MODUL SEJARAH TARI
NAMA : DIMAS HIKMAH NURAKBAR
NIM : 2289220040
PRODI : PENDIDIKAN SENI PERTUNJUKKAN
KELAS : B
SEJARAH TARI NUSANTARA
A. Arti Sejarah Secara Umum
Sejarah yaitu ilmu yang menyelidiki perkembangan-perkembangan mengenai
peristiwa dan kejadian di masa lampau. Sejarah merupakan kejadian dan peristiwa
yang berhubungan dengan manusia, yang menyangkut perubahan nyata di dalam
kehidupan manusia. Sejarah merupakan cerita yang tersusun secara sistematis (teratur
dan rapi).
B. Sejarah Tari
Pada masa kerajaan Hindu, seni tari banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan
India. Bahkan berkembang pesat hingga menjadi bagian penting dalam pelaksanaan
upacara keagamaan dan upacara adat.
Sementara itu, di era kerajaan Islam, seni tari digunakan untuk menyebarkan
agama dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Jika ada yang tidak sesuai maka
akandiubah.
Secara umum, sejarah perkembangan seni tari di Indonesia dapat dibagi ke
dalam 5 masa, berikut penjabarannya:
1. Zaman Prasejarah
Pada era ini, manusia belum mengenal tulisan. mereka hidup secara berkelompok
dan berpindah-pindah sambil bercocok tanam. Kepercayaan yang dianut seperti
animisme, dinamisme, dan ateisme. Di masa itu, tari-tarian sudah tercipta dengan
menggunakan gerakan tangan dan kaki walaupun masih sangat sederhana. Lalu,
mereka juga telah mengenal instrumen sebagai pengiring tarian. Nekara jadi salah
satu instrumen musik yang digunakan pada zaman prasejarah dan membuktikan
perkembangan seni tari di masa tersebut. Seni tari pada zaman prasejarah banyak
dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat, sehingga bentuknya terlihat seperti:
- Sangat sederhana
- Gerak dan iringan tari sederhana
- Riasannya dominan berwarna putih, hitam, dan merah
- Tidak ada norma-norma yang mengatur gerak tari
- Sekedar memenuhi untuk pelaksanaan upacara
- Gerak tari fokus pada kaki dan tangan
2. Zaman Indonesia-Hindu
Pada masa pemerintahan Indonesia-Hindu, seni tari banyak mendapat pengaruh dari
kebudayaan India. Mayoritas pedagang yang datang cenderung menetap bahkan
menikah dengan penduduk pribumi. Kehidupan bangsa Indonesia sangat dipengaruhi
oleh agama Hindu, terutama pada masa Kerajaan Singasari, Kediri, tumpel, dan
Majapahit. Hal tersebut menjadi penyebab perpaduan tari India dan budaya yang ada
pada kerajaan-kerajaan masa itu. Ketika masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan
Kutai, perkembangan seni tari mengalami kemajuan yang pesat dan jadi bagian
penting dalam pelaksanaan upacara keagamaan. Banyak jenis tari yang disajikan
pada zaman Indonesia-Hindu, sebab seni tersebut mendapat perhatian dari para raja
dan bangsawan. Jenis-jenis tari itu meliputi tarian untuk upacara adat dan upacara
keagamaan. Sementara itu, tarian tradisional juga ikut berkembang sebagai hiburan
atau tontonan yang menarik pada kala itu. Pertumbuhan seni tari di zaman Indonesia-
Hindu bersumber dari cerita Mahabharata dan Ramayana yang menggambarkan
kebudayaan India. Sehingga, bentuk gerak disusun selaras dengan kebutuhan upacara
yang dilandasi atas kepercayaan bahwa seni tari berasal dari para dewa.
