The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Young Pa Sukri, 2024-01-26 13:49:04

Biografi Para Wali

Buku Ziarah 02

51 Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim lebih dulu meninggal dunia. Beliau pun dimakamkan tak jauh dari pantai. Dan putra putranya meneruskan perjuangan dakwah di pulau Jawa.


11 Syekh Maulana Ishak


53 Syekh Maulana Ishak adalah ayah daripada Sunan Giri atau Raden Paku. Beliau merupakan putra dari Syekh Ibrahim Asmaraqandi dari perkawinannya dengan putri Pasai dan diperkirakan lahir sekitar tahun 1393 Masehi di lingkungan kerajaan Pasai. Sebagian pendapat menyebutkan bahwa Syekh Maulana Ishak adalah saudara beda ibu dari Syekh Ibrahim Asmaraqandi. Pada sekitar tahun 1441 Masehi Syekh Maulana Ishak pergi mengembara ke pulau Jawa. Saat berdakwah di pulau Jawa, Syekh Maulana Ishak lebih dikenal dengan sebutan Syekh Wali Lanang. Beliau bermukim di daerah Panarukan, wilayah sekitar Blambangan. Pada saat berada di Blambangan tersebut, Syekh Maulana Ishak mendengar sebuah sayembara yang diadakan oleh adipati Blambangan. Isi sayembara tersebut adalah: “Barang siapa yang mampu menyembuhkan putri adipati Blambangan yang tengah dilanda sakit, maka akan dinikahkan


54 dengan sang putri”. Singkat cerita Syekh Maulana Ishak berhasil menyembuhkan penyakit sang putri dan akhirnya Syeikh Maulana Ishak dinikahkan dengan putri adipati Blambangan yakni Dewi Sekardadu. Namun kebahagiaan Syeikh Maulana Ishak tak berlangsung lama, ketika Syeikh Maulana Ishak mengajak seluruh keluarga adipati Blambangan agar memeluk Islam, adipati Blambangan malah murka dan mengusir Syeikh Maulana Ishak. Dengan berat hati Syeikh Maulana Ishak meninggalkan istrinya yang sedang hamil, kelak bayi yang tengah dikandung Dewi Sekardadu itu dilarung (dihanyutkan) di Selat Bali, dan ditemukan seorang saudagar dari Gresik bernama Nyi Ageng Pinatih.


12 Raden Fatah


56 Raden Fatah merupakan putra dari Prabu Brawijaya, raja Majapahit terakhir. Dikisahkan ibu dari Raden Fatah adalah seorang wanita Cina yang diambil selir oleh Prabu Brawijaya. Namun, karena permaisuri Prabu Brawijaya merasa cemburu, ia meminta Prabu Brawijaya agar mengusir sangat selir dari kerajaan. Akhirnya selir dari Cina tersebut oleh diberikan Prabu Brawijaya kepada Adipati Arya Damar, seorang Adipati di Palembang, dengan syarat selir Cina tersebut tidak boleh dikumpuli karena memang, saat diberikan kepada Arya Damar, selir Cina tersebut dalam keadaan hamil. Baru setelah sang putri melahirkan bayi yang diberi nama Raden Fatah tersebut, Arya Damar menikahi putri cina tersebut. Dari pernikahan ini, Arya Damar dikaruniai seorang putra bernama Raden Husein. Pada saat remaja, Raden Fatah dan saudara tirinya, Raden Husein, berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya. Setelah sekian lama belajar ilmu agama kepada Sunan Ampel, Raden Fatah


57 akhirnya dinikahkan dengan Dewi Murthosimah putri Sunan Ampel. Begitu pula dengan Raden Husein dinikahkan dengan cucu Sunan Ampel yang bernama Nyai Wilis. Raden Fatah pada akhirnya diperintahkan oleh Sunan Ampel untuk membuka pedukuhan baru dan menyebarkan agama Islam di sana. Dikisahkan Sunan Ampel memerintahkan Raden Fatah terus berjalan ke arah barat sampai menemukan hutan bambu yang berbau harum. Di situlah akhirnya Sunan Ampel mendirikan pedukuhan baru dengan nama Demak. Dan akhirnya pedukuhan uang dipimpin oleh Raden Fatah berkembang menjadi besar, hingga Raden Fatah diutus untuk menghadap Prabu Brawijaya. Oleh Prabu Brawijaya, Raden Fatah diangkat menjadi Adipati di Demak Bintara. Sementara, sebelum itu saudara tiri Raden Fatah, yakni Raden Husein sudah lebih dulu diangkat sebagai Adipati di Terung oleh Prabu Brawijaya. Sama halnya seperti wali-wali lainnya yang banyak memberi pelajaran agama melalui media


58 seni dan budaya, Raden Fatah juga melakukan hal yang sama. Bahkan dikisahkan Sultan pertama Demak ini memiliki jasa dalam pengembangan seni wayang kulit, yakni menciptakan kayon atau gunungan yang ditancapkan di tengah penggung kelir dan menciptakan simpingan. Sultan Demak, Raden Fatah juga membuat suatu perangkat gamelan yang dibunyikan pada hari-hari tertentu di halaman masjid Demak, misal Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi. Dan pada perayaan Maulid Nabi inilah gamelan yang di sebut dengan gamelan sekati ini ditampilkan bersamaan dengan perayaan sekaten yang bahkan bertahan sampai saat ini.


Sumber • Atlas Walisongo • Ahlal Musamaroh • Sabdo Palon


Click to View FlipBook Version