The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Siti Nur Shahira_I1031201034_Ebook Komkep 2

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by snsshahirasiti, 2021-11-17 11:17:33

Siti Nur Shahira_I1031201034_Ebook Komkep 2

Siti Nur Shahira_I1031201034_Ebook Komkep 2

MATERI KOMUNIKASI DALAM
KEPERAWATAN 2

Dosen Pengampu : Triyana Harlia Putri, S.Kep., Ners., M.Kep

BY : SITI NUR SHAHIRA
I10312034

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karuania-
Nya dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun buku elektronik ini yang
berjudul „Materi Komunikasi Dan Keperawatan 2‟ untuk memenuhi mata kuliah
Komunikasi Dan Keperawatan 2. Ebook ini berisi tentang berbagai materi yang
membahas tentang komunikasi terapeutik.

Pembuatan Ebook ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun selalu saya harapkan demi pembuatan buku ini.
Terima kasih. Semoga buku ini bermanfaat. Aamiin.

Pontianak, 13 November 2021
Siti Nur Shahira

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 1
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK............................................................................................. 1
BAB 2 ..................................................................................................................................................... 5
Karakteristik Perawat dalam Helping Relationship. ............................................................................... 5
BAB III ................................................................................................................................................... 9
Self Awareness....................................................................................................................................... 9
BAB IV ...................................................................................................................................................12
Penggunaan Diri Secara Efektif Dalam Komunikasi Terapeutik .........................................................12
BAB V ..................................................................................................................................................15
Tahapan dalam Komunikasi Terapeutik ...............................................................................................15
BAB VI .................................................................................................................................................17
Teknik Komunikasi Terapeutik ............................................................................................................17
BAB VII................................................................................................................................................20
Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik.............................................................................................20
BAB VIII ..............................................................................................................................................21
Komunikasi Terapeutik pada Anak.......................................................................................................21
BAB IX .................................................................................................................................................28
Komunikasi Terapeutik pada Lansia.....................................................................................................28
BAB X ..................................................................................................................................................30
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI UNIT GAWAT DARURAT (IGD).............................................30
BAB XI .................................................................................................................................................33
Komunikasi Terapeutik di ICU.............................................................................................................33
BAB XII................................................................................................................................................34
Klien marah - marah, klien komplain, klien yang rewel.......................................................................34
BAB XIII ..............................................................................................................................................35
Aplikasi Komunikasi Terapeutik pada klien, keluarga, ........................................................................35
kelompok ataupun tenaga kesehatan.....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................40

ii

BAB 1

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

 Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu
klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting
sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan (Priyanto, 2009).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien (Ina dan Wahyu, 2010) .

 Tujuan
untuk mengembangkan segala yang ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih
positif yang nantinya akan dapat mengurangi beban perasaan pasien dalam menghadapi
maupun mengambil kesehatannya. Tujuan lain dari komunikasi terapeutik menurut Suryani
(2015) adalah:
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri;
2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain;
3) Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan pasien serta
mencapai tujuan yang realistik;
4) Menjaga harga diri;
5) Hubungan saling percaya.

 Prinsip

prinsip-prinsip komunikasi terapeutik yang harus diterapkan agarmendapatkan atau
mencapai hasil yang memuaskan yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Menjadikan klien sebagai fokus utama dalam interaksi;

b) Mengkaji kualitas intelektual untuk menentukan pemahaman;

c) Mempergunakan sikap membuka diri hanya untuk tujuan terapeutik;

d) Menerapkan profesional dalam mengatur hubungan terapeutik;

e) Menghindari hubungan sosial dengan klien.

 Teknik Komunikasi Terapeutik

Karakter setiap klien pastilah tidak sama, oleh karena itu perlu dilakukan penerapan
teknik berkmomunikasi yang berbeda pula. Teknik komunikasi tersebut yaitu (Muhith
Abdul, 2018) :

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Kesan pertama ketika perawat mau untuk mendengarkan keluhan klien dengan
seksama adalah perawat akan memerhatikan klien, dengan demikian kepercayaan
klien terhadapa kapasitas dan kapabilitas perawat akan tetap terjaga.
Mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian akan menciptakan kondisi
keterlibatan emosianal yang maksimal dalam situasi hubungan interpersonal
antara perawat dengan klien.
Sikap yang menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian yaitu:
1) Berusaha untuk mendengarkan klien dalam menyampaikan pesan non-verbal
bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti atau
memahami seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan.
3) Keterampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan pandang klien
ketika berbicara.
4) Pertahankan kontak mata yang memancarkan untuk mendengarkan. 5) Sikap
tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan tangan atau kaki.
6) Hindari gerakan yang tidak perlu.

2

7) Anggukkan kepala apabila klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpat balik.
8) Condongkan tubuh ke arah lawan biacara, bjla perlu duduk atau minimal
sejajar dengan klien.
9) Harus dapat meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan
perhatian, ketakutan atau masalah yang sedang kita hadapi.
10) Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yang diucapkan untuk
menggambarkan sesuatu yang berlebihan.
11) Memperhatikan dan mendengarkan apa yang tidak terucap oleh klien yang
menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.

b. Menunjukkan penerimaan
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku
yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai, dengan sikap tersebut perawat
mampu untuk menempatkan diri pada situasi klien, perawat mengerti perasaan
yang dihadapi oleh klien yang menunjukkan sikap empati kepada klien.
Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
rasa keraguan atau tidak setuju, perawat juga harus dapat menghindari wajah
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut
adalah cara menunjukkan sikap perawat yang menunjukkan penerimaan :
a. Mendengarkan tanpa memutus pembicaraan.
b. Memberikan umpat balik verbal yang menampakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, ekspresi ragu, atau mencoba untuk mengubah
pikiran pasien
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka. Tujuan perawat
bertanya dengan pertanyaan terbuka (Broad Opening) adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai kondisi yang riil dari klien dengan menggali
penyebab klien mencari pertolongan atau penyebab klien datang ketempat
pelayanan kesehatan. Pertanyaan terbuka akan memberikan peluang maupun
kesempatan klien untuk menyusun dan mengorganisir pikirannya dalam
mengungkapkan keluhan sesuai apa yang dirasakan klien.

3

c. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan kembali mengulangi ucapan klien (Restarting), harapan dari perawat

adalah memberikan perhatian terhadap apa yang telah diucapkan. Pengulangan
pikiran tujuannya adalah memberikan penguatan dan memperjelas pada pokok
bahasan dan isi pesan yang telah disampaikan oleh klien sebagai umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dapat dimengerti dan diperhatikan
serta mengharapkan agar komunikasi dapat berlanjut. Hal ini dilakukan karena
kita sebagai perawat sering kali salah persepsi terhadap perilaku klien atau apa
yang telah diucapkan klien.

d. Klarifikasi
Klarifikasi identik dengan validasi, yaitu menanyakan kepada klien terhadap

apa yang belum dapat dipahami agar pesan yang disampaikan menjadi lebih
jelas. Upaya yang akan dilakukan perawat terhadap apa yang belum dipahami
terhadap pesan dan kesan yang ditampakkan klien merupakan suatu upaya
pearwat untuk ingin memahami situasi yang digambarkan klien, agar terhindar
dari miskomunikasi hubungan antara perawat-klien.

e. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga

lebih spesifik dimengerti. Materi yang disampaikan yang akan disampaikan
ataupun yang akan didiskusikan mengerucut pada salah satu masalah saja, yang
terpenting adalah konsisten dan kontonu atau berkesinambungan dan tidak
menyimpang dari topik pembicaraan dan tujuan komunikasi.

f. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpat balik kepada klien dengan menyatakan hasil

pengmatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Penyampaian hasil observasi kepada klien apabila terdapat konflik antara verbal
dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan
tidak biasa pada klien. Penyampaian hasil pengamatan kepada klien diharapkan
agar dapat mengubah perilaku klien yang dapat merusak diri klien. Perawat
perlu memberikan umpat balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengmatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.

4

BAB 2

Karakteristik Perawat dalam Helping Relationship.

 PENGERTIAN
Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu
maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan
untukmemenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan
hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawatdan klien. Ketika hubungan antara
perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong(helper) membantu klien sebagai orang
yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapaitujuanya itu terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia klien.

