The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by sugiyani300, 2021-03-30 07:40:34

Asal Usul Burung Cendrawasih

Rajin Membaca Tambah Ilmu

Keywords: motivasi

Asal Usul Burung
Cendrawasih

Di daerah Fak-fak, tepatnya di daerah
pegunungan Bumberi, hiduplah seorang
perempuan tua bersama seekor anjing
betina. Perempuan tua bersama anjing
betina itu mendapatkan makanan dari
hutan berupa buah-buahan dan kuskus.
Hutan adalah ibu mereka yang
menyediakan makanan untuk hidup.
Mereka berdua hidup bebas dan bahagia di
alam.

Suatu ketika, seperti biasanya mereka
berdua ke hutan untuk mencari makan.

Perjalanan yang cukup memakan waktu
lama telah mereka tempuh, namun mereka
belum juga mendapatkan makanan. Anjing
itu merasa lelah karena kehabisan tenaga.
Pada keadaan yang demikian tibalah

mereka berdua pada suatu tempat yang
ditumbuhi pohon pandan yang penuh
dengan buah.

Perempuan tua itu serta

merta memungut buah itu dan

menyuguhkannya kepada

anjing betina yang sedang

kelaparan. Dengan senang hati,

anjing betina itu melahap

suguhan segar itu. Anjing

betina itu merasa segar dan

kenyang.

Namun, anjing itu mulai merasakan hal-
hal aneh diperutnya. Perut anjing itu mulai

membesar. Perempuan tua itu mulai
memeriksanya dan merasa yakin bahwa
sahabatnya (anjing betina) itu bunting.
Tidak lama kemudian lahirlah seekor anak
anjing. Melihat keanehan itu, si Perempuan

tua segera memungut buah pandan untuk
dimakannya, lalu ia pun mengalami hal
yang sama dengan yang dialami oleh
sahabatnya.

Perempuan tua itu melahirkan seorang
anak laki-laki. Keduanya lalu memelihara
anak mereka masing-masing dengan penuh
kasih sayang. Anak laki-laki tersebut
diberinya nama Kweiya.

Setelah Kweiya menjadi besar dan
dewasa, ia mulai membuka hutan dan
membuat kebun untuk menanam aneka
bahan makanan dan sayuran. Alat yang
dipakai untuk menebang pohon hanyalah
sebuah pahat (bentuk kapak batu),
karenanya Kweiya hanya dapat menebang

satu pohon setiap harinya. Ibunya ikut
membantu dengan membakar daun-daun
dari pohon yang telah rebah untuk
membersihkan tempat itu sehingga asap
tebal mengepul ke langit. Keduanya tidak
menyadari bahwa mereka telah menarik
perhatian orang dengan adanya kepulan
asap itu.

Konon ada seorang Pria Tua yang sedang
mengail di tengah laut terpaku melihat
suatu tiang asap yang mengepul tinggi ke
langit seolah-olah menghubungi hutan

belantara dengan langit. Ia tertegun

memikirkan bagaimana dan siapakah

gerangan pembuat asap misterius itu. Rasa

penasaran mendorongnya untuk pergi

mencari tempat di mana asap itu terjadi.

Lalu ia pun segera menyiapkan diri dengan

bekal secukupnya dan dengan

bersenjatakan sebuah kapak besi, ia pun

segera berangkat bersama seekor kuskus

yang dipeliharanya sejak lama.

Perjalanannya ternyata cukup memakan

waktu. Setelah seminggu berjalan kaki

akhirnya ia mencapai tempat di mana asap
itu terjadi.

Setibanya di tempat itu, ternyata yang
ditemui adalah seorang pria tampan yang
sedang membanting tulang menebang
pohon di bawah terik panas matahari
dengan menggunakan sebuah kapak batu
berbentuk pahat. Melihat itu, ia
menghampiri lalu memberi salam : “weing
weinggiha pohi” (artinya, “selamat siang”),
sambil memberikan kapak besi kepada
Kweiya untuk menebang pohon-pohon di

hutan rimba itu. Sejak itu pohon-pohon
pun berjatuhan bertubi-tubi. Ibu Kweiya
yang beristirahat di pondoknya menjadi
heran. Ia menanyakan hal itu kepada
Kweiya, dengan alat apa ia menebang pohon
itu sehingga dapat rebah dengan begitu
cepat.

Kweiya nampaknya ingin merahasiakan
tamu baru yang datang itu. Kemudian ia
menjawab bahwa kebetulan pada hari itu
satu tangannya terlalu ringan untuk dapat

menebang begitu banyak pohon dalam
waktu yang sangat singkat. Ibunya yang

belum sempat lihat pria itu percaya bahwa
apa yang diceritakan oleh anaknya Kweiya
memang benar.

Karena Kweiya minta disiapkan

makanan, ibunya segera menyiapkan

makanan sebanyak mungkin. Setelah

makanan siap dipanggilnya Kweiya untuk

pulang makan. Kweiya bermaksud

mengajak pria tadi untuk ikut makan ke

rumah mereka dengan maksud

memperkenalkannya kepada ibunya
sehingga dapat diterima sebagai teman
hidupnya.

