The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

semoga E book ini dapat membantu pembaca agar dapat mengenal Tokoh-tokoh islam di indonesia

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by alanrasyasaputra, 2022-06-04 21:59:33

Tokoh-tokoh islam Di Indonesia

semoga E book ini dapat membantu pembaca agar dapat mengenal Tokoh-tokoh islam di indonesia

Keywords: #E Book #PAI #SMA/SMK

[TOKOH-TOKOH ISLAM DI
INDONESIA]

[Asesmen K7]

Nama Kelompok : 1. Farhan
2. Varell Naufal Hafizha
3. Abdi Gacandra Nugroho
4. Aldi Pramana
5. Allan rasya suryano saputra
6. Danang Setyo Nandridera

Abdullah Syafi'i

Kyai Haji Abdullah Syafi'i, lebih dikenal dengan nama Kiai Dulloh (10 Agustus 1910 – 03 September
1985) adalah pendiri dan pengasuh pertama Perguruan as-Syafi'iyah di Jakarta. Ia pernah menjabat
sebagai ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada periode pertama dan Ketua Umum Majelis
Ulama DKI Jakarta pada periode pertama dan kedua. Ia merupakan ayah dari Dra.Hj. Tuti Alawiyah,
mantan Menteri Sosial dan Menteri Peranan Wanita pada masa Orde Baru sekaligus yang menjadi
pengasuh Perguruan asy-Syafi'iyah saat ini. Kiai Dulloh adalah ulama keturunan Betawi yang terkenal
dengan julukan "Macan Betawi Kharismatik." Ia juga dikenal sebagai ulama yang ahli ilmu agama dan
mempunyai pandangan luas yang mengacu pada masa depan. Menurut Prof. K.H. Ali Yafie
mengatakan bahwa "K.H. Abdullah Syafi’i adalah tokoh pemberani, ikhlas, dan tak jemu dalam
berdakwah. Dia sangat tegas dalam menegakkan Amar ma'ruf nahi munkar."

Riwayat Hidup

K.H. Abdullah Syafi'i adalah anak pertama dari pasangan dari K.H Syafi'i bin Haji Sairan dan Nona
binti Sya‘ari. Ia memiliki dua adik perempuan yang bernama Ruqoyyah dan Aminah. Sejak kanak-
kanak ia belajar pendidikan keislaman dari ayahnya dan lingkungan keluarganya. Di samping itu ia
juga belajar pendidikan formal di Sekolah Rakyat (SR) selama tahun. Ia juga belajar kepada ulama-
ulama di kampungnya dan disusul dengan belajar kepada ulama-ulama lain di wilayah Jakarta dan
Jawa Barat. di antara guru-guru Kiai Dulloh adalah Mualim Mushonif, Abdul Majid, Guru Marzuki bin
Mirshod Cipinang Muara, Mansur, Habib Ali bin Husein Al-Attas, Habib Alwi Al-Haddad, Habib Salim
bin Jindan, Habib Ali Kwitang, dan KH. Ahmad Mukhtar yang kemudian menjadi mertuanya. Pada
umur 17 tahun, Kiai Dulloh sudah berani mendirikan Madrasah Diniyah (Sekolah Agama Islam) di
tanah milik orang tuanya di Bali Matraman dan mengajar di sana. Bermula dari Madrasah Diniyah
inilah Kiai Dulloh mengembangkan dakwah keislamannya di bidang pendidikan untuk masa-masa
sesudahnya. Kiai Dulloh menikahi Siti Roqayah, puteri K.H. Ahmad Mukhtar dan dikarunia lima orang
anak, yakni: Muhibbah, Tuty Alawiyah, Abdur Rasyid, Abdul Hakim, dan Ida Farida. Pada tahun 1933,
Kiai Dulloh didampingi istrinya mulai mendirikan masjid di samping madrasahnya. Masjid ini ia beri
nama al-Barkah yang di kemudian hari masjid ini mampu berkembang dan menjadi pusat keislaman
hingga saat ini.

Kiai Haji Ahmad Dahlan

Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (1 Agustus 1868 – 23 Februari 1923) adalah
seorang Ulama Besar bergelar Pahlawan Nasional Indonesia yang merupakan pendiri
Muhammadiyah. Dia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH
Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat
penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

Riwayat Hidup

Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Dia merupakan anak keempat
dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Dia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di
Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul
Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig
(Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, kiai Ilyas, kiai
Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, K.H. Abu Bakar, dan Muhammad Darwis (Ahmad
Dahlan). Pada umur 15 tahun, dia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu
dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada
tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini,
dia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim
Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, dia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak kiai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan

Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu K.H. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. Dia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik kiai Munawwir Krapyak. K.H.
Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik
Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Dia pernah pula menikah dengan
Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan meninggal pada tahun 1923 dan
dimakamkan di pemakaman Karangkajen, Yogyakarta.

Aisyah Aminy

Hj. Aisyah Aminy, SH (lahir 1 Desember 1931) adalah politikus asal Indonesia. Ia merupakan
anggota DPR RI/MPR RI sejak tahun 1977 hingga tahun 2004 mewakili Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Aisyah merupakan salah seorang politikus Indonesia yang paling lama
duduk di kursi parlemen.

Riwayat Hidup

Aisyah lahir dari pasangan Muhammad Amin dan Jalisah asal Magek, Agam, Sumatra Barat. Orang
tuanya merupakan pedagang terkemuka di Padangpanjang. Aisyah merupakan salah seorang siswa
Diniyah Putri. Setamat dari sekolah tersebut, ia melanjutkan Sekolah Guru Agama. Kemudian ia
memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Pada masa Agresi
Militer Belanda II, ia turut berjuang dengan bergabung di bagian dapur umum dan Palang Merah
Indonesia. Pada masa menempuh bangku kuliah di Yogyakarta, ia aktif di organisasi PII dan
Himpunan Mahasiswa Islam. Kariernya dimulai ketika ia diajak oleh Mohammad Roem untuk
menjadi pembela hukum Kasman Singodimedjo. Sejak itu ia selalu diajak oleh Roem untuk
menangani kasus-kasus hukum. Pada tahun 1959, ia telah menjadi advokat independen dan terus
bekerja di bidang itu hingga tahun 1987. Pada tahun 1967, ia terpilih sebagai anggota DPR-GR.
Kemudian sejak tahun 1977 hingga 2004, ia selalu terpilih sebagai anggota MPR dan DPR dari Partai
Persatuan Pembangunan. Di parlemen ia merupakan salah seorang ahli bicara. Karena terampil
berdebat, ia dijuluki sebagai "Singa Betina dari Senayan"


Click to View FlipBook Version