WahanaKomunikasiPendidikan Edisi Kemerdekaan RI - 2023 Komisi Pendidikan KonferensiWaligereja Indonesia Pendidikan Katolik Yang Unggul Dan Memerdekakan Dok.V.N.Sose
Dalam Sajian Utama, Ketua Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Edwaldus M. Sedu menegaskan bahwa Identitas Pendidikan Katolik merupakan tema yang sangat menarik untuk didalami dan dimaknai, sebagai sebuah pedoman bagi penyelenggara persekolahan dan juga sebagai sebuah dasar pijak untuk bisa bergerak dalam dinamika zaman yang terus berubah. Lebih lanjut Mgr. Edwaldus menyatakan bahwa identitas pendidikan Katolik yang kita perjuangkan berpusat pada Yesus Kristus dengan semangat cinta kasih yang menyelamatkan dan memberdayakan. SelamatMembaca Salam Redaksi!!! DITERBITKAN OLEH Komisi Pendidikan KWI • Pelindung Mgr. Edwaldus Martinus Sedu • Perintis Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM, Heribertus Sumarjo, FIC • Pemimpin Redaksi/ Penanggungjawab R.P. TB. Gandhi Hartono, SJ • Redaktur Pelaksana Celtos Djabun, S.S. • Dewan Redaksi R.D. Aloysius Angus, R.D. Fidelis Dua, R.D. Agustinus Arbol, R.D. Benediktus Rahawarin, R.P. Dr. Ir P. Wiryono Priyotamtama, SJ, R.P. Dr. V. Darmin Mbula, OFM, R.P. Amandus Ambot, OFM.Cap, Dr. Clara R.P. Ajisuksmo, M. Sc, Sr. Yasinta Ariati, CB, Antonius Agus Sulistyono, S.I.P.,S.Pd, Martinus Ekonugroho, MPd, Kristoforus Gustian, S.S., S.Pd • Desain Visual Celtos Djabun, S.S. • Keuangan Celtos Djabun, S.S. • Alamat Redaksi & Distribusi Jl. Teuku Cik Ditiro No.39 Menteng, Jakarta Pusat • E-Mail: [email protected] / [email protected] Rekening: BCA. Capem Sabang Jakarta No. 028-3-84358-8 An. Konferensi Waligereja Indonesia. Para pembaca setia Majalah Educare, kita berjumpa kembali dalam edisi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sesuai tema besar yang diusung untuk HUT RI ke78 "Terus Melaju untuk Indonesia Maju", Educare pun terus bergerak maju, menyapa pembaca dan menghadirkan berbagai tema tulisan yang menarik, mendalam dan inspiratif. Pendidikan Katolik yang Unggul dan Memerdekakan menjadi tema yang diusung dalam edisi ini. Identitas pendidikan Katolik senantiasa mengedepankan pendidikan yang holistik (menyeluruh) integratif dan produktif. Maka, seluruh proses pendidikan harus menyentuh tiga daya jiwa yaitu head, heart dan hand. SUARA REDAKSI ISSN: 2087-5223 1
Sajian Utama Identitas Pendidikan Katolik Kini Dan Ke Kepan ......................................................... 3 Tantangan Dan Identitas Perguruan Tinggi Katolik Di Indonesia ............................. 5 Teknologi Dan Identitas Pendidikan Katolik .................................................................. 9 Identitas Sekolah Katolik Di Tengah Arus Perubahan Dalam Konteks Sekolah-sekolah Katolik di Kalimantan Barat ................................ 13 Suara Generasi Muda Melahirkan Generasi Pembaharu .................................................................................... 19 Suara Guru Budaya Refleksi Dan Dialog : Sebuah Usaha Memulihkan Identitas Sekolah Katolik Pasca Pandemi Covid-19 .................................................................................................. 23 Identitas Sekolah Katolik : Mengelola Sekolah Yang Inspiratif Dan Beridentitas Katolik .................................. 27 Katolik Jati Diriku ............................................................................................................. 32 Dinamika Komisi Pendampingan Guru Dan Siswa Inspiratif .................................................................. 36 Animasi Komdik KWI ..................................................................................................... 38 Berjalan Bersama Guru, Staff Dan Tenaga Kependidikan Membangun Pendidikan Kini - Ke Depan Lebih Berdaya .......................................... 40 Bergerak Bersama SIAPP (Siswa Inspiratif Anak Pembaharu Pancasila) Untuk Sekolah Unggul .................................................................................................... 42 DAFTAR ISI 2
Kutipan pernyataan di awal tulisan ini sungguh menggugah seluruh hati dan pikiran setiap agen pastoral penggerak pendidikan Katolik, ketika kita dihadapkan pada kesetiaan, pada tradisi iman Gereja dan serentak kita membuka diri pada perubahan dunia dengan segala dinamika agenda transformasinya. Kesetiaan pada tradisi, selalu menempatkan entitas unik sebagai sebuah identitas, dan Kongregasi untuk Pendidikan Katolik dalam Gereja kita telah dan sedang memperjuangkan pendidikan Katolik yang berjalan dalam rel yang sebenarnya. Kekayaan tradisi Gereja dari waktu ke waktu, senantiasa diperbaharui oleh bimbingan Roh Kudus sendiri, dan pada keterbukaan cinta inilah, kita sebagai agen pastoral dalam bidang pendidikan, hendak mengembangkan pendidikan yang beriman, berkualitas dan berkarakter. Tiga hal ini menjadi sangat penting, ketika kita memperjuangkan keseimbangan antara kecerdasan, kedewasaan dan kesetiaan dalam iman. Sajian Utama 3 Identitas Pendidikan Katolik Kini Dan Ke Depan Mgr. Edwaldus M. Sedu Uskup Maumere/ Ketua Komdik KWI Gereja universal, melalui Konggregasi untuk Pendidikan menyadari betapa kesadaran akan identitas pendidikan Katolik sangat dibutuhkan, dan berjalan dalam kesetiaan pada identitas adalah sebuah perjuangan setiap waktu. Ketika kita sungguh mau masuk dalam diskursus identitas pendidikan Katolik saat ini, maka perlu ditegaskan kembali betapa kita telah dengan tekun dan setia, melalui sejumlah Rapat Pleno Komdik KWI, terutama Rapat Pleno XV dengan tema: Bagaimanakah identitas pendidikan Katolik saat ini, di tengah perkembangan zaman yang bergerak begitu cepat, yang bergerak dalam dinamika revolusi IPTEK yang mengagumkan sekaligus mengejutkan. “ Salah satu masalah yang sering muncul adalah perlunya kesadaran yang lebih jelas dan konsistensi tentang identitas Katolik dari institusi-institusi pendidikan Gereja di seluruh dunia.” (Kongres Dunia Pendidikan hari ini dan esok, 2015) Gereja universal, melalui Konggregasi untuk Pendidikan menyadari betapa kesadaran akan identitas pendidikan Katolik sangat dibutuhkan, dan berjalan dalam kesetiaan pada identitas adalah sebuah perjuangan setiap waktu.
Identitas Pendidikan Katolik, menjadi sebuah tema yang sangat menarik untuk didalami dan dimaknai, sebagai sebuah pedoman bagi penyelenggara persekolahan itu sendiri dan juga sebagai sebuah dasar pijak untuk bisa bergerak dalam dinamika zaman yang terus berubah. Pastoral pendidikan dalam karya Gereja memang membutuhkan sebuah pedoman umum, agar identitas persekolahan Katolik tidak kabur, bias dan kehilangan arah. Dengan sangat tegas, dalam dokumen Identitas Sekolah Katolik untuk Budaya Dialog (2022), Bapa Suci Paus Fransiskus menegaskan hal prinsipiil ini: “Kita tidak dapat menciptakan budaya dialog jika kita tidak memiliki identitas.” Di tengah perjuangan untuk memajukan dunia pendidikan, Komdik KWI merasa terpanggil untuk membaca tanda-tanda zaman sembari berpijak pada tradisi Gereja Katolik. Ada tiga agenda penting yang perlu menjadi gerakan bersama Lembaga Pendidikan Katolik di tengah zaman yang semakin menantang. Pertama, pentingnya kesetiaan pada tradisi Gereja dengan segala karunia dan karismanya. Kita belajar taat dan patuh pada Gereja dalam seluruh instruksi dan imbauan pastoralnya. Dokumen Gereja dari masa ke masa, terutama dokumen tentang pendidikan Katolik, melahirkan sejumlah studi dokumen dan implementasi yang selaras dengan konteks kehidupan yang beragam. Ketaatan dan kepatuhan itulah yang hendak dibangun dalam kerasulan pada dunia pendidikan. Kita tahu bahwa konsep pendidikan modern terus berkembang dengan segala adaptasi teknologinya, dan kita terkadang tergoda untuk keluar dari rel identitas persekolahan Katolik kita. Kongregasi untuk Pendidikan, adalah kekayaan Gereja universal, yang terbentuk dalam perjumpaan sinodal umat beriman Katolik. Kedua, identitas pendidikan Katolik yang kita perjuangkan berpusat pada Yesus Kristus dengan semangat cinta kasih yang menyelamatkan dan memberdayakan. Di tengah disorientasi dunia pendidikan yang cenderung memperkaya diri dan mengagungkan prestasi intelektual semata, Lembaga Pendidikan Katolik terpanggil untuk tetap berpihak pada kaum yang miskin dan terpinggirkan, dan jelas ini menjadi tantangan yang tidak mudah. Di satu sisi, kita mau mewujudkan lembaga pendidikan yang menghadirkan sukacita injili, di sisi lain, kita harus bertarung untuk bisa bertahan dengan kekuatan yang ada. Kita butuh solidaritas yang kokoh untuk agenda penting ini. Ketiga, melibatkan diri pada tugas perutusan Gereja dalam mewartakan kabar gembira. Identitas pendidikan Katolik ke depan, mau tidak mau, harus membawa kita pada sebuah keyakinan betapa inilah tugas kita untuk mewartakan kabar gembira. Kita terpanggil untuk berpastoral dalam bidang pendidikan di tengah zaman yang dengan cepat berubah, dan karya pastoral kita, harus bisa menyentuh dimensi pertumbuhan iman dan perkembangan kepribadian yang integral. Pembentukan manusia seutuhnya melalui penyempurnaan kepribadian peserta didik terus-menerus digalakkan oleh dunia pendidikan dan Gereja terpanggil untuk mengawal pemanusiaan manusia ini, agar iman kristiani sungguh-sungguh menjiwai dan menginspirasi. 4 Sajian Utama
Sajian Utama Berhadapan dengan situasi zaman yang semakin terpola oleh sekularisasi peradaban, Gereja terpanggil untuk melakukan penguatan strukur pembelajaran, menguatkan peran pendidik atau guru agama Katolik serta memberikan ruang bagi generasi muda untuk menghayati praksis iman dalam keterlibatan untuk mencintai Gereja dalam pelbagai kegiatan Gerejani. Selaras dengan ajakan Bapa Suci, kita diajak untuk berubah, bergerak dan berbuah dalam karya pastoral pendidikan, sebuah imperasi berlandaskan tradisi dan agenda transformasi selaras zaman. 5 Berhadapan dengan situasi zaman yang semakin terpola oleh sekularisasi peradaban, Gereja terpanggil untuk melakukan penguatan strukur pembelajaran, menguatkan peran pendidik atau guru agama Katolik serta memberikan ruang bagi generasi muda untuk menghayati praksis iman dalam keterlibatan untuk mencintai Gereja dalam pelbagai kegiatan Gerejani. Tantangan Dan Identitas Perguruan Tinggi Katolik Di Indonesia Fungsi dan Tugas Perguruan Tinggi Perguruan tinggi memiliki fungsi dan tugas yang penting dalam pembangunan dan kemajuan suatu negara. Perguruan tinggi yang dengan sengaja diselenggarakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya difasilitasi oleh negara mempunyai tugas untuk menghasilkan lulusan yang merupakan sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif dan inovatif yang dibutuhkan untuk keberlanjutan dari eksistensi suatu bangsa dan negara. Dengan menjalankan fungsi dan tugasnya secara baik, perguruan tinggi dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara serta menciptakan manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di era globalisasi. Melalui tridharma perguruan tinggi, yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, perguruan tinggi juga melakukan pengembangan berbagai - Prof.Dr.Clara R.P. Ajisuksmo, MSc., Psikolog Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia AtmaJaya
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan manusia. Perguruan tinggi juga berfungsi untuk mengabdikan diri kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karakteristik Perguruan Tinggi Katolik Sebagai sebuah perguruan tinggi, maka perguruan tinggi Katolik juga menjalankan tugas dan fungsinya yang dituangkan dalam tridharma perguruan tinggi. Namun demikian, perguruan tinggi Katolik mempunyai karakteristik yang khas. Pertama, perguruan tinggi Katolik mempunyai ciri utama kepedulian terhadap nilai-nilai keagamaan dan moral. Perguruan tinggi Katolik mempunyai fokus yang kuat pada pengembangan spiritualitas, moralitas dan etika. Hal ini tercermin dalam kurikulum yang mencakup mata kuliah yang berkaitan dengan teologi, etika dan filsafat. Kedua, meskipun perguruan tinggi Katolik memiliki identitas keagamaan yang kuat, perguruan tinggi Katolik terbuka terhadap kemajemukan budaya dan agama. Perguruan tinggi Katolik pada umumnya memiliki program yang mempromosikan keragaman dan toleransi. Ketiga, perguruan tinggi Katolik banyak menekankan pada pendidikan yang holistik dalam mengembangkan aspek intelektual, spiritual dan sosial. Selain itu, perguruan tinggi Katolik juga menekankan pentingnya pengabdian kepada masyarakat melalui program pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat. Karakteristik keempat adalah kualitas pendidikan yang tinggi. Kualitas pendidikan yang tinggi tidak hanya didasarkan pada kurikulum yang berkualitas saja, tetapi juga didukung oleh tenaga pendidik yang berkualitas dan fasilitas pendidikan yang memadai. Pada karakteristik kelima, Perguruan Tinggi Katolik dicirikan dengan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung pengembangn akademik dan spiritual mahasiswa. Hal ini tercermin dalam fasilitas belajar dan kegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan. Tantangan yang Dihadapi Perguruan Tinggi Katolik Biaya pendidikan yang tinggi merupakan satu permasalahan yang dihadapi perguruan tinggi Katolik pada umumnya. Biaya pendidikan di perguruan tinggi Katolik bisa lebih mahal daripada perguruan tinggi negeri atau swasta yang lain, karena perguruan tinggi Katolik seringkali fokus pada kualitas akademik yang tinggi dan pendekatan holistik dalam pembelajaran, yang memerlukan lebih banyak sumber daya dan investasi. Hal ini memengaruhi biaya pendidikan yang harus dibayarkan mahasiswa. Selain itu, perguruan tinggi Katolik seringkali memiliki sumber daya yang lebih terbatas dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri yang memperoleh dana dari pemerintah, atau perguruan tinggi swasta lain yang memperoleh dukungan dari dunia usaha atau bisnis. Oleh karena itu, biaya pendidikan seringkali harus ditutupi oleh biaya kuliah atau biaya lainnya yang dibebankan kepada mahasiswa. Tambahan pula, perguruan tinggi Katolik cenderung memiliki lingkungan yang lebih teratur dan menyediakan fasilitas yang lebih baik yang tentunya memerlukan - 6 Sajian Utama Dengan menjalankan fungsi dan tugasnya secara baik, perguruan tinggi dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara serta menciptakan manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di era globalisasi.
