamin yaitu norepinefrin dan dopamin, yang
berperan sebagai neuromodulator di CNS dan hormon di aliran darah.
Katekolamin disintesis dari asam amino tirosin. Sintesis norepinefrin
dan epinefrin melalui dopamin akan mengalami hidroksilasi menjadi
22
norepinefrin. Neurotransmiter ini akan diinaktifkan dengan diubah
menjadi produk yang mudah dieksresikan dalam urin. Ada 3 jenis
reaksi dasar untuk inaktivasi dan eksresi katekolamin :
1) Deaminasi oksidatif dengan bantuan enzim monoamin oksidase
(MAO), terjadi di sitosol terminal presinaps, sel glia, eritrosit dan
jaringan lain.
2) Oksidasi dengan enzim aldehid dehidrogenase
3) Metilasi dengan bantuan enzim katekolamin O-metiltransferase
(COMT) membentuk produk asam 3 metoksi 4 hidroksimandelat
yang dieksresikan melalui urin.
e. Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmitter monoamin. Dopamin,
epinefrin dan norepinefrin merupakan golongan katekolamin sedangkan
seretonin merupakan golongan indolamin. Berasal dari asam amino
tirosin yang mengalami hidroksilasi. Enzim kunci sintesis dopamin
adalah tirosin hidrosilase dan dopa dekarboksilase. Tirosin yang
merupakan asam amino non esensial dapat dibuat dari fenilalanin
dengan enzim fenilalanin hidroksilase. Sintesis tirosin terjadi di hati dan
dibawa ke otak oleh tranporter asam amino. Di otak, tirosin dapat diubah
menjadi DOPA dan akhirnya menjadi DOPAMIN. Kofaktor yang
diperlukan dalam mengubah tirosin menjadi DOPA adalah oksigen, besi
dan THB (tetrahidrobiopterin). Kofaktor untuk dopa dekarboksilase
adalah PLP (piridoksal fosfat). Ada 2 reseptor Dopamin : D1
(stimulator) dan D2 (inhibitor).
f. Norepinefrin (Noradrenalin)
Norepinefrin merupakan salah satu dari dua neurotransmiter
yang terdapat di sistem saraf peripheral. Norepinefrin disintesis dari
dopamin dengan bantuan enzim Dopamin hidroksilase (DBH) dan
kofaktornya adalah oksigen, Cu dan vitamin C. Jika dopamin tempat
sintesisnya ada di sitoplasma, maka norepinefrin disintesis ditempat
penyimpanan vesikel neurotransmitter. Sel memerlukan norepinefrin
23
untuk diubah menjadi epinerin (adrenalin) dengan bantuan enzim
“phentolamine N-methyltransferase (PNMT)”.
g. Serotonin
Serotonin disebut juga 5-hidroksitriptamin (5HT), merupakan
neurotransmiter monoamine. Serotonin dibentuk dari triptofan yang
mengalami hidroksilasi dan dekarboksilasi. 5 HT banyak ditemukan di
gastrointestinal pada sel enterokromafin (90%) dan sisanya ditemukan
di platelet dan SSP. Serotonin berperan penting sebagai neurotransmiter
yang memodulasi marah, agresif, suhu tubuh, perasaan, mengantuk,
seksual, rasa lapar dan metabolism. Telah ditemukan 7 jenis reseptor
serotonin : 5HT1 - 5HT7. 5HT1 memiliki 6 subtipe (5HT1A - 5HT1F).
Umumnya reseptor 5HT adalah reseptor yang mempengaruhi protein G,
kecuali 5HT3 yang merupakan reseptor kanal ion. Beberapa reseptor
5HT dapat ditemukan di prasinaps maupun pasca sinaps.
h. Histamin
Histamin merupakan monoamin. Di otak, dihasilkan dari sel
mast dan serat saraf. Histanin disintesis dari histidin dengan bantuan
enzim histidin dekarboksilase. Histamin disimpan di vesikel terminal
saraf. Depolarisasi terminal saraf akan melepaskan histamin. Proses ini
juga tergantung pada Ca2+. Histamin yang dilepaskan akan
mengaktifkan reseptor di presinaps dan postsinaps. Astrosit berperan
dalam inaktivasi dan degradasi histamin. Proses dapat terjadi otak
dengan bantuan enzim histamin metiltransferase diikuti dengan oksidasi
oleh MAO dan diikuti oksidasi menjadi asam asetat metillmidazol.
