The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by sylviahap17, 2020-12-22 06:13:47

GUBERNUR JENDRAL HINDIA BELANDA DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKANNYA TAHUN 1900-1942

Sylvia Hapsari_190210302066-dikonversi

Keywords: sejarah,sejarah indonesia,gubernur hindia belanda,kebijakan gubernur hindia belanda,dirk fock,de graef,Limburg Stirum,Cornelis de Jonge,2.1.8 Alidius Warmoldus,Willem Rooseboom,Van Heutsz,GUBERNUR JENDRAL HINDIA BELANDA DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKANNYA TAHUN 1900-1942

GUBERNUR JENDRAL HINDIA BELANDA DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKANNYA
TAHUN 1900-1942

GUBERNUR JENDRAL HINDIA BELANDA DAN KEBIJAKAN-KEBIJAKANNYA Sejarah Indonesia
TAHUN 1900-1942
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dan
Kebijakan-Kebijakannya Tahun 1900-1942
Untuk SMA/MA Kelas XI
Berdasarkan Kurikulum 2013

Penyusun, desain sampul dan edtor:
Sylvia Hapsari
Email: [email protected]

Cetakan Pertama. 2020.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

UNEJ PRESS
Jl. Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari

Jember. Jawa Timur

i

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, buku ajar Sejarah
Indonesia : Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dan Kebijakan-
Kebijakannya Tahun 1900-1942 untuk SMA.MA Kelas XI ini
dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Buku ajar sejarah ini membahas mengenai Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Dan Kebijakan-Kebijakannya Tahun 1900-1942
sebagai dasar ilmu Sejarah untuk mengembangkan proses
pembelajaran dengan memperhatikan tiga aspek kompetensi yaitu
sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan
(psikomotor). Buku ini diharapkan dapat membantu siswa dalam
memahami dan menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-
hari.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan buku ini di masa yang akan datang sangat diharapkan.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan buku ini.

Sidoarjo, Desember 2020

Penyusun

ii

Daftar Isi

............................................................................................................................................
........................................................................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................................................. iii
. ............................................................................................................................. 4
. PEMBAHASAN .....................................................................................................................................32
2.1 Gubernur Jendral Hindia Belanda Tahun 1900 – 1942 ...............................................................32
2.2 Kebijakan-kebijakan Gubernur jendral Hindia Belanda Tahun 1900 – 1942 ..............................37
Refleksi .................................................................................................................................................. 44
Indeks....................................................................................................... Error! Bookmark not defined.
Glosarium................................................................................................. Error! Bookmark not defined.
Daftar Pustaka.......................................................................................................................................45
Back Cover ...........................................................................................................................................46

iii

.

Awal abad ke-20 merupakan tahun-tahun awal dimulainya masa peralihan dan
perubahan penduduk Indonesia untuk mulai memikirkan kemerdekaan dari cengkraman
kolonial Belanda. Tahun-tahun ini dinamika kemasyarakatan, politik, ekonomi, budaya,
Pendidikan, dan keagamaan menjadi kompleks. Hal ini berawal sejak dimulainya
kebijakan politik etis yang disahkan oleh Ratu Wihelmina pada September tahun 1901.
(Soemanto dan Soeyarno, 1983:46, dalam Imsaawati, dkk, Jurnal Historica).

Segala bentuk kebijakan selanjutnya tentunya menjadi wewenang Gubernur Jendral
Hindia Belanda yang memiliki kedudukan teringgi untuk pemimpin kolonialisme Belanda
di negeri jajahannya khusus untuk Hindia Belanda. Gubernur Jendral dapat dikatakan
sebagai wakil dari pemerintahan belanda yang memiliki wewenang tertinggi untuk
mengatur dan membuat kebijakan di Hindia Belanda. Segala bentuk kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan oleh gubernur jendral dari masa ke masa kepemimpinan baru tentunya
menggalami perbedaan.

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh gubernur jendral kemudian menjadi
kebijakan yang tentunya akan di terapkan oleh pemerintahan Hindia Belada kedepannya,
untuk itulah kenapa kebijakan-kebijakan ini dapat juga dikatakan menjadi tolak ukur
bagaimana politik, kebudayaan, ekonomi, Pendidikan, dan keagamaan berjalan
kedepannya beriringan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh gubernur jendral terlebih
di tahun 1900 yang mana tahun tahun ini merupakan awal tahun kebangkitan penduduk
Hindia Belanda melawan kolonial hingga pada tahun 1942 yang mana kolonialisme
berganti dengan kependudukan Jepang di Indonesia.

iv

. PEMBAHASAN

2.1 Gubernur Jendral Hindia Belanda Tahun 1900 – 1942
Gubernur Jenderal yang memimpin Hindia Belanda tahun 1900-1942 ada delapan

gubernur jenderal yakni yang pertama Williem Rooseboom, kedua Van heutsz, ketiga Johan
Paul Limburg Sitrum, keempat Dirk Fock, keenam Andries De Graef, ketujuh De jonge, dan
kedelapan Tjarde.
2.1.1 Willem Rooseboom (1899-1904)