Perguruan tinggi Katolik juga menghadapi tantangan terkait keterbatasan sumber daya manusia dan sarana yang memadai. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kualitas pendidikan yang diselenggarakan. Perguruan tinggi Katolik di Indonesia sebagaimana semua organisasi yang ada di masyarakat, juga menghadapi tantangan dalam mengadaptasi perkembangan teknologi dan inovasi dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas. Selain itu, kurikulum yang kurang fleksibel dan terlalu terfokus pada aspek akademik juga dapat menjadi kendala dalam menghadapi perkembangan teknologi dan inovasi. Persaingan dengan perguruan tinggi lain, baik negeri maupun swasta, dalam menarik minat calon mahasiswa juga menjadi tantangan bagi perguruan tinggi Katolik di Indonesia. Hal ini memerlukan strategi pemasaran dan branding yang tepat untuk meningkatkan daya tarik perguruan tinggi Katolik. Mempertahankan Identitas. Pentingkah? Perkembangan sosial dan politik di Indonesia yang semakin cenderung sekular dan pluralistik dapat mempengaruhi identitas dan nilai-nilai perguruan tinggi Katolik. Perguruan tinggi Katolik harus menjaga agar identitas dan nilai-nilai Katolik tetap terjaga dan relevan dengan kondisi masyarakat. Sajian Utama biaya tambahan. Namun demikian, biaya pendidikan di perguruan tinggi Katolik dapat bervariasi tergantung pada faktorfaktor lain, seperti lokasi, program studi, dan kebijakan keuangan yang diterapkan oleh masing-masing perguruan tinggi. Jadi biaya yang tinggi seringkali menjadi kendala utama bagi mahasiswa yang ingin mengakses pendidikan di perguruan tinggi Katolik. Selain itu, pada umumnya perguruan tinggi Katolik di Indonesia cenderung terpusat di kota-kota besar. Sebagai konsekuensinya, mahasiswa di daerah terpencil sulit mengakses perguruan tinggi Katolik. Juga, pada umumnya perguruan tinggi Katolik tidak mempunyai kampus cabang di daerah-daerah yang membutuhkan. Aksesibilitas geografis dapat menjadi faktor penting dalam mempengaruhi minat dan partisipasi seseorang dalam pendidikan tinggi, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau terisolasi. Oleh karena itu, penting bagi perguruan tinggi Katolik untuk mempertimbangkan aksesibilitas geografis dalam perencanaan strategis mereka guna memastikan bahwa mereka dapat mencapai dan melayani populasi yang lebih luas dan beragam, termasuk mereka yang mungkin mengalami hambatan aksesibilitas. Jadi aksesibilitas geografis merupakan permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi Katolik. 7 Prof.Clara sedang penelitian tentang Safe Seas di Bitung, Sulawesi Utara. Dok.Pribadi. Prof.Clara di ruang kerja. Dok.Pribadi.
Perguruan tinggi Katolik sudah seharusnya tetap mempertahankan identitasnya meskipun berada pada situasi persaingan yang ketat dalam menarik minat mahasiswa untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi Katolik. Untuk mempertahankan identitas perguruan tinggi Katolik harus melakukan berbagai strategi sehingga perguruan tinggi Katolik tetap dapat memberikan kontibusi yang positif bagi masyarakat dan Gereja. Hal yang sangat esensial dalam mempertahankan identitas perguruan tinggi Katolik adalah menegakkan visi, misi, dan nilai-nilai Katolik sebagai landasan utama dalam semua aspek kegiatan di perguruan tinggi Katolik. Hal ini bisa dilakukan dengan menetapkan pedoman atau kode etik yang mengacu pada ajaran dan nilai-nilai kekatolikan. Pemahaman akan ajaran dan nilai-nilai kekatolikan serta implementasinya merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan identitas perguruan tinggi Katolik. Hal ini berarti bahwa perekrutan tenaga pendidik, tenaga kependidikan serta mahasiswa - mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin bahwa nilai-nilai kekatolikan sungguh dipahami dan diimplementasikan dalam berbagai kegiatan dan kehidupan di kampus. Sebagai lembaga yang berazaskan pada ajaran dan nilai-nilai kekatolikan, sangat penting bagi perguruan tinggi Katolik untuk menjalin hubungan erat dengan berbagai komunitas Katolik. Kerjasama dengan paroki dan yayasan Katolik akan sangat membantu dalam mempertahankan identitas Katolik dari perguruan tinggi Katolik. Selain itu, untuk mempertahankan identitas, perguruan tinggi Katolik akan mengembangkan program dan kegiatan yang berbasis ajaran dan nilai-nilai kekatolikan. Program dan kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan visi dan misi, misalnya pengembangan karakter, program konseling spiritual, atau program pengembangan kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai Katolik. Yang sudah pasti dan seharusnya dilaksanakan oleh perguruan tinggi Katolik dalam mempertahankan identitasnya adalah penyelenggaraan kegiatan keagamaan secara rutin, misalnya misa atau ibadah secara berkala, retret atau kegiatan sosial yang berbasis ajaran Katolik. Dari semua penjelasan di atas, hal yang sangat mendasar dari perguruan tinggi Katolik dalam mempertahankan identitasnya adalah menjaga integritas dan moralitas perguruan tinggi dengan tidak menyeleweng dari ajaran Katolik. Perguruan tinggi harus memastikan bahwa kegiatan akademik dan non-akademik yang dilakukan tidak bertentangan dengan ajaran Katolik. 8 Sajian Utama Prof.Clara saat berkunjung ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Medan, Sumatera Utara. Dok.Pribadi.
Penutup Jumlah perguruan tinggi Katolik di Indonesia sangat sedikit dibandingkan perguruan tinggi negeri. Namun demikin, perguruan tinggi Katolik mempunyai peran yang penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif dan inovatif yang siap terlibat dalam pembangunan dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menghadapi persaingan di tingkat global. Tantangan utama yang dihadapi oleh perguruan tinggi Katolik adalah biaya pendidikan yang tinggi karena fokus pada kualitas pendidikan yang unggul. Selain itu, tantangan yang dihadapi oleh perguruan tinggi Katolik adalah aksesibilitas geografis sehingga mahasiswa yang berada di daerah terpencil tidak dapat mengakses pendidikan yang diberikan oleh perguruan tinggi Katolik. Persaingan yang ketat dengan perguruan tinggi lainnya dalam menarik minat mahasiswa merupakan tantangan yang juga harus dihadapi oleh perguruan tinggi Katolik. Identitas perguruan tinggi Katolik, yaitu menjaga integritas dan moralitas perguruan tinggi dengan tidak menyeleweng dari ajaran Katolik merupakan hal yang paling mendasar dan harus terus dipertahankan. Dengan identitas tersebut, perguruan tinggi Katolik akan terus percaya diri untuk memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakt, bangsa dan Gereja. Ini adalah kejadian 10an tahun lalu. Kebanggaan saya sebagai pendidik dan Kepala Sekolah yang berhasil memukul KO beberapa siswa yang menyontek sontak ambyar di hadapan pemilik sekolah tempat saya mengabdi. Beliau menjawab kalem langkahku untuk mengeluarkan siswa yang menyontek: “Mengapa mereka dikeluarkan? Bukankah menyontek butuh kreativitas ketika mereka berusaha lebih jago dari pengawas agar tidak ketahuan dan memiliki banyak akal serta strategi untuk menjalankan aksi dengan sukses?” Saya berusaha menolak argumennya, tetapi argumen terakhirnya di bawah ini mengantar saya untuk berpikir lebih jauh. Ujarnya: “Sampai kapan kita akan membatasi siswa? Sampai kapan kita bisa melarang? Mengapa kita tidak membiarkan mereka mengeluarkan ilmu menyontek mereka dan sesudah itu kita datang dengan kemampuan lebih canggih yang tidak bisa dikelabui dengan menyontek?” 9 Sajian Utama Teknologi Dan Identitas Pendidikan Katolik Ferry Doringin, Ph.D. Peneliti dan Pengajar Pendidikan Tinggi Identitas perguruan tinggi Katolik, yaitu menjaga integritas dan moralitas perguruan tinggi dengan tidak menyeleweng dari ajaran Katolik merupakan hal yang paling mendasar dan harus terus dipertahankan
Memori tahun 2010an itu terngiang lagi pada saat ini, ketika banyak orang berdiskusi dengan penuh hiruk pikuk mengenai Metaverse, chat GPT, atau Google Bard di dunia pendidikan. Ucapan Bos saya, pemilik sekolah berasrama 10an tahun lalu itu, terngiang lagi dengan narasi yang kuubah sedikit: “Mengapa kita harus membatasi siswa yang menggunakan Google Bard atau chat GPT atau aplikasi lainnya? Mengapa guru tidak membuka peluang mereka untuk berkreasi (pun dalam menyontek atau menggunakan chat GPT), dan dari situ kita membuat titik berangkat baru bagi mereka untuk mengeksplore sesuatu lebih jauh?” Pertanyaan ini mengandaikan bahwa guru perlu lebih canggih dari siswanya dengan berusaha menguasai chatbot AI ini, membuka itu kepada siswa, dan membuat titik berangkat baru untuk mendorong siswa melangkah lebih dalam, duc in altum atau deeper learning. Teknologi dan lompatan peradaban Perkembangan teknologi menghadirkan perubahan yang sangat signifikan dan lompatan-lompatannya makin lama makin cepat. Jarak waktu antar fase makin pendek. Lompatan itu dimulai dengan Revolusi Industri 1.0 pada akhir abad ke18 ketika ditemukannya mesin uap dan mekanisasi produksi untuk mengganti banyak pekerjaan tangan dengan tokoh seperti James Watt, Eli Whitney, dan Henry Cort. Butuh sekitar 120 tahun kemudian untuk bisa masuk pada Revolusi Industri 2.0 ketika ditemukannya listrik dengan tokoh Thomas Alfa Edison, Nikola Tesla, dan Henry Ford. Seratus tahun kemudian ditemukan komputer dan teknologi digital lain yang menandai Revolusi Industri 3.0. Tokoh-tokohnya begitu familiar untuk saat ini, seperti Steve Jobs dan Bill Gates. Lompatan ke Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan jaringan, integrasi teknologi, IoT, AI dan teknologi blockchain hanya membutuhkan waktu 50 tahun. Tokoh-tokoh yang berkiprah seperti Elon Musk, Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, dan Satya Nadella. Sesudah itu, hanya butuh waktu sekitar 20-30 tahun untuk memasuki Society 5.0 yang dianggap sebagai konsep masyarakat masa depan (terutama fenomena di Jepang) yang menekankan augmented reality, virtual reality, dan robotika. Shinzo Abe, Jack Ma, dan Satya Nadella bisa disebut pada periode ini. Lompatan-lompatan yang begitu cepat ini di satu sisi membawa optimisme bahwa teknologi sangat membantu manusia; namun di sisi lain, skeptisisme bisa melanda ketika muncul pertanyaan tentang eksistensi manusia dan kemungkinan manusia diganti oleh robot. 10 Sajian Utama “Mengapa kita harus membatasi siswa yang menggunakan Google Bard atau chat GPT atau aplikasi lainnya? Mengapa guru tidak membuka peluang mereka untuk berkreasi (pun dalam menyontek atau menggunakan chat GPT), dan dari situ kita membuat titik berangkat baru bagi mereka untuk mengeksplore sesuatu lebih jauh?” Sumber : https://bit.ly/42Z3570
Teknologi dan pendidikan Lompatan teknologi dalam pendidikan sangat terasa pada saat pandemik Covid19. Sekolah di seluruh dunia tidak memiliki pilihan selain menggunakan teknologi, yakni pembelajaran jarak jauh pada pembatasan kegiatan masyarakat. Itulah pilihan satu-satunya dan sekolah serta guru dipaksa atau terpaksa melakukan percepatan penguasaan teknologi. Namun, sejumlah pihak menyebutkan bahwa penggunaan teknologi dan pendidikan sudah seharusnya dilakukan. Sekolah yang tidak menggunakan teknologi berarti berada di belakang atau sedang tertinggal. Teknologi wajib ada di dunia pendidikan karena terkait dengan subyek pendidikan itu sendiri, yaitu siswa yang disebut dengan digital natives, atau kaum milenials, atau net.generation atau digital generation. Istilah itu melekat pada siswa jaman kini untuk menegaskan bahwa teknologi melekat pada diri mereka sejak lahir. Pendidikan tanpa teknologi bisa mengisolir subyek pendidikan itu sendiri, yakni siswa. Vanderkam (2013) menyebut bahwa teknologi membuat pendidikan menjadi berbiaya murah dengan hasil belajar yang jauh lebih besar. Hal ini bertentangan dengan sejumlah argumen bahwa teknologi itu mahal, karena biaya mahal biasanya hanya di awal dan sekali saja. Vanderkam juga menyebut bahwa teknologi terutama dalam praktik blended learning membuat siswa dilayani secara individu dan personal, bukan klasikal, umpan balik yang lebih tepat, serta sumber belajar yang bervariasi dan kaya. Teknologi juga membantu siswa belajar dimana saja dan kapan saja dengan sumber belajar yang lebih bervariasi. Teknologi dan Identitas Pendidikan Katolik Dikotomi sering diungkapkan terkait dengan teknologi dalam dunia pendidikan, terutama gadget, game online, dan terakhir mengenai chat GPT dan Google Bard. Sejumlah pihak mengkhawatirkan bahwa teknologi bisa membuat ketergantungan, kecanduan (apalagi kecanduan game online), membatasi sosialisasi, menurunnya kualitas tidur, cyberbullying, dan akhirakhir ini bahaya plagiat dengan chat GPT. Kekhawatiran akan teknologi yang bisa menjadi pedang bermata dua, mengantar gereja mengeluarkan sejumlah dokumen, seperti Gereja dan Internet serta Etika dan Internet (Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, 2002), juga Perkembangan Cepat (Surat Apostolik Yohanes Paulus II yang merujuk pada Dekret Inter Mirifica). Lebih dari itu, sejumlah interpretasi disebutkan mengenai teknologi dan identitas pendidikan Katolik. Vincent Cho (2017) menggambarkan dengan bagus bahwa identitas Katolik berperan seperti baterai dalam pendidikan. Artinya, baterai itu harus selalu terisi dan harus selalu di-charge dan dengan itu, identitas Katolik dalam pendidikan di tengah-tengah kemajuan teknologi bisa terjaga. 11 Sajian Utama Kekhawatiran akan teknologi yang bisa menjadi pedang bermata dua, mengantar gereja mengeluarkan sejumlah dokumen, seperti Gereja dan Internet serta Etika dan Internet (Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, 2002), juga Perkembangan Cepat (Surat Apostolik Yohanes Paulus II yang merujuk pada Dekret Inter Mirifica).
