MAKALAH PERPAJAKAN
“Dasar Pengenaan PPH, Tarif, dan PTKP”
DOSEN PEMBIMBING:
Wayan Hessadijaya Utthavi, S.E., M.Si
OLEH:
Kelompok 1
Ni Putu Eka Dana Patrisia 2115613014
I Gusti Ngurah Ari Suryawan 2115613044
Komang Tri Widya Pradnyani 2115613059
Kadek Silvia Dita Pratiwi 2115613064
Komang Nita Handayani 2115613169
3D / D3 AKUNTANSI / AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BALI
2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Perpajakan
yang berjudul “Dasar Pengenaan PPH, Tarif, dan PTKP”. Makalah ini berisi uraian
tentang bagaimana dasar pengenaan PPH, Tarif, dan PTKP.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Diharapkan tulisan ini
dapat menambah pengetahuan dan pemahaman dikalangan mahasiswa dan pembaca
tentang materi perpajakan.
Kami menyadari bahwa penulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi kita
semua.
Demikian makalah ini kami susun, bila ada kata atau penulisan yang salah dalam
penyusunan makalah ini, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Badung, 07 Oktober 2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Dasar Pengenaan Pajak dalam PPh ............................................................... 3
2.2 Cara Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan Pembukuan
………………………………………………………………………………3
2.3 Cara Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Neto ................................................................................. 4
2.4 Tarif Pajak ..................................................................................................... 5
2.5 Cara Menghitung Pajak ................................................................................. 8
2.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak .................................................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 12
3.2 Saran ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang
digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, sektor pajak memegang peranan penting
dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa
sulitnya negara melakukan pemungutan pajak karena banyaknya wajib pajak yang
tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan sendiri.
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah istilah yang mengacu pada
penggunaan nilai tertentu untuk dasar perhitungan besaran pajak yang harus
dipungut atau pajak yang harus dipungut atau pajak terutang. Berdasarkan dasar
pengenaan pajak inilah, hasil kalinya dengan tarif pajak akan menghasilkan pajak
terutang. Pemerintah mengusulkan pengenaan tarif baru untuk pajak penghasilan
(PPh) badan dan orang pribadi (OP) yang berlaku pada 2022. Tarif PPh badan
menjadi lebih rendah dari menjadi 20 persen dari 25 persen, sementara PPh orang
pribadi kelas atas (orang kaya) akan mengalami kenaikan dengan skema lima
lapis.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2022 adalah jumlah pendapatan
wajib pajak pribadi yang dibebaskan dari PPh Pasal 21 yang berlaku pada tahun
2022 ini. Dalam menghitung PPh 21, PTKP ini berfungsi sebagai pengurang
penghasilan neto wajib pajak. Hal ini tertera dalam pasal 7 UU Pajak Penghasilan
No. 36 Tahun 2008. Hukum yang mendasari pembahasan tentang PTKP ini adalah
Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan No. 7 Tahun 2021 pada bab III pasal 7.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut adapun rumusan masalah yang akan dibahas
pada makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana Dasar Pengenaan Pajak dalam PPh?
2. Bagaimana cara perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan menggunakan
pembukuan?
3. Bagaimana cara perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto?
4. Apa saja jenis-jenis tarif pajak?
5. Bagaimana cara menghitung Pajak Penghasilan secara umum
6. Bagaimana cara perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak?
1
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang sudah dijabarkan, adapun tujuan dari
penulisan makalah ini, yaitu :
1. Dapat mengetahui Dasar Pengenaan Pajak dalam PPh.
2. Dapat mengetahui cara perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan
menggunakan pembukuan.
3. Dapat mengetahui cara perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan
menggunakan norma perhitungan penghasilan neto.
4. Dapat mengetahui jenis-jenis tarif pajak.
5. Dapat mengetahui cara menghitung Pajak Penghasilan secara umum.
6. Dapat mengetahui cara perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Pengenaan Pajak dalam PPh
Untuk menghitung PPh tentunya kita harus ketahui dasar pengenaan
pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Badan Usaha Tetap (BUT) yang
menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sementara itu
untuk Wajib Pajak luar negeri disebut bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak
untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan neto. Sementara itu, untuk
Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan:
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = penghasilan neto
Penghasilan kena pajak (WP orang Pribadi) = penghasilan neto - PTKP
Cara menghitung penghasilan kena pajak, penghitungan besarnya
penghasilan neto bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dapat
dilakukan dengan dua acara yakni menggunakan pembukuan dan menggunakan
norma perhitungan penghasilan neto.