Willem Roseboom adalah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memimpin
pada tahun 1889 hingga tahun 1904. William Rooseboom lahir di Amsterdam Belanda pada
tanggal 9 Maret tahun 1843. Latar belakang dari Gubernur Jenderal Willem Rooseboom
adalah beliau berasal dari kalangan militer. Masa muda Willem Rooseboom ketika beliau
berumur 14 tahun memulai karirnya sebagai kadet, usia yang bisa dibilang belia untuk
menjadi seorang anggota militer. Kemudian pada tahun 1874, ia sempat menjadi seorang
pengajar militer di Sekolah Tinggi Militer. Kemudian, pada tahun 1884 Willem Rooseboom
dipilih menjadi anggota parlemen dan bertahan selama 7 tahun. Kemudian beliau kembali
berdinas sebagai direktur untuk Sekolah Tinggi Militer. Pada akhirnya di Tahun 1889 Willem
Rooseboom mendapat jabatan tertingginya yaitu diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia-
Belanda dan menghembuskan nafas terakhir di Den Haag Belanda pada tanggal 6 Maret
tahun 1920.
2.1.2 Gubernur Jenderal Van Heutsz (1904 – 1909)

Johannes Benedictus van Heutsz atau dikenal dengan Van Heutsz adalah Gubernur
Jenderal Hindia Belanda yang memimpin pada tahun 1904-1909. Selama memerintah sebagai
Gubernur Jenderal beliau didampingi oleh Dirk Fock yang pada tahun 1905-1908 menjabat
sebagai Menteri Urusan Daerah Jajahan. Gubernur Jenderal Van Heutsz ikut ambil bagian
dalam perang yang meledak di Aceh. Pada tahun 1873 tepatnya tanggal 26 Maret, kapal
Citadel van Antwerpen datang ke perairan Aceh. Perwakilan Dewan Hindia Belanda yang
bernama F.N. Neuwenhujzen memaklumatkan perang kepada Aceh dikarenakan Kesultanan
Aceh menolak tunduk kepada kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Akhirnya perang pun
pecah di Aceh pada tahun 1873 hingga tahun 1914. Mulanya Van Heutsz kala itu hanyalah
seorang berpangkat Letnan Dua yang bertugas ditempatkan di Batalyon Infanteri ke-13 yang
terletak di Surabaya. Setelah itu ia meminta untuk dipindahtugaskan di Aceh untuk
melaksanakan Perang Aceh dan menyelesaikan Perang Aceh dengan cepat. Menurutnya,

32

Aceh harus ditaklukkan terlebih dahulu dengan kekuatan militer sebelum diberi pemerintahan
sipil.

Setelah Perang Aceh, Van Heutsz kembali lagi ke Surabaya dan setelah ditempatkan lagi
di Surabaya ia melaksanakan pendidikan lanjutan di Belanda. Setelah menempuh pendidikan
di Belanda, Van Heutsz diangkat menjadi Komandan Militer di Wilayah Sumatera Timur
yang berada di Medan oleh Komandan Garnisun di Batavia. Kemudian pada tahun 1898 Van
Heutsz diangkat menjadi Gubernur Aceh disaat itu Van Heutsz berpangkat Mayor Jenderal
dan naik pangkat menjadi Letnan Jenderal pada tahun 1900 dan Ajudan Jenderal Ratu pada
1902. Ia menjadi Gubernur Aceh hingga tahun 1904. Akhirnya, karena pencapaiannya yang
gemilang Johannes Benedictus van Heutsz menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda
setelah berakhirnya kekuasaan pemerintahan Gubernur Jenderal W. Rooseboom yang
memimpin pada tahun 1898 hingga 1904.

Dikutip dari tulisan yang ditulis oleh seorang sejarawan bernama Adrian Vickers dalam
bukunya yang berjudul “A History of Modern Indonesia.” Menyebutkan bahwa kesuksesan
dari seorang Gubernur Jenderal bernama Johannes Benedictus van Heutsz di Kerajaan Aceh
membuatnya menjadi pahlawan ekspansionis yang amat sangat populer, dan juga para
pendukungnya berhasil membungkam sebuah keraguan dan suara kritis dari para pendukung
anti imperialisme yang berada di media dan juga di parlemen Belanda.

Dalam usahanya untuk menaklukkan Kerajaan Aceh, Johannes Benedictus van Heutsz
atau yang dikenal dengan Van Heutsz ini bertukar pikiran dengan seorang penasihat kolonial
dalam bidang bahasa-bahasa Timur dan juga bidang hukum Islam yaitu Christiaan Snouck
Hurgronje. Dari tukar ini maka menghasilkan sebuah pemikiran yang hasilnya adalah
Johannes Benedictus van Heutsz melakukan sebuah manuver yang amat sangat mematikan
yang dimulai dari melakukan adu domba barisan garda depan perlawanan gerilya rakyat
Kerajaan Aceh, kaum ulama dan uleebalang atau kaum bangsawan, merestrukturisasi
pasukan, maupun sebuah strategi bumi hangus, sampai melakukan tindakan pembantaian.
Berkat seluruh aksi kejamnya pada Aceh, ketenaran dan kecakapan dari Johannes Benedictus
van Heutsz kian melonjak naik sampai puncak kesuksesannya dilantik menjadi Gubernur
Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1904-1909.

Meskipun nama Johannes Benedictus van Heutsz kian kontroversial sebagai seorang
tokoh kolonialis dan imperialis Belanda, Johannes Benedictus van Heutsz tetap saja
meninggalkan warisan ketokohan besar yang membuat nama Johannes Benedictus van
Heutsz tetap dikenang dalam kehidupan dan juga sejarah dari masyarakat Belanda. Johannes

33

Benedictus van Heutsz diabadikan mulai dari dijadikan nama sebuah kapal hingga dalam
sebuah lagu mars.