Namun, Cho melompat lebih jauh dengan mengatakan bahwa perumpamaan baterai tidak cukup tetapi harus sampai pada perumpamaan lensa. Visi dan misi sekolah Katolik bisa berbeda tetapi ada nama ‘Katolik’ yang menjadi lensa sebagai panduan orang melihat, menginginkan, dan mengharapkan yang baik dari teknologi. Cho menyatakan bahwa identitas Katolik bukan filter tetapi pemain aktif yang menentukan teknologi. Identitas Katolik menentukan pedagogi, pelayanan, lingkungan sekolah, dan perkembangan siswa seperti apa yang akan dibangun. Meredith JC Swallow (2017) menyebut bahwa pendidikan Katolik harus menyajikan tiga hal, yakni (1) mempersiapkan siswa untuk menggali makna pribadi dan arti hidup komprehensif ketika hadir dalam dunia nyata (hidup dalam iman Katolik di dunia nyata), (2) membuat kelas dan pembelajaran holistik yang berisi nilai dan iman, (3) melaksanakan formasi moral dan iman untuk setiap siswa. Siswa bukan hanya mengetahui tetapi dilatih untuk menginternalisasi nilai dan iman sesuai dengan keutamaan Katolik. Bijak merespon perubahan; bukan memusuhi tetapi bersahabat dengan teknologi. Sekolah Katolik jangan terpaku pada sukses masa lalu tetapi perlu merespon dengan cepat perubahan dan perkembangan teknologi yang terjadi. Siswa sangat gesit merespon teknologi dan sekolah tidak boleh kalah karena subyek pendidikan adalah siswa. Gunakan teknologi untuk memperkecil biaya, meningkatkan mutu dan hasil pendidikan. Teknologi membuat pendidikan menjadi murah. Selain itu teknologi membawa pendekatan personal, menjawab kebutuhan siswa, dan menjadi solusi untuk pembelajaran interaktif, menarik, dan menyenangkan. Gunakan teknologi untuk meningkatkan bakat dan potensi siswa. Pendidikan dengan teknologi menghadirkan sumber belajar yang kaya. Dengan itu, siswa selalu memiliki alternatif. Guru jangan mengkotakkotakkan siswa pada pelayanan seragam tetapi selalu menawarkan alternatif. Gunakan teknologi untuk menghadirkan model pembelajaran yang bervariasi, seperti blended learning, flipped learning, STEAM, project-based learning, termasuk penggunaan chat GPT. Melengkapi teknologi dengan karakter. Hal ini merupakan keunggulan sekolah Katolik ketika terbiasa mnghadirkan refleksi dan membangun karakter unggul siswa. Langkah ke depan Hasil penelitian Doringin et al. (2020) berikut bisa menjadi rekomendasi untuk dilaksanakan dalam mengintegrasikan teknologi pada pendidikan Katolik: Sajian Utama 12 Cho menyatakan bahwa identitas Katolik bukan filter tetapi pemain aktif yang menentukan teknologi. Identitas Katolik menentukan pedagogi, pelayanan, lingkungan sekolah, dan perkembangan siswa seperti apa yang akan dibangun
Melengkapi teknologi dengan sikap berbagi. Sekolah Katolik perlu terus melaksanakan kegiatan bakti sosial yang sudah banyak dipraktikkan. Melengkapi teknologi dengan sikap makin kritis dan kreatif. Teknologi digunakan untuk mengembangkan kompetensi abad 21, yakni: communication, collaboration, critical thinking and problem solving, serta creativity and innovation. Konsistensi dari Guru akan membuat teknologi makin bermakna. Bangun teknologi di sekolah dalam konteks Laudato Si. Yudi Latif menyebut bahwa saat ini pandangan Ki Hajar Dewantara yang mendorong pengembangan kreativitas (lewat teknologi) dan karakter, harus dilengkapi dengan pembangunan lingkungan. Bangun konsep itu dalam konteks ajaran gereja Laudato Si. Membangun model Kepemimpinan Holistik untuk setiap sekolah. Dunia saat ini bergerak organik dan berjejaring. Pimpinan sekolah yang dibutuhkan adalah pemimpin yang adaptif, fleksibel, menggunakan data, dan mampu memberdayakan seisi personil sekolahnya. Sajian Utama Pengantar Sebagai proses pengembangan pribadi manusia secara utuh, pendidikan selama hayat dikandung badan sangat dibutuhkan. Peran utama Gereja dalam dunia pendidikan berusaha untuk mengantar anak manusia untuk mencapai penyempurnaan kemanusiaan. Karya pendidikan Katolik menampilkan wajah Gereja di tengah dunia dan masyarakat. Mengingat peran penting Gereja dalam dunia pendidikan, maka sekolah-sekolah Katolik harus memiliki identitas yang jelas dan kuat agar tetap mampu menjalankan peran dan tugasnya dengan baik, termasuk sebagai sarana strategis pewartaan iman dan ajaran Katolik. Identitas itu bukan hanya nampak dalam nama label Katoliknya, tetapi muatan yang ada dalam lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah Katolik tersebut. 13 Identitas Sekolah Katolik Di Tengah Arus Perubahan Dalam Konteks Sekolahsekolah Katolik Di Kalimantan Barat RP. Amandus Ambot, OFMCap Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Pontianak Bijak merespon perubahan; bukan memusuhi tetapi bersahabat dengan teknologi. Sekolah Katolik jangan terpaku pada sukses masa lalu tetapi perlu merespon dengan cepat perubahan dan perkembangan teknologi yang terjadi
Menanggapi perkembangan situasi terkini, refleksi berikut berusaha menggali identitas sekolah Katolik dalam konteks pendidikan di Kalimantan Barat. 1. Identitas dan Ciri Khas Sekolah Katolik Sekolah Katolik menentukan identitasnya sejak ide awal, visi-misi, dan tujuan pendirian sekolah, yang diilhami oleh pandangan adikodrati dan didasarkan pada antropologi kristiani demi pembentukan pribadi yang utuh dan dewasa secara manusiawi dan kristiani serta terjamin kualitas pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan di sekolah tersebut. Identitas ini harus mewarnai benak mereka yang bekerja di sekolah Katolik; dan dinyatakan secara eksplisit dalam dokumen resmi seperti Statuta atau Akta Pendirian, program pendidikan, rencana pengembangan institusi, dan sumber daya manusia yang terjun langsung dalam dunia pendidikan formal. 1.1. Identitas Sekolah Katolik Sejak Konsili Vatikan II hingga sekarang, Gereja Katolik telah mengeluarkan tidak sedikit dokumen yang terkait dengan identitas sekolah Katolik. Dokumen-dokumen itu umumnya menempatkan tujuan dan misi sekolahsekolah Katolik dalam karya pewartaan Gereja yang lebih luas. Sedangkan dokumen-dokumen terkini menekankan peran khas sekolah-sekolah Katolik dalam mendorong pertemuan yang penuh hormat dan bermanfaat antara orangorang dari komunitas iman yang berbeda, tradisi spiritual, dan pandangan dunia atau nonreligius, demi memperdalam misi Gereja, memperkaya masyarakat dan mempromosikan perdamaian dan keadilan di dalam dunia. Sekolah Katolik harus memiliki elemen mendasar dan kuat, yang dijiwai oleh semangat Injil dan cinta kasih, mulai dari visi kristianinya yang mampu menciptakan sintesa antara iman dan budaya, antara iman dan hidup. Di sini kita menyentuh kriteria yang paling menentukan kekhasan sekolah yang menamai diri sebagai sekolah Katolik. Berdasarkan kriteria inilah keluarga dapat dengan tepat memilih sekolah Katolik untuk pendidikan anakanak mereka. Paus Fransiskus baru-baru ini mengingatkan bahwa iman adalah cahaya yang menerangi seluruh hidup seseorang dan memberi makna pada pengalamannya dan pembentukan manusia dan budayanya. Atas dasar keyakinan yang mendalam itu harus dibangunbudaya sekolah Katolik, yang mewarnai seluruh aspek dan proses pendidikan di setiap jenjang pendidikan Katolik, dari tingkat SD hingga PT. Budaya ini dijabarkan dalam pengalaman para pendidik yang seharusnya menghayati profesinya sebagai ungkapan cinta dalam membimbing para murid dengan tekun dan penuh semangat serta mengarahkan mereka pada kebenaran dan perjumpaan dengan Tuhan (Bdk. Kitab Hukum Kanonik, Kanon, 803 § 2). Inilah model pedagogik yang tepat untuk setiap pendidik kristiani. 14 Sajian Utama Sekolah Katolik harus memiliki elemen mendasar dan kuat, yang dijiwai oleh semangat Injil dan cinta kasih, mulai dari visi kristianinya yang mampu menciptakan sintesa antara iman dan budaya, antara iman dan hidup.
Setiap sekolah Katolik dipanggil untuk menempatkan pengajaran nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam terkait dengan kebenaran, keadilan, cinta universal, dan kebebasan yang adalah bagian fundamental dari Injil Tuhan kita Yesus Kristus. Itulah yang akan menentukan orisinalitas karakteristik sebuah sekolah Katolik dengan visinya yang khas tentang dunia, kehidupan, budaya dan sejarah, serta konsistensinya menjaga dan menghargai keluruhan martabat manusia. Oleh karena itu, penting sekali bagi sekolah Katolik untuk menegaskan kembali dimensi pengetahuan humanistik, kebijaksanaan, spiritual, dan berbagai disiplin ilmu dalam konteks budaya yang melatarbelakanginya di mana ia berada. 1.2 Ciri Khas Sekolah Katolik Sejak lama sekolah-sekolah Katolik dikenal luas sebagai lembaga pendidikan yang memiliki keunggulan akademis, tata kelola yang baik, dan integritas kepemimpinan. Namun, indikator itu tidak dengan sendirinya menunjuk pada ciri khas sebuah sekolah Katolik. Ciri-ciri yang menentukan sebuah Sekolah Katolik mencakup: (a) keterpusatan pada pribadi Yesus Kristus; (b) berkontribusi pada misi Gereja; (c) berbeda dengan sekolah lainnya karena memiliki keunggulan, seperti keunggulan akademik, kedisiplinan, tata kelola dan kepemimpinan, dll.; (d) berkomitmen untuk mendidik anak seutuhnya; (e) dijiwai oleh Communione dan Komunitas; (f) kerjasama dengan Uskup setempat; (g) diresapi oleh pandangan Katolik lewat kurikulum; dan (h) ditopang oleh kesaksian Injil. Karena itu, sekolah Katolik membutuhkan pendidik, baik awam maupun religius, yang berkompeten sebagai pendidik/guru, menghayati panggilannya sebagai guru profesional dan bertanggung jawab. Keterampilan didaktik-pedagogiknya dan kesaksian hidup mereka ikut memastikan bahwa sekolah Katolik memenuhi tujuan pendidikannya. Namun, pendidik pertama dan utama adalah orangtua dan keluarga tempat seorang anak dilahirkan, dirawat, dan dibesarkan (Bdk. Kitab Hukum Kanonik, Kanon 1136). Karena itu orangtua dan seluruh anggota keluarga Katolik berperan penting dalam pendampingan dan pendidikan anak-anak. 2. Eksistensi dan Identitas Sekolah Katolik di Kalimantan Barat Di Kalimantan Barat, sekolah-sekolah Katolik berperan sangat penting dalam memajukan Gereja Katolik dan masyarakat Kalimantan. Sejak kedatangan (1905) para misionaris Kapusin asal Belanda berusaha merintis sekolah bagi masyarakat pedalaman. Pada tahun 1908- 1911 P. Marcellus Joh. Winnemuller, OFMCap mendirikan sekolah dan asrama di Pelanjau, sekitar 10 kilometer dari - 15 Sajian Utama Penulis memaparkan materi dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar. Dok.Pribadi.
