The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Fabel dengan perpaduan unsur budaya D.I.Yogyakarta yang menceritakan tentang Ular dan Gagak

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rararatricitra.2022, 2023-01-01 10:13:57

Si Ular Yang Malang

Fabel dengan perpaduan unsur budaya D.I.Yogyakarta yang menceritakan tentang Ular dan Gagak

Keywords: fabel,ular,gagak,ceritaanak,fiksi,anak

SI ULAR YANG MALANG

Di suatu hari yang cerah, Ular sedang berjalan menyusuri hutan untuk mencari
makanan. Terhitung telah dua hari ia tidak mendapatkan makanan untuk dirinya, Ular
merasa sangat lapar. Namun Ular tidak menyerah dan terus menyusuri hutan, Ia
menemukan seekor rusa yang sedang meminum air di danau. Dengan segera Ular melilit
tubuh Rusa hingga Rusa hampir kehilangan kesadarannya, disela-sela lilitan Ular, Rusa
menangis tersedu-sedu. Sontak saja Ular melonggarkan lilitannya saat mendengar
tangisan Rusa.

“Apakah aku melilitmu terlalu kencang, Rusa?” tanya Ular

“Aku sedih, aku selalu saja menjadi santapan hewan lain. Singa memakanku,
Harimau memakanku, bahkan kau pun akan memakanku. Aku selalu menjadi santapan
semua hewan di hutan ini” ujar Rusa sambil menangis tersedu-sedu

“Makanlah saja aku, Ular. Aku sudah hidup sebatang kara karena saudaraku telah
di mangsa Harimau” lanjut Rusa

Ular pun merasa iba. Akhirnya ia mulai melepaskan lilitannya pada Rusa.

“Hiduplah dengan baik, Rusa. Jangan sampai kau di makan hewan lain di hutan
ini” nasehat Ular sambil tersenyum pada Rusa.

Rusa terkejut, ia menatap Ular tidak percaya. Binar senang di mata Rusa pun
membuat Ular semakin yakin untuk melepaskan Rusa.

“Ular, apakah kau serius?”

“Iya, Rusa. Aku melepaskanmu” Ular mengangguk yakin

“Aku berhutang seumur hidupku padamu, Ular. Terima kasih banyak, aku tidak
akan melupakan jasamu!” seru Rusa penuh kebahagiaan

Setelah itu Rusa berlari menjauhi Ular dengan penuh rasa senang dan lega. Rusa
seolah tidak peduli dengan Ular yang kini menunduk sedih merasakan perutnya yang
kembali berbunyi karena merasa lapar. Ular pun kembali melanjutkan perjalanannya
menyusuri hutan untuk menemukan makanan. Sesekali Ular berhenti di danau untuk

minum sembari mengisi perut untuk sejenak mengurangi rasa laparnya. Ular tidak pernah
mengeluh dalam menyusuri setiap inchi hutan, ia dengan sabar mencari mangsanya.

Ular tiba di sebuah pekarangan rumah warga, ia melihat sebuah kandang ayam
yang pintunya setengah terbuka. Ular pun berpikir untuk memangsa Ayam, meski tidak
akan membuatnya kenyang namun setidaknya perutnya sedikit terisi selain oleh air.
Dengan pemikiran itu, Ular segera bergegas masuk dan bersiap memangsa Ayam. Saat
Ular masuk ke dalam kandang, ia melihat Induk Ayam sedang mengerami telur-telurnya
dan ada dua anak ayam yang baru saja menetas. Ular tertegun melihatnya.

“Ular, tolong jangan makan aku. Anak-anakku masih membutuhkan aku” ujar
Induk Ayam sambil memeluk anak-anaknya erat

Ular merasa tidak tega, ia merasa ikut sedih membayangkan anak-anak ayam itu
kehilangan sang induk karena di mangsa olehnya.

“Anakmu sangat lucu, Ayam” ujar Ular pada Induk Ayam yang sedang menangis

Induk Ayam yang mendengar perkataan Ular pun berpikir bahwa Ular akan
memangsa anak-anaknya. Induk Ayam semakin memeluk anaknya erat-erat, ia menangis
semakin keras.

“Jangan makan anakku, Ular. Mereka masih sangat kecil, makanlah aku” ujar
Induk Ayam sedih

Ular semakin tidak tega, ia akhirnya memilih pergi meninggalkan Induk Ayam
yang masih memeluk erat anak-anaknya. Ia tidak tega memisahkan anak ayam dengan
induknya. Lagi-lagi karena rasa tidak teganya, Ular tidak mendapatkan makanan satupun.
Ia kembali melanjutkan perjalanan, namun kini ia bertekad untuk membuang rasa tidak
teganya demi mendapatkan makanan.