3. Zaman Indonesia-Islam
Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit, pengaruh agama Islam mulai menyebar. Para
penyebar agama Islam mulanya kesulitan dalam menarik simpati masyarakat,
sehingga mereka menempuh cara dengan memadukan budaya Islam dengan budaya
yang telah ada, yaitu budaya Hindu. Seni tari yang dipakai oleh penyebar agama
Islam tidak jauh berbeda dengan zaman Indonesia-Hindu. Pada perkembangannya,
jenis tari yang berasal dari zaman Indonesia-Hindu tetap terpelihara dan
dikembangkan sebagai sarana penyebaran ajaran. Apabila ada yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam, maka akan diubah. Beberapa fungsi seni tari disesuaikan
mengikuti perubahan peradaban masyarakat yang telah menganut ajaran agama
Islam. Penyebar agama Islam, Sunan Kalijaga menciptakan beberapa jenis topeng
untuk melengkapi jenis topeng yang telah ada sejak zaman Majapahit. Ia memiliki
ide untuk mengembangkan Bedoyo Sapto, sebuah tarian pada zaman Indonesia-
Hindu dengan jumlah penari mulanya 7 orang dan diubah menjadi 9 orang. 7 penari
itu menggambarkan bidadari cantik di kayangan, yaitu Suprobo, Wilutomo, Rasiki,
Surendro, Bagan Mayang, Irim-Irim, dan Tunjung Biru. Kemudian, diubah menjadi
9 dengan melambangkan jumlah wali. Selain itu, angka 9 juga diartikan sebagai
jumlah total yang dimiliki manusia. Sejak saat itu, seni tari yang berasal dari
kerajaan Hindu mengalami penggarapan di lingkungan Keraton. Zaman kerajaan
Islam memberikan pengaruh yang besar terhadap kesenian di Jawa.
4. Zaman Penjajahan
Pada era kolonialisme atau penjajahan, seni tari banyak mengalami kemunduran.
Suasana tersebut membawa penderitaan bagi rakyat, sehingga diabaikan dan bukan
menjadi salah satu kebutuhan dalam masyarakat. Hanya di lingkungan tertentu saja
seni tari masih terpelihara dengan baik, seperti di istana atau Keraton. Pemeliharaan
seni tari itu bertujuan untuk menyambut tamu raja, sebagai rangkaian acara
pernikahan putra dan putri raja, penobatan, hingga jumenengan raja. Akibat
penjajahan yang semakin menyengsarakan masyarakat, muncullah aspirasi untuk
menciptakan jenis tari yang mengangkat semangat kepahlawanan, seperti tari
prajurit, tari pejuang, tari Prawiroguno dan tari Bondoyudo.
5. Zaman Setelah Kemerdekaan hingga Sekarang
Setelah pasca kemerdekaan, seni tari mengalami perkembangan yang jauh lebih baik
dibandingkan zaman sebelumnya. Banyak jenis-jenis tari mulai kembali ditekuni,
seperti tarian untuk upacara adat daerah, tarian sebagai upacara keagamaan di Bali,
dan tarian hiburan untuk melepas lelah. Tari yang dibuat sebagai tontonan juga
mengalami kemajuan. Sebagai bukti, hal itu terlihat dari menjamurnya sanggar-
sanggar tari di Indonesia.
C. Tari Kecak
Tari kecak adalah seni tari yang berasal dari Bali. Seni tari kecak ini
dipertunjukkan oleh puluhan penari laki-laki yang duduk berbaris dengan pola
melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak, cak, cak" serta mengangkat
kedua lengan. Dalam buku karya Resi Septiana Dewi yang berjudul
"Keanekaragaman Seni Tari Nusantara", dalam menarikan tari kecak para penari
duduk melingkar dan mengenakan kain khas Bali yang bermotif kotak-kotak seperti
papan catur yang ditaruh di pinggang. Beberapa penari juga memerankan tokoh-
tokoh seperti Rama, Shinta, Rahwana hingga Hanoman.
1. Sejarah
Di tahun 1930-an, seniman Bali bernama Wayan Limbak dan pelukis asal Jerman
bernama Walter Spies menciptakan tarian kecak. Tarian ini terinspirasi dari ritual
tradisional yang dilakukan masyarakat Bali yang kemudian diadaptasi dalam
cerita Ramayana dalam kepercayaan Hindu untuk dipertontonkan sebagai
pertunjukkan seni saat turis datang ke Bali.