2.1. Esksitensi Sekolah Katolik di Kalimantan Barat Berikut ini data terbaru ekistensi sekolah-sekolah Katolik dalam empat keuskupan di Kalimantan Barat. 2.2. Identitas Sekolah Katolik di Kalimantan Barat Sekolah-sekolah Katolik di Kalimantan Barat masih mengutamakan penanaman nilai-nilai Katolik yang manusiawi dengan menekankan cinta kasih dan persaudaraan, yang cinta lingkungan, meskipun tidak semua siswa-siswinya beragama Katolik. Visi dan misi penginjilan yang tampak dalam penerjemahan Kabar Baik masih terasa. Identitas sekolah Katolik ditentukan oleh rujukan pada konsep Kristiani tentang realitas sosial yang sedang berkembang dan berubah dari waktu ke waktu. Selain itu, dialog antara akal dan iman serta budaya ditekankan dalam komunitas Sekolah Katolik. Sekolah harus menjadi lingkungan sosial pertama, setelah keluarga, di mana individu memiliki pengalaman positif hubungan sosial dan persaudaraan sebagai prasyarat untuk menjadi orang yang mampu membangun masyarakat berdasarkan keadilan dan solidaritas sebagai faktor yang sangat penting dalam proses membangun kehidupan yang damai di antara individu dan masyarakat. Sekolah Katolik mengutamakan kualitas dan keunggulan akademisnya. Pemangkat, Kabupaten Sambas. Tetapi usaha itu gagal karena pada tahun 1911 muncul wabah penyakit yang merenggut nyawa dua siswa. Lalu, mereka mencari lokasi baru untuk membangun sekolah dan asrama di Nyarumkop, sekitar 12 kilometer arah timur Singkawang. Pada tanggal 3 September 1916 P. Marcellus tiba di Nyarumkop dan membangun sekolah dan asrama bersama Bruder Timotheus Johannes Evers, OFMCap. Sementara itu di bagian hulu pedalaman Kalimantan,P. Flavianus H. Huijbers, OFMCap dan P. Honoratus F. van de Voort, OFMCap mendirikan sekolah di Benua Martinus, Kapuas Hulu, pada tanggal 14 November 1914, yang dimulai dengan 13 orang murid. Banyak baptisan baru dan tokoh Katolik dari sekolah-sekolah Katolik itu. Hampir di setiap paroki atau pusat misi dibangun sekolah dan asrama bagi para siswa. Persekolahan Katolik Nyarumkop (PKN) sampai saat ini masih menjadi pusat pendidikan Katolik yang penting dan terkenal di Kalimantan Barat dengan menyelenggarakan TK, SD, SMP, dan SMA. Di PKN terdapat Pusat Pendidikan Calon Imam, Seminari Menengah Santo Paulus, yang dimulai oleh Pastor Canutus Mensink, OFMCap tahun 1949 sebagai rektor pertamanya, sebagai kelanjutan dari Seminari Menengah yang dimulai di Pontianak. Ketika anak seminari sedang belajar, tiang-tiang ruang sekolah yang terbuat dari pohon kayu kembali bertunas. Terkadang dia harus ‘menangkap’ kembali anak-anak asrama yang pergi tanpa izin. Hingga sekarang, selain Keuskupan, karya pendidikan Katolik di Kalimantan Barat juga ditangani Ordo atau Kongregasi, seperti OFMCap, MTB, CDD, SFIC, KFS, SMFA dan lainnya. 16 Sajian Utama
3. Tantangan Sekolah Katolik Saat ini Selain sebagai cahaya yang menembus zona kegelapan masyarakat, sekolah Katolik menghadapi tantangan berat dalam bidang peningkatan mutu pendidikan dalam suasana persaingan. Selain tantangan dan kompetisi, permasalahan juga datang dari kalangan internal. Cukup banyak orangtua Katolik cenderung menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri karena sekolah Katolik dianggap mahal dan pilihan kaum elit. Sejumlah orangtua lain dari kalangan ekonomi menengah ke atas lebih memilih sekolah-sekolah yang bertaraf internasional. Itulah tantangan dan permasalahan nyata yang dihadapi sekolah-sekolah Katolik saat ini. Masa depan sekolah-sekolah Katolik tak terlepas dari kehadiran Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan yang menembus dan memengaruhi dunia pendidikan formal. Masalah utama dan mendasar yang muncul adalah bagaimana seluruh perangkat pendidikan, mulai dari staf pendidik, peserta didik, tenaga kependidikan, seluruh stakeholders (semua pihak yang ambil bagian dalam dunia pendidikan formal), dan lingkungan pendidikan dapat mengambil sikap yang benar dan tepat menghadapi pengaruh AI dalam dunia pendidikan formal. Apakah staf pendidikdan segenap stakeholders dunia pendidikan sudah mengantisipasi pengaruh AI? Adalah tugas dan tanggung jawab kita bersama untuk memikirkan cara untuk meningkatkan keunggulan-keunggulan sekolah-sekolah Katolik dan menanggapi perkembangan era digital dalam dunia pendidikan formal sehingga sekolah kita tetap menjadi pilihan utama para orangtua. Sekarang, peran sekolah Katolik tidak cukup hanya sebagai penyalur ilmu pengetahuan, namun seharusnya tetap mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan karakter yang baik, moral, keterampilan praktis dalam menanggapi perkembangan zaman. 4. Kesimpulan Sekolah-sekolah Katolik di Kalimantan Barat tetap berusaha untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya serta terus berinovasi sesuai perkembangan zaman agar selalu kontekstual, modern, berkualitas / unggul, memiliki daya saing yang tinggi di tengah masyarakat yang dipengaruhi oleh AI dan tetap mampu menampilkan ciri khasnya kekatolikannya. Sekolah Katolik harus membuka diri bagi kemajuan dunia modern, mendidik para siswanya dengan tepat guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat dunia, dan menyiapkan mereka untuk pengabdian demi meluasnya Kerajaan Allah, menjadi "ragi" kebaikan / keselamatan bagi masyarakat luas melalui teladan hidup dan kualitas-kualitas pribadi yang mereka miliki. 17 Sajian Utama Merayakan Ekasristi bersama peserta kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik Tingkat Dasar. Dok.Pribadi. Sekolah-sekolah Katolik di Kalimantan Barat tetap berusaha untuk mempertahankan eksistensi dan identitasnya serta terus berinovasi sesuai perkembangan zaman.
Sebagai salah satu garda depan wajah Gereja, sekolah Katolik seharusnya tetap melayani dan memperhatikan semua golongan, terutama orang-orang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir. Terlepas dari semua kenyataan sosial yang harus dihadapi, sekolah Katolik tetap konsisten dengan pandangan bahwa ciri khas sifat gerejawinya adalah sekolah yang terbuka untuk semua, terutama mereka yang paling lemah dan tak berdaya di mata dunia. Mari kita bergandengan tangan untuk membangun jembatan-jembatan pendidikan yang dapat mengantar anakanak manusia menuju zona yang lebih baik, cerdas, dan bermasa depan. Sumber Acuan: Bart Jansen, OFMCap, Kuntum Coklat di Tengah Belantara Borneo (Ed. William Chang, OFMCap), Pontianak: 2005. Cogregazione Per L'Educazione Cattolica, La Scuola Cattolica Alle Soglie del Terzo Millennio, Roma, 28 Dicembre 1997. Dokumen Konsili Vatikan II, Deklarasi tentang Pendidikan Kristen Gravissimum Educationis, 28 Oktober 1965. Kongregasi Pendidikan Katolik, Identitas Sekolah Katolik untuk Budaya Dialog, 25 Januari 2022. Paus Yohanes Paulus II (Promulgator), KITAB HUKUM KANONIK (Codex Iuris Canonici), Jakarta: Sekretariat KWI - Obor, 1991. Panitia Reuni 75 tahun PKN, Buku Kenangan 75 Tahun Persekolahan Katolik Nyarumkop 1916- 1991. Sacra Congregazione Per L'Educazione Cattolica, La Scuola Cattolica, Roma, 19 Marzo 1977. 18 Sajian Utama Masa depan sekolah-sekolah Katolik tak terlepas dari kehadiran Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan yang menembus dan memengaruhi dunia pendidikan formal. Masalah utama dan mendasar yang muncul adalah bagaimana seluruh perangkat pendidikan, mulai dari staf pendidik, peserta didik, tenaga kependidikan, seluruh stakeholders (semua pihak yang ambil bagian dalam dunia pendidikan formal), dan lingkungan pendidikan dapat mengambil sikap yang benar dan tepat menghadapi pengaruh AI dalam dunia pendidikan formal. Sekolah Katolik harus membuka diri bagi kemajuan dunia modern, mendidik para siswanya dengan tepat guna mengembangkan kesejahteraan masyarakat dunia, dan menyiapkan mereka untuk pengabdian demi meluasnya Kerajaan Allah, menjadi "ragi" kebaikan / keselamatan bagi masyarakat luas melalui teladan hidup dan kualitas-kualitas pribadi yang mereka miliki
Indonesia diperkirakan mencapai masa keemasan pada tahun 2045, tepat saat usia kemerdekaan genap 100 tahun. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh bonus demografi yang bermula dari tahun 2020 dan memasuki puncaknya pada tahun 2030 mendatang. Di masa ini, jumlah penduduk usia produktif (14-64 tahun) mendominasi populasi Indonesia dan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bangsa. Bonus demografi dapat menjadi keuntungan bagi percepatan pembangunan jika sumber daya manusianya unggul dan didukung dengan kesempatan yang luas untuk berkarya. Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa, terutama di sistem pendidikan, memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan generasi muda yang berkarakter, adaptif terhadap perubahan dan siap mengambil peran aktif di masyarakat. Laporan riset Dell Technologies tahun 2017 memaparkan bahwa 85% pekerjaan di tahun 2030 belum diketahui wujudnya di saat ini, terutama karena percepatan teknologi di bidang Artificial Intelligence dan Machine Learning. Kemampuan mengidentifikasi masalah dan membuat perubahan dalam segala situasi merupakan keterampilan kunci bagi setiap anak di abad ke-21, terutama bila Indonesia ingin mengembangkan ekonomi yang tidak bergantung pada sumber daya alam dan manufaktur. Tantangan Generasi Muda Sementara itu, generasi muda Indonesia menghadapi berbagai ancaman dan tantangan kehidupan yang serius, salah satunya penggunaan narkoba. Data yang dikumpulkan Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2018 menunjukkan penggunaan narkoba di kalangan pelajar dari 13 ibukota provinsi di Indonesia mencapai angka 2,29 juta orang. BNN juga mencatat bahwa satu kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah mereka yang berada pada rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial saat ini. 19 Suara Generasi Muda Melahirkan Generasi Pembaharu Ara Kusuma Youth Years Leader, AshokaIndonesia Dok.Rebecca Hale, National Geographic Bonus demografi dapat menjadi keuntungan bagi percepatan pembangunan jika sumber daya manusianya unggul dan didukung dengan kesempatan yang luas untuk berkarya.
Tantangan yang tidak kalah penting lainnya adalah soal perkawinan anak. UNICEF mencatat bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di Asia untuk kasus perkawinan anak. Hal ini juga didukung oleh data BPS tahun 2018 yang menunjukkan jumlah kasus pernikahan anak di bawah umur 16 tahun mencapai 190.553. Angka ini terus bertambah meskipun sudah ada undangundang yang meningkatkan usia kawin menjadi 19 tahun. Kawin anak merupakan penyumbang utama terputusnya pendidikan anak-anak Indonesia. Hal ini berdampak pada pola pikir dan pola hidup generasi muda, salah satunya di bidang lingkungan. Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kerusakan alam, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran air dan tanah, yang berakibat pada penurunan kualitas hidup dan kesehatan anak muda dalam tumbuh dan berkembang. Di samping itu, produksi plastik sekali pakai dan kegiatan ekonomi yang tidak etis turut menyumbang emisi karbon ke udara dan memperburuk perubahan iklim. Isu perubahan iklim akan mengancam ketahanan pangan sebuah negara dan pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19. Keterbatasan ruang ekspresi, kesempatan mengembangkan inovasi dan kepemimpinannya, serta lemahnya pola pengasuhan baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat menyebabkan rentannya orang muda untuk terpapar berbagai ancaman di atas. Pesatnya kemajuan teknologi yang memicu derasnya informasi, tidak sejalan dengan kemampuan anak muda untuk merespon dan mengolahnya menjadi sumber daya untuk kemajuan mereka. Kurangnya bahan bacaan dan produk-produk budaya yang membuka ruang imajinasi mereka dengan kreasi dan kemampuan menjawab tantangan zaman berkontribusi pula pada hal ini. Melakukan Perubahan Kerumitan dan kompleksitas tantangan ini, membutuhkan upaya strategis untuk mengatasinya, dengan melibatkan multi generasi melalui integrasi berbagai gerakan sosial budaya yang ada di Indonesia. Setiap orang perlu melakukan perubahan kerangka kerja dan pergeseran cara pandang dengan mengakui bahwa setiap orang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk berkontribusi dalam memecahkan masalah dan mempengaruhi komunitasnya untuk mencapai masa depan yang kita impikan. 20 Gelar Wicara Indonesia Emas 2045 (Re)Definisi Sukses Pendidikan Anak Muda. Dok.Pribadi. Temu Pembaharu Nasional, Jaringan Ashoka. Dok.Pribadi. Suara Generasi Muda
Mengajak siswa-siswi, guru, dan kepala sekolah menemukan kekuatan dirinya sebagai pembaharu, mengidentifikasi masalah, dan memulai inisiatif sosial yang digagas untuk mewujudkan dunia yang lebih baik. Menumbuhkan ekosistem pendukung masa tumbuh kembang anak, baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan komunitas, yang membuka wawasan sosial dan lingkungan, serta membangun keterampilan pembaharu. Ashoka mencetuskan Gerakan Everyone A Changemaker (EACH) dengan kerangka kerja lintas sektor yang akan menjembatani fokus dan sektor yang berbeda, serta pendekatan yang berbeda dalam menanggapi konteks yang berubah, isu dan masalah yang muncul, termasuk dalam mengelola sumber daya dan aset sosial. Ashoka bekerja sama dengan Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia untuk menggulirkan gerakan ini dan mendukung kaum muda Indonesia mentransformasi nilai-nilai sosial di mana empati, kepemimpinan yang inklusif, dan kolaborasi untuk membawa perubahan menjadi landasan tumbuh kembang anak, dengan cara: Kerja sama ini melibatkan sekolah menengah pertama dan atas di sejumlah wilayah, dari Banten hingga Kalimantan Timur dan Papua, yang mendapat pembinaan secara daring dari Ashoka, Komdik-KWI, dan para mentor dalam wadah komunitas pembaharu untuk mengenal dan mengasah keterampilan changemaking melalui diskusi antar teman sebaya dan praktik nyata. Upaya ini tentunya tidak terlepas dari peran anak muda, salah satunya Angela. Ia merupakan alumni SMP dan SMA Santa Maria Surabaya yang menginisiasi gerakan Dare to Lead dan Trouble Fixer Generation di usia 15 tahun. Angela bersama timnya berupaya menggeser pola pikir anak muda untuk melihat dirinya sebagai seorang pemimpin yang berdaya dan dapat membawa perubahan, dengan loka karya dan bootcamp yang mengasah konsep mawas diri. Angela adalah seorang Ashoka Young Changemaker 2019 dan kini bersama dengan Komdik-KWI membangun komunitas Siswa Inspiratif Anak Pembaharu Pancasila (SIAPP). “Menurut saya, menjadi seorang pembaharu itu bukan hanya pembaharu bagi diri saya sendiri, tapi juga pembaharu bagi yang lain,” pesan Angela. Ia berpendapat bahwa “generasi muda harus berani untuk memimpin dan melawan arus,” untuk menemukan solusi kreatif yang akan menerangi masa depan Indonesia dan dunia. Rasa, Raih, Rancang, Rencana, Rawat (R5) Belajar dari pengalaman Angela dan pembaharu lainnya, Ashoka merumuskan perjalanan membawa perubahan ke dalam tahapan 5R: Rasa, Raih, Rancang, Rencana, dan Rawat. Konsep ini dikembangkan untuk mendukung setiap individu, berapa pun usia dan apa pun latar belakangnya, untuk dapat memahami diri, menajamkan hati, serta mengasah nalar dan imaji, - 21 Diskusi bersama guru, dosen, dan pemangku kepentingan lainnya di Yogyakarta untuk memetakan sistem pendidikan di tengah dunia yang penuh perubahan. Dok.Pribadi. Suara Generasi Muda
