The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

MODUL PSIKOEDUKASI REVISI Zabrina Dewi Fix

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by zabrinadewi18, 2022-08-02 09:46:23

MODUL PSIKOEDUKASI REVISI Zabrina Dewi Fix

MODUL PSIKOEDUKASI REVISI Zabrina Dewi Fix

Modul Psikoedukasi

Peranan Keluarga Dalam
Regulasi Emosi Agar
Dapat Meningkatkan
Self-esteem Terhadap
Korban Pencabulan
Anak

Daftar Isi 1

PENGANTAR 2
PENCABULAN ANAK MERUPAKAN SALAH SATU 3
KEKERASAN SEKSUAL 4-5
APA SAJA DAMPAK YANG MUNGKIN DIALAMI? 6
PEMBAHASAN SINGKAT TERKAIT DAMPAK PSIKIS 7-9
DIAGNOSA GANGGUAN PSIKOLOGIS 10
MENGAPA HARUS KELUARGA ? 11-12
STRATEGI REGULASI EMOSI 13
PROSES REGULASI EMOSI
REGULASI EMOSI DALAM MENINGKATKAN SELF-ESTEEM 14-15
PENANGANAN KASUS PENCABULAN 16-17
ANAK PADA KEPOLISIAN POLRESTA MALANG KOTA
DAFTAR PUSTAKA

Modul by Zabrina Dewi El Riyanto For more info:
[email protected]

Pengantar

Pencabulan merupakan salah satu tindakan dari kekerasan anak.
Apabila anak mengalami pencabulan, maka akan memberikan
dampak negatif baginya. Beberapa hal yang dapat terjadi seperti
stress, trauma, dan depresi yang ditandai dengan beberapa gejala,
salah satunya emosi yang tidak stabil yang dapat menurunkan self-
esteem pada anak. Dampak tersebut dapat diatasi apabila anak
memiliki lingkungan terutama keluarga yang supportive agar dapat
membantu anak dalam meregulasi emosinya dalam meningkatkan
kembali self-esteem yang dimiliki.

1

Pencabulan anak
merupakan salah satu
bentuk kekerasan seksual

Kasus kekerasan seksual dapat menimpa baik dewasa,

remaja, atau anak. Menurut data yang ditinjau dari Sistem
Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak
(SIMFONI PPA) sepanjang bulan Januari sampai 19 Juli
2022 kurang lebih terdapat 12. 681 kekerasan, yang mana
korban anak terdiri dari 56,6 %.

Kekerasan seksual dibagi menjadi 2 (dua), yakni

pencabulan atau persetubuhan. Pembahasan kali ini akan
difokuskan kepada kasus pencabulan. Pencabulan sendiri
merupakan perbuatan yang melanggar kesopanan dalam
lingkup nafsu birahi, seperti mencium dan meraba organ
seksual.

Batasan usia di Indonesia menurut, pasal 1 butir a Undang-

undang nomor 23 tahun 2022 menyebutkan bahwa anak
adalah individu yang berusia dibawah 18 tahun.

2

Apa saja dampak yang
mungkin dialami ?

Pencabulan pada anak dapat memberikan dampak fisik dan
psikis kepada anak. Dampak fisik yang umumnya dialami yakni

turunnya nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, rasa tidak nyaman
sekitar organ kelamin, risiko tertular penyakit seksual, luka di tubuh
akibat pemaksaan dari pelaku, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Sedangkan, dampak psikis yang dialami anak secara umum lebih

mendominasi dan dapat berlangsung berkepanjangan apabila tidak
diberikan penanganan yang tepat. Beberapa kondisi psikologis yang
akan dialami meliputi stress, trauma, dan depresi. Bahkan, anak
dapat mengalami beberapa gangguan psikologis seperti pasca-
trauma stress disorder (PTSD) dan personality disorder.

3

Pembahasan singkat
terkait dampak psikis

STRESS
Stress merupakan sebuah kondisi yang terjadi akibat
ketidakseimbangan tekanan yang dihadapi individu dan
kemampuan dalam menghadapi tekanan tersebut.