Salah satu penghargaan oleh rakyat Belanda kepada Johannes Benedictus van Heutsz
adalah dijadikannya nama besar van Heutsz sebagai nama sebuah kapal. Yaitu Kapal Van
Heutsz. Kapal Van Heutsz ini diluncurkan tepat pada bulan Maret tahun 1926. Kapal yang
berjenis kapal penumpang ini melayari rute dari Hindia Belanda ke Singapura dan juga
menuju Cina. Kapal ini berada dalam naungan sebuah Perusahaan Pelayaran Kerajaan
Belanda yaitu Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang memiliki makna
“perusahaan paket pos kapal uap kerajaan”. Perusahaan KPM ini didirikan di Amsterdam
tahun 1888 dan mulai beroperasi tahun 1891. KPM sesungguhnya menangani hampir segala
keperluan pelayaran pemerintah kolonial di seluruh wilayah di Indonesia. Jaringannya yang
terus menerus meluas menjadi salah satu unsur yang vital dalam perluasan kekuasaan dari
Belanda.

Selama Perang Dunia ke-II, Kapal Van Heutsz disewakan untuk Kementrian Transportasi
Perang Inggris terhitung mulai dari tanggal 25 Juni 1942, sebelum akhirnya berhenti berlayar
lagi pada tahun 1957. Dua tahun setelah itu Kapal Van Heutsz menjadi besi tua.

Selain menjadi nama sebuah kapal, nama Johannes Benedictus van Heutsz juga dijadikan
sebuah monumen. Pada tahun 1932, monumen Van Heutsz didirikan di Aceh dan juga
didirikan di Batavia (sekarang Jakarta). Monumen di Batavia berada di daerah Menteng.
Monumen ini amat megah dengan relief orang Aceh, Jawa dan Papua yang merupakan
lambang tuntasnya pasifikasi Belanda pada masa pemerintahan Johannes Benedictus van
Heutsz. Sejak zaman pendudukan Jepang, monumen Van Heutsz kerap menjadi sasaran
perusakan karena monumen ini melambangkan sentimen kolonial. Akhirnya pada tahun 1953
Monumen ini dihancurkan dan di lahan bekas monumen didirikan Masjid Cut Meutia. Selain
itu, Pada tanggal 15 Juni 1935, Ratu Belanda Wilhelmina meresmikan monumen Van Heutsz
yang berada di Amsterdam di tengah kritik keras dari para kaum komunis dan juga kaum
sosialis. Monumen tersebut berketinggian 18,7 meter dengan patung perempuan memegang
lembaran hukum, dan banyak relief-relief lainnya. Pada tahun 1943, anak dari Van Heutsz
yang juga seorang perwira SS Nazi bernama Johaan Bastiaan Heutsz, menulis sebuah surat
kepada walikota Amsterdam dengan maksud meminta untuk monumen itu agar dipugar.
Setelah berulang kali menjadi target dari tindakan vandalisme berulang kali, bahkan terjadi
empat kali percobaan peledakan monumen dengan dinamit, monumen ini akhirnya dilakukan
pemugaran pada tahun 2004 dan namanya dirubah menjadi Monumen Belanda-Indonesia

34

untuk mengenang hubungan historis antara kedua negara. Seperti yang ditulis oleh Willeke
Wendrich, Semenjak awal, Monumen Van Heutsz memang menjadi fokus dari protes
menentang pemerintahan kolonial, penindasan, bahkan dugaan tindakan kejahatan perang
yang dilakukan oleh pasukan Belanda.

Selain diabadikan dalam nama kapal maupun monumen, nama Johannes Benedictus van
Heutsz juga diabadikan dalam nama jalan. Tak jauh dari Monumen Van Heutsz yang berada
di daerah Menteng, terdapat jalan Van Heutsz Boulevaard. Jalan raya yang lebar ini dibangun
untuk memfasilitasi kawasan elite Menteng. Kawasan Menteng berisikan bangunan-
bangunan yang mewah. Ketika Indonesia merdeka, nama jalan Van Heutsz Boulevaard
berubah menjadi Jalan Teuku Umar, tokoh pahlawan perang Aceh.
2.1.3 Alexader Willem Frederick Idenburg (1909 – 1916)

Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederick Idenburg memimpin menjadi Gubernur
Jenderal Hindia-Belanda pada tahun 1909 hingga tahun 1916 menggantikan posisi Gubernur
Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz. Alexander Willem Frederick Idenburg lahir di
Rotterdam Belanda pada tanggal 23 Juli tahun 1861. Latar Belakang dari seorang Gubernur
Jenderal Alexander Willem Frederick Idenburg adalah berasal dari seorang politikus Belanda
dari Partai Anti-Revolusioner. Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederick Idenburg
menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 28 Februari 1935 di Den Haag Belanda.
2.1.4 Johan Paul Van Limburg Stirum (1916 – 1921)