Cara pandang terhadap diri sendiri – bahwa kita memiliki sebuah keahlian dan kekuatan untuk melakukan perubahan, Cara kita menghargai orang lain – bahwa setiap orang memiliki keunikannya dan potensi untuk berkolaborasi, dan Cara kita melihat situasi – ketika menghadapi sebuah masalah atau situasi yang tidak diinginkan, seorang pembaharu justru melihatnya sebagai peluang untuk berinovasi, alih-alih mengeluh. Karena sejatinya tidak ada yang sempurna di dunia ini, selalu ada sesuatu yang membuat kita miris, peduli, atau ingin kita ubah. dalam memulai sebuah inisiatif sosial yang membawa ke arah perubahan positif. Seorang pembaharu memiliki jiwa layaknya seorang petualang. Ia memiliki sebuah impian yang ingin dituju dan dengan sukacita menghadapi semua tantangan dan peluang untuk mencari jalan terbaik. Seorang petualang memiliki motivasi, panggilan, dan semangat di atas rata-rata untuk terus berjuang di tengah ketidakpastian yang dihadapinya. Hal ini ia dapatkan dengan mengubah bagaimana ia melihat segala hal, dimulai dari: Tentunya dalam perjalanan membawa perubahan seorang anak membutuhkan dukungan dari ekosistem di sekitarnya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan kota. Institusi pendidikan memiliki peran strategis untuk memberikan ruang berkarya bagi anak muda untuk mengasah empati dan kemampuan mereka sebagai pembaharu sebagai bekal memulai petualangannya. Mari kita bergandeng tangan demi mewujudkan masa depan yang lebih adil dan sejahtera, dimana setiap orang berdaya, setiap orang mampu menggerakkan dan menciptakan perubahan positif bagi diri dan lingkungan sekitar. Referensi : Al-Hashimi, A., Barcia, J., & Harries, M. (2019) (rep.). Future of Work. Dell Technologies. Retrieved March 27, 2023, from https://www.dell.com/enus/dt/perspective s/future-of-work.htm#scroll=off. Puslitdatin. (2019, August 12). Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat. Badan Narkotika Nasional RI. Retrieved March 27, 2023, from https://bnn.go.id/penggunaan-narkotikakalangan-remaja-meningkat/ Tanudjaya, E., Fiscarine, M., & Indrawati, R. (2020, August 31). Perkawinan Anak Dampak Literasi Rendah Pendidikan Seks. Economica. Retrieved March 27, 2023, from https://www.economica.id/2020/08/31/per kawinan-anak-dampak-literasi-rendahpendidikan-seks/ 22 Seorang pembaharu memiliki jiwa layaknya seorang petualang. Ia memiliki sebuah impian yang ingin dituju dan dengan sukacita menghadapi semua tantangan dan peluang. Suara Generasi Muda
Budaya Refleksi Dan Dialog : Sebuah Usaha Memulihkan Identitas Sekolah Katolik Pasca Pandemi Covid-19 Pendidikan Pasca Pandemi Covid-19 Kita semua tahu bahwa pandemi Covid19 memporak-porandakan seluruh ‘bangunan’ kokoh dalam dunia pendidikan yang telah dibangun berabad-abad lamanya. Pandemi mengubah segalanya. Pembelajaran yang biasanya dilakukan di ruang kelas, laboratorium atau area sekolah harus digantikan dengan pembelajaran tatap maya secara digital. Guru-guru yang terbiasa mengajar melalui tatap muka dan menyapa langsung berubah menjadi menatap layar monitor dan harus terampil menggunakan media digital. Pandemi memaksa sekolah, guru dan peserta didik untuk berani mengalami perubahan dalam pembelajaran. Semua sekolah mulai bertransformasi pada pola pembelajaran baru berbasis digital. Melalui ragam aplikasi, kreativitas dan inovasi, semua sekolah berusaha menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Semua guru dibekali pelatihan berbasis IT dan semua siswa harus memiliki perangkat yang representatif untuk pembelajaran. Selama kurang lebih dua tahun perubahan dialami dan dirasakan oleh para guru serta peserta didik. Caracara lama dalam pembelajaran mulai pelan-pelan ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru yang lebih kreatif dan inovatif. Dua tahun berlalu, sekolah dan peserta didik ‘kembali’ untuk belajar seperti sebelum pandemi. Tentu saja situasi ini tidak mudah begitu saja dijalani. Setelah dua tahun terbiasa dengan tatap maya dan media digital kini harus kembali dengan situasi belajar yang lama. Tidak semua peserta didik bahkan guru mudah untuk kembali beradaptasi dengan cara lama ini. Selama pandemi banyak sekali proses pembelajaran yang seharusnya dilalui oleh setiap peserta didik hilang dan sekarang harus kembali dari awal. Situasi ini membuat banyak peserta didik mulai tidak bersemangat dalam belajar di kelas dengan metode tatap muka karena sudah terbiasa online. Beberapa fenomena yang terjadi diantaranya, di dalam kelas mereka cenderung asal menjawab dan bicara tanpa data karena minimnya kebiasaan literasi. Pada saat jam istirahat mereka lebih asik dengan gawai update Tik Tok, instagram atau mabar. Beberapa juga kadang membuat konten kurang sopan saat guru sedang mengajar. Aris Kurniyawan SMP Mater Dei Pamulang 23 Suara Guru
Bahkan tidak sedikit peserta didik yang mengalami cedera mental saat berjumpa dengan teman-temannya dalam dunia nyata di kelas. Beberapa realitas di atas tentu saja menjadi bahan refleksi bersama tentang identitas sekolah Katolik pasca pandemi dan ke depan. Identitas sekolah Katolik yang sangat khas dengan nilai-nilai karakter, spiritualitas dan katolisitas pelanpelan memudar akibat pandemi. Pandemi membuat fokus sekolah Katolik menekankan inovasi dan teknologi digital. Fokus pendidik juga demikian, mereka lebih banyak membekali keterampilan teknis teknologi informasi dan piranti digital yang menunjang pembelajaran. Bahkan barangkali beberapa sekolah malah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu untuk pembentukan pribadi manusia utuh, yang tujuan akhirnya adalah untuk kebaikan bersama.[1] Sekolah sejatinya tidak hanya fokus atau dirancang untuk mengembangkan kemampuan intelektual tetapi juga untuk membentuk kemampuan menilai dengan benar, menumbuhkan nilai rasa dan menghasilkan hubungan persahabatan karakter dan kondisi sosial. [2] Dengan demikian sekolah Katolik pasca pandemi ini harus kembali pada nilai-nilai di diatas. [1] Bdk.KV II, Deklarasi tentang pendidikan Kristen Gravissimum educationis, 28 Oktober 1965, 1 [2] Gravissimum educationis,5. Sebuah Alternatif Memulihkan Kembali Identitas Sekolah Katolik Untuk kembali pada nilai-nilai yang membentuk identitas sekolah Katolik seperti halnya diserukan para Bapa Konsili dalam Gravissimum Educationis ada dua jalan keluar yang ditawarkan, pertama sekolah Katolik hendaknya mulai kembali menumbuhkan budaya refleksi dan kedua membuka jalan dialog. Budaya refleksi melatih setiap peserta didik untuk menilai dengan benar dan menjadi pribadi yang utuh. Sedangkan budaya dialog mendorong setiap peserta didik untuk menumbuhkan rasa nilai dalam hubungan persahabatan dan bertumbuh dalam kemanusiaan.[3] Setidaknya dua hal inilah yang dilakukan di SMP Mater Dei Pamulang sebagai usaha untuk memulihkan kembali identitas sekolah Katolik yang mulai memudar akibat pandmi covid-19. SMP Mater Dei Pamulang, berusaha memulihkan kembali proses pembelajaran yang hilang selama pandemi dengan mengupayakan dua hal ini agar apa yang hilang saat pandemi pulih kembali. Budaya refleksi dan dialog adalah jalan sederhana yang bisa ditempuh untuk memulihkan kembali situasi sekolah Katolik yang mulai kehilangan identitasnya. Prosesnya memang tidak mudah dan mulus, tetapi dengan tetap terus membiasakan dua budaya ini tumbuh maka sekolah Katolik akan tetap memiliki identitas yang kokoh di tengah tantangan dunia modern. [3] INSTRUMENTUM LABORIS Kongregasi untuk Pendidikan Katolik 7 April 2014, 6 24 Selama kurang lebih dua tahun perubahan dialami dan dirasakan oleh para guru serta peserta didik. Cara-cara lama dalam pembelajaran mulai pelanpelan ditinggalkan dan digantikan dengan cara baru yang lebih kreatif dan inovatif. Suara Guru
Budaya refleksi “Hidup yang tidak direfleksikan tidak layak untuk dijalani” Begitu kata Sokrates Filsuf besar Yunani. Refleksi berasal dari bahasa Latin reflectere yang berarti membungkuk ke belakang. Singkatnya refleksi adalah tindakan seseorang untuk melihat kebelakang atau melihat kembali kedalam diri. Refleksi mendorong setiap pribadi belajar terus menerus atas setiap yang sudah dilaluinya. Menemukan makna baru dan melihat hal-hal yang mampu membuatnya bertumbuh, berkesadaran dan menjadi pribadi yang utuh. Budaya refleksi itu tidak datang dengan sendirinya. Setiap pribadi perlu belajar dan melatih diri untuk berani melihat proses ke belakang. Dalam hal ini anak-anak di sekolah SMP Mater Dei Pamulang diajak untuk memberi waktu khusus setelah selesai pembelajaran untuk menuliskan refleksi atas proses yang sudah mereka alami selama setengah hari. Mereka menulis dalam buku catatan khusus (buku refleksi). Begitu juga dalam setiap proses pembinaan yang dilakukan Tim Tata Tertib bersama BK selalu diawali dan diakhiri dengan proses refleksi agar peserta didik mampu menginternalisasi diri atas setiap perkataan dan tindakan yang mereka lakukan. Dengan menulis peserta didik berlatih menuangkan imajinasi, gagasan dan perasaan menjadi lebih konkret. Menulis juga membantu mereka menginternalisasi gerak batin mereka menjadi lebih jelas dan konkret. Menumbuhkan budaya refleksi ini tidaklah mudah. Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh guru dan peserta didik. Beberapa refleksi ada yang asal ditulis, ada juga yang kurang mendalam bahkan ada yang tidak menulis sama sekali. Praktik baik semacam ini memang tidak sekali jadi dan tumbuh begitu saja. Perlu terus didampingi, dituntun dan dilatih terus menerus. Perlu peran banyak pihak dan kesetiaan dalam setiap proses ini. Hasilnya luar biasa, setiap refleksi mereka menghasilkan perubahan dari hal-hal sederhana. Peran guru juga sangat penting dalam hal ini, setelah tulisan mereka dikumpulkan melalui wali kelas mereka mendapatkan catatan atau komentar dari wali kelas sebagai bentuk apresiasi dan motivasi kepada peserta didik. Berani berdialog Sesuai anjuran dari Kongregasi untuk Pendidikan Katolik bahwa dialog adalah sebuah keharusan: Sekolah memiliki tanggung jawab besar di bidang ini karena mereka dipanggil mengembangkan dialog antar budaya dalam visi pedagogik mereka. Ini adalah tujuan yang sulit, tidak mudah dicapai, namun diperlukan.[4] [4] bdk. Educating to Intercultural Dialogue in Catholic Schools Hidup dalam Keselarasan demi Peradaban Kasih Roma, 28 Oktober 2013 25 Peserta didik menulis refleksi setelah pembelajaran. Dok.Pribadi. Dengan menulis peserta didik berlatih menuangkan imajinasi, gagasan dan perasaan menjadi lebih konkret. Suara Guru
Budaya dialog ini menandakan bahwa sekolah Katolik memiliki keterbukaan pada budaya, suku, adat istiadat, ras dan kelompok manapun. Keterbukaan ini perlu dibangun pada diri setiap peserta didik atau mereka yang terlibat secara langsung dalam karya sekolah Katolik tanpa kehilangan identitasnya sendiri. Keterbukaan pada budaya dan melebur dalam perjumpaan kasih mendorong peserta didik untuk lebih menghargai martabat citra Allah. Salah satu hal yang sudah mulai bertumbuh di SMP Mater Dei Pamulang adalah keberanian para peserta didik untuk keluar dari lingkup sekolah dengan berani terbuka pada situasi lain di luar sekolah. Mereka memberanikan diri berkunjung ke pondok pesantren, pantipanti asuhan yang dikelola oleh saudara Muslim. Mereka datang untuk berjumpa sebagai saudara penuh kasih dan berbagi dari apa yang mereka miliki untuk bertumbuh dalam persaudaraan sejati. Sikap bela rasa dan berbagi juga menjadi bagian penting dari proses pendidikan di sekolah SMP Mater Dei. Hal itu ditunjukkan oleh para peserta didik dengan membantu mereka yang lemah dan miskin melalui celengan kasih yang dilakukan saat masa advent, masa prapaskah dan bencana alam. Untuk saudara yang Muslim SMP Mater Dei juga membagi takjil gratis, sembako untuk pemulung, driver ojek online (ojol), satpam dan orang yang membutuhkan yang tinggal di sekitar lingkungan sekolah. Harapannya dengan aktivitas ini tumbuh dialog yang sejati dan rasa kemanusiaan dalam diri mereka dan akhirnya mereka memandang sesama sebagai citra Allah yang bermartabat seperti ajaran ibu rohani para suster SPM yaitu St. Julia Billiart. Keberanian berdialog mendorong mereka memahami orang lain seperti apa adanya. Sehingga tidak lagi ada perundungan dan perilakuperilaku negatif dalam diri peserta didik. Kembali Kepada Sang Guru Sejatinya ciri khas dan identitas sekolah Katolik itu tidak terletak pada bangunan gedung yang megah, prestasi atau inovasi yang paling maju, melainkan pada karakter warga sekolah yang menumbuhkan dan membentuk kemampuan untuk menilai dengan benar, untuk meneruskan warisan budaya generasi sebelumnya dan akhirnya siap dalam kehidupan profesional. Daya reflektif ini pada akhirnya menghasilkan hubungan persahabatan antara siswa yang berbeda karakter dan kondisi sosial dan mencintai kemanusian. Dua hal ini pada akhirnya melahirkan pribadi-pribadi utuh yang menghargai martabat manusia sebagai citra Allah. Sekolah Katolik sudah selayaknya kembali dan fokus pada mendidik pribadi dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Sang Guru sejati yaitu Yesus. Suara Guru 26 Peserta didik SMP Mater Dei Pamulang berkunjung ke Pondok Pesantren sebagai bentuk dialog. Dok.Pribadi.