DEPRESI
Depresi merupakan keadaan emosi individu yang
ditandai dengan hilangnya energi dan minat, perasaan
bersalah, kesedihan mendalam, perasaan gagal dan
tidak berharga, menarik diri dari lingkungan, bahkan
munculnya pikiran mengenai kematian. Depresi
bersumber dari pandangan negatif mengenai dirinya,
dunianya, dan masa depannya.

TRAUMA
Trauma merupakan sebuah pengalaman atau
perisitiwa yang mengancam fisik serta harga diri (self-
esteem) serta menghilangkan rasa aman dan rasa
mampu, sehingga menyebabkan luka psikis yang sulit
untuk disembuhkan.13

4

Pembahasan singkat
terkait dampak psikis

Post –traumatic Stress Disorder (PTSD)

PTSD atau post-traumatic disorder merupakan gangguan psikologis
berupa kecemasan yang terjadi setelah mengalami atau menyaksikan
peristiwa traumatik. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan
ingatan permanan mengenai peristiwa traumatik, perilaku
menghindar daro rangsangan terkait trauma, dan mengalami
gangguan meningkat secara terus-menerus.

PERSONALITY DISORDER

Personality disorder merupakan pola perilaku yang didapat dari
peristiwa yang pernah terjadi, namun dibatasi oleh ekspektasi dari
masing-masing individu dimana tidak bisa dihilangan dan juga tidak
fleksibel terhadap kondisi yang terjadi.
Menurut DSM-V, terdapat 10 (sepuluh) macam personality disorder
yang terbagi dalam 3 (tiga) cluster.

• Cluster A : Paranoid, Schizoid, Schizotypal
• Cluster B : Anti social, Borderline,Narcistic, Historionic
• Cluster C : Avoidant, Dependent, Obbesive Compulsive

5

Diagnosa gangguan
psikologis

Diagnosa mengenai gangguan

psikologis harus diberikan oleh

pihak yang ahli dibidangnya

yakni psikolog maupun psikiater.

Jangan terbiasa melakukan self-

diagnose karena akan

menyebabkan kesalahan fatal

apabila diagnosa dan

penanganan yang diberikan tidak

sesuai.

Dampak psikologis seperti stress,
depresi dan truma yang dialami anak
berkaitan dengan turunnya self-
esteem (harga diri). Disinilah peran
penting keluarga untuk dapat
bersikap supportive terhadap anak
agar dapat mengembalikan dan
menaikkan self-esteem (harga diri)
anak. Salah satu cara yang dapat
dilakukan dengan membantu anak
dalam regulasi emosi agar dapat
mengendalikan emosi dalam
menangani stress, depresi, dan
trauma yang dihadapi anak. Namun,
tentu saja membutuhkan waktu yang
tidak singkat dan/atau bantuan pihak
profesional dalam mengatasinya.

6

Mengapa harus Keluarga ?

Keluarga merupakan lingkup sosial terkecil yang dapat

memengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan pada
anak. Selain itu, keluarga memiliki hubungan yang sangat
erat dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Tanggung
jawab keluarga khususnya orang tua dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak membawa dampak yang sangat
besar. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri dalam
membentuk kepribadian anak. Pondasi awal dalam proses
tumbuh kembang anak terletak pada keluarga, maka dari itu
keluarga memiliki kedudukan tertinggi pada setiap tahap
tumbuh kembang anak.

7

Mengapa harus Keluarga ?

Seorang anak yang telah mengalami pencabulan akan mengalami
beberapa dampak psikologis diantaranya stress, trauma, dan
depresi. Beberapa gejala yang telihat meliputi rasa takut, cemas,
rasa bersalah, malu, marah, dan tidak berdaya. Terlihat pula
beberapa gejala lain seperti kehilangan minat terhadap aktivitas
menyenangkan, iritabilitas atau lebih mudah tersinggung, ledakan

kemarahan tanpa adanya alasan yang jelas, perasaan bersalah
dan gagal, merasa tidak berharga, dan menarik diri dari
lingkungan.