 TUJUAN
Tujuan helping relationship sebagai berikut:
a. Memperoleh realisasi diri (self realization), penerimaan diri (self acceptance), dan
meningkatkan tanggung jawab diri (self respect).
b. Memperjelas identitas personal (personal identity) dan meningkatkan integritas personal
integration).
C. Meningkatkan keintiman (intimate), saling ketergantungan (interdependent), serta
hubungan interpersonal (interpersonal relationship) dengan kemampuan memberi dan
menerima penuh kasih sayang.
D. Meningkatkan fungsi kehidupan dan kepuasan serta pencapaian tujuan personal secara
realistis.

 Karakteristik perawat yang harus dimiliki agar dapat menciptakan helping
relationship

 Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan

5

 komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina
hubungan saling percaya.

 Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya
perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien.

 Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap klien.

 Empati bukan simpati.
 Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.
 Sensitif terhadap perasaan klien Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit

terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan
pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
 Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
 Menerima klien apaadanya.

 Kualitas diri yang harus dimiliki oleh perawat untuk membina hubungan
terapeutik.

1. Kesadaran Diri
2. Klasifikasi Nilai

Klarifikasi nilai merupakan suatu metode dimana seseorang dapat menemukan
nilai-nilai dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai-nilai pribadi serta
bagaimana nilai-nilai tersebut digunakan dalam mengambil keputusan. Klarifikasi
nilai penting untuk mengetahui berapa banyak nilai yang kita miliki dan apakah nilai-
nilai tersebut dapat kita jadikan prinsip hidup. Klarifikasi nilai juga penting untuk
mengambil keputusan dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien. Perawat
yang sadar terhadap nilainya, maka akan lebih sensitif dalam melakukan tindakan.

Langkah-langkah proses klarifikasi nilai (Stuart, 2009) :
o Memilih (choosing)
o Memberikan penghargaan (prizing)
o Tindakan (acting)

6

3, Mengungkapkan perasaan

 Eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu dilakukan agar perawat terbuka dan
sadar terhadap perasaannya sehingga ia dapat mengontrol perasaannya. Individu yang
tidak mampu mengungkapkan perasaannya dapat merusak interaksinya dengan orang
lain.

 Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam
masalah yang dialami klien. Tehnik ini bermamfaat pada tahap kerja untuk
mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.

 Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya
melalui eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang disampaikan perawat
(verbal dan non verbal ) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien. dengan
mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan mampu mengenal dan menerima
keunikan.

 Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-perasaan yang muncul
sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain, dimana eksplorasi perasaan
membantu seseorang.

4. Berperan sebagai role model
Berperan sebagai role model artinya menggunakan diri sebagai alat melalui contoh
yang ditampilkan oleh perawat. Perawat yang memiliki kepribadian yang baik dapat
melakukan tindakan secara profesional maupun model yang baik bagi klien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan model peran dalam membentuk
perilaku adaptif dan maladaptif. Jadi, perawat memiliki kewajibab untuk menjadi
model peran yang adaptif dan menumbuhkan perilaku produktif kepada klien.

5. Altruisme
 Altruisme merupakan tindakan sukarela untuk membantu orang lain tanpa pamrih

atau mengharapkan imbalan dari orang lain.
 Altruisme memberikan perhatian penuh kepada klien, memberikan pertolongan

dengan segera pada saat klien tidak mampu melakukan suatu tindakan.
 Altruisme merupakan lawan dari egoisme. Perawat yang mempunyai karakter

altruisme akan merasakan kepuasaan pribadi dalam melakukan setiap asuhan

7

keperawatan kepada kliennya. perawat yang memiliki jiwa altruisme akan mampu
menjawab pertanyaan “kenapa saya ingin membantu orang lain?”. Altruisme
terbentuk jika ada ketertarikan untuk membantu orang lain karena didasari cinta dan
kemanusiaan.
Ada 3 ciri-ciri altruisme, yaitu:
o Empati, yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami orang lain tanpa
berlarut didalamnya.
o Keinginan memberi, dengan maksud memenuhi kebutuhan orang lain (warmth)
o Sukarela, apa yang diberikan itu semata-mata untuk orang lain, tidak ada niat untuk
mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan (genuineness).

Perilaku altruisme menurut teori Myers:
o Memberikan perhatian terhadap orang lain. Membantu orang lain karena atas dasar
kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang diberikan tanpa adanya keinginan untuk
mendapatkan balasan dari orang lain
o Membantu orang lain. Membantu orang lain atas dasar keinginan yang tulus dan dari
hati nurani tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari orang lain.
o Meletakkan kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri. Dalam membantu
orang lain, segala kepentingan pribadi dikesampingkan dan lebih mengutamakan
kepentingan orang lain atau kepentingan umum.

6. Etik dan bertanggung jawab
Perawat sebagai profesi mempunyai kode etik dan tanggung jawab tertentu yang
menggambarkan nilai-nilai dalam melakukan asuhan keperawatan. Perawat perlu memahami
dan menggunakan kode etik pada setiap tugas-tugasnya.

8

BAB III

Self Awareness

o Pengertian

KesadaranDiri (SelfAwareness) Menurut Goleman (dalam Kartono, 2017: 32), self
awareness merupakan kemampuan untuk membaca emosidiri sendiridan mengenali akibatnya
ketika menggunakan perasaan-perasaan buruk (gut feelings) untuk menuntun keputusan.
Mengacu pada pendapat-pendapat diatas, kesadaran diri (selfawareness) dapat didefinisikan
sebagai kemampuan individu untuk mengenaldan memilah-milah perasaanpada
diri,memahamihal yangsedangkitarasakan dan mengapahaltersebut bisakita rasakandan
mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut, serta pengaruh perilaku kita terhadap
oranglain.

Kenapa self awareness dibutuhkan?
o Kemampuan self-awareness yang dimiliki oleh perawat dapat membuat perawat
menghargai perbedaan pemikiran, keunikan klien, dan menghargai pendapat orang
lain.
o Perawat harus mampu menilai perasaan, tindakan, dan reaksinya.

Campbell (1980) mengidentifikasi self awareness dalam model keperawatan holistik yang
terdiri dari 4 komponen yang saling berhubungan yaitu:

 Psikologis, yang berarti mengetahui emosi, motivasi, konsep diri, dan kepribadian.
Menyadari aspek psikologis berarti peka terhadap perasaan dan kejadian diluar yang
memengaruhi perasaan tersebut.

 Fisik, yang berarti mengetahui fisik diri sendiri dan secara umum seperti sensasi
tubuh, gambaran diri (citra diri), dan potensi diri

 Lingkungan, terdiri dari sosiokultural lingkungan, hubungan dengan orang lain, dan
mengetahui hubungan antara manusia dengan alam

 Filosopi, artinya merasakan makna hidup. Filosopi pribadi tentang hidup dan mati
disini maksudnya bukan dalam artian spiritual, namun lebih kepada tanggung jawab
dan etika dalam berperilaku.

9

Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh Johari Window yang terdiri dari 4 kuadran dimana
setiap kuadran menggambarkan perasaan, tingkah laku, dan pikiran seseorang. Perubahan
pada satu kuadran mempengaruhi kuadran yang lain.

 Kuadran I adalah diri yang terbuka yang berarti diketahui oleh diri dan orang lain.
Informasi, tingkah laku, sikap, perasaan, hasrat, motivasi, dan ide.

 Diri yang terbuka diperlukan dalam komunikasi sehingga ada perasaan saling
mengerti dan memahami satu sama lain. Daerah terbuka masing-masing individu akan
berbeda besarnya tergantung dengan siapa lawan kita berkomunikasi.

 Ada orang yang membuat kita merasa nyaman dan mendukung kita terhadap mereka,
kita membuka diri kita lebar-lebar. Terhadap orang yang lain kita lebih suka menutup
sebagian besar diri kita.

 Komunikasi bergantung pada sejauh mana kita membuka diri kepada kita sendiri. Jika
kita tidak membiarkan orang lain mengenal kita, maka komunikasi menjadi sangat
sukar. Kita dapat berkomunikasi secara bermakna hanya bila kita saling mengenal dan
juga mengenal diri sendiri.

 Perubahan pada daerah terbuka akan mengakibatkan perubahan pada kuadran yang
lain. Bayangkanlah sebuah jendela yang besarnya tetap. Jika salah satu kotak menjadi
lebih kecil, kotak lain akan menjadi lebih besar. Begitu juga, jika salah satu kotak
menjadi lebih besar, kotak lain pasti menjadi lebih kecil.

 Kuadran II adalah diri yang buta yang berarti seluruh hal mengenai diri kita yang
orang lain ketahui namun cenderung kita abaikan.