Pada hakikatnya, pendidikan adalah suatu proses pembelajaran dan pengajaran yang dilaksanakan untuk membantu peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, peserta didik diharapkan dapat bertumbuh dan berkembang secara maksimal baik kognitif, afektif, maupun psikomotor, yang akan menjadi bekal mereka memasuki kehidupan pribadi, masyarakat, dan profesional. Pendidikan juga membantu dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan abad 21: Keterampilan berkolaborasi, keterampilan berkomunikasi, keterampilan berpikir kritis, keterampilan menghasilkan ide-ide kreatif dan inovatif, keterampilan kewirausahaan, keterampilan dalam memanfaatkan ICT, keterampilan manajemen waktu, keterampilan hidup mandiri. Keterampilan ini merupakan kebutuhan yang harus dimiliki untuk bisa adaptasi dalam dunia kerja dan kehidupan seharihari. Kekhasan Pendidikan Katolik Dalam dunia pendidikan Katolik, nilainilai dan ajaran iman Katolik diterapkan dalam kurikulum dan kegiatan sehari-hari. Selain pendidikan akademik, Lembaga Pendidikan Katolik juga memberikan pengajaran tentang moral, etika, kejujuran, kedisiplinan, integritas dll. Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial keagamaan juga menjadi kekhasan sekolah Katolik. Pendidikan Katolik berakar pada warisan spiritual Kristiani, yang terusmenerus berdialog dengan warisan budaya dan pencapaian ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan Katolik merupakan komunitas-komunitas pendidikan di mana pembelajaran berkembang melalui integrasi antara pemikiran serta nilai-nilai kehidupan. Para pendidik di lembaga-lembaga pendidikan Katolik dipanggil bukan hanya untuk memberikan materi pembelajaran tetapi juga hadir sebagai pembawa kabar sukacita bagi semua warga sekolah, terlebih bagi peserta didik. Para pendidik harus terbuka dan secara profesional berpengetahuan luas ketika mereka sedang memimpin kelas di mana keberagaman diakui, diterima serta dihargai sebagai aset pendidikan yang bermanfaat bagi setiap orang. 27 Suara Guru Identitas Sekolah Katolik : Mengelola Sekolah Yang Inspiratif Dan Beridentitas Katolik Lusia Belu Tandirerung, S.Pd SDK Mamajang, Makassar
Mereka yang menemukan dirinya dalam kesulitan lebih besar, yang lebih miskin, yang lebih rentan dan membutuhkan, tidak dipandang sebagai beban atau hambatan, melainkan sebagai anugerah yang seharusnya menjadi pusat perhatian dan keprihatinan sekolah, yang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan perlakuan yang baik. Inti pendidikan Katolik adalah Yesus Kristus. Segala sesuatu yang terjadi di lembaga pendidikan Katolik seharusnya membawa pada perjumpaan dengan Kristus. Lembaga Pendidikan Katolik menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Terlebih bagi yang miskin dan terpinggirkan, meskipun pada kenyataannya, biaya pendidikan di lembaga Pendidikan Katolik semakin tinggi, tetapi itu sejalan dengan apa yang diberikan oleh Lembaga pendidikan. Kebiasaan yang harus tercermin dari Lembaga Pendidikan Katolik adalah terciptanya lingkungan hidup bersama yang dijiwai oleh semangat Injil, menjunjung tinggi kebebasan, berpihak pada yang lemah, dan mengasihi satu dengan yang lain. Salah satu tujuan mulia hadirnya Lembaga Pendidikan Katolik adalah sebagai sarana pewartaan kabar gembira, terlebih bagi sesama yang miskin dan lemah. Selain hal tersebut, institusi pendidikan Katolik harus setia pada upaya pencerdasan bangsa, setia terhadap ciri khas Katolik, dan setia pada spiritualitas pendiri. Lembaga Pendidikan Katolik di tengah umat sejatinya adalah sebagai media pewarta kabar sukacita, dan kabar suka cita itu tidak hanya untuk umat Katolik, tetapi terbuka untuk umum. Menjadi kenyataan bahwa di beberapa lembaga pendidikan Katolik, lebih dominan peserta didik yang tidak beragama Katolik. Hal ini terjadi karena mereka yang bukan Katolik tertarik dengan pola pendidikan yang dianut di Lembaga Pendidikan Katolik, yang tidak hanya berfokus pada kemampuan akademik, tetapi juga pada pendidikan nilai. SD Katolik Mamajang Makassar sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Katolik berusaha mempertahankan nilai-nilai kekatolikan. Lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Paulus Makassar dan berdiri pada tanggal 1 Agustus 1950 ini berusaha menghayati panggilan dan perutusannya di tengah masyarakat. 28 Suara Guru Para pendidik di lembaga lembaga pendidikan Katolik dipanggil bukan hanya untuk memberikan materi pembelajaran tetapi juga hadir sebagai pembawa kabar sukacita bagi semua warga sekolah, terlebih bagi peserta didik. Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (mengolah barang bekas menjadi sesuatu yang bermanfaat). Dok.Pribadi.
Menciptakan komunitas sekolah yang akrab dalam sikap persaudaraan yang erat. Suasana yang kondusif ini, akan membawa dampak pada kinerja. Suasana tempat kerja yang nyaman akan memberikan motivasi positif dalam pelaksanaan kegiatan kerja. SD Katolik Mamajang yang berlokasi di Jl.Tupai Nomor 3 Makassar ini mulai fokus pada pembelajaran nilai, sebagaimana yang tertuang dalam Nota Yayasan Paulus tahun 2019, yang memuat tentang Nilai-Nilai Yayasan: Unggul, Kreatif, bersemangat Kasih, dan berjiwa Misioner. Nilai-Nilai ini diimplementasikan di setiap lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Paulus Makassar dalam bentuk nilai-nilai karakter. Penanaman Nilai Penanaman nilai-nilai Inti Yayasan Paulus Makassar di lembaga-lembaga pendidikan tidak hanya untuk peserta didik, tetapi untuk semua warga sekolah: Kepala Sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan, dan peserta didik. Pola pembinaan di SD Katolik Mamajang tertuang dalam kegiatan-kegiatan penanaman nilai, antara lain: Fokus pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Kami berusaha untuk memahami kebutuhan minat siswa serta menyediakan berbagai pilihan aktivitas bagi peserta didik. Membangun lingkungan yang positif dan inklusif. Menciptakan lingkungan yang positif dan inklusif bagi seluruh peserta didik yaitu menghargai setiap pribadi peserta didik sebagai citra Allah. Semua peserta didik dihargai, diterima, dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Memastikan bahwa pembelajaran yang disajikan menarik dan relevan bagi peserta didik. Fokus pada kepentingan peserta didik, meletakkan kepentingan peserta didik di atas segalanya, agar potensi yang dimiliki dapat berkembang secara maksimal. Mendorong inovasi dan kreativitas. Sekolah membuka kesempatan bagi peserta didik untuk inovatif, kreatif; Menciptakan lingkungan yang positif dan mendukung, tidak hanya lingkungan fisik yang aman dan nyaman, tapi juga lingkungan sosial yang ramah, terbuka, dan inklusif. Fokus pada pengembangan karakter. Selain fokus pada akademik, kami juga fokus pada pengembangan karakter siswa, yang meliputi pembelajaran tentang nilai-nilai: kejujuran, kerja sama, kepemimpinan (bergilir menjadi pemimpin ibadah, petugas upacara bendera, petugas misa) dan etika (menyapa, memberi salam, mengucapkan permisi, meminta maaf jika melakukan kekeliruan, kedisiplinan mengatur waktu (pagar dikunci pukul 07.00 WITA, yang terlambat, baik pendidik dan tenaga kependidikan - 29 Suara Guru Pembelajaran IT. Dok.Pribadi. Suasana tempat kerja yang nyaman akan memberikan motivasi positif dalam pelaksanaan kegiatan kerja.
Menghargai perbedaan. SD Katolik Mamajang sangat menghargai berbagai latar belakang dan kebutuhan peserta didik, termasuk peserta didik yang berkebutuhan khusus. SD Katolik Mamajang menerima peserta didik yang ekonomi kuat, menengah, bahkan prasejahtera. Demikian juga peserta didik berkebutuhan khusus. Di SD Katolik Mamajang, ada beberapa peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus diberikan perhatian khusus untuk membantu mereka mencapai potensi penuh mereka. Kehadiran peserta didik berkebutuhan khusus membawa hal baik bagi guru dan peserta didik yang lain, untuk lebih bersyukur atas rahmat Tuhan yang telah diperoleh, dan hidup lebih saling mengasihi. maupun peserta didik, tidak diizinkan masuk sekolah kecuali ada kejadian yang tidak bisa diprediksi di jalan). Penggunaan teknologi yang inovatif. Sekolah menyediakan laboratorium komputer sebagai sarana teknologi untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran. Tenaga pendidik dan kependidikan yang berpendidikan dan berdedikasi tinggi. Tenaga pendidik dan kependidikan merupakan sumber inspirasi dan teladan yang paling penting bagi peserta didik. Tenaga pendidik dan kependidikan di SD Katolik Mamajang datang sebelum peserta didik datang, dan pulang setelah peserta didik semua sudah pulang, peduli pada peserta didik. Terkadang tidak istirahat pada jam istirahat karena mengawasi peserta didik, selalu bersemangat dalam mendampingi dan melayani peserta didik. Membangun komunikasi yang intens dengan orang tua peserta didik. Keberhasilan kita di sekolah akan sangat tergantung pada seberapa besar peranan orang tua. Menyadari hal ini, kami selalu membangun komunikasi yang intens dengan orang tua, termasuk melaksanakan sosialisasi terkait Visi-Misi dan program sekolah, demi pembinaan peserta didik yang baik dan berkesinambungan. Membangun relasi yang baik dengan Yayasan, Dinas pendidikan, Gereja, dan Masyarakat. Kami menyadari bahwa kami tidak bisa berjalan sendiri, sehingga komunikasi dengan semua pihak yang terkait merupakan hal yang mutlak. 30 Suara Guru Peserta didik mengikuti Ekstrakurikuler Karate. Dok.Pribadi. Peserta didik berkebutuhan khusus diberikan perhatian khusus untuk membantu mereka mencapai potensi penuh mereka
Pribadi Inspiratif Menginspirasi adalah usaha sadar yang kita lakukan untuk menggerakkan atau mebangkitkan semangat bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. Cara menginspirasi kami dapatkan dari keikutsertaan kami dalam komunitas guru inspiratif yang dilaksanakan oleh Komisi Pendidikan KWI. Di lembaga pendidikan, pertama-tama, sikap menginspirasi harus dimulai dari kepala Sekolah, yang menginspirasi tenaga pendidik dan kependidikan serta peserta didik, juga bagi para orang tua peserta didik. Mengelola sekolah inspiratif tidaklah mudah. Selalu ada tantangan, baik secara intern, maupun ekstern. Namun dengan tujuan yang jelas dan tekad yang kuat, rintangan apapun bisa dilalui. Dan kami bersyukur, bahwa dengan dukungan dari Yayasan, dan kerjasama di lembaga pendidikan, hal-hal yang sudah diprogramkan bisa dilaksanakn. Yang terakhir, ada beberapa peserta didik pindah ke SD Katolik Mamajang, karena mendengar kesaksian orang tua tentang situasi dan kondisi yang terlaksana di SD Katolik Mamajang. Mereka pindah karena tertarik pada pendidikan nilai di SD Katolik Mamajang. Keberhasilan sekolah inspiratif, tergantung pada pimpinan dan semua warga sekolahnya. Semoga, dengan berpegang teguh pada pendidikan nilainilai Kristiani yang berpusat pada Yesus Kristus sebagai sumber kasih sejati, lembaga-lembaga pendidikan Katolik tidak akan kehilangan identitasnya. Suara Guru Menumbuhkan rasa cinta dan tanggung jawab pada lingkungan. Cinta lingkungan perlu ditanamkan sejak dini. Peserta didik harus mengetahui pentingnya lingkungan bagi kehidupan, bukan hanya pada saat ini, tetapi untuk masa depan, bahkan ke kehidupan generasi selanjutnya. Oleh karena itu, semua pihak punya tanggung jawab menjaga dan merawat lingkungan. Keteladanan dalam hal kepedulian lingkungan yaitu kepala Sekolah, tenaga Pendidik dan kependidikan, peserta didik, dan pramu sekolah, bekerja sama untuk membersihkan lingkungan dengan menyapu bersama setiap pagi. Dengan bekal ini, peserta didik akan membiasakan diri untuk merawat alam sekitarnya: merawat tanaman, menggunakan air seperlunya, mengurangi produksi sampah yang susah terurai. Bela Rasa. Sikap berbela rasa perlu ditumbuhkan sejak dini. Mengunjungi dan mendoakan teman yang sakit, mengunjungi yang kedukaan, juga terlibat dalam aksi-aksi sosial: APP, HPS, Aksi Adven, dan aksi sosial lainnya: 96% warga sekolah sudah terlibat. Tidak mengambil yang bukan miliknya. Misalnya, peserta didik menemukan barang atau uang yang bukan miliknya, tidak akan diambil, tetapi diserahkan pada guru atau tenaga kependidikan. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk penanaman konsep anti korupsi. Kebiasaan ini akan menjadi bekal dasar nilai kehidupan untuk tidak korupsi ketika terjun ke dunia kerja atau menduduki suatu jabatan. 31