Perasaan dan emosi yang muncul setelah terjadinya pencabulan
sangat sulit untuk dihadapi dan diselesaikan oleh anak sendiri.

Apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik, maka

dapat berakibat pada penurunan self-esteem pada anak.
Definisi dari self-esteem atau harga diri merupakan sikap

seseorang berdasarkan presepsi mengenai bagaimana
penghargaan dan nilai dirinya sendiri secara keseluruhan baik
berupa sikap positif ataupun negatif.

.

8

Mengapa harus Keluarga ?

Disinilah keluarga khususnya orang tua memiliki peranan

penting dalam mengatasi dampak psikologis yang dialami. Beberapa
gejala dari dampak psikologis utamanya menunjukkan emosi yang
tidak stabil. Mudah marah, sering merasa sedih, ketakutan merupakan
bentuk penekanan (represi) dari emosi yang dirasakan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan keluarga, yakni mengambil

peran dalam proses regulasi emosi.
Penjelasan mengenai regulasi emosi merupakan kemampuan

seseorang dalam mengendalikan, mengevaluasi, dan memodifikasi
reaksi emosi yang dirasakan agar dapat mencapai tujuan. Agar dapat
mencapai hal tersebut, maka orang tua harus memiliki pemahaman
mengenai regulasi emosi dan strategi yang dapat dilakukan.
Diharapkan dengan peran keluarga dalam proses regulasi emosi,
maka dampak psikologis dengan perlahan dapat teratasi.

9

Strategi Regulasi Emosi

Strategi regulasi emosi dibagi menjadi dua, yakni :

1) Cognitive reappraisal (Antecedent-focused)

Strategi ini berfokus pada penilaian seseorang mengenai
peristiwa yang memengaruhi dampak pada emosi dan dilakukan
sebelum timbulnya emosi. Tujuannya agar dapat mencegah
munculnya emosi yang tidak terkendalikan. Pada strategi ini,
orang tua dapat mengajak diskusi saat anak sedang tidak
menunjukkan emosi berlebih mengenai peristiwa traumatis yang
dialaminya secara perlahan agar dapat mengubah pola pikir anak
mengenai pandangan negatif akan dirinya supaya dapat
mencegah emosi negatif yang meledak.

2) Expressive supression (Response-focused)

Fokus pada strategi ini adalah dengan menghambat ekspresi
emosi yang muncul pada individu. Namun, strategi ini hanya
efektif dalam mengurangi pengekspresian emosi negatif anak.
Contohnya, apabila anak memperlihatkan emosi negatif berupa
marah tanpa alasan maka keluarga dapat menghambat
kemarahan tersebut dengan meminta anak diam dan masuk
kedalam kamar. Namun, sebenarnya strategi ini tidak disarankan
untuk dilakukan terus menerus karena dapat memberikan
dampak kepada anak dalam kemampuan anak mengekspresikan
emosinya.

.

10

Proses Regulasi Emosi

Terdapat beberapa proses dalam membantu regulasi emosi, yakni :

1) Pemilihan situasi

Kunci dari proses ini adalah dengan melakukan pemilahan situasi
supaya dapat mencegah timbulnya emosi secara berlebih. Tidak
menghadapkan langsung atau menghindarkan anak dengan
situasi, orang, dan objek terkait peristiwa traumatis yang dialami
dengan tujuan menghindari ledakan emosi pada anak.

2) Modifikasi keadaan

Pada proses ini, orang tua dapat memodifikasi lingkungan fisik
internal atau eksternal anak dengan tujuan mengurangi dampak
emosi yang timbul. Misalkan, apabila anak merasa sedih atau
murung secara tiba-tiba, maka orang tua dapat memberikan
dukungan, meminta maaf, atau tindakan lain yang dapat
mengubah suasana hati anak.