2.2 Cara Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan Menggunakan
Pembukuan
Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan
penghasilan neto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang
diperkenankan oleh Undang – Undang PPh. Sementara itu, untuk wajib pajak
orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan neto
dikurangi dengan PTKP. Untuk menghitung penghasilan kena pajak dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)
= Penghasilan neto
= Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasila, yang termasuk adalah:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
3
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Kerugian karna penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
4. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
5. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
2.3 Cara Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dengan menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Neto
Apabila dalam menghitung Penghasilan Kena Pajaknya Wajib Pajak
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, besarnya penghasilan neto
adalah sama besarnya dengan besarnya (presentase) Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan
bruto pekerjaan bebas setahun. Pedoman untuk menentukan penghasilan neto,
dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4.800.000,00 per tahun.
4
b. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari
tahun buku.
c. Menyelenggarakan pencatatan.
Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto:
Wajib Pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 2 orang anak. Ia
seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta. Misalnya besarnya presentase norma
untuk dokter di Jakarta 50%, penerimaan bruto praktik dokter di rumah sakit di
Jakarta setahun Rp. 500.000,00, maka penghasilan neto dapat dihitung sebagai
berikut:
Sebagai seorang dokter: 50% x Rp. 500.000,00 = Rp. 250.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2) = Rp. 67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Rp. 182.500.000,00
2.4 Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang
menjadi tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis
pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak
merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak
terutang.
A. Fungsi tarif
1. Sarana untuk menghitung pajak.
2. Menentukan besarnya pajak yang terutang.
3. Menjaga terciptanya keadilan.
B. Jenis – jenis tarif pajak
1. Tarif Proporsional
Tarif pajak proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap
meski terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Dengan begitu,
seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap. Contohnya
adalah PPN yang persentasenya 10% dan tarif PBB dengan tarif 0,5%.
2. Tarif Tetap/regresif
Tarif pajak tetap atau yang nama lainnya tarif pajak regresif adalah
tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajaknya (tidak berubah-ubah). Tarif pajak tetap juga dapat
diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Contohnya, Bea Meterai dengan nilai Rp3000 dan Rp6000.
5
Tapi, tarif bea meterai ini mulai 2021 berlaku meterai elektronik. Bea meterai
terbaru naik menjadi Rp10.000 dan merupakan single tarif.
3. Tarif Pajak Progresif
Jenis tarif pajak progreif ini, persentase tarifnya semakin besar
mengikuti besaran nilai objek yang dikenai pajak. Artinya, semakin besar
nilai objek pajak, maka semakin besar pula tarifnya. Tarif pajak progresif ini
dipecah lagi menjadi tiga, yaitu:
a. Tarif progresif - progresi
Tarif progresif-progresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan
persentasenya semakin besar atau persentase akan naik sebanding dengan
dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif ini
diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi,
seperti:
• Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp60 juta, tarif
pajaknya 5%.
• Lapisan PKP lebih dari Rp60 - Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.
• Lapisan PKP lebih dari Rp250 - Rp500 juta, tarif pajakya 25%.
• Lapisan PKP di atas Rp500 - Rp5 miliar, tarif pajaknya 30%.
• Lapisan PKP lebih dari Rp5 miliar, tarifnya pajaknya 35%
Contoh :
Andi memiliki penghasilan Rp. 50.000.000 pada tahun 2010. Berapa
pajak Andi?
Cara Hitung :
50.000.000 x 5% = 2.500.000
Nia memiliki penghasilan sebesar Rp. 350.000.000 setahun. Berapa
pajaknya?
Cara Hitung :
60.000.000 x 5% = 3.000.000
190.000.000 x 15% = 28.500.000
100.000.000 x 25% = 25.000.000
Total Pajak = 56.500.000
b. Tarif pajak progresif - tetap
Tarif progresif-tetap adalah jenis tarif progresif yang kenaikan
persentasenya tetap, yaitu yaitu tidak mengalami kenaikan maupun
penurunan. Hal yang membedakan dengan tarif progresif adalah dalam
pemungutannya, besaran pajak akan sama bagi setiap wajib pajak tanpa
melihat jumlah dan nilai objek pajak. Tarif progresif tetap ini juga dapat
6
diartikan sebagai besaran tarif yang selalu sama dengan peraturan
pemerintahan. Misalnya, penetapan bea meterai oleh pemerintah.
c. Tarif progresif – degresif
Tarif progresif-degresif adalah jenis tarif progresif yang
persentasenya terus mengalami penurunan. Bedanya dengan tarif
progresif adalah tarif pajak yang dipungut akan berbanding terbalik
dengan nilai objek pajak.
d. Tarif Degresif
Tarif pajak degresif ini kebalikan dari tarif pajak progresif. Tarif
pajak degresif adalah nilai presentasenya semakin kecil jika nilai objek
yang dikenai pajak semakin besar atau presentase tarif pajak akan
semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Dengan begitu apabila presentasenya semakin kecil, jumlah pajak
terutang tidak ikut mengecil. Akan tetapi, bisa jadi lebih besar karena
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar.