 Mulai dari kebiasaan sepele sampai hal penting. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan
kecil. Sebagian orang mempunyai daerah buta yang luas dan tidak menyadari
berbagai kekeliruan yang dibuatnya.

 Umumnya banyak orang bersedia mendengar tentang diri mereka, tetapi baru saja
komentar negatif muncul, mereka bersikap membela diri.

 Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang terlibat. Bila ada daerah buta,
maka komunikasi menjadi sulit. Tetapi, daerah seperti ini akan selalu ada pada diri
kita masing-masing. Walaupun kita mungkin dapat mengecilkan daerah ini, namun
menghilangkannya sama sekali tidaklah mungkin.

 Kuadran III adalah diri yang tersembunyi, artinya segala hal yang kita ketahui tentang
diri kita namun tidak terlihat bagi orang lain. Semua hal yang diketahui tentang diri
sendiri atau tentang orang lain tetapi disimpan hanya untuk dirinya sendiri.

 Ini adalah daerah tempat manusia menghasilkan segala sesuatu tentang dirinya sendiri
dan tentang orang lain.

 individu yang terlalu tertutup tidak mau mengatakan apa-apa. Mereka cenderung
berbicara tentang orang lain tetapi tidak tentang dirinya sendiri. Hal ini dapat terjadi
karena ada perasaan takut ditolak atau tidak mau mempercayai orang lain.

10

 Kebanyakan diri kita berada di antara kedua ekstrim ini. Kita merahasiakan hal-hal
tertentu dan kita membuka hal-hal yang lain; kita terbuka kepada orang-orang tertentu
dan kita tidak terbuka kepada orang yang lain. Pada dasarnya, kita adalah orang-orang
terbuka yang selektif.

 Kuadran IV adalah diri yang tidak dikenal, artinya dirinya maupun orang lain tidak
mengetahui kebenaran yang ada mengenai dirinya.

 daerah ini terungkap melalui perubahan temporer akibat minum obat, melalui kondisi
eksperimen khusus seperti hipnotis atau deprivasi sensori, atau melalui berbagai tes
proyektif atau mimpi.

 Eksplorasi daerah ini melalui interaksi yang terbuka, jujur dan empati dengan rasa
percaya dengan orang lain, orangtua, sahabat, konselor, anak-anak, kekasih
merupakan cara efektif untuk mendapatkan gambaran.

Ada 3 prinsip yang dapat membantu menjelaskan tentang fungsi diri (Stuart, 2009):
 a. Perubahan satu kuadaran akan mempengaruhi kuadran yang lain
 b. Semakin kecil kuadran I, maka semakin buruk komunikasi yang terjadi
 c. Memahami hubungan interpersonal berarti perubahan telah terjadi, sehingga
kuadran 1 lebih besar dari kuadran yang lain

Cara meningkatkan kesadaran diri (Stuart, 2009):

a. Bertanya pada diri sendiri, dengan bertanya “siapakah saya?”, mencari tau kelemahan dan
kemampuan diri, mimpi serta target perbaikan diri

b. Mendengarkan orang lain, dengan membiarkan orang menilai tentang diri kita sehingga
kita mendapatkan feedback dari orang lain

c. Aktif mencari informasi mengenai diri sendiri. Misalnya dengan memaknai peristiwa
yang terjadi untuk memperoleh informasi diri

d. Melihat sisi diri yang berbeda, yaitu dengan melihat diri dari kacamata orang lain.

e. Meningkatkan keterbukaan diri, dengan memaknai setiap interaksi yang diperoleh.

11

BAB IV
Penggunaan Diri Secara Efektif Dalam Komunikasi Terapeutik

Kesadaran diri adalah proses memahami tentang diri yang akan digunakan untuk
mempengaruhi/berkomunikasi dengan orang lain.

Cara menganalisa diri ada 6, yaitu :

1. Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri.

2. Klarifikasi nilai (clarification of value).

3. Eksplorasi perasaan (feeling exploration).

4. Perawat sebagai model peran (nurse as a role model).

5. Berorientasi untuk kepentingan orang lain (altuism).

6. Ethic and responsibilty.

Kesadaran Diri memiliki 4 kuadran, antara lain :

- Quadrant I disebut daerah terbuka (diketahui oleh diri sendiri dan orang lain). Daerah ini
berisikan semua informasi diri kita, perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan,
dan lain-lain yang diketahui oleh diri sendiri ataupun orang lain. Semakin luas daerah terbuka
semakin tinggi kesadaran diri kita dan berarti semakin baik komunikasi kita.

- Quadrant II disebut daerah buta (hanya diketahui oleh orang lain). Daerah ini berisikan
semua informasi diri kita, perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-
lain yang hanya diketahui orang lain dan kita sendiri tidak mengetahuinya. Bentuk perilaku
dalam diagram ini Sebagian besar adalah perilaku yang tidak kita sadari atau pengalaman
terpendam yang muncul dan teramati oleh orang lain. Setiap orang harus berusaha
mengurangi daerah buta ini supaya dapat memperluas kesadaran dirinya dan supaya
komunikasinya baik.

- Quadrant III disebut daerah tertutup/rahasia (hanya diketahui oleh diri sendiri). Daerah ini
berisikan semua informasi diri kita, perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan,
dan lain-lain yang hanya diketahui kita sendiri, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya.

- Quadrant IV disebut daerah gelap/tidak dikenal (tidak diketahui, baik oleh diri maupun
orang lain). Daerah ini berisikan hal-hal yang tidak diketahui, baik oleh diri sendiri maupun
orang lain. Daerah gelap ini bisa kita buka dengan cara mengenal dan mengamati apa yang
ada pada diri dan sekitar kita, melalui interaksi terbuka, jujur, empati, dan saling percaya.

12

DeVito (1997) menjelaskan bahwa untuk meningkat kesadaran diri dapat dilakukan dengan
cara berikut:

 Dialog dengan diri sendiri, melakukan komunikasi intrapersonal dengan diri sendiri
untuk mengenal aspek-aspek diri. Ada 4 aspek yang perlu mendapat perhatian :
Tubuh, pengalaman subjektif, hubungan dengan orang lain, dan perasaan yang
muncul tanpa disadari.

 Mendengarkan pendapat / belajar dari orang lain tentang diri kita.
 Mengembangkan sikap terbuka dan mengurangi daerah buta dengan terus belajar dari

lingkungan sekitar kita.
 Amatilah diri Anda dari pandangan yang berbeda/dari sumber yang berbeda.
 Memperluas daerah terbuka dengan terus-menerus menjalin komunikasi dan interaksi

dengan orang lain.

Klasifikasi Nilai

Perawat melakukan klarifikasi terhadap nilai-nilai yang diyakini yang mendasari sikap
dan tingkah lakunya, misalnya nilai kebersamaan, kekeluargaan, religi, kebersihan,
keindahan, dan lain-lain. Kesadaran tentang uniknya system nilai tiap individu. Apa dan
bagaimana nilai yang dianut oleh sesesorang akan memengaruhi dirinya pada saat
berinteraksi dengan orang lain. Dengan menyadari system nilai yang dimiliki seperti nilai
budaya, nilai keluarga dan nilai agama yang dianutnya, maka perawat akan siap
mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan system yang ia miliki.

Eksplorasi Perasaan

Perawat harus mampu mengekspresikan perasaan secara jujur. Hal ini penting dalam
rangka meningkatkan kesadaran kita terhadap perasaan yang disadari atau tidak yang dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan hubungan dengan klien. Seorang perawat yang merasa
cemas pada saat interaksi dan membuat klien merasa tidak nyaman dan karena adanya
“pemindahan perasaan” (transfer feeling).

Nurse as a role model

Perawat sebagai role model maksudnya adalah perawat harus menjadi contoh yang baik
bagi klien. Perawat dengan nilai-nilai yang dimilikinya harus bersikap dan bertingkah laku
yang dapat dicontoh secara baik oleh klien. Peran ini harus disadari oleh perawat sehingga
perawat harus selalu mengontrol perilakunya.