3) Penyebaran perhatian

Dengan mengalihkan perhatiaan anak dari situasi awal yang
memicu timbulnya ledakan emosi kepada situasi lain yang dapat
mengurangi atau menghilangkan emosi yang dihadapi. Misalkan,
saat anak melihat siaran yang dapat membangkitkan emosi maka
orang tua dapat menutup mata dan telinganya atau dengan
mengganti siaran yang dilihat.

.

11

Proses Regulasi Emosi

4) Perubahan kognitif

Proses dilakukan dengan mengevaluasi kembali situasi yang
sedang dihadapi anak melalui perubahan pola pikir supaya
menjadi lebih positif agar dapat mengurangi pengaruh kuat dari
munculnya emosi. Keluarga dapat membantu anak dalam
perubahan pola pikir negatif anak mengenai dirinya seperti
peristiwa pencabulan terjadi bukan karena kesalahan anak dan
anak akan tetap berharga.

5) Perubahan respon

Perubahan respon terjadi pada bagian akhir yang mengacu pada
respon fisiologis, pengalaman, atau perilaku akan emosi yang
ditampilkan. Upaya untuk meregulasi emosi negatif pada anak
dapat dilakukan orang tua dengan mengajak anak untuk
berolahraga, relaksasi, atau dengan penggunaan obat jika
memang disarankan.

12

Regulasi Emosi dalam
Meningkatkan Self-esteem

Dengan melakukan regulasi emosi, maka diharapkan anak

akan dapat mengembalikan self-esteem yang dimiliki. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Greef (2005) bahwa seseorang yang

memiliki kemampuan regulasi emosi dengan baik akan

memiliki self-esteem dan hubungan terhadap orang lain dengan

baik.
Sebuah penelitian juga menyebutkan jika transparansi suasana hati
dan perubahan emosional mempunyai hubungan secara langsung dan

tidak langsung secara signifikan melalui self-esteem terhadap

kepuasan hidup seseorang (Gomez, dkk, 2017).

Penelitian yang dilakukan Nezlek dan Kuppens tahun 2008
menghasilkan bahwa seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengelola emosi berhubungan dengan turunnya emosi positif,

peningkatan emosi negatif, self-esteem, dan penyesuaian

psikologis. Maka, dengan adanya regulasi emosi yang baik

akan dapat meningkatkan dan mengembalikan self-esteem anak

yang turun akibat peristiwa pencabulan yang dialami. Diharapkan
setelah terlaksananya hal tersebut, maka dampak psikologis anak
pasca pencabulan dapat membaik secara berjalannya waktu. Namun,
hal ini tentu memerlukan terlibatnya keluarga secara penuh agar
dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

13

Penanganan Kasus
Pencabulan Anak Pada
Kepolisian Polresta Malang

Kota

Datang ke Polresta Malang Kota

Melaporkan tindak pidana kekerasan seksual di SPKT

Diarahkan ke SATRESKRIM (Unit PPA)
Melakukan konseling terkait kronologi kejadian
dengan unit PPA
Dibuatkan surat pengantar visum

Proses lidik dengan korban dimintai keterangan

Pemanggilan saksi

Pembuktian hasil visum
Jika terbukti, perkara dinaikkan ke tingkat
penyidikan
Unsur dan alat bukti tercukupi, tersangka ditahan

14

Penanganan Kasus
Pencabulan Anak Pada

Kepolisian

Ancaman hukuman perbuatan cabul
terhadap anak

Menurut pasal 82 Undang-undang nomor 17 tahun 2016
bahwa ancaman hukuman perbuatan pencabulan anak
minimal 5 (lima) tahun maksimal 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah),
jika pelaku orang tua, guru, wali, pendidik terdapat
penambahan ancaman 1/3 dari ketentuan awal, menjadi
maksimal 20 tahun.
Bagi pelaku anak, ancaman hukuman setengah dari pelaku
dewasa. Pertimbangan dan penentuan jumlah hukuman
tergantung kepada jaksa dan hakim.