Contoh:
Dasar Pengenaan Tarif Pajak Tarif Pajak
0 – Rp. 10.000.000 30%
Rp. 10.000.000 – Rp. 50.000.000 28%
Rp. 50.000.000 – Rp. 100.000.000 26%
>Rp. 100.000.000 24%
Ada 3 jenis tarif pajak degresif, yaitu:
1. Tarif Pajak Degresif – Proporsional
Jenis tarif pajak ini merupakan tarif yang presentasenya semakin
menurun ketika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya
penurunan dari tarifnya sama besar atau tetap. Sebagai contoh,
berikut penerapan jenis tarif pajak ini ketika adanya penurunan dasar
pengenaan tarif pajak.
2. Tarif Degresif – Degresif
Tarif pajak ini adalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil
jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan
tarif semakin kecil.
3. Tarif Pajak Degresif – Progresif
Tarif pajak ini adalah tarif pajak yang presentasenya semakin kecil
jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan
tarifnya juga semakin besar.
7
e. Tarif Pajak Advalorem
Tarif pajak ad valorem adalah tarif dengan persentase khusus yang
dikenakan pada harga suatu barang. Untuk memudahkan pemahaman
tarif pajak ad valorem ini, berikut contohnya:
Perusahaan Jaya mengimpor barang sebanyak 100 unit komputer dengan
harga per unit Rp10 juta. Jika tarif bea masuk impor barang tersebut 20%,
maka nilai bea masuk yang harus dibayarkan adalah:
Nilai barang impor = Jumlah Unit x Harga Per Unit
Nilai Barang Impor = 100 x Rp. 10.000.000 = Rp. 1.000.000.000
Bea Masuk = Tarif Bea Masuk x Nilai Barang Impor
Bea Masuk = 20% x Rp. 1.000.000.000 = Rp. 200.000.000
f. Tarif Pajak Spesifik
Seperti namanya, tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan
jumlah tertentu dan dikenakan pada suatu barang atau jenis barang
tertentu.
Contoh kasus :
ABC merupakan perusahaan pengimpor mobil yang berdiri di
Indonesia. Perusahaan ini rutin melakukan impor mobil tipe APV
dari Italia. Dimana pada Januari 2020 mengimpor 100 unit mobil
dengan harga satuan mobil Rp. 100.000.000. tarid bea masuk yang
dikenakan atas impor kendaraan yakni Rp. 20.000.000 per unit.
Hitung total tarif bea masuk yang seharusnya dibayar oleh PT. ABC.
Cara Hitung :
Jumlah bea masuk dibayarkan = jumlah unit mobil x tariff bea masuk
per unit
Jumlah bea masuk dibayarkan = 100 x Rp. 20.000.000 = Rp.
2.000.000.000
2.5 Cara Menghitung Pajak
Pajak penghasilan (Wajib pajak dalam negeri dan bentuk Usaha tetap)
setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak
sebagaimana yang diatur dalam UU PPh 17. Untuk menghitung PPh dapat
digunakan dengan rumus sebagi berikut:
a. Pajak penghasilan (Wajib pajak badan)
= Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= Penghasilan neto x tarif pasal 17
= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) x tarif pasal 17
8
b. Pajak Penghasilan (Wajib pajak orang pribadi)
= Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= (Penghasilan neto – PTKP) X tarif pasal 17
= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP) x tarif
pasal 17
Contoh kasus:
1. Peredaran bruto PT Maju dalam tahun pajak 2015 sebesar
Rp4.500.000.000.00 dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp500.000.000.00. Penghitungan pajak yang terhutang:
Pembahasan:
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif pajak penghasilan badan yang
berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Maju tidak melebihi
Rp4.800.000.000.00
Pajak penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp500.000.000.00 = Rp62.500.000.00
2. Peredaran bruto PT Jaya dalam Tahun Pajak 2018 sebesar
Rp30.000.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak sebesar
Rp3.000.000.000,00.Penghitungan pajak penghasilan yang terutang :
Pembahasan:
Jumlah penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:
(Rp.4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000.00) x Rp3.000.000.000.00 =
Rp480.000.000.00.