“Lagi-lagi aku gagal mendapatkan makanan” gumam Ular sedih

Ular itu mulai mencapai titik lelahnya, ia menyusuri hutan dengan wajah lesu.
Ular berhenti di pinggir hutan dekat dengan sungai, sesekali Ular mengisi perutnya
dengan air sungai untuk menghilangkan rasa laparnya. Saat sedang minum, Ular
mendengar ada yang memanggil dirinya, Ular pun menoleh mencari asal suara tersebut.

“Ular!”

“Aku berada di atas sini” seru suara yang berasal dari salah satu dahan pohon di
dekat sungai.

Ular pun menatap ke arah suara berasal, ia melihat Gagak sedang bertengger di
atas salah satu dahan pohon. Ular pun kembali menundukkan kepalanya dan menatap
bayangan dirinya yang terpantul di atas permukaan air.

“Kau sangat baik, Ular, hingga tidak menyadari banyak yang memanfaatkan
kebaikanmu itu” ujar Gagak

Ular hanya diam, dalam hati menyadari perkataan Gagak ada benarnya. Tak lama
terdengar bunyi gemuruh yang berasal dari perut Ular. Gagak yang mendengar suara
tersebut pun merasa iba, apalagi saat melihat wajah lesu si Ular. Sebuah ide terlintas di
pikirannya, Gagak kemudian menatap Ular sambil berpura-pura sedih.

“Malangnya dirimu, Ular. Pergilah ke area persawahan Pak Tani, disana kau bisa
memakan Tikus” saran Gagak

Ular terdiam kemudian menggeleng.

“Aku pasti tidak akan tega memakan Tikus, selalu saja begitu” ujar Ular putus
asa.

“Jangan pedulikan jika Tikus memohon padamu. Apakah kau tidak tau bahwa
akhir-akhir ini Pak Tani sering mengeluh karena banyak tikus yang memakan padi di
sawah?”

Ular sejenak berpikir.

“Jika Tikus membuat Pak Tani resah, maka apabila aku memakannya berarti aku
membantu Pak Tani?” tanya Ular penuh harap.

“Tentu saja, kau sangat membantu Pak Tani” ujar Gagak sambil tertawa

Ular pun merasa sangat senang, wajahnya menjadi lebih berseri penuh dengan
harapan. Meski tidak akan sekenyang saat memakan rusa atau ayam, namun dengan
jumlah tikus yang banyak, Ular berpikir ia akan mendapat rasa kenyang setara dengan ia
memakan Rusa ataupun Ayam.

“Terima kasih, Gagak. Saranmu sangat membantuku”

“Aku ikut senang mendengarnya, Ular” ujar Gagak

Ular pun bergegas pergi meninggalkan Gagak dan kembali menyusuri hutan
hingga akhirnya ia menemukan hamparan persawahan yang luas milik Pak Tani. Rasa
senang hinggap di hati si Ular, apalagi saat melihat beberapa tikus berkeliaran di sekitar
sawah, rasa senang kian membuncah di hati Ular. Dengan gesit, Ular mulai mendekati
area persawahan, beberapa tikus yang sedang sibuk memakan padi tidak menyadari
kehadiran Ular di sekitar mereka. Tikus-tikus itu terkejut bukan main saat salah satu
temannya berhasil menjadi santapan Ular, mereka menjerit dan berlari ketakutan.

“Ayo kemarilah tikus-tikus kecil, aku sudah tidak sabar memakan kalian semua”
kata Ular.

“Tidak, jangan makan kami, wahai ular yang baik hati” sahut salah satu tikus
ketakutan.

Ular seolah tidak mendengarnya, ia masih sibuk mencari tikus untuk ia jadikan
sebagai makanannya. Sementara di sisi lain, para tikus sibuk menyembunyikan diri dari
Ular karena takut akan menjadi santapan Ular yang kelaparan.

“Keluarlah kalian, jangan bersembunyi!” kata Ular.

Para Tikus semakin ketakutan, mereka bahkan tidak mampu bergerak
sejengkalpun karena takut Ular menyadari keberadaan mereka, namun para tikus tidak
menyadari bahwa Ular mampu mencium aroma mereka. Ular semakin mendekat kearah
persembunyian para tikus, terus mendekat, dan semakin mendekat.