Berorientasi pada orang lain (Altruism)

Perawat harus berorientasi untuk kepentingan orang lain, bukan dirinya sendiri. Perawat
dapat meningkatkan kesadaran diri secara terus-menerus untuk menyelami masalah klien dan
berpikir untuk selalu berbuat baik kepada klien. Segala aktivitas yang dilakukan perawat

13

adalah kepentingan kesembuhan klien atau mencapai tujuan yang diinginkan klien. Namun
perlu diperhatikan bahwa nurse adalah sebuah profesi. Karena itu perawat perlu mendapatkan
penghargaan atau imbalan yang sesuai. Keseimbangan antara sikap altruism dengan reward
akan sangat mempengaruhi bagaimana perawat membantu kliennya.
Ethic and Responsibility

Perawat harus mengedepankan nilai-nilai dan etika yang disadarinya serta menunjukkan
tanggung jawab yang tinggi. Autonomi, Beneficience, non maleficience, veracity, justice,
fidelity (ketepatan janji), confidentiality (kerahasiaan), dan accountability.

14

BAB V

Tahapan dalam Komunikasi Terapeutik

Pengertian

Menurut Heri Purwanto, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar dan bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien (Mundakir, 2006). Stuart dan Sundeen (Taufik, 2010:45) menjelaskan bahwa
dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap
persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap
terminasi.

Tahap persiapan/pra-interaksi

Pada tahap pra-interaksi, dokter sebagai komunikator yang melaksanakan komunikasi
terapeutik mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan klien atau pasien. Sebelum
bertemu pasien, dokter haruslah mengetahui beberapa informasi mengenai pasien, baik
berupa nama, umur, jenis kelamin, keluhan penyakit, dan sebagainya. Apabila dokter telah
dapat mempersiapkan diri dengan baik sebelum bertemu dengan pasien, maka ia akan bisa
menyesuaikan cara yang paling tepat dalam menyampaikan komunikasi terapeutik kepada
pasien, sehingga pasien dapat dengan nyaman berkonsultasi dengan dokter.

Tahap perkenalan/orientasi

Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan pasien dilakukan. Tujuan
dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai
dengan keadaan pasien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu.
Tahap perkenalan/orientasi adalah ketika dokter bertemu dengan pasien. Persiapan yang
dilakukan dokter pada tahap prainteraksi diaplikasikan pada tahap ini. Sangat penting bagi
dokter untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar
bagi hubungan terapeutik antara dokter dan pasien.

Tahap kerja

Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap kerja
merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena di dalamnya dokter
dituntut untuk membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya dan kemudian menganalisis respons ataupun pesan komunikasi verbal dan
nonverbal yang disampaikan oleh pasien. Dalam tahap ini pula dokter mendengarkan
secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk

15

mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien, mencari penyelesaian masalah
dan mengevaluasinya.

Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan dokter dan pasien. Tahap terminasi dibagi
dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari
tiap pertemuan dokter dan pasien, setelah hal ini dilakukan dokter dan pasien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah
disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh dokter setelah
menyelesaikan seluruh proses keperawatan. Metode atau teknik yang digunakan dalam
komunikasi terapeutik, antara lain, menurut Stuart dan Sundeen (Mundakir, 2006:131), yaitu
mendengarkan (listening), pertanyaan terbuka (broad opening), mengulang klarifikasi,
refleksi, membagi persepsi, (restoring), memfokuskan, identifikasi tema, diam (silence),
pemberian informasi (informing), dan memberikan saran.
Dengan melaksanakan beberapa teknik atau metode komunikasi terapeutik, maka
kegiatan komunikasi terapeutik dapat dilaksanakan dengan baik. Pasien dapat dengan
nyaman memberikan informasi yang dibutuhkan dokter untuk mengupayakan kesembuhan
pasien, dan dokter pun dapat mempermudah pekerjaannya dalam menentukan tindakan apa
yang harus dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien. Semakin baik
kerjasama yang dilakukan antara dokter dan pasien, maka semakin baik pula hasil yang
dapat dicapai untuk mempercepat proses penyembuhan pada pasien.

16

BAB VI

Teknik Komunikasi Terapeutik

Stuar dan Sundeen menyatakan dalam sebuah komunikasi terapeutik dapat
menerapkan beberapa teknik tertentu. teknik- teknik tersebut antara lain :

 Mendengarkan dengan penuh perhatian.

Mendengarkan merupakan hal yang utama dalam komunikasi terapeutik. Dalam
teknik ini, seseorang akan terlibat dalam proses aktif dalam penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima. Seseorang ahli terapi harus
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk berbicara dan memposisikan
dirinya sebagai pendengar yang aktif yang penuh perhatian. Beberapa hal yang
merupakan keterampilan mendengarkan penuh perhatian :
1. Tataplah klien ketika mereka berbicara.
2. Pertahankan kontak mata dengan klien yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
3. Tidak menyilangkan kaki atau tangan.
4. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
5. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik.
6. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimal sejajar
dengan klien.

 Bertanya

Bertanya adalah teknik untuk merangsang klien agar mengungkapkan perasaan dan
pikirannya. Beberapa model pertanyaan yang mungkin diterapkan dalam situasi
komunikasi terapeutik :
1). Pertanyaan fasilitatif Pertanyaan fasilitatif terjadi jika ahli terapi sensitif terhadap
pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien. Adapun
pertanyaan non fasilitatif adalah pertanyaan yang tidak efektif karna membericarakan
pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan. Pertanyaan ini bersifat
mengancam dan mencerminkan situasi ketidak pengertian terhadap klien.
2). Pertanyaan terbuka (Open Question) atau pertanyaan tertutup (Closed question).
Pertanyaan terbuka digunakan untuk menggali informasi yang banyak dari klien.

17

Dengan pertanyaan ini, semua ekspresi klien akan terlihat dihadapan ahli terapi.
Adapun pertanyaan tertutup digunakan untuk mendapatkan jawaban yang singkat.

 Penerimaan
Penerimaan adalah kondisi dimana muncul situasi mendukung dan menerima
informasi serta tingkah laku dari klien. Dalam situasi ini, penerapi tidak melakukan
penilaian. Namun demikian penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti
bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.
1. Gerakan tubuh dan ekspresi wajah yang tidak menunjukkan kesetujuan sebaiknya
dihindarkan dalam situasi ini, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala
seakan tidak percaya.
2. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan
3. Memberikan umpan balik

 Mengulangi (Restating)
Mengulangi artinya mengulang pokok pikiran yang diiungkapkan klien dengan
menggunakan ungkapan klien sehingga menunjukkan bahwa ahli terapi mengikuti proses
komunikasi, memberikan perhatian dan mengharapkan komunikasi bisa lanjut.

 Klarifikasi (Clarificion)
Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide-ide yang diungkapkan klien klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya. Hal ini
dilakukan ketika penerapi ragu, tidak jelas, atau tidak mendengar. Mungkin juga bisa
terjadi klien merasa malu mengemukakan informasi, sehingga informasi yang
diungkapkan cenderung meloncat-loncat ataupun tidak lengkap. Pada situasi ini,
penerapi tidak boleh menambah, mengurangi, atau menginterpretasi apa yang dikatakan
klien. Fokus utama hanyalah pada perasaan sehingga terjadi pemahaman yang optimal.

 Memfokuskan (Focusing).
Memfokuskan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
Untuk bisa melakukan fokus maka pembicaraan harus dispesifikasi dan diarahkan, agar
tidak melebar kemana-mana.

18

 Diam (Silence).
Diam digunakan untuk memberikan kesempatan kepada klien dan penerapi untuk
memikirkan pertanyaan dan jawaban selama proses komunikasi berlangsung.

 Memberikan Informasi (Informing).
Memberikan informasi yang dimaksudkan adalah informasi tambahan kepada klien
dalam rangka mengajarkan kesehatan atau pendidikan tentang aspek-aspek yang relevan
dalam rangka penyembuhan klien. Klien harus benar-benar mendapatkan alternatif bagi
solusi terhadap masalahnya.

 Menyimpulkan (summerizing).
Menyimpulkan merupakan teknik untuk membantu klien dalam mengeksplorasi poin
penting dari interaksi dengan penerapi. Hasil teknik ini adalah melakukan penyamaan
persepsi terhadap ide dan perasaan pada saat mengakhiri pertemuan.

 Mengubah cara pandang (reframing).
Teknik ini memberikan pandangan pada klien untuk tidak saja melihat
permasalahnya sebagai seseuatu hal yang negatif semata. Sehingga klien cenderung
menyalahkan dirinya tetapi juga melihat persoalan dari aspek lainnya. Teknik ini
memungkinkan klien untuk melakukan perencanaan yang lebih baik untuk mengatasi
masalahnya.