Perlindungan secara hukum oleh kepolisian
terhadap korban

Polisi hanya bertugas dalam memproses tindak pidana.
Maka, perlindungan yang diberikan kepada korban dengan
tidak mempublikasikan identitas korban terhadap siapapun
baik wartawan atau yang lainnya.

15

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder Edition “DSM-V”. Washington DC :
American Psychiatric Publishing. Washington DC.

Anggadewi, BET. (2020). Dampak Psikologis Trauma masa Kanak-
kanak Pada Remaja. Journal of Counseling and Personal
Development. Vol 2(2).

Ayuningtyas, IPI. (2017). Penerapan Strategi Penanggulangan
Penanganan PTSD (Post Traumatic Disorder) Pada Anak-anak Dan
Remaja. 47-56.

Farahdika, T. Listyandini, RA. (2018). Peran Strategi Regulasi Emosi
Terhadap Gejala Depresi Pada Remaja Orangtua Bercerai. Prosding
seminar Nasional da Temu Ilmiah Positive Psikologi. 248-258.

Kartika,D. Ruhaena, L. (2015). Hubungan Anatara Kecerdasan Emosi
Dengan Stress Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi thesis, UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH.

Kirana, Karunisa. (2019). Pengaruh Humor Style Terhadap Self-
Esteem pada Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. Undergraduate thesis, University of
Muhammadiyah Malang.

Muarifah, Alif dkk. (2019). Pengaruh Regulasi Emosi Terhadap Harga
Diri Siswa Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta. Jurnal Kajian
Bimbingan dan Konseling. Vol 4(3).

Nimas A, Ristria. (2014). Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak
Yang Terjadi Di Sekolah Dalam Perspektif Perlindungan Anak. Skripsi
thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

16

Daftar Pustaka

Noviana,I. (2015). Kekerasan Seksual terhadap Anak : Dampak dan
Penanganannya. Sosio Informa. Vol 01(1).

Sa'diyah, SC. (2012). Hubungan Self esteem Dengan Kecenderungan
Cinderella Complex Pada Mahasiswi Semester VI Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.

Sakinah, SM. (2017) Regulasi Emosi Pada Wanita Dewasa Madya
Dalam Menghadapi Konflik Keluarga. Skripsi thesis, UNIVERSITAS
MERCU BUANA Yogyakarta.

Sommaliagustina, D. Sari, DC. Kekerasan Seksual Pada Anak Dalam
Prespektif Hak Asasi Manusia. Psychopolytan (Jurnal Psikologi).Vol
1(2).

Srisayekti, W. Setiady, DA. Harga Diri (Self-esteem) Terancam dan
Perilaku Menghindar. Jurnal Psikologi. Vol 42(2).

Sulistyorini, W. (2017). Depresi : Suatu Tinjauan Psikologis. Sosio
Informa. Vol 3(02).

Widyanti, AS. (2020). Pengaruh Regulasi Emosi Terhadap Self-
esteem Pada Mahasiswa Univeritas Negeri Jakarta. Sarjana thesis,
UNIVERSITA NEGERI JAKARTA.

Yumpi, F. Pendampingan Anak Korban Kekerasan Seksual. Fakultas
Psikologi, Universitas Muhammadiyah Jember.

17

EVALUASI

1. Harapan yang tercapai atau tidak tercapai dalam materi yang
dimuat dalam modul psikoedukasi yang diberikan ?

2. Hal yang didapatkan dalam modul psikoedukasi ?
3. Bagaimana penilaian kegiatan dan hal yang sudah baik dilakukan

dalam modul psikoedukasi ini ?
4. Apa saja hal yang masih kurang atau perlu dikembangkan dalam

modul psikoedukasi ini ?
5. Tindakan apa yang akan dilakukan peserta setelah membaca

modul psikoedukasi ?

The end

qr-code for e-modul Do you have any questions?

Link : zabrinadewi18
https://anyflip.com/b E-mail : [email protected]

nuim/haen/ CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and
includes icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik


Click to View FlipBook Version