Identitas Pendidikan Katolik Sekolah tempat penuh harapan, tempat di mana siswa belajar dan berkembang, tidak hanya secara akademis tetapi juga secara sosial dan emosional. Sekolah harus menjadi tempat yang penuh harapan, di mana siswa merasa didukung, terinspirasi, dan memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk berhasil dalam hidup. Penting bagi sekolah untuk memiliki lingkungan yang aman dan inklusif, di mana setiap siswa merasa diterima dan dihargai. Hal ini dapat dicapai dengan mengadopsi pendekatan yang berpusat pada siswa, di mana perhatian diberikan pada kebutuhan individu setiap siswa dan memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang. Harapan itu dapat diwujudkan dengan budaya dialog. Pada Pesta Pertobatan Santo Paulus tanggal 25 Januari 2022 lalu, Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik mempublikasikan dokumen Identitas Sekolah Katolik untuk Budaya Dialog. Keadilan: Menghormati martabat setiap individu dan memperlakukan semua orang dengan cara yang adil dan merata. Kebenaran: Membangun kejujuran dan integritas dalam diri sendiri dan memberikan teladan yang baik bagi orang lain. Cinta Kasih: Menyayangi dan melayani sesama dengan mengasihi seperti Kristus. Kepedulian Sosial: Menumbuhkan kesadaran sosial dan kepedulian terhadap orang lain dan lingkungan hidup. Sama halnya dengan Gereja sungguh menekankan budaya dialog. “Kita tidak dapat menciptakan budaya dialog jika tidak memiliki identitas,” tegas Bapa Suci Paus Fransiskus (Art. 1, 2). Sekolah Katolik sebagai suatu komunitas yang mencerminkan budaya dialog membangun suatu kesadaran bahwa dengan berdialog kita berinteraksi antar budaya yang menjadi tempat membangun kepedulian. Dalam praktiknya, identitas Sekolah Katolik mungkin bervariasi tergantung pada tempat, budaya, dan kepemimpinan sekolah itu sendiri. Namun, kesamaan nilai-nilai ini adalah bahwa mereka bertujuan untuk membentuk siswa menjadi orang-orang yang tangguh, beriman, dan berkomitmen untuk melayani sesama dan lingkungan mereka. Pada umumnya Identitas Sekolah Katolik didasarkan pada ajaran Katolik dan nilai-nilai yang diterapkan dalam kurikulum dan aktivitas sehari-hari. Prinsip-prinsip yang dipegang teguh oleh Sekolah Katolik meliputi: 32 Suara Guru Katolik Jati Diriku Binaria Krescencia, S.Ag. Guru SMP Santa Maria Kabanjahe
Keterbukaan: siap untuk mendengarkan dan menerima pandangan atau pendapat yang berbeda dari diri sendiri. Empati: mampu merasakan dan memahami perspektif dan pengalaman orang lain. Hal ini dilakukan dengan harapan peserta didik mampu menghadapi tantangan zaman masa depan dengan keterampilan pendidikan abad 21 yang menekankan pembelajaran berkelompok yang mewujudkan budaya dialog. Budaya Dialog Budaya dialog memfasilitasi percakapan yang produktif dan bermakna antara individu atau kelompok yang berbeda pendapat atau latar belakang dalam pembelajaran di SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe. Dengan budaya dialog ini menjadi sebuah upaya untuk menciptakan ruang diskusi yang inklusif dan respektif, di mana setiap orang dapat merasa aman dan nyaman untuk berbicara dan mendengarkan dalam pembelajaran maupun non pembelajaran. Dengan mempraktikkan budaya dialog juga dapat membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang perspektif dan pengalaman orang lain, menghargai keragaman, dan mencari solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Beberapa nilai yang mendasari budaya dialog antara lain: Suara Guru Pendidikan Kristiani: Memberikan pendidikan yang berbasis pada ajaranajaran Kristiani dan membantu siswa untuk memperoleh pengalaman iman yang dalam. SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe merupakan salah satu sekolah dibawah naungan Yayasan Setia Medan dan juga salah satu karya Konggregasi SFD. Yayasan Setia Medan selalu berorientasi pada Gereja dan menjadi tempat tumbuhnya toleransi seperti Agama, Ras, Suku dan lain-lain. Di samping itu SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe merupakan sekolah yang ekologis. Menurut pengalaman saya selama mengajar di SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe sejak tahun ajaran 2016 hingga saat ini, secara garis besar pembelajaran di SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe selalu mewujudkan budaya dialog dan budaya kepedulian. Salah satu upaya guru mewujudkan budaya dialog dengan mempersiapkan peserta didik agar mampu menghadapi perkembangan zaman dan mempersiapkan pembelajaran yang inovatif dan menekankan pada kolaborasi, berpikir kritis dan komunikatif. Para Guru secara terus-menerus belajar bersama dan fokus pada literasi informasi dan media sesuai dengan desain pendidikan abad 21. Hal ini tentunya membutuhkan dialog yang sangat intensif. Sehingga para guru setiap selesai jam pelajaran di sekolah selalu meluangkan waktu untuk Kopdar (kopi darat) bersama. Dalam kegiatan Kopdar para guru berdiskusi bersama dan mengevaluasi pembelajaran. 33 Budaya Dialog yang dilakukan oleh para guru lewat kegiatan Kopdar. Dok.Pribadi.
Mengedukasi diri dan orang lain tentang masalah sosial dan lingkungan. Dengan memahami masalah yang ada, kita dapat lebih mudah mengidentifikasi cara-cara untuk membantu. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan lingkungan, seperti membersihkan lingkungan, membantu orang yang membutuhkan, dan menyumbang ke lembaga amal. Menjalin hubungan dengan orangorang di sekitar. Dengan menjalin hubungan yang baik, bisa lebih mudah mengetahui apa yang dibutuhkan dan saling membantu. Mengajarkan nilai kepedulian pada peserta didik agar tumbuh dengan nilai kepedulian dan memiliki empati serta siap membantu sesama. Menerapkan pola hidup yang ramah lingkungan, seperti menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan, menghemat energi, dan mengurangi limbah. Budaya Kepedulian Kepedulian peserta didik terlihat ketika melaksanakan jadwal piket kebersihan di kelas dan juga masyarakat. Selain itu, peserta didik juga mewujudkan budaya kepedulian lewat saling mendukung dan saling mengunjungi dalam peristiwa suka dan duka. Dengan budaya kepedulian peserta didik mengedepankan rasa empati, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama. Budaya kepedulian mengajarkan peserta didik untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga memperhatikan kebutuhan dan kondisi orang lain / sesama. Ada beberapa cara yang dilakukan SMP Swasta Santa Maria Kabanjahe untuk membangun budaya kepedulian antara lain: 34 Suara Guru Kerendahan hati: mengakui bahwa kita tidak selalu benar dan terbuka untuk belajar dari orang lain. Keberanian: berani untuk berbicara dan mengekspresikan pandangan tanpa takut menjadi minoritas atau dikritik. Keterampilan komunikasi: memiliki keterampilan komunikasi yang baik, seperti kemampuan mendengarkan aktif dan bertanya dengan baik. Dalam budaya dialog, peserta didik juga berupaya untuk menghindari sikap defensif, memperhatikan bahasa tubuh, dan menghindari memvonis atau menyalahkan orang lain. Sehingga dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan saling memahami dengan orang-orang di sekitar. Duduk berkelompok di dalam kelas saat pembelajaran sebagai wujud budaya dialog. Dok.Pribadi. Dengan mempraktikkan budaya dialog juga dapat membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang perspektif dan pengalaman orang lain, menghargai keragaman, dan mencari solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dengan menerapkan budaya kepedulian, peserta didik bisa membantu mengurangi kesenjangan sosial dan lingkungan, meningkatkan kualitas hidup orang lain, serta membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Refleksi : Karya dan Pelayanan Sebagai seorang yang terpanggil menjadi guru. Saya melihat banyak hal yang bisa kita lakukan untuk orang-orang yang ada di sekitar lewat karya dan pelayanan. Karya dan pelayanan kita wujudkan di sekolah (tempat penuh harapan, tempat di mana siswa belajar dan berkembang, tidak hanya secara akademis tetapi juga secara sosial dan emosional). Sekolah harus menjadi tempat yang penuh harapan, di mana siswa merasa didukung, terinspirasi, dan memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk berhasil dalam hidup. Sekolah menyiapkan siswa bukan untuk menjadi APA tetapi menyiapkan siswa BISA APA dan untuk MENJADI APA. 35 Suara Guru Aksi membersihkan lingkungan masyarakat sebagai wujud kepedulian. Dok.Pribadi Sekolah tempat penuh harapan, tempat di mana siswa belajar dan berkembang, tidak hanya secara akademis tetapi juga secara sosial dan emosional. Sekolah harus menjadi tempat yang penuh harapan, di mana siswa merasa didukung, terinspirasi, dan memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk berhasil dalam hidup. Penting bagi sekolah untuk memiliki lingkungan yang aman dan inklusif, di mana setiap siswa merasa diterima dan dihargai. Hal ini dapat dicapai dengan mengadopsi pendekatan yang berpusat pada siswa, di mana perhatian diberikan pada kebutuhan individu setiap siswa dan memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang.
Awal Januari 2023, Komisi Pendidikan KWI kembali melanjutkan program SIAPP (Siswa Inspiratif Anak Pembaharu Pancasila) dengan membuka pendaftaran bagi sekolahsekolah Katolik (jenjang SMP -SMA/SMK). Antusiasme sekolah dalam menanggapi program ini cukup tinggi. Total pendaftar sebanyak 119 sekolah dari berbagai keuskupan di Indonesia. Selama hampir 5 bulan (Januari - Mei 2023) peserta yang terdiri dari guru pendamping dan kader SIAPP mengikuti proses pelatihan dan pendampingan oleh Tim Komdik KWI dan Ashoka Indonesia secara online. Fokus pelatihan kader SIAPP adalah program 5R (Rasa, Raih, Rancang, Rencana, Rawat). Selanjutnya peserta (siswa) membuat aksi nyata melalui project-project pembaharu dengan mengangkat beragam isu (lingkungan, kesehatan, sosial, budaya, dll). Secara berkala peserta SIAPP mengirimkan laporan perkembangan project kepada panitia/Tim Komdik KWI. Project-project tersebut dicermati dan dinilai oleh tim panitia. Setelah diseleksi, panitia mengumumkan 30 besar (Mei) dan akhirnya pada bulan Juni menjadi 12 sekolah / Tim SIAPP. Dua belas sekolah tersebut kemudian mempresentasikan project dihadapan dewan juri (Ashoka Indonesia dan Tim Komdik KWI) pada Sabtu, 19 Agustus 2023. 36 Dinamika Komisi Pendampingan Guru Dan Siswa Inspiratif Dinamika pelatihan dan pengolahan guru pendamping SIAPP. Dok.Educare / Celtos Djabun Celtos Djabun
37 Dinamika Komisi Dinamika pelatihan dan pengolahan guru pendamping SIAPP. Dok.Educare / Celtos Djabun
38 Animasi Komdik KWI Animasi Komisi Pendidikan KWI tahun 2023 secara offline terselenggara di Keuskupan Maumere, Keuskupan Agung Ende, Keuskupan Bandung, Keuskupan Sanggau dan Keuskupan Agung Pontianak. Sedangkan secara online / zoom hampir seluruh Keuskupan di Indonesia. Fokus kegiatan animasi tersebut adalah Pengolahan Karakter Pedagogi Guru, Design Pembelajaran yang Kreatif dan Inovatif serta Tata Kelola Manajerial Sekolah maupun Yayasan. Selain itu, juga pendampingan Sekolah Unggul Kebangsaan. Kegiatan Animasi Komisi Pendidikan KWI sekilas tergambar dalam dokumentasi foto berikut. Rm.Gandhi,SJ menyapa peserta sebelum memulai kegiatan di Keuskupan Agung Ende. Dok.Panitia. Dinamika Animasi di Keuskupan Agung Ende. Dok.Panitia. Dinamika Komisi Celtos Djabun
39 Rm.Gandhi,SJ bersama guru pendamping dan peserta SIAPP (Siswa Inspiratif Anak Pembaharu Pancasila), SMA Katolik St.John Paul II Maumere. Dok.Sekolah. Rm.Gandhi,SJ bersama guru dan siswa di SMA Katolik St.John Paul II Maumere. Dok.Sekolah. Dinamika Komisi
Selanjutnya, pelatihan kedua dilaksanakan pada tanggal 10 – 12 Juli 2023 di Singkawang (Keuskupan Agung Pontianak) yang diikuti 320 guru dan tenaga kependidikan. Dalam kegiatan tersebut para guru dilatih untuk memiliki softskill dalam mengenal diri bahwa guru adalah panggilan hidupku, menyadari diri bahwa “aku dicintai Allah” dalam hidupku menjadi dasar pengolahan dengan kekuatan olah rasa, olah pikir, dan olah kehendak yang disampaikan Sekretaris Eksekutif Komisi Pendidikan KWI, Romo TB. Gandhi Hartono SJ. Berjalan Bersama Guru, Staff, dan Tenaga Kependidikan di Keuskupan Sanggau dan Keuskupan Agung Pontianak memberikan pengalaman yang sungguh bermakna bagi tim Komisi Pendidikan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Kami tim Komdik KWI semakin termotivasi untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran kreatif inspiratif dalam menumbuhkembangkan pribadi-pribadi berkarakter sebagai generasi penerus bangsa. Pelatihan pertama dilaksanakan pada tanggal 6-7 Juli 2023 di Keuskupan Sanggau yang diikuti 60 guru. Pelatihan ini dibuka oleh Bapa Uskup Sanggau Mgr. Valentinus Saeng,CP. Dalam sambutan, Mgr.Valen menegaskan bahwa pendidikan karakter bagi peserta didik sangat penting terutama dalam menghadapi perubahan dunia yang begitu cepat. “Peserta didik bisa memperoleh informasi dari berbagai sumber. Maka peran guru tidak hanya soal menyampaikan materi, namun yang paling penting adalah menuntun anak agar memiliki karakter yang unggul”, tegas Mgr.Valen. 40 Berjalan Bersama Guru, Staff Dan Tenaga Kependidikan Membangun Pendidikan Kini - Ke Depan Lebih Berdaya Dinamika Komisi Mgr. Valen memberi sambutan dalam kegiatan pelatihan dan pengolahan guru di Keuskupan Sanggau. Dok.Educare / Celtos Djabun Dinamila kegiatan pelatihan/pengolahan. Dok.Educare / Celtos Djabun Rm.Gandhi,SJ menyampaikan materi. Dok.Educare / Celtos Djabun Antonius Agus Sulistyono,S.IP., S.Pd. Pengurus Komdik KWI