Johan Paul lahir di Zwolle 2 Februari 1873 dan meninggal di Den Haag pada umur 75
tahun pada tanggal 17 April 1948. Johan Paul Van Limburg Sitrum adalah seorang gubernur
Jenderal Hindia Belanda dan diplomat. Pada tanggal 18 Mei 1918, Gubernur Linburg Sitrum,
atas nama pemerintah Belanda mendirikan dan meresmikan Volksraad (Dewan Rakyat)
Awalnya, dewan hanya berfungsi sebagai badan penasihat yang hanya berhak untuk
memberikan saran kepada pemerintah Hindia Belanda. Dewan Rakyat terdiri dari anggota
yang dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal. Limburg Stirrum dianggap sebagai pilihan
terbaik untuk menjadi gubernur bagi Hindia Belanda setelah Van Deventer, yang juga
sempat dicalonkan namun gagal karena meninggal Sebelum mendirikan Volksraad pada
tahun 1918, dirinya pernah mendirikan Comite Indie Weerbaar pada Juli 1916. Adapun
komite ini bertujuan meningkatkan pertahanan Hindia Belanda. Ia memerintah Hindia
Belanda dimulai tanggal 21 April 1916 hingga 1921 menggantikann A.W.M. Frederik
Idenburg.
2.1.5 Dirk Fock (1921 – 1926)

35

Dirk Fock lahir di Wijk bij Duurstede pada tanggal 19 juni 1858, dan meninggal di Den
Haag pada tanggal 17 oktober 1941 pada umur 83 tahun. Dirck Fock pada tanggal 24 Maret
1921 dia menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda sampai pada tanggal 6
September 1926. Dirk Fock adalah seorang Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda. Ia
memerintah antara tanggal 24 Maret 1921 sampai 6 September 1926. Sebelum memerintah di
Hindia-Belanda, ia sempat pula menjabat sebagai seorang Gubernur di Suriname dari tahun
1908 sampai 1911.
2.1.6 Andries Cornelis Dirk de Graeff (1926 – 1931)

Dr. Andries Cornelis Dirk de Graeff memerintah Hindia Belanda menggantikan Dirk
Fock pada tahun 1926 tepatnya pada 7 September 1926. Gubernur Kelahiran Den Haag,
Belanda 7 Agustus 1872 ini memerintah selama 5 tahun yang berakhir pada 11 September
1931, dan diumur ke 84 beliau meninggal dunia di negeri kelahirannya Den Haag, Belanda.
Selama masa jabatan 5 tahun Andries de Graeff membuat beberapa kebijakan dalam rangka
menjaga negara jajahan Hindia Belanda dari perpecahan
2.1.7 Bonifacius Cornelis de Jonge (1931 – 1936)

Bonifacius Cornelis De Jonge memerintah pada 12 September 1931 sampai 16
Spetember 1936, meggantikan Andries de Graeff. Gubernur Jendral kelahiran Den Haag,
Belanda 22 Januari 1875 ini dikenal sebagai orang yang otoriter dan keras terhadap
organisasi pergerakan nasional namun memiliki semangat kolonialisme tinggi demi
mempertahankan Rust en Orde di Hindia Belanda. Gubernur De Jonge tutup usia pada 14
Juni 1958 diumur 23 tahun.
2.1.8 Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Stakenborgh Stachouwer (1936 – 1942)

A.W.L Tjarda van Stakenborgh Stachouwer yang lahir pada 7 Maret 1888 di Groningen
merupakan seorang bangsawan kecil di kota Groningen. Tjarda sebelum menjadi gubernur
jendral Hindia Belanda merupakan seorang diplomat duta besar Belanda di Brussels, Belgia.
Pada usia 48 tahun beliau bergaung dengan Korps Diplomat Belanda dan kemudian dijadikan
Gubernur Jendral menggantikan De Jonge pada 17 September 1936 sekaligus menjadi
gubernur terakhir yang memerintah Hindia Belanda sebelum mengalihkan kekuasaan kepada
Jepang. menjelang masa-masa berakhirnya Hindia Belanda setelah Jepang menggempur
militer Hidnia Belanda, pada 6 April 1942 Tjarda dan para pegikutnya saat itu harus menjadi
tawanan perang dan diasingkan di penjara Sukamiskin, hingga sebelas hari, kemudia
dipindah ke penjara Struiswijk yang sekarang menjadi penjara Salemba. Dan kemudian
dipindah ke Taiwan lalu ke Manchuria di kamp internir Hsien 3 tahun hingga kemudian

36

dibebaskan setelah jepang tak berdaya dalam perang pasifik. Kemudian pada usia 90 tahun
Tjarda van Stakenborgh meninggal dunia ditanggal 16 Agustus 1978.

2.2 Kebijakan-kebijakan Gubernur jendral Hindia Belanda Tahun 1900 – 1942
2.2.1 Kebijakan Willem Rooseboom (1899 – 1904)

Setiap Gubernur Jenderal pasti memiliki kebijkan tersendiri ataupun melanjutkan
kebijakan dari Gubernur Jenderal sebelumnya. Kebijakan yang dijalankan oleh Gubernur
Jenderal Willem Rooseboom selama memimpin diantara lain adalah kebijakan yang
meresmikan pusat kursus Bahasa Belanda, kebijakan memperluas penggunaan Bahasa
Belanda pada kalangan masyarakat Bumiputera, kebijakan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan masyarakat Bumiputera, dan kebijakan menghasilkan lulusan yang berkualitas
dan dapat bekerja di instansi pemerintah Hindia-Belanda
2.2.2 Kebijakan Gubernur Jenderal J. B. Van Heutsz (1904 – 1909)