Tari kecak biasanya dilakukan oleh puluhan laki-laki bertelanjang dada dan
mengenakan kain kotak-kota di pinggang hingga atas dengkul.
2. Jumlah Penari Kecak
Umumnya tari kecak dimainkan oleh 50 penari laki-laki. Dari semua penari akan
mengeluarkan suara "cak" sehingga membentuk musik secara akapela. Satu
orang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberikan nada awal, seorang
lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi
atau rendah dan seorang lagi bertindak sebagai dalang yang mengantarkan alur
cerita. Di tahun 1979, tari kecak pernah dilakukan oleh 500 penari. Namun rekor
tersebut dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang
menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5.000 penari pada 29 September 2006.
3. Gerakan dan Properti Tari Kecak
Gerak penari kecak tidak harus mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh
gamelan. Sehingga dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai dan yang
lebih diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara. Tarian kecak juga
disebut dengan ritual sanghyang. Dalam tarian ini ada beberapa properti yang
terlihat yaitu bara api, bunga kamboja, gelang kerincing, selendang hitam putih,
topeng hingga tempat sesaji yang membuat tari kecak terkesan semakin sakral
dan mistis.
4. Makna Pertunjukkan Tari Kecak
Ketika menonton tari kecak, pastikan kamu membaca skrip ringkas yang
diberikan saat membeli tiket agar memahami makna dari tarian kecak. Tari kecak
merupakan ritual shangyang atau tradisi menolak bala yang diselipkan kisah
Ramayana di dalamnya. Tari kecak menceritakan tentang pencarian Permaisuri
Shinta, Raja Rama dibantu oleh Hanoman. Hanoman lalu memporakporandakan
tempat penyekapan Permaisuri Shinta dengan membakarnya. Namun Hanoman
justru terkepung oleh prajurit Raja dan Rahwana dan hampir terbakar. Pada
awalnya Raja Rama mengalami kekalahan, tetapi tidak menyurutkan
kesungguhan Raja Rama menyelamatkan permaisurinya. Raja Rama berdoa
dengan sungguh dan kemudian berusaha kembali. Pada akhirnya Raja Rama
dapat menyelamatkan Permaisurinya. Sehingga makna nilai moral dalam tarian
kecak ini ialah kasih yang tulus akan menang dengan doa dan kesungguhan.
5. Lokasi Pertunjukkan Tari Kecak
Menyaksikan tari kecak bisa dilakukan di beberapa lokasi. Salah
satunya adalah Pura Luhur Uluwatu dan juga Garuda Wisnu Kencana.
Namun di masa pandemi ini, tari kecak agak berbeda. Para penari
menggunakan APD dan juga penonton diwajibkan untuk menjaga jarak
demi pencegahan virus corona.
D. Tari Giring-giring
Tari Giring-Giring berasal dari suku Dayak Maanyan yang mendiami Provinsi
Kalimantan Tengah. Tepatnya, tarian ini berkembang di daerah Barito. Tari Giring-
Giring digunakan untuk menyambut kedatangan tamu istimewa atau kadang juga
menjadi pergaulan para pemuda pemudi di Kalimantan. Tari Giring Giring juga
dipentaskan di sejumlah daerah bahkan hingga ke mancanegara
1. Asal usul Tari Giring-giring
Ada dua versi tentang asal usul Tari Giring-Giring. Menurut suku Dayak
Taboyan Bawo dan Siang Murung yang hidup di pedalaman Sungai Barito dan
disebut witu. Dalam versi tersebut awalnya, Tari Giring-Giring dikenal dengan
tari Tolag Totai yang artinya ruas bambu dan tongkat kayu. Di dalam bambu itu
terdapat biji-bijian jagung yang jika dimainkan akan berbunyi gemerincing.