Selain itu, Merdeka Belajar juga menjadi fokus pelatihan untuk menumbuhkan para guru inspiratif dan kreatif. Dalam pelatihan sesi kedua tentang Merdeka Belajar, Pak Martinus (Pengurus Komdik KWI) melatihkan softskill guru kreatif inspiratif melalui pengalaman pembelajaran berbasis project based learning dan problem based learning. Pengalaman Pak Martinus bersama para siswa dalam membangun siswa yang kreatif, berkarakter, dan menggerakkan komunitas serta masyarakat menjadi contoh pengalaman yang menarik dalam proses pelatihan tersebut. Proses perjuangan guru bersama para siswa untuk membuat project dan problem solving dalam menghadapi berbagai keprihatinan melahirkan project-project baru seperti sutarin, dulink (duta lingkungan), dan project pemberdayaan masyarakat dan komunitas sekolah yang positif. Selan itu, Cura personalis yang disampaikan oleh Pak Anton (Pengurus Komdik KWI) juga menjadi input esensial. Para guru dan tenaga kependidikan dilatih dalam memberikan pendampingan personal baik kepada siswa, sesama guru dan tenaga kependidikan sehingga terbangun relasi yang saling menguatkan dan menumbuhkan hati yang peduli bagi sesama. Pak Anton menyatakan bahwa guru dan tenaga kependidikan harus memiliki softskill yang kuat dalam pendampingan personal siswa. Hal ini sangat dibutuhkan oleh para guru dan tenaga kependidikan karena pada dasarnya pendidikan tidak hanya sekedar mengajar di kelas, tetapi pendidikan juga dihadapkan pada pengolahan hidup personal siswa agar menjadi pribadi yang kuat, reflektif, dan berkarakter. Dengan demikian siswa menjadi berdaya dalam menghadapi berbagai tantangan hidup sehari-hari dan mampu memberdayakan diri dan masyarakat demi kebaikan bersama. Softskill yang dilatihkan untuk memberdayakan para guru dalam pendampingan personal siswa adalah kemampuan guru dalam mengolah emosi anak melalui selftalk, refleksi, dan bagaimana menemukan core values atau kebutuhan afeksi terdalam siswa, sehingga siswa tumbuh menjadi pribadi yang mampu menemukan kasih Tuhan dalam kehidupannya. 41 Pak Martin menyampaikan materi. Dok.Panitia. Pak Anton menyampaikan materi. Dok.Panitia. Dinamika pelatihan/pengolahan Dok.Educare / Celtos Djabun Dinamika Komisi
Pada pertemuan berikutnya Komisi Pendidikan KWI berkolaborasi dengan Ashoka Indonesia mendalami semangat perubahan yang ada dalam diri kepala sekolah dan bapak ibu guru inspiratif dengan membuat workshop secara virtual 5 R yaitu rasa, raih, rencana, rancang dan rawat. Sebuah workshop untuk memulai menggerakkan siswa-siswi menjadi anakanak muda pembaharu di sekolah. Pada tahapan selanjutnya setelah workshop 5 R bapak ibu guru inspiratif mendampingi siswa-siswi di sekolahnya untuk menggali mimpi, kekuatan diri dan passion siswa-siswinya untuk membuat inovasi sosial di sekolah. Selain dengan guru pendamping siswa-siswi peserta dari 119 sekolah tersebut di dampingi para fasilitator untuk belajar bersama secara virtual melalui WAG dan zoom meeting. SIAPP (Siswa Inspiratif Anak Pembaharu Pancasila ) merupakan forum anak muda untuk mengasah kepedulian dan keterampilan sosial atas isu-isu yang berkembang di masyarakat sekitar sehingga berani untuk menjadi garam dan terang di masyarakat. Apa yang dialami, dirasakan dan dilihat anak muda akan diolah dengan kekuatan daya rasa (heart) untuk berani merasakan dan merefleksikan apa yang sedang terjadi, kekuatan nalar (head) untuk mengembangkan daya kritis dan kreativitasnya sehingga menghasilkan inovasi-inovasi baru, dan kekuatan kehendak/kemauan yang baik (hand) untuk terus berani dan menginspirasi bergerak dalam masyarakat. Kekuatan tiga daya jiwa inilah yang ditanamkan pada diri kaum muda SIAPP untuk terus berani membuat perubahan dan menjadi agen-agen perubahan di masyarakat. Kegiatan SIAPP 2 awalnya diikuti oleh 119 sekolah Katolik jenjang SMP dan SMA/SMK di seluruh Indonesia mulai dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Proses pendampingan dan belajar diawali dengan pertemuan secara virtual yang dihadiri oleh kepala sekolah dan bapak ibu guru yang memiliki komitmen untuk terus menggerakkan siswa-siswi di sekolahnya. 42 Dinamika Komisi Bergerak Bersama SIAPP (Siswa Inspiratif Anak Pembaharu Pancasila) Untuk Sekolah Unggul Martinus Ekonugroho, M.Pd Pengurus Komdik KWI Dok.Panitia.
Para fasilitator ini adalah anak-anak muda dari beberapa sekolah yang terpilih, memiliki semangat pembaharuan dan sudah dilatih untuk mendampingi temanteman sebayanya. Setiap fasilitator mendampingi 6-8 tim yang berasal dari berbagai sekolah. Dalam proses pembelajaran melalui WAG dan zoom meeting setiap tim mensharingkan pengalaman menggerakkan temantemannya di sekolah dalam membuat inovasi sosial. Setelah belajar bersama dengan para fasilitator selama kurang lebih 4 bulan, maka dipilih 30 besar tim ter-SIAPP. Selanjutnya tim ter-SIAPP ini berproses secara virtual untuk bergerak dan mengembangkan inovasi sosialnya. Setelah dievaluasi secara berkala terpilihlah 12 besar tim ter SIAPP. Ke 12 tim tersebut kemudian melakukan panelis bersama tim Komdik KWI, Ashoka Indonesia, Grezzy, dan para profesional yang kompeten dalam menggerakkan kaum muda dan inovasi sosial. “Amazing...anak-anak muda sekolahsekolah Katolik yang luar biasa penuh semangat, kritis dan kreatif dalam menggembangkan inovasi-inovasi sosialnya”. Demikian kata salah satu panelis yang disampaikan setelah proses penjurian bersama 12 tim ter-SIAPP. Inilah salah satu gambaran sekolah unggul yang menjadi target sasaran Komisi Pendidikan KWI. Juara 1 : SMP Katolik Makale : GO+NE (Go to the New Era), sebuah proyek pendampingan/tutor sebaya untuk mengatasi masalah perundungan di sekolahnya. Juara 2 : SMP Katolik Santo Paulus Palangkaraya : Era Sativa, sebuah proyek kepedulian untuk membantu mengembangkan potensi dan bakat siswa di sekolah melalui pengembangan ekstra kurikuler di sekolahnya. Juara 3 : SMP Santa Maria Surabaya: PLAWDER (2P), sebuah proyek untuk mengelola dan mengolah limbah masker untuk dijadikan sebagai media tanam yang ramah lingkungan. Harapan 1 : SMP Santo Yoseph Denpasar : PROFITA (Project Film Kita), sebua proyek untuk mengembangkan bahan ajar yang berbasis film. Harapan 2 : SMP Strada Santa Maria 1 Kota Tangerang : Sekolahku Bersih dan Hijau, sebuah proyek untuk kembali menghijaukan bumi melalui kegiatankegiatan bermakna di sekolah. SMP Marsudi Utami Semarang : Dare to Stop, Dare to Speak Up, sebuah proyek untuk berani berbicara dan berpendapat untuk menjadi pribadi yang lebih tangguh. Dari proses panelis akhirnya di tentukan kategori juara yaitu : Jenjang SMP 43 Dinamika Komisi Dalam proses pembelajaran melalui WAG dan zoom meeting setiap tim mensharingkan pengalaman menggerakkan teman-temannya di sekolah dalam membuat inovasi sosial.
Juara 1 : SMAS Katolik St. John Paul II Maumere : Penghijauan dan Pengolahan Sampah Plastik, sebuah proyek untuk kembali menghijaukan bumi dan mengolah sampah plastik dengan semangat Laudatho si. Juara 2 : SMAS Katolik Satya Cendika Jember : AMADIS SATKA (Anak Muda Dinamis Satya Cendika), sebuah proyek membuat bahan ajar yang kreatif dan menyenangkan berbasis aplikasi media sosial. Juara 3 : SMA Swasta Assisi Siantar : BPJM (Bersama Perbarui Jadikan Manfaat), sebuah proyek untuk mengelola limbah dan barang bekas kembali berguna dan bermanfaat. Harapan 1 : SMA Swasta Santa Maria Kabanjahe : Gerakan 3K (Kebersihan, keindahan, dan ketertiban). Harapan 2 : SMA Strada Bhakti Wiyata Bekasi : Cerdas Bersama, sebuah proyek untuk membangun kepedulian dan pelayanan bagi masyarakat dan anak-anak yang terpinggirkan. Harapan 3 : SMK Strada Daan Mogot :Pojok Ecobrick, sebuah proyek untuk mengelola sampah yang ada di lingkungan sekolah dan sekitarnya dengan ecobrick. Jenjang SMA Semua adalah juara, semua menjadi pemenang karena mereka mampu memaknai sebuah proses perubahan yang berdasarkan pada penggalian isu-isu yang ada di sekitarnya. Sungguh SIAPP 2 ini sangat menggembirakan dan bermakna karena anak-anak muda terus tumbuh kesadaran untuk peduli terhadap persoalan yang ada di sekitarnya. Ini menjadi sebuah pendidikan karakter yang khas dengan nilai-nilai gerejawi, sebuah pembelajaran sosial gereja yang mengajak umatnya untuk menjadi garam dan terang dunia. Ayo terus bergerak untuk menjadi garam dan terang di masyarakat, masa depan bangsa dan gereja. 44 Dinamika Komisi Presentasi Project SIAPP Dok.Educare / Celtos Djabun
Ada suatu kisah menarik dari perjuangan seekor induk burung menghidupi kelima anaknya di sebuah sarang di atas pohon pala yang tinggi. Terbang tinggi mengais makanan dari pohon ke pohon menjadi semangat perjuangan induk burung setiap hari tanpa kenal lelah. Suatu ketika badai angin, hujan deras datang menerpa, petir menyambar-nyambar, sementara kelima anak burung sudah kelaparan, dan mencuap-cuap dengan suara nyaring terdengar. Kesedihan induk burung melihat kelaparan kelima anaknya, memotivasi semangatnya untuk keluar dari sarang, berjuang dari dinginnya hujan, kuatnya badai angin yang menerpa, dan sambaran petir yang bisa saja menghempaskan tubuhnya. Tekad yang kuat, kegigihan berjuang, dan semangat menghidupi kelima anaknya membuat induk burung terbang dalam hempasan badai angin, petir, dan derasnya hujan untuk mengais makanan dari dahan pohon yang satu ke dahan pohon yang lain demi satu tujuan yaitu kehidupan. Suatu kisah menarik yang bisa kita refleksikan bersama, bahwa di tengah perkembangan artificial intelligence yang begitu cepat bisa mengikis daya juang, kerja keras, ketajaman berpikir, merasa, dan berkehendak. Kuatnya badai nilai-nilai kedangkalan yang ditawarkan oleh laju perkembangan zaman yang merapuhkan diri anak-anak kita, menjadi tantangan tersendiri dalam dunia pendidikan. Seperti induk burung yang mau keluar dari sarangnya kendati badai angin menghantam, hujan deras, dan sambaran petir menerpa. Berani kepakkan sayap, berjuang untuk kehidupan. Dari konteks inilah, pendidikan membutuhkan guruguru yang kritis, kreatif, inovatif, peka terhadap perubahan zaman, serta mau belajar (to be learner), bergerak, dan berjuang demi mewujudkan arti sebuah pendidikan. Masalah di dalam kehidupan ini adalah inspirasi yang menguatkan setiap guru dan siswa untuk tumbuh menjadi pribadi yang utuh dalam cipta, rasa, dan karsa. Sebagai seorang guru, bangunlah kerangka berpikir siswa bahwa masalah adalah sumber inspirasi untuk tumbuh menjadi lebih baik dan positif. Justru dengan masalah, potensi diri siswa terasah, daya kritis, kreatifitas siswa terolah, dan mampu memberdayakan kehidupan yang dihadapinya. Selamat membaca, semoga inspirasimu “Guruku”, memberi semangat bagi temanteman guru, dan siswa untuk bertumbuh dalam kedalaman rasa (empati), kekuatan mengembangkan potensi diri, dan karakter yang positif bagi kehidupan. 45 Sinopsis Judul buku : Inspirasimu, Semangat Hidupku Penulis : Antonius Agus Sulistyono, S.IP., S.Pd. Penerbit : Pustaka Egaliter Tahun : 2023 ISBN : 978-623-185-100-0 Ukuran buku : 14 x 20 cm Tebal buku : x + 224 halaman
17 Agustus 2023 Terus Melaju Untuk Indonesia Maju Bergerak - Berbenah - Berbuah Wujudkan Generasi Unggul untuk Indonesia
Tempat : Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan Keuskupan Agung Semarang Info Kegiatan : Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia Menyelenggarakan Temu Sekolah Unggul Kebangsaan (SUK) 23 - 28 Oktober 2023 Mengolah diri/pribadi guru dan kepala sekolah untuk menemukan spirit perubahan mengelola sekolah. Mewujudkan karakter pendidikan dengan mendalami identitas pendidikan sekolah Katolik dengan nilai-nilai kearifan lokal dan budaya Indonesia. Menjadikan sekolah dan setiap pelaku pendidikan kreatif dan inspiratif. Meningkatkan kemampuan membangun jejaring dengan para pendidik. Membentuk tim fasilitator (ToT) Sekolah Unggul Kebangsaan (SUK) di sekolah. Tujuan Kegiatan :