Sedangkan di jaringan periferal akan mengalamin deaminasi oleh enzim
diamin oksidase dan diikuti oksidasi membentuk asam asetat imidazol
(Wulandari & Hendarmin, 2015).
4. Gerak Refleks dan Sadar
Gerak refleks merupakan bagian dari mekanisme pertahanan pada
tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar, misalnya menutup mata
pada saat terkena debu, menarik kembali tangan dari benda panas
24
menyakitkan yang tersentuh tanpa sengaja. Gerak refleks dapat dihambat
oleh kemauan sadar, misalnya, bukan saja tidak menarik tangan.dari benda
panas, bahkan dengan sengaja menyentuh permukaan benda panas itu
(Pearch, 2008). Mekanisme gerak refleks berawal dari adanya rangsangan
lalu rangsangan tersebut dihantarkan kedalam neuron sensorik setelah itu ke
sumsum tulang belakang, ke neuron motorik seterusnya ke efektor dan
menghasilkan tanggapan dalam bentuk gerak.
Gerak sadar atau gerak biasa merupakan gerak di mana rangsang
melalui sel saraf pusat otak, kemudian tanggapan disampaikan ke efektor
(alat gerak). Mekanisme dari gerak biasa yaitu, dari rangsangan lalu
dihantarkan ke saraf sensorik lalu ke otak dan saraf motorik dan terakhir ke
efektor (Untoro dkk, 2011).
D. Gangguan Sistem Saraf
Berikut ini adalah beberapa penyakit yang sangat berpotensi menyerang
bagian syaraf pusat. Ada beberapa penyakit yang sudah bawaan sejak lahir.
Ada pula yang muncul saat masa kanak-kanak, sampai dewasa. Simak
ulasannya :
1. Ensefalitis atau radang otak
Penderita yang terkena penyakit ensefalitis atau infeksi otak
biasnaya merasa demam dan sakit kepala yang berlebihan. Selain itu
perasaan mengantuk dan juga bingung kerap terjadi. Penyebab dari penyakit
ini adalah virus.
2. Meningitis atau radang selaput
Merupakan salah satu bentuk infeksi yang menyerang pada
selaput, yang mana fungsinya menutupi otak dan sumsum tulang belakang.
Penderita akan merasakan demam cukup tinggi serta sakit kepala. Selain itu,
leher mereka juga akan terasa kaku. Penyebab dari penyakit ini adalah virus
atau bakteri. Jika penderita terserang meningitis karena virus, maka akan
sedikit aman. Sebab viras ini mampu dibersihkan dengan sendirinya sampai
beberapa hari kemudian.
25
Sedangkan jika mengalami meningitis yang di sebabkan karena
bakteri, jatuhnya akan lebih serius sampai terjadi kematian. Pasien yang
terkena meningitis bakteri sangat memerlukan perawatan medis darurat
yang intensif. Satu satunya yang dapat medis lakukan untuk membantu
mengurangi penyakit ini adalah dengan diberikannya antibiotik yang
berguna untuk membunuh bakteri. Berkat kemajuan teknologi dan
pendidikan, kini sebuah vaksin untuk mencegah meningitis sudah di
temukan. Vaksin ini sudah mampu diberikan pada anak-anak sejak usia dua
tahun. Dari beberapa dokter merekomendasaikan untuk pemberian vaksin
sebelum anak masuk ke usia 12 tahun atau 13 tahun.