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas: = Rp2.520.000.000,00
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00
Pajak penghasilan yang terutang :
(50% x 25%) x Rp480.000.000,00 =Rp 60.000.000,00
25% x Rp2.520.000.000,00 =Rp 630.000.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yg terutang =Rp 690.000.000,00
3. Arisuryawan pada tahun 2018 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar
Rp 241.850.600,00 Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar atau
terutang oleh Arisuryawan adalah :
Penghasilan kena pajak =Rp241.850.600,00
(Dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
9
Pajak penghasilan yang harus dibayar:
5% x Rp 50.000.000.00 Rp2.500.000,00
15% x Rp 191.850.000.00 Rp28.777.500,00
Jumlah Rp31.277.500,00
Pemotongan PPh Final
Dalam ketentuan pajak penghasilan yang berlaku saat ini, ada beberapa jenis
penghasilan (objek pajak) yang dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak
yang bersifat final. Penghasilan yang dikenakan pemotongan atau pemungutan
PPh yang bersifat final, tetap dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT), hanya
saja jumlahnya tidak dijumlahkan dengan penghasilan lainya. Pajak yang sudah
dipotong tidak diperhitungan sebagai kredit pajak.
2.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PTKP setahun berlaku mulai 1 januari 2016 adalah:
1. Rp. 54.000.000, untuk diri Wajib Pajak orang Pribadi
2. Rp. 4.500.000, tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
3. Rp. 54.000.000, tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami, dengan syarat:
• Penghasilan istri tidak semata-mata diteruma atau diperoleh dari satu
pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam
undang-undang PPh Pasal 21
• Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atay pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lain.
4. Rp. 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
Perhitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal Tahun Pajak
atau awal bagian Tahun Pajak. Perhitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun
sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan
awal tahun takwim (1 januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap
di Indonesia dalam bagian tahun takwim yang bersangkutan.
Dalam hal ini karyawati, PTKP ysn dikurangkan adalah hanya untuk
dirinya sendiri. Dalam hal ini karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP
selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
Contoh perhitungan PTKP:
Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP joko adalah
PTKP setahun :
10
Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp. 54.000.000
Tambahan WP Kawin Rp. 4.500.000
Tambahan 1 anak Rp. 4.500.000
Jumlah Rp. 63.000.000
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Badan Usaha Tetap (BUT) yang
menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Untuk Wajib
Pajak luar negeri disebut bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib
Pajak badan dihitung sebesar penghasilan neto. Dengan demikian, untuk Wajib
Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan
penghasilan neto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang
diperkenankan oleh Undang – Undang PPh. Sementara itu, untuk wajib pajak
orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan neto
dikurangi dengan PTKP.
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajaknya Wajib Pajak
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, besarnya penghasilan neto
adalah sama besarnya dengan besarnya (presentase) Norma Penghitungan
Penghasilan Neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan
bruto pekerjaan bebas setahun.
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang
menjadi tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis
pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak
merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak
terutang.
Pajak penghasilan (Wajib pajak dalam negeri dan bentuk Usaha tetap)
setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak
sebagaimana yang diatur dalam UU PPh 17.
Besarnya PTKP setahun berlaku mulai 1 januari 2016 adalah Rp.
54.000.000, untuk diri Wajib Pajak orang Pribadi, Rp. 4.500.000, tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin, Rp. 54.000.000, tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, Rp. 4.500.000 tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya (maksimal 3 orang).
12
3.2 Saran
Saran yang bisa kami berikan dalam makalah ini melihat dari judul “Dasar
Pengenaan PPH, Tarif, dan PTKP” yakni dengan adanya makalah ini bisa mejadi
salah satu acuan untuk mempelajari mengenai Dasar Pengenaan PPH, Tarif, dan
PTKP sehingga nantinya semakin bertambah wawasan mengenai proses auditing.
Kami sebagai penulis dari makalah ini ini tentunya menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kesempuranaan, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
tentang pembahasan makalah ini agar nanti kedepannya kami dapat memperbaiki
kesalahan tersebut dan tentunya tidak mengulangi kesalahan yanga sama dalam
menyusun makalah selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2019. Perpajakan Edisi 2019. Bulaksumur: Penerbit Andi Yogyakarta.
Diakses pada 07 Oktober 2022.
31 Maret 2022. Fitria “Jenis Tarif Pajak, Pengelompokan Tarif Pajak, dan Contohnya”,
https://klikpajak.id/blog/jenis-tarif-pajak-pengelompokan-tarif-pajak-dan-
contohnya/. Diakses pada 06 Oktober 2022.
14