Idenburg dan Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz mendukung pendidikan
praktis dan yang lebih mendasar dengan bahasa daerah masing-masing sebagai bahasa
pengantarnya bagi rakyat golongan-golongan bawah. Pendekatan elitis diharapkan
menerbitkan pimpinan untuk masa pencerahan baru Belanda-Indonesia, sedangkan
pendekatan yang merakyat diharapkan dapat memberikan sumbangsih secara langsung untuk
kesejahteraan. Tidak ada satupun kebijakan yang dilakukan dengan dana yang cukup
memadai, dan tak ada satupun menghasilkan apa yang diharapkan oleh para pendukungnya.
Selama Gubernur Jenderal van Heutsz menjabat sebagai Gubernur Jenderal dan Dirk Fock
kala itu juga menjabat sebagai Menteri Urusan Daerah Jajahan (menjabat tahun 1905-1908)
di Belanda, gagasan tentang pendidikan rakyat mendapatkan lebih banyak dukungan. Dirk
Fock kala itu mempunyai pemikiran mengutamakan sekolah-sekolah teknik dan kejuruan.
Sementara itu, Snouck Hurgronje dan para pengikutnya menyatakan jika para lulusan dari
sekolah-sekolah tersebut tidak akan mampu membangkitkan perusahaan-perusahaan milik
para pribumi.

Akhirnya, van Heutsz berhasil mendapatkan jawabannya pada tahun 1907. Sekolah-
sekolah desa (desascholen, atau juga disebut sebagai volksscholen "sekolah rakyat") akan
dibuka yang sebagian besar biayanya ditanggung oleh penduduk desa tersebut sendiri, akan
tetapi tetap dengan bantuan pemerintah seperlunya. Sama halnya seperti banyak perbaikan
Etis lainnya, pemerintah juga menetapkan apa yang baik untuk masyarakat Indonesia dan
setelah itu memberitahukan berapa yang harus rakyat bayar untuk perbaikan itu. Di sekolah-
sekolah itu akan diterapkan masa pendidikan selama tiga tahun dan mata pelajarannya yang

37

berisikan keterampilan-keterampilan dasar menghitung, membaca, maupun keterampilan
praktis yang dikemas dan diajarkan dalam bahasa daerah. Namun nyatanya desa-desa kurang
antusias menyambut gagasan tentang sekolah desa tersebut, sehingga pihak Belanda mulai
menggunakan perintah halus atau 'desakan lembut' dari atas yang menjadi ciri dari
pendekatan yang dilakukan oleh pihak Belanda untuk langkah-langkah kesejahteraan desa.
Saat tahun 1908, sekolah Kelas Dua berubah menjadi Standaard-scholen, "sekolah standar",
dan kini diperuntukkan untuk mereka yang menggeluti dunia perdagangan atau yang
meninggalkan kehidupan desa yang agraris atau bertani maupun berkebun. Orang-orang Cina
kini dapat mengikuti sekolah standar, yang secara teoritis menjadi sekolah untuk 'golongan
menengah', yaitu berada diantara sekolah desa golongan bawah dan sekolah Kelas Satu
golongan elite. Sekolah-sekolah tersebut amat menyimpang dalam sistem pendidikan, dan
saat dampak-dampak Depresi mulai dirasakan setelah tahun 1930 maka sekolah-sekolah itu
diubah menjadi sekolah-sekolah desa bersama yang disebut dengan Vervolgscholen.

Pada bulan Mei tahun 1908, diselenggarakanlah sebuah pertemuan yang melahirkan
Organisasi Budi Utomo. Dalam bahasa Belanda organisasi disebut sebagai het schoone
streven yang bermakna “ikhtiar yang indah”. Namun menurut konotasi-konotasi bahasa Jawa
yang beraneka ragam, nama tersebut mengandung makna cendekiawan, watak, atau
kebudayaan yang mulia. Budi Utomo pada dasarnya merupakan sebuah organisasi para
priyayi Jawa. Organisasi ini secara resmi menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi
seluruh penduduk Jawa dan Madura. Dengan demikian, mencerminkan suatu kesatuan
administrasi dari kedua pulau itu dan juga mencakup masyarakat Sunda dan Madura yang
kebudayaannya juga berkaitan erat dengan Jawa.

Gubernur Jenderal Johannes Benedictus van Heutsz menyambut baik kehadiran
organisasi Budi Utomo, sama seperti sebelumnya van Heutsz menyambut baik penerbitan
Bintang Hindia, sebagai tanda keberhasilan politik Etis. Memang itulah yang dikehendaki
oleh van Heutsz, suatu organisasi pribumi yang progresif-moderat yang dikendalikan oleh
pejabat yang maju. Pejabat-pejabat Belanda yang lain mencurigai Budi Utomo atau sekedar
menganggapnya sebagai gangguan yang potensial. Tetapi, pada bulan Desember tahun 1909,
Budi Utomo dinyatakan sebagai organisasi yang sah.
2.2.3 Kebijakan Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederick Idenburg (1909 – 1916)
Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederick Idenburg ternyata secara hati-hati ternyata
mendukung Sarikat Islam (SI). Dahulunya, Sarikat islam merupakan organisasi yang bernama
Sarikat Dagang Islam yang didirikan pada tahun 1911 oleh Tirtoadisurjo yang mendorong