3. Sindrom raye
Mereka yang terkena sindrom raye adalah orang tua yang memiliki
infeksi virus. Sindrom ini mampu menyebabkan pembengkakan pada otak,
dan akibatnya bisa fatal. Biasanya mereka yang memiliki resiko terkena
sindrom raye adalah yang memiliki kekebalan tubuh rendah. Sebab kala
muda sering mengkonsumsi obat yang mengandung aspirin, yang biasanya
di pakai dalam tablet flu. Boleh jadi mereka memiliki reaksi alergi terhadap
obat. Salah satu cara untuk menghindari sindrom raye adalah dengan tidak
mengkonsumsi aspirin. Karena kita tidak pernah tahu, apakah nantinya
ketika sudah tua akan terserang sindrom raye atau tidak. Dengan tidak
membeli obat sembarangan di warung, penyakit ini bisa menjadi alasan.
Karena pada dasarnya, tubuh anda bisa mengobati diri sendiri jika hanya
terserang penyakit ringan.
4. Epilepsi
Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemenduikbud), epilepsi adalah gangguan penghantar impuls listrik pada
sel-sel saraf. Penderita biasanya akan mengalami kejang dan mulut berbusa.
Untuk penyebabnya adalah bisa karena tumor otak, obat bius, atau cacat
bawaan dari orang tua. Siapapun bisa menderita epilepsi, sebab sasaran dari
penyakit ini tidak terpaut usia. Namun biasanya menjangkiti anak anak.
26
5. Hidrocephalus
Penderita hidrosefalus akan mengalami penumpukan cairan di
dalam otak. Akibatnya adalah terjadi peningkatan tekanan otak. Jika tidak
segera di obat, bisa fatal. Sebab tekanan ini mampu merusak jaringan yang
ada di dalamnya. Bahkan juga mampu melemahkan fungsi otak. Penyakit
hidrosefalus ini bisa terjadi pada orang orang dalam usia berapapun. Tetapi
biasanya penyakit ini menyerang bayi dan manula (manusia lanjut usia).
6. Alzheimer
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang mengerikan karena dapat
melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Kondisi seperti itu
ditunjukan dengan kemunduran kecerdasan dan ingatan secara perlahan
dan menganggu kegiatan sosial sehari-hari. Alzheimer merupakan
kelainan otak degeneratif yang berkembang di usia dewasa. Penyakit
tersebut ditandai oleh penghancuran sel-sel saraf dan koneksi saraf di
korteks selebral otak.
7. Vertigo
Tanda vertigo jika mengalami sakit kepala yang di tandai dengan
gejala sensasi diri sendiri atau sekeliling serasa berputar. Selain itu,
penderita yang mengalami vertigo akan kehilangan keseimbangan dalam
beberapa waktu. Hal ini membuatnya merasa kesulitan untuk berdiri,
bahkan sampai berjalan. Mereka juga mengalami gejala mual mual dan
muntah.
Ada berbagai jenis vertigo, yakni yang ringan sampai berat. jika
masih berada dalam tahapan ringan, biasanya vertigo tidak terlalu terasa.
Sedangkan mereka yang sudah mengalami penyakit vertigo yang berat,
mampu menghambat aktivitas. Serangan yang terjadi pada penderita vertigo
cukup banyak bervariasi. Ada yang hanya berlangsung selama beberapa
detik. Namun ada pula yang jenis vertigo yang berat akan sampai beberapa
hari. Tentu saja hal ini sangat mengganggu penderita, karena ia tidak
mampu beraktivitas secara normal seperti biasanya. Gejala lain yang
berhubungan dengan vertigo adalah kehilangan keseimbangan yang akan
27
membuat penderita sulit berdiri atau berjalan, mual atau muntah, dan
pening.
8. Parkinson
Merupakan suatu penyakit yang menerang sistem syaraf. Hal ini
menyebabkan terjadinya degenerasi sel saraf secara di bagian otak tengah.