 Humor.
Dalam penelitian dalam bidang kesehatan, sebuah humor dapat merangsang produksi
catecholamine dan humor dapat menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi
terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, dan memfasilitasi relaksasi pernafasan.
Dengan demikian humor dalam teknik terapeutik akan mampu mengatsi rasa takut dan
tidak enak dan mengatasi ketidakmampuan penerapi untuk berkomunikasi dengan klien.

 Memberikan pujian (reinforcement).
Pemberian pujian akan berguna meningkatkan diri dan menguatkan perilaku klien.
Teknik ini bisa diungkapkan dengan kata-kata maupun dengan komunikasi non verbal,
misalnya acungan jempol.

19

BAB VII

Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik

Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik Menurut Hamid, hambatan komunikasi
terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat (terapis) dengan klien terdiri dari tiga
jenis utama yaitu resistensi, transferens, dan kontertransferens. Hambatan timbul dari
mungkin dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komnikasi
terapeutik. Hambatan komunikasi terapeutik ini dapat menimbulkan perasaan tegang
baik bagi perawat maupun bagi klien. Berikut pembahasan mengenai hambatan
komunikasi terapeutik:

a. Resisten.

Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansientas
yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi
yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan massalah aspek diri
seseorang. Resisten merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah telah
dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena
fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.

b. Transferens.

Transferens adalah respons tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupannya di masa lalu.
Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan
pengguna mekanisme pertahanan pengisaran ( displacement) yang maladaptif. Ada dua
jenis utama reaksi yaitu bermusuhan dan tergantung.

C. Kontertransferens.

Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh terapis bukan oleh klien.
Kontertransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh terapis terhadap klien
yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya terbentuk dari salah satu dari tiga jenis
yaitu reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi
sangat cemas sering kali digunakan sebagai respons terhadap resisten klien. Untuk
mengatasi hambatan terapeutik terapis harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional
yang sangat kuat dalam konteks hubungan terapis-pasien untuk mengatasi hambatan
terapeutik. Terapis harus mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan terapeutik dan
menggali perilaku yang menunjukkan adanya kebutuhan tersebut. Klarifikasi serta refleksi
perasaan dan isi dapat digunakan agar terapis dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang
terjadi.

20

BAB VIII

Komunikasi Terapeutik pada Anak

Dalam berkomunikasi dengan anak, orang dewasa harus memahami apa yang dipikirkan
dan perasaan apa yang akan disampaikan anak dan berusaha memahami anak dengan bahasa
yang tepat.

 ASPEK PENTING DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK

1. Orang dewasa harus menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi anak yang diajak
berbicara
- Menggunakan isyarat seperti menunjuk objek secara jelas jika objek tersebut ingin
dilihat anak.
- Memilih kata-kata secara tepat dan struktur bahasa yang mudah dipahami anak.

2. Anak berusaha agar komunikasinya juga dipahami orang lain
- Anak menggunakan isyarat-isyarat tertentu untuk menyampaikan keinginan atau
mengungkapkan perasaannya agar orang dewasa paham dengan apa yang dia
inginkan.
- Semakin bertambah besar anak, komunikasi dengan isyarat semakin kurang
diperlukan karena pemahaman komunikasi anak sudah lebih baik.

 BENTUK KOMUNIKASI PADA ANAK
- Komunikasi Prabicara (Praspeech) merupakan komunikasi sebelum bayi mampu

menyampaikan keinginan dengan kata-kata, bayi melakukan komunikasi melalui
kode-kode khusus untuk menyampaikan keinginannya sebagai bentuk komunikasinya
- Komunikasi prabicara akan berakhir seiring perkembangan kematangan mental dan
emosional anak
- Bentuk komunikasi prabicara terdiri dari 4 : tangisan, celoteh, isyarat dan ekspresi
emosional

 TEKNIK KOMUNIKASI PADA ANAK
Untuk berkomunikasi dengan anak, diperlukan pendekatan atau teknik khusus agar
hubungan yang dijalankan dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang

21

anak. Secara umum ada dua teknik berkomunikasi yang digunakan pada anak, yaitu teknik
komunikasi verbal dan nonverbal. Teknik komunikasi verbal yang sering digunakan antara
lain adalah bercerita, bibliotheraphy, mimpi, menyebutkan permintaan, bemain dan
permainan, melengkapi kalimat, serta teknik pro dan kontra. Teknik komunikasi nonverbal
dapat berupa menulis, menggambar, gerakan gambar keluarga, sociogram, menggambar
bersama dalam keluarga, dan teknik bermain. Komunikasi verbal bagi kebanyakan anak dan
orang tua sering mendapat kesulitan karena harus membicarakan perasaan-perasaannya.

TEKNIK VERBAL KOMUNIKASI PADA ANAK
- Bercerita (Story Telling)

Teknik strory telling dapat dilakukan dengan cara meminta anak menceritakan
pengalamannya ketika sedang diperiksa.
Contohnya, anak bercerita tentang ketakutannya saat diperiksa oleh perawat. Kemudian,
perawat cerita bahwa pasien anak di sebelah juga diperiksa, tetapi tidak merasa takut karena
perawatnya baik dan ramah-ramah. Dengan demikian, diharapkan perasaan takut anak akan
berkurang karena semua anak juga diperiksa seperti dirinya

- BIBLIOTHERAPY

Bibliotheraphy (biblioterapi) adalah teknik komunikasi terapeutik pada anak yang
dilakukan dengan menggunakan buku-buku dalam rangka proses therapeutic dan supportive.
Sasarannya adalah membantu anak mengungkapkan perasaan-perasaan dan perhatiannya
melalui aktivitas membaca. Cara ini dapat memberi kesempatan pada anak untuk menjelajahi
suatu kejadian yang sama dengan keadaannya. Dalam menggunakan buku untuk
berkomunikasi dengan anak, yang penting diperhatikan adalah mengetahui emosi dan
pengetahuan anak serta melakukan penghayatan terhadap cerita sehingga dapat
menyampaikan sesuai dengan maksud dalam buku yang dibaca dengan bahasa yang
sederhana dan dapat dipahami anak.

- MIMPI

Mimpi adalah aktivitas tidak sadar sebagai bentuk perasaan dan pikiran yang ditekan ke
alam tidak sadar. Mimpi ini dapat digunakan oleh perawat untuk mengidentifikasi adanya
perasaan bersalah, perasaan tertekan, perasaan jengkel, atau perasaan marah yang
mengganggu anak sehingga terjadi ketidaknyamanan. Dorong anak untuk menceritakan
mimpi atau mimpi buruk yang dialami selama di rawat di rumah sakit. Terkadang perasaan
stress anak dapat terbawa dalam mimpi.

- MENYATAKAN KEINGINAN

22

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak. Dengan meminta anak untuk
menyebutkan keinginan, dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan
keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.

- BERMAIN DAN PERMAINAN

Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan dapat menjadi
tehnik yang paling efektif untuk berhubungan dengan anak. Dengan bermain dapat
memberikan petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual dan sosial. Terapeutik
Play sering digunakan untuk mengurangi trauma akibat sakit atau masuk rumah sakit atau
untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan prosedur medis/perawatan. Perawat dapat
melakukan permainan bersama anak sehingga perawat dapat bertanya dan mengeksplorasi
perasaan anak selama di rumah sakit

- MELENGKAPI KALIMAT

Teknik komunikasi ini dilakukan dengan cara meminta anak menyempurnakan atau
melengkapi kalimat yang dibuat perawat. Dengan teknik ini, perawat dapat mengetahui
perasaan anak tanpa bertanya secara langsung kepadanya. Contoh : perawat bisa
menstimulasi dengan kalimat pertanyaan berikut :
Yang paling saya sukai saat sekolah adalah ….
Makanan yang paling saya sukai adalah….