38

seorang pedagang batik yang sukses di Surakarta bernama Haji Samanhudi yang tujuannya
untuk koperasi pedagang batik Jawa. Pada tahun 1912 Organisasi Sarikat Dagang Islam
berubah nama menjadi Sarikat Islam. Sejak tahun itupun pula SI berkembang begitu pesat
dan untuk kali pertama muncul adanya basis rakyat walaupun susah dikendalikan dan tak
berlangsung lama. Sarikat Islam menyatakan untuk setia kepada rezim Belanda. Namun, saat
organisasi tersebut berkembang di pedesaan maka meletuslah tindakan kekerasan. Pada tahun
1913 Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederick Idenburg memberikan pengakuan resmi
kepada Sarikat Islam. Meski begitu, dia tidak mengakuinya sebagai sebuah organisasi
nasional yang dikendalikan oleh markas besarnya (Centraal Sarekat Islam, CSI), melainkan
hanya sebagai sebatas kumpulan cabang-cabang yang otonom. Dengan begitu, Gubernur
Jenderal Idenburg menganggap bahwa dia membantu para pemimpin pusat organisasi baru
tersebut dengan tidak membebani Centraal Sarekat Islam dengan tanggung jawab hukum atas
kegiatan-kegiatan semua cabang Sarekat Islam. Namun, akibat keputusannya itu CSI menjadi
semakin ssusah dalam melakukan pengawasan. Orang Belanda lainnya beranggapan bahwa
pengakuan resmi ldenburg terhadap SI sama sekali keliru, sehingga muncullah ungkapan
bahwa arti SI yang sebenarnya adalah 'salah Idenburg'.

Selain itu, Gubernur Jendral Alexander Willem Frederick Idenburg juga meresmikan
meresmikan hutan Depok sebagai cagar alam pertama di Hindia Belanda. Selain itu,
kebijakan Gubernur Jenderal Willem Frederick Idenburg lainnya adalah Menyatukan sekolah
yang awalnya terpisah dan tidak berhubungan menjadi terhubung dan tersistematis bagi
sekolah pribumi.
2.2.4 Kebijakan Johan Paul Van Limburg Stirum (1916 – 1921)

Gubernur Jndral Van limburg Stirum dikenal sebagai Gubernur Jendral yang bersifat
toleran terhadap kemajuan Indonesia. Van Limburg Stirum menjanjikan akan mengadakan
komisi perubahan yang akan meninjau Volksraad dan struktur administrasi pemerintahan
Indonesia. Tindakan Van Limburg Stirum mengakibatkan rekasi hebat di negeri Belanda,
karena dianggap tidak bertanggung jawab (Poesponegoro & Notosusanto, 2008:59).Van
Limburg Stirum menginginkan perubahan terhadap bangsa Indonesia tanpa adanya
kekerasan. Masa pemerintahan Van Limburg Stirum mendirikan sekolah AMS, alasannya
agar lulusan MULO memperoleh pendidikan yang sama dengan HBS, sehingga memperoleh
kesempatan untuk memasuki universitas.

Pada masa pemerintahan Johan Paul van Limburg Stirum ini pada tahun 1916 berhasil
mendiirikan Comite Indie Wererbar (Pertahanan Hindia) mula-mula merupakan persoalan

39

pertahanan, tetapi segera berkaitan erat dengan asal usul bagi pembentukan Volksraad
(Dewan Rakyat) (Ricklefs, 2005: 358). Pada awal tahun 1918, hasil pemilihan anggota
Volksraad diumumkan, Abdul muis dari CSI dan seorang Minangkabau yang tadinya menjadi
anggota InsULINDE, Abdul Rivai, berhasil terpilih, tetapi sebagian besar dari orang-orang
Indonesia lainnya yang terpilih menjadi anggota adalah para bupati dan pejabat-pejjabat
lainnya. Gubernur Jenderal Van Limburg stirum tidak puas dengan hasil ini. Dia
menggunakan hak penunjukkannya untuk mengangkat anatara lain Tjipto Mangunkusumo
(yang sudah kembali dari pengasingan) dari insulinde dan Tjokroaminoto dari SI dengan
harapan dapat melibatkan lebih banyak kekutan radikal dan membawa mereka pada
pendekatan yang bersifat kerja sama.

Pada bulan November 1918, gairah politik masa perang Dunia I mencapai puncaknya
ketika tampak bahwa revolusi sosial demokrat di Jerman seolah-olah akan meluap ke Negeri
Belanda. Upaya tersebut mengalami kegagalan. Akan tetapi, ketika hasilnya yang pasti belum
diketahui di Indonesia, Van Limburg Stirum, yang barangkali sudah tau bahwa kerajaan
Belanda selamat dan semata-mata memanfaatkan kesempatan itu untuk mendukung
pembaruan lebih lanjut, memberikan janji novembernya yang menyetujui pengalihan
wewenang yang lebih luas kepada Volksraad dan perbaikan-perbaikan sosial lainnya yang
tidak terinci. Volksraad kelihatan semkain memberi harapan. Akan tetapi, selama tahun 1919
pemerintah kolonila meninggalkan paham liberal, karena Van Limburg Stirum pun mulai
menyadari bahwa segala sesuatuya mulai tidak terkendalikan ( Ricklefs, 2005: 361).

