ITTIHAD
DAN
HULUL
FAIZAH SAMPANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Hulul dan ittihad erat terkait dengan tauhid yang merupakan inti ajaran islam.
Al-Ghazali membagi tauhid menjadi 4 tingkatan. Pertama, tauhid yang hanya di
ucapkan lidah tapi di ingkari oleh hati; ucapan orang munafik. Kedua, tauhid yang di
ucapkan lidah sekaligus diyakini hati; tauhid muslim awam.ketiga, tauhid yang di
barengin dengan penyaksian melalui penyingkapan [kasyf] bahwa yang beragam dan
banyak berasal dari yang esa; tauhid orang yang di dekatkan [muqorrabin]. Keempat,
tauhid shiddiqin yang melihat dalam wujud hanya satu, yang oleh para sufi disebut
sirna dalam tauhid [fana’ fi al-tauhid], yang rahasia ilmu ini tidak seharusnya di tulis
dalam buku.
Oleh karena itu dalam memahami Hulul dan Ittihad para ulama tidak
bergantung pada penalaran rasional semata, untuk memahami doktrin ini secara
intelektual seseorang juga memerlukan kecerdasan intuitif –kontemplatif dan untuk
sepenuhnya mengalami seseorang haruslah menjadi Sufi.
Dalam kesempatan kali ini, kami berusaha untuk membahas lebih dalam
tentang pengertian ittihad, pengertian Hulul, serta persamaan dan perbedaan ittihad
dan hulul.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian Ittihad
b. Pengertian Hulul
c. persamaan dan perbedaan ittihad dan hulul
BABII
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ittihad
Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada saat itu ia
telah dapat menyatu dengan Tuhan, sehingga rujudiyahnya kekal atau al-baqa. Di
dalam perpaduan itu ia menemukan hakikat jari dirinya sebagai manusia yang berasal
dari Tuhan, itulah yang dimaksud dengan Ittihad.
Ittihad menurut bahasa berarti penyatuan atau berpadunya dua hal, artinya
perpaduan dengan Tuhan tanpa diantarai sesuatu apapun. Ittihad dipandang sebagai
ajaran doktrinal karena memadukan eksestensi dua wujud yang terpisah (Wahdah al-
Wujud). Hal ini bertentangan dengan konsep kesatuan wujud (Wahdah al-Wujud) jika
dipahami sebagai kesatuan.
Dalam tasawuf, ittihad adalah kondisi dimana seorang sufi merasa dirinya
menyatu dengan Tuhan sehingga masing-masing diantara keduanya bisa memanggil
kata-kata aku.
Menurut Abu Yazid, ia tidak pernah mengaku sebagai Tuhan. Proses ittihad
adalah naiknya jiwa manusia ke hadirat Illahi, bukan melalui reinkarnasi. Sirnanya
segala sesuatu dari kesadaran dan pandangannya, yang disadari dan dilihat hanya
hakikat yang satu, yakni Allah. Bahkan dia tidak melihat dan tidak menyadari sendiri
karena dirinya terlebur dalam Dia yang dilihat.
B. Pengertian Hulul
Al-Hulul secara bahasa berarti menempati. Dalam istilah tasawuf hulul adalah
ajaran yang men yatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia-manusia tertentu
untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaannya dihilangkan.
Doktrin Hulul adalah salah satu tipe dalam aliran tasawuf falsafi dan
merupakan perkembangan lanjut dari paham ittihad. Paham Al-Hulul ini pertama
ditampilkan oleh Husain Ibnu Mansur Al-Hallaj. Ajaran al-hallaj adalah imbauan
kepada perbaikan moral dan kepada pengalaman persatuan dengan Yang Dicintai,
yaitu Tuhan. Ungkapan yang sangat terkenal “Ana Al-Haqq” (Aku adalah kebenaran
Absolut) atau yang kemudian sering diterjemahkan menjadi “Aku adalah Tuhan”.
Faham al-Huluul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari faham
(Ajaran) al-ittihad yang dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami (874 M/ 261 H). Tetapi
dua konsep ajaran ini berbeda. Dalam ajaran al-ittihad, diri manusia lebur dan yang
ada hanya diri Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sedangkan dalam konsep al-Huluul-nya
al-Hallaj, diri manusia tidak hancur. Dalam konsep al-ittihad yang dilihat satu wujud,
sedangkan dalam konsep ajaran al-Huluul disana ada dua wujud tetapi bersatu dalam
satu tubuh.
Helbert W. Mason mengatakan Al-Huluul adalah penyatuan sifat ketuhanan
dengan sifat kemanusiaan. Tetapi dalam kesimpulannya konsep al-Huluul-nya al-
Hallaj bersifat majaziy, tidak dalam pengertian yang sebenarnya (haqiqiy). Menurut
Nashiruddin at-Thusiy, al-Huluul adalah faham yang mengatakan bahwa Tuhan
memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifst-sifat
kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu dilenyapkan.
Al-Hulul mempunyai dua bentuk, yaitu :
1. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat pada
yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil tempat dalam bejana.
2. Al-Hulul As-Sarayani yakni persatuan dua esensi (yang satu mengalir didalam
yang lain) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang mengalir
didalam bunga.
Al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu
secara rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnya istilah lain dari al-ittihad
sebagaimana telah disebutkan diatas. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan
secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan bahwa al-hulul adalah ketuhanan (lahut)
menjelma kedalam diri insan (nasut0, dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang
insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
C.Persamaan dan perbedaan Ittihad dan Hulul
Ajaran Hulul al-Hallaj dan ajaran Ittihad Abu yazid sama-sama mengajarkan
tentang persatuan antara Tuhan dan hamba. Dalam Ittihad dan Hulul seorang sufi
mengeluarkan syatahat.
Adapun letak perbedaannya adalah pada ittihad roh manusia naik dan menyatu
kedalam diri Tuhannya {Khaliq}, sedangkan ajaran Hulul roh ketuhanan telah turun dan
masuk kedalam tubuh
Atau jasad sang hamba {Mahluk}.
\BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ittihad menurut bahasa berarti penyatuan atau berpadunya dua hal, artinya perpaduan
dengan Tuhan tanpa diantarai sesuatu apapun. Sedangkan hulul adalah ajaran yang
menyatakan bahwa tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di
dalamnya setelah sifat sifat kemanusiaanya di hilangkan
B. SARAN
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, kami menyadari dalam penulisan
makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami
semoga makalah ini bisa memberikan sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya
dan pemakalah khususnya. Amin….
DAFTAR PUSTAKA
Jumanto, Totok. Kamus Ilmu Tasawuf. 2005. Jakarta: Penerbit AMZAH
Nasirudin. Pendidikan Tasawuf. 2009. Semarang: RaSAIL Media Group
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. 2009. Jakarta: Rajawali Pers
Siregar, H.A. Rivay. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. 2002. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Ittihad dan hulul dalam
tasawuf merupakan
kondisi dimana
seseorang sufi merasa
dirinya menyatu dengan
Tuhannya.