Padahal fungsi utama dari bagian ini adalah untuk mengatur pergerakan
tubuh atau sistem motoriknya. Gejala yang timbul dari penderita adalah
terjadinya tremor atau gemetaran. Meskipun pada tahap awalnya, penderita
yang mengidap penyakit parkinson ini tidak menunjukan gejala yang
tampak. Biasanya penderita akan merasa lemah pada tubuhnya. Bahkan
sampai ada yang kaki pada beberapa bagian tubuhnya. Ia juga akan
mengalami gemetar yang halus namunterus menerus pada satu organ.
9. Lumpuh otak
Penyakit lumpuh otak atau biasa di kenal dengan nama cerebral
palsy merupakan jenis penyakit saaraf yang cukup mengganggu, bahkan
sangat memengaruhi sistem koordinasi serta pergerakan tubuh. Penyebab
terjadinya penyakit ini karena adanya masalah yang serius pada bagian otak
besar. Biasanya menyerang pada anak anak. Dan karena alasan penyakit
inilah yang menjadi penyebab utama mengapa terjadi kelumpuhan kronis
pada anak anak.
10. Kajian Fisika dalam Sistem Saraf
1. Biolistrik
Listrik adalah sesuatu yang memiliki muatan positif (proton) dan
muatan negatif (elektron) yang dapat mengalir melalui suatu penghantar
(konduktor). Bersama dengan magnetisme, listrik membentuk interaksi
fundamental yang dikenal sebagai elektromagnetisme. Listrik
memungkinkan terjadinya banyak fenomena fisika yang dikenal luas seperti
petir, medan listrik dan arus listrik (Rizal, 2014).
Arus AC (Alternating Current) adalah arus listrik dimana arah dan
besarnya arus berubah-ubah secara bolak-balik oleh waktu. Berbeda dengan
arus DC (Direct Current) yaitu arah arus bolak balik yang tidak berubah-
28
ubah oleh waktu atau lebih dikenal dengan arus searah. Secara umum, arus
AC dapat ditemukan pada penyaluran sumber listrik (misalnya PLN) ke
rumah-rumah dengan frekuensi 50 Hz. Tegangan standar yang diterapkan
di Indonesia untuk arus listrik AC 1 fasa adalah 220 Volt. Paparan AC
dengan tegangan yang sama mempunyai kecenderungan tiga kali lebih
berbahaya daripada arus DC (Rizal, 2014).
Arus listrik dibagi dua bentuk yaitu berfrekuensi tinggi dan
berfrekuensi rendah. Listrik berfrekuensi tinggi tidak mempunyai sifat
merangsang saraf motoris atau saraf sensoris, kecuali pada rangsangan
dengan pengulangan paparan yang lama. Otot-otot sebagian tubuh akan
berkontraksi secara tidak sadar sepanjang arus dipaparkan (Rizal, 2014).
Saat seseorang menyentuhkan tangannya pada sumber listrik, eksterimitas
akan berkontraksi terus dan orang tersebut tidak dapat melepaskan
tangannya dari sumber listrik tersebut, oleh sebab itu akan memperlama
waktu paparan yang akan memperparah kerusakan.
Biolistrik adalah daya listrik hidup yang terdiri dari pancaran
elektron-elektron yang keluar dari setiap titik tubuh (titik energi) dan
muncul akibat adanya rangsangan penginderaan. Pikiran kita terdiri dari
daya listrik hidup, semua daya ini berkumpul didalam pusat akal didalam
otak dalam bentuk potensi daya listrik. Dari pusat akal, daya ini kemudian
diarahkan ke seluruh anggota tubuh kita, yang kemudian bergerak oleh
perangsangnya. Potensi daya listrik hidup ini, yang tertimbun didalam pusat
akal harus di tuntut oleh sesuatu supaya mengalir untuk mengadakan
gerakan tubuh kita atau bagian-bagian tubuh lainnya.
Biolistrik merupakan energi yang dimiliki setiap manusia yang
bersumber dari ATP (Adenosine Tri Posphate), dimana ATP ini di hasilkan
oleh salah satu energi yang bernama mitchondria melalui proses respirasi
sel. Biolistrik juga merupakan fenomena sel. Sel-sel mampu menghasilkan
potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan positif pada
permukaan luar dan lapisan tipis muatan negative pada permukaan dalam
bidang batas/membran. Kemampuan sel syaraf (neurons) menghantarkan
29
isyarat biolistrik sangat penting.