Bukan hanya itu Johan Paul Van Limburg juga berhasil mendiirikan Technische
Hoogeschool te Bandoeng (cikal bakal Institut Teknologi Bandung). Gubernur Jenderal
Johan Paul van Limburg Stirum lebih mendorong kehidupan demokrasi di Hindia Belanda.
2.2.5 Kebijakan Dirk Fock (1921 – 1926)

Dirk Fock merupakan Gubernur Jendral Belanda yang yang menjabat tahun 1921-
1926. Dirk Fock sering mengecam kebijakan yang dijalankan oleh Van Limburg Stirum
terutama di bidang politik kesejahteraan dan upayanya mendorong kehidupan politik yang
lebih demokratik bagi bangsa Indonesia. Kebijakan Dirk Fock juga menindak keras
pergerakan nasional (Simbolon, 2007:323). Organisasi-organisasi pergerakan dilarang
beroperasi, khususnya organisasi pergerakan yang menentang pemerintah Kolonial. Belanda.
Masa pemerintahan DirkFock disebut juga masa penindasan, karena Dirk Fock selalu
bertindak untuk kepentingan pengusaha dan banyak merugikan rakyat.

40

Gubernur Jenderal Dirk Fock mengurangi peranan Penasihat Urusan Bumiputra yang
merupakan lembaga penting dalam Politik Etis. Sebaliknya, peranan Polisi Rahasia
(Algemeene Recherchedienst) semakin hebat. Masa pemerintahan Gubernur Jenderal Dirk
Fock dianggap sebagai akhir cita-cita Politik Etis.
1.2.6 Kebijakan Andries Cornelis Dirk de Graef (1926 – 1931)

Pada awal pemerintahannya Andries de Graeff memiliki tujuan untuk menggembalikan
kepercayaan rakyat pribumi terhadap pemerintahan Hindia Belanda akibat kebijakan-
kebijakan yang dilakukan Dirk Fock yang sangat menentang organisasi pergerakan dan
menjadikan organisasi-organisasi ini kehilangan tempat untuk melakukan pergerakan.
Menurut beliau organisasi pergerakan ini berbeda dengan Gerakan komunis (Simbolon,
2007:359, dalam Imsawati, dkk, Jurnal Historica, Vol1, 2017: 283) .Sehingga pada awal
masa pemerintahan Andries de Graeff ini organisasi-organisasi pergerakan mulai bangkit
kembali, bahkan para golongan terpelajar mendapat kebebasan untuk masuk kedalam
organisasi pergerakan nasional dan berkontribusi didalamnya.

Tahun 1920an hingga 1930an banyak dibuka perguruan tinggi baru atau perbaikan
dalam system Pendidikan dan perguruan tinggi, hal ini dalam rangka untuk mendapatkan
lebih banyak tenaga kerja yang memiliki kemampuan yang memadai. Pada pemerintahan
Andries de Graeff tahun 1927 STOVIA secara berangsur mulai bertransformasi menjadi
sekolah tinggi kedokteran, hingga pada 1928 STOVIA menjadi sekolah tinggi kedokteran
atau Geneskundige Hogeschool atau GHS.

Masa pemerintahan de Graeff pula industry Barat mengalami perkembangan, ini
menjadikan golongan barat ingin melepaskan diri dari golongan Pribumi karena menganggap
sudah mampu untuk mengembangkan industrinya sendiri. Hal tersebut kemudian
menimbulkan pertentangan dan perpecahan antar golongan da ras. Hingga kemudian
akhirnya De Graeff menyadari bahwa terlalu memberikan kebebasan juga dapat
menimbulkan pertentangan lainya. hingga de Graef mendirikan Kamp interniran Tanah
Merah di Boven Digoel yang mana adalah tempat pembuangan bagi kaum pergerakan
nasional untuk menghukum dan mengasingkan para pemberontak pergerakan nasional yang
dianggap masih berhubungan dengan pemberontakan PKI 1926.

1.2.7 Kebijakan Bonifacius Cornelis de Jonge (1931 – 1936)
Sejak sebelum masa pemerintahannya De Jonge berupaya untuk melestarikan kamp

interniran Tanah Merah di Boven Digoel yang dirasa penting untuk dipertahankan sebagai

41

tempat pembuangan kaum pergerakan nasional. Tidak sedikit para pejuang prgerakan
nasional yang dibuang di tempat itu dalam rangka Rust en Orde kolonial di Hindia Belanda.
Pada masa ini tidak hanya para pemberontak pergerakan PKI yang dimasukka di Boven
Digoel melainkan para pejuang pergerakan Pendidikan seperti anggota organisasi PNI atau
Pendidikan Nasional Indonesia seperti Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Bondan dan lainya,
Ikut diasingkan di Boven Digoel. Beliau-beliau para anggota PNI yang diasingkan itu
dianggap sebagai orang yang membawa revolusi masuk di Indonesia. De Jonge dikenal
sebagai orang yang tidak toleran dan otoriter dalam masalah pertahanan pemerintahan
kolonialisme Hindia belanda.

Pada Awal 1933 terjadi pemberontakan kapal Zeven Provicien, pemberontkan ini
disebabkan akibat pengurangan gaji pada pelaut yang merupakan anggota Angkatan laut
kerajaan atau Koninklijk Mariene, ternyata memang pada masa pemerintahan De jonge abdi
pemerintahan mendapat pengurangan gaji, sehingga hal seperti ini yang menjadikan
pemberontakan terjadi, namu hal ini diatasi oleh De Jonge dengan mudah dengan bersifat
Keras terhadap pemberontak.