Dalam cerita legenda, dahulu ada seorang pemuda desa yang tersesat dalam gua
selama dua hari dua malam. Di dalam gua tersebut, sang pemuda mendengar
suara rintik air yang jatuh seperti alunan musik. Setelah keluar dari gua, pemuda
itu melihat banyak orang desa yang tengah menari beramai-ramai sambil
menanam padi. Kemudian, pemuda itu membuat alat musik Tolang Totai atau
disebut juga salung. Versi kedua menurut suku Dayak Maanyam dan suku Dayak
Lawangan yang hidup dipedalaman bagian selatan. Bahwa asal Tari Giring
Giring dari Tari Ganggareng yang mulanya dinamakan Nampak. Tari ini
menggambarkan masyaraat desa yang bersuka cita untuk menyambut pejuang
suku Dayak yang baru datang dari medan perang. Dari dua versi itu, Tari Giring
Giring adalah pijakan awal keemasan kesenian dan kebudayaan dari Tari Tolang
Totai, Tari Ganggereng, dan Tari Gantar. Kata giring-giring memiliki arti
mengiringi atau beriringan untuk menari bersama. Makna sakral tarian ini adalah
wujud suka cita atas anugerah Tuhan Yang Maha Esa atas keberhasilan yang
diperoleh. Tari Giring-Giring juga pernah tampil di uang pecahan dua ribu
rupiah.
2. Gerakan Tari Giring-giring
Penari akan membawa tongkat Giring-Giring yang biasanya terbuat dari bambu
tipis. Bambu giring giring diisi dengan biji piding atau ganggerang sehingga
menghasilkan suara seperti alunan gamelan saat giring-giring dihentakkan atau
digoyang-goyangkan. Pada awal pertunjukkan, penari akan menghentakkan
bambu giring giring ke lantai serta menggoyangkan agar tongkat mengeluarkan
bunyi gemerincing. Tongkat yang dihentakkan ke lantai adalah tongkat yang
dipegang dengan tangan kiri. Sedangkan, bambu yang digoyangkan adalah yang
dipegang oleh tangan kanan. Saat, tongkat dihentakkan dan bambu digoyangkan,
kaki penari bergerak maju mundur serasi dengan suara yang dihasilkan dan
musik pengiring. Keserasian ritme musik dari tongkat serta musik dari alat musik
merupakan daya tarik tersendiri.
3. Kostum Tari Giring-giring
Tari Giring-Giring menggunakan busana adat Dayak dan properti untuk
melengkapi pementasan. Sepasang tongkat giring giring khas Dayak memiliki
ukuran yang berbeda, satu lebih panjang dan satu lebih pendek. Baju adat yang
digunakan dilengkapi dengan selendang dan bulu burung Tingang atau
Rangkong. Umumnya, warna baju yang digunakan berupa merah atau hitam.
Saat ini, ada variasi warna baju yang terpenting motif maupun atributnya sama.
Motifnya berupa salur dengan warna yang berbeda-beda. Bulu Tingang atau bulu
Rangkong menjadi bagian atribut kepala penari dan juga ditempelkan di bagian
jari penari.
E. Pengaruh Islam Pada Tari Indonesia
Tari merupakan salah satu seni yang dituangkan dalam gerakan-gerakan tubuh
berirama yang muncul sebagai wujud ekspresi jiwa manusia. Islam melarang tarian-
tarian tertentu secara khusus, namun juga membolehkan sebagian yang lain.
Penelitian ini bertu-juan untuk mengetahui pandangan islam terhadap seni tari di
Indonesia. Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan mencari kajian teori
yang dapat digunakan untuk menganalisis seni tari dalam pandangan Islam hingga
menghasilkan suatu referensi baru dengan tetap memperhatikan konteksnya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tari yang diperbolehkan dalam Islam ialah tari yang
sesuai dengan kaidah Islam serta membawa kemanfaatan pagi penikmat tari, bukan
sebaliknya. Ketika sebuah karya tari mempengaruhi penonton untuk bertindak
negatif, maka tari tersebut tidak sesuai dengan prinsip Islam. Tari islami tidak hanya
tari yang tertutup auratnya seperti pakaian seorang muslim dan muslimah saja. Tari
seyogianya mewacanakan nilai-nilai kehi-dupan sehingga memberikan pembelajaran
serta menumbuhkan kesadaran penonton selaku penikmat tari untuk menerapkan
nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan.