Ular mulai bersiap untuk memakan para tikus. Namun belum saja satu tikus masuk
ke mulut sang Ular, tiba-tiba saja Pak Tani datang dengan sebuah kayu panjang di
tangannya. Pak Tani kemudian memukulkan kayu tersebut ke kepala Ular. Ular terkejut,
ia menatap Pak Tani. Awalnya Ular berpikir bahwa Pak Tani salah memukulkan kayu,
namun ternyata saat Ular mencoba mendekat ke arah Pak Tani, ia justru mendapatkan
pukulan kembali di bagian badannya.

“Pergi kau, Ular!” seru Pak Tani dengan suara tinggi

Ular merasa sedih sekaligus ketakutan. Ia pun pergi dengan perasaan marah dan
rasa sakit secara bersamaan. Saat telah berjalan cukup jauh, ia kembali menatap hamparan
luas persawahan milik Pak Tani. Dapat ia lihat bahwa Kerbau sedang berjalan di area
persawahan kosong di samping ladang yang ia datangi beberapa saat lalu, namun anehnya
Pak Tani tidak memukul Kerbau karena masuk di area sawah Pak Tani. Sebaliknya
Kerbau justru mendapat pujian dan makanan dari Pak Tani.

Ular merasa bingung. Ia bertanya pada dirinya sendiri mengapa Pak Tani
memperlakukannya berbeda dengan Kerbau. Padahal ia dan kerbau sama-sama
membantu Pak Tani.

“Ah, mungkin saja Pak Tani belum butuh bantuanku. Besok aku akan datang lagi
dan Pak Tani akan memujiku” gumam Ular

Keesokan harinya, Ular kembali datang ke sawah Pak Tani. Namun ia tidak
menemukan siapapun disana termasuk Pak Tani, saat Ular mengedarkan pandangannya
ia justru menemukan Gagak yang sedang bertengger di dahan.

“Apa yang kau lakukan di sini, Ular? Bukankah semua hewan yang membantu
Pak Tani sedang sibuk di beri makanan enak di Balai Desa?”

“Oh, aku tau. Kau pasti tidak di ajak. Bukankah kau kemarin di pukul Pak Tani?”
tawa Gagak menggema penuh ejekan.

Ular menatap bingung Gagak, dari sorot matanya ia melemparkan tatapan penuh
tanya kepada Gagak yang hingga kini masih tertawa.

“Ular..Ular.. malang sekali dirimu. Kau pasti juga tidak tau upacara Gumbregan?”
tanya Gagak masih dengan tawanya.

“Upacara Gumbregan? Aku tidak pernah mendengarnya, kau pasti berbohong,
Gagak” ujar Ular tak percaya

Mendengar perkataan Ular yang menuduhnya berbohong, Gagak pun kesal.

“Jelas saja kau tidak tau, Ular. Kau tidak pernah ikut dalam upacara itu. Biarkan
aku sedikit menjelaskannya padamu tentang Upacara Gumbregan” Gagak turun ke dahan
yang lebih rendah membuatnya semakin dekat dengan Ular.

“Gumbregan atau Gumbreg adalah upacara adat sebagai ungkapan rasa syukur
para petani karena hewan ternaknya selama ini sudah menjadi bagian dari penghidupan.
Upacara Gumbregan ini juga sebagai rasa terima kasih para petani kepada kerbau.
Upacara ini sudah ada sejak lama, turun-temurun dan menjadi tradisi warga. Dengan
Upacara Gumbregan para petani berharap hewan ternaknya sehat dan terhindar dari
penyakit. Para petani akan menyiapkan makanan untuk kerbau seperti ketan bahkan
ketupat. Kerbau dan hewan lainnya akan di beri makanan kemudian akan ada penari yang
menarikan Jathilan untuk menutup Upacara Gumbregan” jelas Gagak

“Apakah hanya aku yang tidak diajak? Padahal aku telah membantu Petani” Ular
merasa marah dalam hati. Ia merasa iri, mengapa hanya Kerbau yang diajak di upacara
itu.

“Tidak hanya Kerbau, ada Sapi, bahkan Kambing dan Ayam pun ikut serta dalam
Upacara Gumbregan” ujar Gagak.

Ular diam, ada perasaan marah yang menyelimuti hatinya. Dengan amarah yang
terpendam dalam dirinya, Ular pun bertekad untuk menghancurkan Upacara Gumbregan
tersebut.

“Aku akan datang ke sana” ujar Ular dengan raut wajah marah.

