The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Cerita fiksi tentang Kancil dan buaya

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Robert Kampai M M, 2020-10-20 12:50:18

KANCIL DAN BUAYA

Cerita fiksi tentang Kancil dan buaya

Keywords: kancil & buaya

Page |1

Dongeng Si Kancil dan Buaya

Page |2

Sudah menjadi rahasia umum di hutan bahwa kancil
merupakan hewan paling cerdik. Akalnya seribu untuk
mengatasi berbagai macam masalah. Banyak hewan di
dalam hutan meminta pertolongan padanya ketika mereka
terlibat sejumlah masalah. Walaupun, dinilai sebagai hewan
paling cerdik, namun kancil tidaklah sombong sehingga ia
memiliki banyak teman.
Suatu waktu, kancil mencari makanan keluar dari dalam
hutan tempat biasa ia bernaung. Saat itu memang musim
kemarau, saat di mana makanan di hutan berkurang.
Lantaran, hawa panas, kancil menepi ke sebuah sungai
untuk menghilangkan dahaga di tenggorokannya.

Setelah puas meminum air sungai yang segar, kancil
melanjutkan perjalanannya dengan berjalan menyusuri
sungai. Kancil memang tidak ingin jauh-jauh dari sungai
supaya ia bisa langsung begitu merasa haus. Hampir sejam

Page |3

lamanya kancil berjalan saat ia menemukan sebuah tempat
yang kaya akan makanan. Sayangnya, tempat itu berada di
seberang sungai. Tidak ada jembatan yang menghubungkan
antara satu tempat ke tempat lainnya. Kancil bingung, apa
yang harus dilakukan untuk sampai ke seberang. Ia
bergumam, “Alangkah enaknya, jika aku bisa menyeberangi
sungai ini dan dapat menikmati semua makanan yang ada di
sana.”

Ketika sedang asyik melamun, mata kancil melihat seekor
buaya tengah asyik berjemur di sungai. Kancil pun
mendatangi buaya itu dan bertanya, “Hai sahabatku, Buaya,
apa kabarmu hari ini?”

Buaya yang tengah menikmati harinya itu membuka mata.
Ketika ia melihat yang sedang berbicara adalah kancil, ia
menjawab pertanyaannya. “Kabarku baik kancil sahabatku.
Apa gerangan yang membawa dirimu datang ke mari?”

“Aku membawa kabar gembira untukmu dan teman-
temanmu,” jawab si kancil.

“Hohoho, kabar baik rupanya…” kata buaya antusias,
“Baiklah, ceritakan kabar baik yang kamu bawa untukku dan
teman-temanku.”

“Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman untuk menghitung
jumlah buaya yang ada di dalam sungai. Karena, Raja
Sulaiman ingin memberikan hadiah kepada kalian semua,”

Page |4

jelas kancil.

“Benarkah itu?”

Kancil mengangguk. “Karena itu, panggillah teman-
temanmu semua dan berjejer di sungai ini dari sini hingga
ke sana…”

Buaya pun memanggil teman-temannya dan mengikuti apa
yang diperintahkan oleh kancil.

Saat buaya dan teman-temannya telah berjejer, buaya
berkata, “Sekarang hitunglah, kami sudah siap.”

Kancil pun mulai melompat satu per satu ke punggung
buaya. Dia berteriak keras-keras, “Satu! Dua! Tiga!” dan
begitulah seterusnya hingga ia sampai di pinggir sungai yang
dimaksud—pinggir sungai yang banyak makanannya.
Sesampainya di sana, si kancil membalikkan tubuhnya.
“Terima kasih sahabat-sahabatku yang baik. Sekarang aku
sudah sampai di sini, dan aku sudah menghitung kalian
semua. Sekarang selamat tinggal.”

Melihat Kancil ingin pergi begitu saja, Buaya berteriak, “Hei,
Kancil, mana hadiah dari Raja Sulaiman yang kamu
janjikan?”

“Oiya, aku belum mengatakannya pada kalian ya? Raja
Sulaiman ternyata sudah memberikan hadiah-hadiahnya

Page |5

untuk buaya-buaya di tempat lain. Sehingga tidak ada
hadiah untuk kalian. Hahaha…”

Sekarang tahulah buaya telah ditipu oleh kancil. Mereka
bersumpah dan tidak akan melepaskan Kancil apabila
bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut
terus membara hingga hari ini. Sementara itu, Kancil terus
melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-
buaya tersebut. Sudah menjadi rahasia umum di hutan
bahwa kancil merupakan hewan paling cerdik.