F. Sejarah Diakronis dan Sinkronis
a.) Sejarah Diakronis
Sejarah dengan konsep berpikir diakronis adalah berpikir kronologis (urutan)
dalam menganalisis sebuah peristiwa. Kronologis di sini artinya catatan kejadian-
kejadian yang diurutkan sesuai dengan waktu kejadiannya. Kronologi dalam
peristiwa sejarah dapat membantu merekonstruksi kembali peristiwa berdasarkan
urutan waktu secara tepat. Selain itu membantu membandingkan kejadian sejarah
dalam waktu yang sama di tempat yang berbeda namun saling berkaitan. Diakronis
berasal dari kata diakronik atau "diachronich". Terdiri dari dua kata, "dia" dalam
bahasa latin artinya melalui atau melampau dan "chronicus" yang artinya waktu.
Sesuatu yang melintas melalui atau melampaui batas waktu merupakan pengertian
dari diakronis. Konsep diakronis mementingkan proses. Sejarah akan membicarakan
peristiwa tertentu yang terjadi pada suatu tempat tertentu sesuai dengan urutan waktu
terjadinya. Melalui diakronis, sejarah berupaya menganalisis sesuatu dari waktu ke
waktu yang memungkinkan seseorang untuk menilai bahwa perubahan itu terjadi
sepanjang masa. Taukah kamu mengapa dalam melihat sejarah harus menggunakan
cara berpikir diakronis? Sejarawan akan menggunakan pendekatan diakronis untuk
menganalisis dampak perubahan variabel sesuatu, sehingga memungkinkan
sejarawan untuk mengetahui mengapa keadaan tertentu lahir dari keadaan
sebelumnya. Cara berpikir diakronis sangat mementingkan proses terjadinya sebuah
peristiwa. Tujuan berpikir diakronis adalah untuk mengajarkan cara berpikir secara
kronologis yang teratur dan berurutan.
Ciri-ciri konsep berpikir diakronis Dalam konsep berpikir diakronis terdapat
beberapa ciri, di antaranya:
Mengurai pembahasan pada satu peristiwa
Mengkaji masa peristiwa yang satu dengan yang lain
Terdapat konsep perbandingan
Bersifat vertikal
Cakupan kajian luas
Lebih menekankan proses durasi
b.) Sejarah Sinkronis
Sinkronik adalah segala hal terkait peristiwa sejarah dan bagaimana mempelajari
atau mengkaji pola, gejala, serta karakter peristiwa sejarah di masa tertentu. Cara
berpikir sinkronik dalam mempelajari sejarah yaitu meluas dalam ruang dan
terbatas dalam waktu. Contohnya yaitu sinkronik menggambarkan keadaan
ekonomi Indonesia dengan menganalisis struktur dan fungsi ekonomi hanya pada
keadaan dan saat tertentu. Ciri-ciri konsep berpikir sinkronik dalam mempelajari
sejarah yaitu mengkaji peristiwa sejarah di masa tertentu, titik berat kajian pada
pola, kajian, dan karakter, tidak berkonsep perbandingan, kajian lebih sempit,
sangat sistematis, dan mendalam.
Contoh Sinkronik: Suasana di Jakarta saat Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945
Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 terjadi di
Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. Pembacaan proklamasi dihadiri sekitar 500
orang dari berbagai kalangan dengan membawa apapun yang bisa digunakan
sebagai senjata. Peserta yang hadir mengantisipasi serangan yang bisa terjadi.
Kendati Jepang sudah kalah dari Sekutu, Bala Tentara Dai Nippon Jepang masih
berada di Jakarta. Suasana di Jakarta masih kondusif. Proklamasi pun semula
akan dibacakan di Lapangan Ikada (kini bagian dari kawasan Monumen
Nasional/Monas). Namun, pembacaan bersejarah tersebut dipindahkan ke
kediaman Soekarno karena dikhawatirkan terjadi pertumpahan darah. Akibatnya,
sekitar 100 anggota Barisan Pelopor berjalan dari Lapangan Ikada ke kediaman
Soekarno dan terlambat melihat pembacaan proklamasi. Mereka menuntut
pembacaan ulang proklamasi, tetapi ditolak dan diberikan amanat singkat oleh
Mohammad Hatta.