Transmisi sinyal biolistrik (TSB) mempunyai sebuah alat yang
dinamakan Dendries yang berfungsi mentransmsikan isyarat dari sensor ke
neuron. Aktifitasi bolistrik pada suatu otot dapat menyebar ke seluruh tubuh
seperti gelombang pada permukaan air. Hukum dalam Biolistrik ada dua
hukum dalam biolistrik, yaitu : Hukum Ohm dan Hukum Joule.
a. Hukum Ohm menyatakan bahwa; “Perbedaan potensial antara ujung
konduktor berbanding langsung dengan arus yang melewati, dan
berbanding terbalik dengan tahanan dari konduktor”.
Rumusnya yaitu : R= V/I
Keterangan :
R = hambatan (Ω)
I = kuat arus (ampere)
V = tegangan (Volt)
Jika membran sel dipandang sebagai kapasitor maka semua
tentang sel berlaku pada biolistrik. Sistem saraf manusia ibaratnya
sebuah kabel yang menjadi aliran arus dalam tubuh manusia. Sistem
saaraf ini terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom.
Penjalaran perintah dalan saraf adalah pulsa listrik. Hal lain masih
banyak gejala listrik dapat diaplikasikan dalam sistem biologis,
misalnya mengetahui pulsa listrik dan kjemagnetan jantung dikenal
instrumentasi ElektroCardiograf (EKG) atau Magneto cardiograf.
b. Hukum joule menyatakan bahwa; “Arus listrik yang melewati
konduktor dengan beda potensial (V), dalam waktu tertentu akan
menimbulkan panas”.
Rumusnya yaitu : Q= V. I. t
Keterangan :
Q = energi panas yang ditimbulkan (joule),
V = tegangan (Volt),
30
I = arus (A),
t = waktu lamanya arus mengalir (sekon).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Otak Akibat Listrik
Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung
dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan
(keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak dan luasnya daerah
terkena kontak. Rumus fisika yang berkaitan dengan patofisiologi trauma
listrik contohnya hukum Ohm yang berbunyi "perbedaan potensial antara
ujung konduktor berbanding lurus dengan arus yang dilewati dan
berbanding terbalik dengan tahanan konduktor”
= .
Energi panas (W) yang diturunkan dalam hukum Joule, dimana
waktu (t) mempengaruhi :
= 2
Persamaan hukum Joule menunjukkan jumlah energi yang
dihantarkan oleh aliran listrik dapat menimbulkan kerusakan jaringan
(Rizal, 2014).
3. Kuat Arus Listrik
Kuat arus adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir dalam
suatu penghantar setiap satuan waktu. Kuat arus tergantung pada sumber
tegangan dan tahanan dari konduktor sesuai dengan hukum Ohm. Arus
listrik 10 Ampere dengan waktu singkat akan menyebabkan luka bakar pada
kulit, difusi sel otak dan jaringan saraf akan kehilangan fungsi eksitasinya.
Kematian dapat terjadi akibat fibrilasi ventrikel jantung, kelumpuhan otot
pernapasan atau kerusakan pusat pernapasan
4. Hambatan
Hambatan adalah penghambatan terhadap lintasan arus listrik yang
dilewatinya. Berbeda dengan konduktivitas yaitu kemampuan suatu alat
untuk mengalirkan arus listrik. Alat atau bahan yang memiliki tahanan yaitu
resistor, sedangkan alat atau bahan yang memiliki sifat konduktivitas yaitu
konduktor.