Gagak yang mendengar perkataan tersebut pun tersenyum licik, “Meskipun kau
tidak di undang, kau juga harus datang. Bukankah kau sudah membantu Pak Tani? Kau
harus tunjukan bahwa kau pantas untuk berada di sana, marahlah agar semua orang takut
padamu dan akan mengajakmu ke Upacara Gumbregan”.

Ular mengabaikan perkataan Gagak, Ia kemudian menyusuri hutan dengan cepat.
Beberapa hewan lain yang menyapanya di perjalanan pun Ular abaikan. Amarah telah
menguasai dirinya, ada perasaan sakit pula dalam hatinya. Tanpa sadar, Ular telah
menyimpan dendam dalam hatinya. Perasaan buruk yang seharusnya tidak Ular miliki.

Sesampainya Ular di Balai Desa, keadaan begitu ramai. Ular melihat Kerbau,
Sapi, bahkan Kambing sedang makan dengan nikmanya. Ular semakin marah, dendam
dalam hatinya semakin membuncah hingga seolah akal sehatnya telah dibutakan oleh
dendam. Ular melangkah mantap menuju keramaian, tubuhnya meliuk-liuk menghindari
kerumunan. Pekikan rebut terdengar ketika Ular mulai mengamuk, ekornya mengenai

susunan makanan yang tertata rapi di meja. Keadaan mulai ricuh, beberapa warga mulai
berteriak panik, ada pula yang telah bersiap dengan kayu di tangan mereka.

“Kalian semua membuatku marah!” seru Ular

Kerbau yang berdiri di hadapan Ular pun menatap Ular marah, Kerbau kesal
dengan apa yang di perbuat Ular di Upacara Gumbregan ini.

“Harusnya aku yang marah padamu, Ular. Kau menghancurkan upacara ini!” ujar
Kerbau dengan raut wajah marah.

“Tau apa kau, Kerbau? Kau tidak tau rasanya mempunyai niat baik namun di balas
dengan hal buruk”

“Aku memang tidak tahu, tapi aku tau jika berbuat seperti yang kamu lakukan saat
ini adalah tindakan tidak baik” ujar Kerbau.

“Aku tidak peduli” seru Ular marah.

Ular semakin mengamuk. Salah satu warga akhirnya melayangkan pukulan
kepada Ular, tak lama warga lain pun ikut memukuli Ular. Kerbau yang melihat Ular telah
tidak berdaya pun membantu, Kerbau mengalihkan perhatian para warga yang memukuli
Ular.

“Cepat, Ular! Pergilah dari sini” ujar Kerbau

“Kenapa kau membantuku, Kerbau?” Tanya Ular lemah

“Kita memang harus saling membantu, Ular. Aku tahu kau hanya sedang diliputi
amarah”

Kerbau menyadari bahwa Ular tidak sepenuhnya salah, karena itu Kerbau ingin
membantu Ular. Tak lama, Ayam pun turut membantu mengalihkan perhatian warga.
Ayam menatap Ular sesaat.

“Aku dengar kau melepaskan Induk Ayam dan memilih kelaparan daripada
memakan Induk Ayam. Induk Ayam itu adalah temanku, anggap saja bantuanku kali ini
adalah buah dari kebaikan yang kau tanam” ujar Ayam

“Cepatlah pergi, Ular!” seru Kerbau saat tak lagi mampu menahan warga yang
akan kembali memukuli Ular.

“Terima kasih” lirih Ular sebelum akhirnya pergi meninggalkan Balai Desa.

Dalam perjalanan pulang, Ular menangis. Badannya terasa sakit karena mendapat
beberapa kali pukulan dari para warga, Ia pun terharu mendengar perkataan Kerbau dan
Ayam. Saat menyusuri hutan, wajah Ular murung, Ia masih menangis dan menyalahkan
dirinya yang termakan amarah juga dendam. Ular menyadari bahwa ulahnya beberapa
saat lalu adalah hal yang tidak baik, Ular menyesal karena termakan hasutan Gagak.

“Wahai Ular, kenapa kau menangis?” tanya Merpati.

“Aku telah mengacaukan upacara di Balai Desa” ujar Ular sedih.

“Apa? Kenapa kau melakukannya, Ular?” tanya Merpati terkejut.