G. Sejarah Tari Banten
Mayoritas daerah di Indonesia memiliki ragam kebudayaan masing-masing, salah
satunya dalam bentuk tarian. Setiap tarian biasanya mengembangkan tentang adat
istiadat dan kebudayaan masyarakat setempat. Tak terkecuali dengan tari Banten yang
muncul dan dikembangkan di daerah Banten. Provinsi ini memiliki karakter
adatistiadat dan budaya yang kental, hasil dari akulturasi dengan budaya lainnya. Unsur
Jawa, Sunda, Betawi, hingga Tiongkok bisa ditemukan. Meski demikian, kesemuanya
melebur menjadi satu dan menjadi sebuah kebudayaan khas yang pas.
Dibandingkan dengan tarian dari daerah lainnya, khususnya dari daerah yang ada di Pulau
Jawa, tari Banten memiliki karakter khas. Yakni para penarinya mengenakan setelan pakaian
panjang yang tertutup. Hal ini dikarenakan budaya Islam yang berkembang kuat pada
masyarakat. Masih terkait dengan kostum penari, penari tarian tradisional Banten umumnya
mengenakan kostum dengan warna-warna cerah. Alasannya karena sebagian besar tarian
yang ditampilkan memiliki tujuan sebagai bentuk syukur. Selain itu, tak sedikit tarian yang
terinspirasi dari gerakan silat yang menjadi kesenian tradisional Banten.
Macam-macam Tari Banten
1. Tari Ngebaksakeun
2. Tari Gitik Cokek
3. Tari Bentang Banten
4. Tari Katuran
5. Tari Grebeg Terbang Gede
6. Tari Maler Bedug
7. Tari Bendrong Lesung
8. Tari Rampak Bedug
H. Hasil Observasi Sanggar Ciwasiat
Awal mula Sanggar Balai Seni Ciwasiat dirintis pada tahun 2002, lalu ditetapkan
secara resmi pada tanggal 14 Januari tahun 2008. Awalnya pemilik Sanggat Balai
Seni Ciwasiat merekrut para seniman pindahan dari bandung untuk mengembangkan
kesenian banten yang konon katanya jika berkesenian di banten itu susah untuk maju.
Dengan itu, akhirnya memutuskan untuk pertama kalinya merekrut para seniman dari
bandung, sumedang, subang untuk tinggal didaerah pandeglang dan bekerja sama
untuk membuktikan bahwa kesenian di banten bisa maju. Pada tahun 2002 diberikan
kesempatan untuk pentas ke luar negri, yaitu Denharg. Saat itu mereka merekrut para
penari yang di buktikan dahulu dengan menarikan tontonan mereka. Setelah pulang
dari luar negri, mereka memiliki kemauan untuk mempertahankan dan
mengembangkan kesenian tersebut. Akhirnya merintis regenerasi, yaitu anak sendiri.
Awalnya karna gemar menari. beliau menjadi (anak sang pemilik sanggar) seorang
guru tari di SMK 10 Bandung dan mengajak teman-teman-nya untuk menari.
Akhirnya memutuskan untuk mendirikan sanggar. Tapi setelah mendirikan sanggar,
terpecahlah para seniman yang beraatu dalam grup dan berkembang bersama Sanggar
Balai Seni Ciwasiat. Kreasi Rampah Bedug merupakan karya seni unggulan dari
Sanggar Ciwasiat. Dan memiliki banyak versi. Untuk gerakan yaitu menggunakan
gerakan silat dan diiringi lagu sholawat khas banten dalam rampag bedugnya. Properti
yang digunakan yaitu, rebana kecil, kokol, musik gamelan dan sebagainya.