PRO DAN KONTRA

Teknik komunikasi ini dilakukan dengan tujuan mengeksplorasi perasaan-perasaan anak,
baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Teknik ini penting diterapkan untuk
menciptakan hubungan baik antara perawat dan anak. Teknik ini dimulai dari hal-hal yang
bersifat netral, selanjutnya hal yang serius. Perhatikan contoh berikut :

Pada topik khusus “berada di rumah sakit”, minta anak menyebutkan lima hal yang baik dan
lima hal yang buruk tentang hal tersebut. Pada Topik Netral , minta anak untuk menyebutkan
hobi, dan menyebutkan lima hal yang baik dan yang buruk

TEKNIK NON VERBAL

Menulis
Menggambar

23

Nada Suara
Aktifitas Pengalihan
Posisi Tubuh dan Kontak Mata
Ungkapan Marah
Sentuhan

TEKNIK NON VERBAL :
- MENULIS

Ungkapan rasa yang sulit dikomunikasikan secara verbal bisa ampuh dengan komunikasi
lewat tulisan. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk
menulis. Melalui cara ini, anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih,
marah, atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah, dan
diam. Dengan meminta anak menulis, perawat dapat mengetahui apa yang dipikirkan anak
dan bagaimana perasaan anak

TEKNIK NON VERBAL :
- MENGGAMBAR

Pengembaangan dari teknik menggambar ini adalah anak dapat menggambarkan
keluarganya dan dilakukan secara bersama antara keluarga (ibu/ayah) dengan anak. Anak
diminta menggambar suatu lingkaran untuk melambangkan orang-orang yang berada dalam
lingkungan kehidupannya dan gambar bundaran-bundaran di dekat lingkaran menunjukkan
keakraban/kedekatan. Menggambar bersama dalam keluarga merupakan satu alat yang
berguna untuk mengungkapkan dinamika dan hubungan keluarga

TEKNIK NON VERBAL :
- NADA SUARA

Gunakan nada suara lembut, terutama jika emosi anak dalam keadaan tidak stabil. Hindari
berteriak karena berteriak hanya akan mendorong pergerakan fisik dan merangsang
kemarahan anak semakin meningkat

TEKNIK NON VERBAL :
- AKTIVITAS PENGALIHAN

Untuk mengurangi kecemasan anak saat berkomunikasi, gunakan aktivitas pengalihan,
misalnya membiarkan anak bermain dengan barang-barang kesukaannya, seperti boneka,
robot bersuara, mobil-mobilan, kacamata, dan lain-lain.

24

TEKNIK NON VERBAL :
- KONTAK MATA DAN POSISI TUBUH

Pembicaraan atau komunikasi akan terasa lancar dan efektif jika kita sejajar. Saat
berkomunikasi dengan anak, sikap ini dapat dilakukan dengan cara membungkuk atau
merendahkan posisi kita sejajar dengan anak. Dengan posisi sejajar, kita dapat
mempertahankan kontak mata dengan anak dan mendengarkan secara jelas apa yang
dikomunikasikan anak.

TEKNIK NON VERBAL :
- UNGKAPAN MARAH

Pada situasi ini, izinkanlah anak untuk mengungkapkan perasaan marahnya serta
dengarkanlah dengan baik dan penuh perhatian apa yang menyebabkan dia merasa jengkel
dan marah. Untuk memberikan ketenangan pada anak saat marah, duduklah dekat dia, pegang
tangan/pundaknya, atau peluklah dia. Dengan cara-cara seperti tersebut, anak akan merasa
aman dan tenang.

TEKNIK NON VERBAL :
- SENTUHAN

Sentuhan adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memagang. Sebagian tangan
atau bagian tubuh anak, misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat tangan, atau pelukan,
bertujuan untuk memberikan perhatian dan penguatan terhadap komunikasi yang dilakukan
antara anak dan orang tua. Teknik ini efektif dilakukan saat anak merasa sedih, menangis,
atau bahkan marah.

PENERAPAN KOMUNIKASI SESUAI TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK
Perkembangan ini juga berhubungan dengan kematangan atau kemampuan organ sensorik

dalam menerima rangsangan atau stimulus internal maupun eksternal. Perkembangan
komunikasi pada bayi dan anak juga dipengaruhi oleh kuatnya stimulus internal dan eksternal
yang masuk dalam diri anak melalui reseptor pendengarannya dan organ sensorik lainnya

PENERAPAN KOMUNIKASI
- BAYI (0-1 TAHUN)

Bayi terlahir dengan kemampuan menangis karena dengan cara itu mereka berkomunikasi.
Bayi menyampaikan keinginannya melalui komunikasi nonverbal. Bayi akan tampak tenang
serta merasa nyaman dan aman jika ada kontak fisik (sentuhan) yang dekat, terutama dengan

25

orang yang dikenalnya (ibu). Bayi akan tersenyum, menggerak-gerakkan kaki dan tangannya
berulang-ulang jika dia ingin menyatakan kegembiraannya, serta menjerit, menangis, atau
merengek jika dia merasa tidak nyaman.

PENERAPAN KOMUNIKASI
- KELOMPOK TODDLER (1-3 TAHUN) DAN PRESCHOOL (3-6 TAHUN)

Ciri khas anak kelompok ini adalah egosentris, yaitu mereka melihat segala sesuatu hanya
berhubungan dengan dirinya sendiri dan melihat sesuatu hanya berdasarkan sudut
pandangnya sendiri. Anak tidak mampu membedakan antara kenyataan dan fantasi sehingga
tampak jika mereka bicara akan banyak ditambahi dengan fantasi diri tentang obyek yang
diceritakan.

PENERAPAN KOMUNIKASI
- KELOMPOK TODDLER (1-3 TAHUN) DAN PRESCHOOL (3-6 TAHUN)

Contoh implementasi komunikasi dalam keperawatan :
1. Memberi tahu apa yang terjadi pada diri anak.
2. Memberi kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan

digunakan.
3. Nada suara rendah dan bicara lambat. Jika anak tidak menjawab, harus diulang lebih

jelas dengan pengarahan yang sederhana.
4. Lakukan bina trust pada orang tua didepan anak.
5. Mengalihkan aktivitas saat komunikasi, misalnya dengan memberikan mainan saat

komunikasi.
6. Jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak.
7. Bersalaman dengan anak saat memulai interaksi karena bersalaman dengan anak

merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas.
8. Mengajak anak menggambar, menulis, atau bercerita untuk menggali perasaan dan

fikiran anak.

PENERAPAN KOMUNIKASI
- KELOMPOK USIA SEKOLAH (7-11 TAHUN)

Pada masa ini, anak akan banyak mencari tahu terhadap hal-hal baru dan akan belajar
menyelesaikan masalah yang dihadapinya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Pada
masa ini, anak harus difasilitasi untuk mengekspresikan rasa takut, rasa heran, penasaran,
berani mengajukan pendapat, dan melakukan klarifikasi terhadap hal-hal yang tidak jelas
baginya. Implementasi komunikasi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain :

26

1. Memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak dengan menggunakan kata-kata
sederhana yang spesifik.

2. Menjelaskan sesuatu yang ingin diketahui anak.
3. Pada usia ini, keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu

sangat tinggi.
4. Jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu

berkomunikasi secara efektif.

27

BAB IX

Komunikasi Terapeutik pada Lansia

Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung di rumah sakit (Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009). Orang lanjut usia (lansia)
pada umumnya menderita lebih dari satu penyakit. Hal ini pun membuat mereka harus
mendatangi sejumlah dokter spesialis untuk berobat. Pasien lansia mempunyai cara khusus
dalam perawatannya mengingat usianya sudah tidak muda lagi dan kebanyakan dari pasien
lansia mempunyai penyakit yang kompleks dan atau beberapa penyakit sekaligus.

Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan anggota keluarga atau petugas
sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan
langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau
panti. Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut
usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain, untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan
keperawatan dapat berupa dukungan tentangpersonal hygiene,kebersihan lingkungan serta
makanan yang sesuai dan kesegaran jasmani; untuk lanjut usia yang telah mengalami pasif,
yang tergantung pada orang lain.

Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan

kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar dan bertujuan, kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan
pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien.

 Adapun penjelasan dari masing - masing tahapan tersebut sebagai berikut:
- Tahap pra-interaksi.

Pada tahap prainteraksi, perawat sebagai komunikator yang melaksanakan komunikasi
terapeutik mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan klien atau pasien. Sebelum bertemu
pasien, perawat haruslah mengetahui beberapa informasi mengenai pasien, baik berupa nama,
umur, jenis kelamin, keluhan penyakit, dan sebagainya. Apabila perawat telah dapat
mempersiapkan diri dengan baik sebelum bertemu dengan pasien, maka ia akan bisa
menyesuaikan cara yang paling tepat dalam menyampaikan komunikasi terapeutik kepada
pasien, sehingga pasien dapat dengan nyaman berkonsultasi dengan petugas.

28

- Tahap perkenalan atau tahap orientasi
Pada tahap ini antara petugas/dokter dan pasien terjadi kontak dan pada tahap ini
penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati. Kualitas-
kualitas lain seperti sifat bersahabat kehangatan, keterbukaan dan dinamisme juga terungkap.