Mengalirlah cerita Ular, dimulai dari ia yang telah kelaparan kemudian bertemu
Gagak, terhasut ucapan Gagak, dan berakhir mengacaukan Upacara Gumbregan. Ular
menangis kembali, menyesali perbuatannya. Merpati yang melihat keadaan Ular pun
merasa iba, namun juga merasa kesal dengan perbuatan Ular. Merpati sadar bahwa dalam
masalah ini bukan sepenuhnya salah Ular.

“Ular, Pak Tani dan warga bukannya membencimu. Mereka hanya takut padamu
karena kau adalah hewan yang berbahaya, Ular. Kau memiliki racun yang bisa membuat
warga ataupun Pak Tani kesakitan, mereka tidak ingin menyakitimu. Namun karena
mereka takut dan terkejut dengan ulahmu, mereka memilih memukulmu karena hanya itu
pilihan terakhir mereka” jelas Merpati dengan penuh kesabaran

“Apakah aku hewan yang jahat sekarang? Aku telah mengacaukan Upacara
Gumbregan” Ujar Ular

“Seluruh hutan mengetahui kebaikanmu, Ular. Bahkan Rusa pun seringkali
membicarakan kebaikanmu yang melepaskannya beberapa hari yang lalu. Jangan karena
amarah dan dendam membuatmu tidak bisa berpikir jernih dan menghancurkan semua
kebaikan yang kau tanam, Ular” Ujar Merpati

“Namun kau juga harus meminta maaf pada Kerbau, Sapi, Kambing, bahkan
Ayam karena mengacaukan upacara penting mereka” tambah Merpati

Ular mengangguk paham, Ia menatap Merpati penuh ketulusan. Hatinya cukup
tenang mendengar perkataan Merpati. Sejenak perasaan bersalah memudar di hatinya.

“Baik, Merpati. Aku akan mengikuti saran darimu dan aku juga akan meminta
maaf kepada Sapi, Kerbau, Kambing, serta Ayam karena mengacaukan hari penting
mereka”

Merpati tersenyum tulus. Melihat hari yang semakin gelap, Merpati pun bersiap
untuk kembali ke sarangnya.

“Jaga dirimu, Ular. Aku akan kembali ke sarangku” ujar Merpati

“Kau juga, Merpati. Terima kasih banyak atas semua saranmu” balas Ular

Di sisi lain, Gagak kini sedang terbang dengan hati senang karena berhasil
membuat Ular mengacaukan Upacara Gumbregan. Gagak tidak sabar melihat seluruh
penghuni hutan menjauhi Ular. Di tengah-tengah perjalanan, ia bertemu dengan beberapa
hewan yang sedang berkumpul, ada Merpati, Monyet, dan Rusa. Gagak pun menghampiri
mereka.

“Hai teman-teman, aku mempunyai berita baru tentang si Ular” ujar Gagak

Merpati, Monyet, dan Rusa pun hanya menatap tak suka pada Gagak, namun
Gagak seolah tak menyadarinya.

“Ular mengacaukan Upacara Gumbregan, bukankah dia sangat jahat? Kita tidak
boleh berteman dengannya” ujar Gagak

“Ular melakukannya bukankah karena kau yang menghasutnya, Gagak?” tanya
Monyet

Gagak terkejut mendengar perkataan Monyet. Dalam hati, Gagak bingung
bagaimana bisa Monyet mengetahui hal tersebut.

“Kau menuduhku, Monyet? Ini pasti karena Ular yang mengatakan hal buruk
tentang aku”

“Jangan mengelak lagi, Gagak. Seluruh hewan di hutan ini sudah tau
keburukanmu dan tidak ingin lagi berteman denganmu” ujar Merpati

“Benar, seluruh hewan di hutan ini tidak ingin mempunyai teman yang suka
menjelekkan orang lain dan membawa pengaruh buruk” sahut Rusa

Merpati, Monyet, dan Rusa pun meninggalkan Gagak sendirian. Gagak
termenung di tempatnya, Ia masih tidak percaya dengan ucapan Merpati, Monyet, dan
Rusa. Gagak pun berniat menghampiri setiap hewan yang ada di hutan, namun ternyata
belum saja ia menyapa hewan-hewan di hutan, semua hewan lebih dulu menghindarinya.
Gagak sedih, Ia sendirian di hutan ini sekarang. Tidak ada satupun hewan yang ingin
berteman dengannya. Sekarang Gagak percaya bahwa apa yang Ia tanam, maka itulah
yang akan Ia dapatkan. Selama ini ia menanam keburukan, maka hasil yang Ia dapatkan
pun hanya keburukan.

TAMAT


Click to View FlipBook Version