Tanggal 1 oktober 1932 De Jonge mengeluarkan Ordonasi Sekolah Liar yang bersifat
preventif. Kebijakna ini dilakukan De Jonge agar Pemerintahan dapat menolak permintaan
izin dari organisasi pergerakan tertentu untuk mendirikan Pendidikan yang mana hal ini
dianggap sebagai hal yang membahayakan bagi pemerintahan Hindia Belada. Hingga
kebijakan ini ditentang oleh para pejuang Pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara dan
lainnya. Namun kebijakan ini tidak bisa diteruskan oleh karena masa berakhirnya
pemerintahan De Jonge, sekaligus ketika berakhirnya masa pemerintahan Hindia Belanda
nantinya.

1.2.8 Kebijakan Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Stakenborgh Stachouwer (1936 –
1942)
Dalam pidato pengukuhannya menjadi gubernur jendral Hindia Belanda Tjarda

mengungkapkan bahwa akan memberikan kebebasan dalam mengungkapkan pendapat yang
kemudian akan mendapatlan penghargaan selama Volkstrat sejalan dengan pemerintahan.
Sikap Tjarda yang ramah, mampu menerima pendapat dan cukup terbuka belakangan
merupakan strategi agar organisasi pergerakan nasional melunak terhadap perlawanan.
Namun meskipun begitu Tjarda tetap tidak mengehndaki para pemberontak di organisasi-
organisasi pergerakan nasional yang dianggap pengacau.

42

Sejak awal Hindia Belanda memang tidak memiliki militer yang tangguh, selama ini
hanya Angkatan perang yang bertugas untuk mengehntikan pemberontakan melawan pribumi
Indonesia, sehingga ketika tantara fasis Jerman menyerang pada 10 Mei 1940, Tjarda tidak
bisa berkutik karena tantara militer kolonialis atau Koninklijk Nederlands Indische Leger
(KNIL) tidak bisa mengahlau perlawanan. Kemudian diawal tahun 1942 ketika tantara
Jepang mulai berdatangan dan mulai menyerang kapal-kapal perang sekutu armada Belanda
pada akhir Februari. Hal ini membuat lemahnya pertahanan pemerintaan Hindia Belanda,
namun Tjarda tetap pada posisinya untuk mempertahankan pemerintahan Hindia Belanda
dibawah kolonialismenya. Ketika jendral Immamura pemimpin armada perang Jepang
mnuntut untuk Tjarda agar menyerah, Tjarda beruaha mengelak dengan mengatakan harus
mendapat persetujuan dari pemerintah Belanda di London, yang kemudian usaha Tjarda ini
dianggap sebagai usaha untuk mengulur waktu sehingga Immamura pun murka dan Tjarda
kemudian merasa bahwa tidak ada harapan lagi untuk melawan maka Tjarda akhirnya setuju
untuk menekan surat penyerahan kekuasaan tanpa syarat kepada Jepang di Lapangan Terbang
Kalijati, Subang pada 8 Maret 1942.

43

Refleksi
Jawablah beberapa pertanyaan berikut!
1. Siapa saja Gubernur Jendral yang memimpin Hindia

Belanda Tahun 1900 – 1942?
2. Bagaimana Kebijakan-kebijakan Gubernur jendral

Hindia Belanda Tahun 1900 – 1942?
3.

44

Daftar Pustaka

Poeponegoro, M.D. & Notosusanto, N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman
Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka

Simbolon, P. T. 2007. Menjadi Indonesia. Jakarta:P.T. Gunung Agung.
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi

Dinas komunikasi, Informatika, dan Statistik Penprof DKI Jakarta. 2017. JOANNES
BENEDICTUS VAN HEUTSZ. https://www.jakarta.go.id/artikel/konten/1604/joannes-
benedictus-van-heutsz. (Diakses pada 26 September 2020).

Matnasi, Petrik. Juni 2019. De Jonge Gubernur Jendral yang Membuang Para Pendiri Bangsa.
Historia.id.https://tirto.id/de-jonge-gubernur-jenderal-yang-membuang-para-pendiri-
bangsa-echg (diakses 25 September 2020).

Matnasi, Petrik. Maret 2020. Hindia Belanda Keok Gubernur Jendral Tjarda dibui.
Historia.id. https://tirto.id/hindia-belanda-keok-gubernur-jenderal-tjarda-dibui-cFMm .
(diakses 25 September 2020).

Rundjan, Rahadian. 2015. Van Heutsz, Pahlawan di Belanda Penjahat di Aceh.
https://historia-id.cdn.ampproject.org/v/s/historia.id/amp/politik/articles/van-heutsz-
pahlawan-di-belanda-penjahat-di-aceh-
P9jBm?usqp=mq331AQFKAGwASA%3D&amp_js_v=0.1#aoh=16009630096732&re
ferrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=
https%3A%2F%2Fhistoria.id%2Fpolitik%2Farticles%2Fvan-heutsz-pahlawan-di-
belanda-penjahat-di-aceh-P9jBm. (Diakses pada 25 September 2020).

45

Back Cover

Buku Ajar Sejarah: Gubernur Jenderal Hindia
Belanda dan Kebijakan-Kebijakannya Tahun
1900-1942 ini dibuat dalam rangka mendukung

Pembelajaran Sejarah.

UNEJ PRESS
Jl. Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari
Jember. Jawa Timur

46


Click to View FlipBook Version