Dalam perjalanan menuju rumah,
Kweiya memotong sejumlah tebu yang
lengkap dengan daunnya untuk
membungkus pria tua itu. Lalu setibanya di
dekat rumah, Kweiya meletakkan
“bungkusan tebu” itu di luar rumah. Di
dalam rumah, Kweiya pura-pura merasa
haus dan memohon kepada ibunya untuk
mengambilkan sebatang tebu untuk

dimakannya sebagai penawar dahaga.
Ibunya memenuhi permintaan anaknya lalu

keluar hendak mengambil sebatang tebu.
Tetapi ketika ibunya membuka bungkusan
tebu tadi, terkejutlah ia karena melihat
seorang pria yang berada di dalam
bungkusan itu. Sera merta ibunya menjerit

ketakutan, tetapi Kweiya berusaha
menenangkannya sambil menjelaskan
bahwa dialah yang mengakali ibunya
dengan cara itu. Ia berharap agar ibunya
mau menerima pria tersebut sebagai teman

hidupnya, karena pria itu telah berbuat
baik terhadap mereka. Ia telah memberikan
sebuah kapak yang sangat berguna dalam
hidup mereka nanti. Sang ibu serta merta
menerima usul anak tersebut, dan sejak itu
mereka bertiga tinggal bersama-sama.

Setelah beberapa waktu, lahirlah
beberapa anak di tengah-tengah keluarga
kecil tadi, dan kedua orang tua itu
menganggap Kweiya sebagai anak sulung
mereka. Sedang anak-anak yang lahir
kemudian dianggap sebagai adik-adik

kandung dari Kweiya. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, hubungan

persaudaraan di antara mereka semakin
memburuk karena adik-adik tiri Kweiya
merasa iri terhadap Kweiya.

Pada suatu hari, sewaktu orang tua
mereka sedang mencari ikan, kedua

adiknya bersepakat untuk mengeroyok
Kweiya serta mengiris tubuhnya hingga
luka-luka. Karena merasa kesal atas
tindakan kedua adiknya itu, Kweiya

menyembunyikan diri disalah satu sudut
rumah sambil memintal tali dari kulit

pohon “Pogak Ngggein” (genemo) sebanyak
mungkin. Sewaktu kedua orang tua mereka
pulang, mereka bertanya dimana Kweiya
berada, tetapi kedua adik tirinya tidak
berani menceritakan di mana Kweiya. Lalu

adik bungsu mereka, yaitu seorang anak
perempuan yang sempat menyaksikan
peristiwa perkelahian itu menceritakannya
kepada kedua orang tua mereka.
Mendengar certa itu. Si ibu tua merasa iba

terhadap anak kandungnya. Ia berusaha
memanggil-manggil Kweiya agar datang.
Tetapi yang datang bukannya Kweiya
melainkan suara yang berbunyi :
“Eek..ek,ek,ek,ek!” sambil menyahut,
Kweiya menyisipkan benang pintalannya
pada kakinya lalu meloncat-loncat di atas
bubungan rumah dan seterusnya berpindah
ke atas salah satu dahan pohon di dekat
rumah mereka.

Ibunya yang melihat keadaan itu lalu
menangis tersedu- sedu sambil bertanya-

tanya apakah ada bagian untuknya. Kweiya
yang telah berubah diri menjadi burung

ajaib itu menyahut bahwa, bagian untuk
ibunya ada dan disisipkan pada koba-koba
(payung tikar) yang terletak di sudut rumah.
Ibu tua itu lalu segera mencari koba-koba
kemudian benang pintalannya itu

disisipkan pada ketiaknya lalu menyusul
anaknya Kweiya ke atas dahan sebuah
pohon yang tinggi di hutan rumah mereka.
Keduanya bertengkar di atas pohon sambil

berkicau dengan suara :

wong,wong,wong,wong,ko,ko,ko,wo-wik!!

Sejak saat itulah burung cendrawasih
muncul di permukaan bumi. Terdapat
perbedaan antara burung cendrawasih

jantan dan betina, burung cendrawasih
yang buluhnya panjang disebut “siangga”
sedangkan burung cendrawasih betina
disebut “hanggam tombor” yang berarti
perempuan atau betina. Keduanya berasal

dari bahasa Iha di daerah Onin, Fak-fak.

Adik-adik Kweiya yang menyaksikan
peristiwa ajaib itu merasa menyesal lalu

saling menuduh siapa yang salah sehingga
ditinggalkan oleh ibu dan kakak mereka.
Akhirnya mereka saling melempari satu
sama lain dengan abu tungku perapian
sehingga wajah mereka ada yang menjadi

kelabu hitam, ada yang abu-abu dan ada
juga yang merah-merah, lalu mereka pun
berubah menjadi burung-burung. Mereka
terbang meninggalkan rumah mereka
menuju ke hutan rimba dengan warnanya

masing-masing. Sejak itu hutan dipenuhi
oleh aneka burung yang umumnya kurang
menarik dibandingkan dengan cendrawasih.

Ayah mereka memanggil Kweiya dan
istrinya dan menyuruh mengganti warna
bulu, namun mereka tidak mau. Ayah
mereka khawatir bulu yang indah itu justru
mendatangkan malapetaka bagi mereka. Ia
berpikir suatu ketika orang akan memburu
mereka, termasuk ketiga anaknya yang lain.

Ayah merasa kecewa karena mereka
tidak mengindahkan permintaan mereka

untuk berubah bulu. Kini ayahnya kesepian
dan sedih, ia melipat kedua kaki lalu
menceburkan dirinya ke dalam laut
dan menjadi penguasa laut “Katdundur”.

Ituah tadi cerita Asal Usul Burung
Cendrawasih dari papua,

pesan moral yang dapat di ambil dari

kisah tersebut yaitu sifat iri hati terhadap
saudara sendiri seperti ke dua adik laki laki
kweiya bukanlah sifat terpuji, dan dapat
merugikan diri sendiri.

SELAMAT MEMBACA
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

JANGAN LUPA PATUHI PROTOKOL KESEHATAN
3M:
1. MEMAKAI MASKER
2. MENCUCI TANGAN
3. MENJAGA JARAK


Click to View FlipBook Version