31
Sistem tubuh manusia bereaksi terhadap aliran listrik dengan
dipengaruhi oleh kelembaban, suhu dan sifat lainnya. Persamaan hukum
Joule berbunyi "semakin tinggi hambatan, semakin tinggi pula panas yang
ditimbulkan". Sistem tubuh manusia, sistem saraf, pembuluh darah,
membran mukosa dan otot merupakan konduktor yang baik. Sesuai fungsi
dan sifat sistem saraf yaitu untuk menghantarkan sinyal-sinyal elektrik, oleh
karena itu sistem saraf mempunyai elektrolit dan kandungan air yang tinggi
serta mempunyai tahanan terhadap listrik yang rendah (Rizal, 2014)
5. Tegangan Listrik
Tegangan adalah beda potensial antara dua titik dan ditentukan oleh
sumber listrik. Tegangan listrik dibagi menjadi dua yaitu tegangan listrik
rendah (kurang dari 1000 Volt) dan tegangan listrik tinggi (lebih dari 1000
Volt). Biasanya tegangan listrik rumah tangga adalah 110-220 Volt.
Hukum Ohm berbunyi "semakin tinggi tegangan yang diberikan
pada konduktor tubuh dengan tahanan yang relatif tetap, maka akan semakin
besar jumlah arus yang mengalir melaluinya". Tegangan listrik yang tinggi
dapat menyebabkan kerusakan lebih besar dibanding listrik tegangan
rendah, selain itu listrik bertegangan tinggi dapat merusak organ dalam
tubuh
32
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan diskusi mengenai penelitian tindakan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf
ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan
rangsangan
2. Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat
(otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal) dan
secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik
3. Membran permukaan sel neuron selalu dalam keadaan asimetris voltase
listrik, baik di dalam maupun di luar sel. Keadaan ini yang menyebabkan
membran itu mudah mengalirkan arus listrik. Bila ada suatu sinyal kimia
yg diperantarai oleh suatu reseptor membran sinaps, maka saluran kanal
ion akan terbuka dan menyebabkan influks ion Na+ atau Ca2+ ke dalam sel
yang disertai effluks dari ion K+ keluar sel. Perubahan ini akan
menimbulkan perbedaan tegangan antara bgn luar dan dalam membran
karena depolarisasi dan perbedaan ini akan menjalar sebagai impuls saraf
sepanjang membran akson .
4. Kajian Fisika pada sistem saraf berkaitan erat dengan Listrik
B. SARAN
Demikian makalah yang dapat kami buat, apabila dalam penyusunan
makalah ini terdapat kekurangan maka kritik dan saran yang membangun dapat
memberikan perbaikan dan pengembangan makalah kami yang selanjutnya.
Apabila ada kesalahan dan kekurangan kami mohon maaf. Semoga makalah
ini membawa manfaat bagi penulis dan pembaca serta memberi wawasan dan
pengetahuan kita semua.
33
DAFTAR PUSTAKA
Bachrudin, M. 2011. Pemeriksaan Klinis di Bidang Penyakit Saraf (Klinis di
bidang Neurologis dan Neurobehavior/ Fungsi Luhur). Malang: UMM
Pres.
Evelyn C, Pearce. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia.
Feriyawati, L. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi
Kontraksi Otot Rangka. Medan: Universitas Sumatera Utara Fakultas
Kedokteran.
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi dasar JUNQUEIRA. Jakarta: EGC
Nugroho, F. 2012. Pengaruh Penambahan Mobilisasi Saraf dan Static Stretching
Setelah Intervensi Short Wave Diathermy untuk Mengurangi Nyeri Akibat
Ischialgia. Surakarta: Universitas Muhammadiya Surakarta, Fakultas
Kedokteran 2012.
Rizal, S. 2014. Perbedaan Gambaran Histopatologi Otak Tikus Wistar akibat
paparan Arus Listrik pada Media Air Tawar dan Media Air Laut.
Semarang: Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran.
Sherwood, 2014: Human, Physiology - From Cells to Systems
Subowo. 2002. Histologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Swetha R, Naga. 2016. Review On Animal Tissue. Research and Reviews Journal
of Zoological Sciences. 101-107
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk.
Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Wulandari, E., & Hendarmin, L. A. 2015. Integrasi Biokimia dalam Modul
Kedokteran. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran.
34