- Tahap kerja atau sering disebut sebagai tahap lanjutan
Adalah tahap pengenalan lebih jauh, dilakukan untuk meningkatkan sikap penerimaan satu
sama lain untuk mengatasi kecemasan, melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang
ada, pada tahap ini termasuk pada tahap persahabatan yang menghendaki agar kedua pihak
harus merasa mempunyai kedudukan yang sama, dalam artian ada keseimbangan dan
kesejajaran kedudukan. Secara psikologis komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat
pasien lebih tenang, dan tidak gelisah.

- Tahapan terminasi
Pada tahap ini terjadi pengikatan antar pribadi yang lebih jauh, merupakan fase persiapan
mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan perawatan yang didapat dan
mempertahankan batas hubungan yang ditentukan, yang diukur, antara lain, mengantisipasi
masalah yang akan timbul karena pada tahap ini merupakan tahap persiapan mental atas
rencana pengobatan, melakukan peningkatan komunikasi untuk mengurangi ketergantungan
pasien pada petugas/dokter.
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan antara petugas dengan klien. Bahwa
tahap terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. Terminasi
sementara adalah akhir dari setiap pertemuan, pada terminasi ini klien akan bertemu kembali
pada waktu yang telah ditentukan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika klien selesai
menjalani pengobatannya.

29

BAB X

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI UNIT GAWAT DARURAT (IGD)

 KENAPA HARUS BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK DI UGD?
Karena perawat merupakan ujung tombak pelayanan rumah sakit, yang memberikan
pelayanan khusus kepada pasien gawat darurat secara terus-menerus selama 24 jam setiap
hari. Kegiatan kasus gawat darurat memerlukan sebuah sub system yang terdiri dari
informasi, jaringan koordinasi dan jaringan pelayanan gawat darurat sehingga seluruh
kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem terpadu.

 PERMASALAHAN KOMUNIKASI DI UGD
Untuk pelayanan di Instalasi Gawat Darurat sering menimbulkan kekecewaan pasien,
sebagai contoh yaitu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat yang tidak sesuai dengan urutan
pasien yang datang. Masalah masalah seperti ini terjadi salah satunya karena kurangnya
komunikasi terapeutik oleh perawat yang merupakan tenaga medis yang pertama kali ditemui
oleh pasien. Harapan pasien ketika bertemu petugas medis pertama kali adalah mendapatkan
informasi, arahan, dan penjelasan tentang pelayanan medis secara baik dan rinci. Tidak
menutup kemungkinan peran tenaga medis lainnya juga dapat ikut andil membantu
terbentuknya komunikasi yang efektif agar tidak terjadi kesalahpahaman

 KARAKTERISTIK KONDISI KEGAWATDARURATAN
Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi. Keperawatan diberikan pada
seluruh usia. Tindakan memerlukan ketepatan dan kecepatan yang tinggi. Keterbatasan waktu
data dan sarana : pengkajian, diagnosis dan tindakan.

 IMPLIKASI PERMASALAHAN KOMUNIKASI KEPERAWATAN DI UNIT
GAWAT DARURAT

Perawat bertanggung jawab terhadap kesehatan mental dan spiritual pasien dan keluarga.
Kondisi mental dan spiritual yang sehat akan mengoptimalkan kerja sama pasien, keluarga
dan tim kesehatan. Reaksi emosi pasien /keluarga : kecemasan, kehilangan.

 CEMAS
Berulang-ulang menanyakan hal tertentu. Gerakan yang berulang-ulang. Mimik muka yang
tidak tenang. Tidak dapat bekerja sama. Tekanan darah, nadi, pernafasan meningkat.

30

 INTERVENSI KEPERAWATAN MASALAH CEMAS PADA ASPEK
KOMUNIKASI

Kaji focus pembicaraan. Orientasikan pasien terhadap petugas, ruang dan waktu. Jelaskan
ketentuan yang berlaku di UGD. Jelaskan program perawatan dan alasan. Berikan
kesempatan pendamping pasien membantu selama di UGD.

 KEHILANGAN

Kehilangan dapat terjadi karena kehilangan kesehatan/kemandirian dan kehilangan orang
yang dicintai.

Proses kehilangan :
o Menolak/tidak percaya/denial.
o Marah.
o Tawar menawar.
o Depresi.
o Menerima.

 INTERVENSI PASIEN KEHILANGAN
o Memahami perasaan pasien.
o Mendukung ke arah penerimaan, katakan kenyataan yang ada.
o Tidak memaksakan pasien untuk percaya.
o Mendengarkan pembicaraan.
o Mengarahkan pemecahan masalah secara optimal.
o Memberikan waktu pasien untuk mengekspresikan kesedihan.
o Menyediakan ruang dan tempat yang nyaman/tenang.

 PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEGAWATDARURATAN

Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukkan sikap dan perilaku :
o Caring : peduli dan bersedia memberikan bantuan.
o Acceptance : menerima pasien apa adanya.
o Respect : menghormati keyakinan pasien.
o Empathy : turut merasakan perasaan yang dialami pasien.
o Trust : memberikan kepercayaan kepada pasien.
o Integrity : berpegang pada prinsip professional.
o Identifikasi bantuan yang diperlukan.

Tetapkan Teknik komunikasi : TERFOKUS, BERTANYA, DAN VALIDASI.

31

 PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEGAWATDARURATAN
o Bahasa yang mudah dimengerti.
o Hindari : menyalahkan, memojokkan atau memberikan sebutan yang negative kepada

pasien.
o Pastikan hubungan professional dimengerti oleh pasien dan keluarga.
o Motivasi dan hargai pendapat pasien.

32

BAB XI

Komunikasi Terapeutik di ICU

Intensive Care Unit (ICU)

Ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola
pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwanya sewaktu-waktu
karena kegagalan atau disfungsi satu organ atau sistem masih ada kemungkinan dapat
disembuhkan kembali melalui perawatan dan pengobatan intensif.

ICU
- Kondisi pasien yang masuk ruang ICU antara lain pasien sakit kritis, pasien tidak

stabil yang memerlukan terapi intensif, pasien yang mengalami gagal nafas berat,
pasien bedah jantung, pasien yang memerlukan pemantauan intensif, invasive dan
noninvasive agar komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, juga pasien yang
memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut.
- Informasi yang akurat dan terpercaya sangat diperlukan oleh keluarga pasien yang
ada di ruangan ICU, karena pasien yang masuk ruangan ICU sangat memerlukan
tindakan cepat dan tepat.
- Berdampak pada keluarga pasien apabila perawat tidak terlebih dahulu
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang penanganan kepada pasien,
maka kelurga pasien.

Komunikasi Terapeutik
- Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan perawat dengan pasien

atau perawat dengan keluarga pasien yang didasari oleh hubungan saling percaya
yang di dalam komunikasi tersebut terdapat seni penyembuhan.
- Di dalam berkomunikasi antara perawat dengan keluarga pasien, perawat harus
membangun rasa nyaman, anam dan percaya kepada keluarga. Hal ini merupakan
landasan utama berlangsungnya komunikasi yang efektif.
- Komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien di Unit Perawatan
Intensive Rumah Sakit.
- Hal ini disebabkan karena meskipun perawat tersebut memiliki komunikasi yang baik
dalam menyampaikan informasi, tetapi ada faktor yang mempengaruhi komunikasi
terapeutik perawat tersebut dalam menyampaikan informasi seperti faktor persepsi,
dimana setiap keluarga memiliki persepsi yang berbeda kepada perawat dalam
melakukan tindakan.
- Menurut pendapat peneliti faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat kepercayaan
keluarga pasien karena terbatasnya sarana dan prasarana rumah sakit khususnya di
ruangan intensive care unit.

33

BAB XII

Klien marah - marah, klien komplain, klien yang rewel.

 Pelayanan Rumah Sakit

Rumah sakit di tuntut untuk memenuhi yang di inginkan pengguna jasa kesehatan dengan
mengutamakan patient safety dan mutu pelayanan. Kenyataan yang terjadi masih banyak
komplain di rumah sakit. Penelitian mengetahui komplain pasien di pelayanan rumah sakit.
Metode kualitatif dengan desain fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara mendalam pada delapan partisipan. Hasilnya terdapat tiga tema yang
teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu upaya dilakukan untuk menyampaikan komplain,
macammacam komplain di rumah sakit, dan nilai positif komplain. Komplain memiliki
sistem dan nilai-nilai yang terdiri upaya dilakukan untuk menyampaikan komplain dan
macam-macam komplain di rumah sakit.