Akalnya seribu untuk mengatasi berbagai macam
masalah. Banyak hewan di dalam hutan meminta
pertolongan padanya ketika mereka terlibat sejumlah
masalah. Walaupun, dinilai sebagai hewan paling cerdik,
namun kancil tidaklah sombong sehingga ia memiliki banyak
teman.

Suatu waktu, kancil mencari makanan keluar dari dalam
hutan tempat biasa ia bernaung. Saat itu memang musim
kemarau, saat di mana makanan di hutan berkurang.
Lantaran, hawa panas, kancil menepi ke sebuah sungai
untuk menghilangkan dahaga di tenggorokannya.

Setelah puas meminum air sungai yang segar, kancil
melanjutkan perjalanannya dengan berjalan menyusuri
sungai. Kancil memang tidak ingin jauh-jauh dari sungai
supaya ia bisa langsung begitu merasa haus. Hampir sejam
lamanya kancil berjalan saat ia menemukan sebuah tempat

Page |6

yang kaya akan makanan. Sayangnya, tempat itu berada di
seberang sungai. Tidak ada jembatan yang menghubungkan
antara satu tempat ke tempat lainnya. Kancil bingung, apa
yang harus dilakukan untuk sampai ke seberang. Ia
bergumam, “Alangkah enaknya, jika aku bisa menyeberangi
sungai ini dan dapat menikmati semua makanan yang ada di
sana.”

Ketika sedang asyik melamun, mata kancil melihat seekor
buaya tengah asyik berjemur di sungai. Kancil pun
mendatangi buaya itu dan bertanya, “Hai sahabatku, Buaya,
apa kabarmu hari ini?”

Buaya yang tengah menikmati harinya itu membuka mata.
Ketika ia melihat yang sedang berbicara adalah kancil, ia
menjawab pertanyaannya. “Kabarku baik kancil sahabatku.
Apa gerangan yang membawa dirimu datang ke mari?”

“Aku membawa kabar gembira untukmu dan teman-
temanmu,” jawab si kancil.

“Hohoho, kabar baik rupanya…” kata buaya antusias,
“Baiklah, ceritakan kabar baik yang kamu bawa untukku dan
teman-temanku.”

“Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman untuk menghitung
jumlah buaya yang ada di dalam sungai. Karena, Raja
Sulaiman ingin memberikan hadiah kepada kalian semua,”
jelas kancil.

Page |7

“Benarkah itu?”

Kancil mengangguk. “Karena itu, panggillah teman-
temanmu semua dan berjejer di sungai ini dari sini hingga
ke sana…”

Buaya pun memanggil teman-temannya dan mengikuti apa
yang diperintahkan oleh kancil.

Saat buaya dan teman-temannya telah berjejer, buaya
berkata, “Sekarang hitunglah, kami sudah siap.”

Kancil pun mulai melompat satu per satu ke punggung
buaya. Dia berteriak keras-keras, “Satu! Dua! Tiga!” dan
begitulah seterusnya hingga ia sampai di pinggir sungai yang
dimaksud-pinggir sungai yang banyak makanannya.
Sesampainya di sana, si kancil membalikkan tubuhnya.
“Terima kasih sahabat-sahabatku yang baik. Sekarang aku
sudah sampai di sini, dan aku sudah menghitung kalian
semua. Sekarang selamat tinggal.”

Melihat Kancil ingin pergi begitu saja, Buaya berteriak,
“Hei, Kancil, mana hadiah dari Raja Sulaiman yang kamu
janjikan?”

“Oiya, aku belum mengatakannya pada kalian ya? Raja
Sulaiman ternyata sudah memberikan hadiah-hadiahnya

Page |8

untuk buaya-buaya di tempat lain. Sehingga tidak ada
hadiah untuk kalian. Hahaha…”

Sekarang tahulah buaya telah ditipu oleh kancil. Mereka
bersumpah dan tidak akan melepaskan Kancil apabila
bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut
terus membara hingga hari ini. Sementara itu, Kancil terus
melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-
buaya tersebut.

End

Page |9


Click to View FlipBook Version