Tuntutan masyarakat saat ini sangat tinggi, mulai dari SDM rumah sakit yang di tuntut
professional, fasiltas rumah sakit yang sesuai standar akredetasi, dan tidak kalah penting
adalah hospitality dan caring yang harus dimiliki oleh setiap SDM rumah sakit. Saat ini
rumah sakit di tuntut untuk memenuhi yang di inginkan pengguna jasa kesehatan dengan
mengutamakan patient safety dan mutu pelayanan.

Mutu pelayanan berkaitan erat dengan kepuasan pasien, berdasarkan Peraturan. Menteri
Kesehatan RI (2008) indikator mutu pelayanan salah satunya adalah kepuasan pasien.
Pengelola rumah sakit di tuntut memberikan pelayanan kesehatan berkualitas, yang dapat
membuat kepuasan pada pasien. Karena pada era MEA, kompetensi makin terbuka.

Apabila rumah sakit ingin bersaing, maka rumah sakit wajib menjalankan Quality Of Life
berbanding lurus dengan Customer Satisfaction. Berdasarkan penelitian yang menyatakan
untuk dapat berkompetensi harus mempunyai keunggulan dalam hal biaya, fleksibilitas, dan
pelayanan.

Fenomena yang terjadi di rumah sakit komplain klien bisa berulang dengan komplain
yang sama dengan klien yang berbeda. Komplain klien yang bisa terjadi berulang, kurangnya
pemberian infromasi. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan
informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu
akan dan atau telah dilaksanakan, ketidakjelasan informasi tersebut dapat menyebabkan
pasien komplain terhadap manajemen rumah sakit. didukung dengan penelitian.

Komplain pasien terhadap pelayanan rumah sakit jangan dipandang sebelah mata biarpun
itu komplain yang sederhana, karena komplain ini juga dapat membuat pihak manajemen
mengetahui kekurangan dan kelemahan rumah sakitnya.

Pelayanan rumah sakit di tuntut memberikan pelayanan yang berkualitas, karena banyak
hal yang terjadi salah satunya adalah ketidakpuasan. Pasien atau Keluarga sudah paham
terkait hakhak yang diterimanya sebagai pasien sehingga rumah sakit harus cerdas dalam
melayani pasien. Pasien sangat mengharapkan pelayanan yang berkualitas dari seluruh SDM
rumah sakit, sehigga tercipta pelayanan yang bermutu.

34

BAB XIII

Aplikasi Komunikasi Terapeutik pada klien, keluarga,

kelompok ataupun tenaga kesehatan

 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart.G.W., Komunikasi Terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara
perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dank lien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

Komunikasi Terapeutik Pada Klien
Menurut Stuart, G.W, struktur komunikasi dalam terapeutik terdiri dari empat fase yaitu :
fase pra interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi.

01. Fase Pra interaksi
Tahap ini merupakan persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.Tugas perawat
pada fase ini adalah :
•Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan.
•Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidaksiap, maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok.
•Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi.
•Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.

02. Fase Orientasi.
Fase ini di mulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Fase ini di gunakan perawat

untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan
saling percaya.

Tugas - tugas perawat pada tahap ini antara lain :
•Membina hubungan saling percaya, menunjukansikap penerimaan dan komunikasi terbuka.

35

•Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak pentinguntuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.
•Menggali perasaan dan pikiran sertamengidentifikasi masalah klien.
•Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bilatahap ini gagal di capai akan menimbulkankegagalan pada keseluruhan interaksi. (Stuart
1998dalam Suryani, 2005)

a) Hal yang harus di perhatikan pada fase ini antara lain :
•Memberikan salam terapeutik disertaidengan jabatan tangan.
•Memperkenalkan diri perawat.
•Menyepakati kontrak.
•Melengkapi kontrak.
•Evaluasi dan validasi
•Menyepakati masalah.

b) Tujuan orientasi.
Memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah di buat dengan keadaan klien saat ini dan
mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

03. Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap

ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang di hadapi klien. Perawat dan
klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien. Tahap ini berkaitan dengan
pelaksanaan rencana asuhan yang telah di tetapkan. Teknik komunikasi terapeutik yang
sering di gunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi
berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan. (Geldard, 1996, dalam Suryani, 2005).

04. Fase Terminasi.
Fase ini merupakan fase sulit dan penting. Karena hubungan saling percaya telah

terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan,
terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Klien dan perawat sama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,

36

perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan
perawat, yang di bagi dua yaitu :

•Terminasi sementara
•Terminasi akhir

Tugas-tugas perawat pada fase ini yaitu :
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah di lakukan, evaluasi ini disebut
evalusasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996).
b. Melakukan evaluasi subjektif, di lakukan dengan menanyakkan perasaan klien setelah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah di lakukann. Hal ini di sebut
dengan pekerjaan rumah (planning klien).
d. Membuat kontrak unuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu di sepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan.

Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga

 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi,
dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial individu yang ada di
dalamnya, dilihat dariinteraksi yang reguler dan ditandai adanya ketergantungan dan
hubungan untuk mencapai tujuan umum. (Duval, 1972). Departemen Kesehatan RI (1988).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yangterdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam kadaan saling
tergantung.

 Ciri – ciri Komunikasi Keluarga

a) Keterbukaan (openess).
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan orang
lain dalam berinteraksi.
b) Empati (Empathy).
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan orang
lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang tersebut.
c) Dukungan.

37

Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan aktivitas
serta meraih tujuan yang diinginkan.
d) Perasaan Positif (Positiveness).
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah
dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e) Kesamaan (Equality).
Individu mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.

Komunikasi Terapeutik pada Kelompok/Tenaga Kesehatan

 Komunikasi antara Perawat dengan Dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama
dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama dengan dokter
dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan dimana kebanyakan asuhan
keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat
mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak
lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari kedua
pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secaraindividu, perawat
dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter
membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit
pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud
dengan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.

 Komunikasi antara Perawat dengan Perawat
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga kesehatan
terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan
rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila
hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan
profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.

 Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Terapi Respiratorik

38

Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk
peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien. Perawat bekerja dengan pemberi terapi
respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu
dilanjutkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien
secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien
dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh.

 Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi

Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yangmendapat izin untuk merumuskan
dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau
mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem
pemberian obat.

Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan
mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat harus selalu
mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek smaping dari semua obat-
obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti
buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan mana
yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan.

Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-
sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan
tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat
menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-
obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasi inidapat
dimasukkan dalam rencana persiapan pulang.

 Komunikasi antaraPerawat dengan Ahli Gizi

Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap
orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Agar pemenuhan
gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus mengkonsultasikan
kepada ahli gizi tentang obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak
mengkomunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja
menghambat absorbsi dari obat tersebut.

39

DAFTAR PUSTAKA

Afriandani, A., Alkisa, M., Handayani, N, M., & Nurjanah, S. (2019). KOMUNIKASI
DALAM KEPERAWATAN "KARAKTERISTIK HELPING RELATIONSHIP". Pekanbaru :
STIKES PAYUNG NEGERI.
Aini, F, N. (2021). Implementasi Teknik Self Talk Untuk Meningkatkan Self Awareness Pada
Seorang Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya. Surabaya : Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel.
Gitanto, N, A. (2019). PENGARUH EMOTIONAL INTELLIGENCE TERHADAP KINERJA
DEBT COLLECTOR PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI KABUPATEN MADIUN.
Madiun : Universitas PGRI Madiun.
Hasanah, U. (2019). HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN TINGKAT
KECEMASAN PASIEN PADA TINDAKAN PERAWATAN SALURAN AKAR (PSA) DI
KLINIK GIGI. Yogyakarta : Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Juniarsih, R, A, A. (2019). PERAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK KONSELOR ADIKSI
DALAM MENGATASI GANGGUAN PERILAKU PECANDU NARKOBA DI YAYASAN
INTAN MAHARANI PALEMBANG. Palembang : Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang.
Mulyandi, A. (2020). STUDI DESKRIPTIF PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH
SEMARANG. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.
Prasanti, D. (2017). Komunikasi Terapeutik Tenaga Medis tentang Obat Tradisional bagi
Masyarakat. MediaTor, 10 (1), 53 - 64.

40


Click to View FlipBook Version