Thomas harus menikmati sisa waktu itu dengan
sebaik mungkin.
“Ya, Mum dan Dad merasa aku bisa pergi ke
sekolah yang lebih baik. Kata Mum aku pasti akan
bahagia di London,” ucap Thomas. Sejujurnya, ia
tidak yakin perkataan Mum akan terjadi.
Percival mengamati Thomas dengan
pandangan sedih. “Bila ada perjumpaan, pasti akan
ada perpisahan. Tetapi kenangan tentang
persahabatan kita pasti akan selalu menemani,”
bisik Percival dengan senyuman sedih. Tidak tahu
untuk menjawab apa, Thomas tidak membuka
mulutnya. Itu terakhir kali ia melihat Percival, figur
misterius dari masa kecilnya yang akan selalu
diingatinya.
London merupakan pusat kota yang ramai,
sibuk, dan menurut opini Thomas, sangat bising.
Kota besar London sungguh berbeda jauh dengan
kota sunyi Malmesbury. Tidak ada hari tanpa
keramaian di kota sibuk ini. Waktu berjalan dengan
sangat cepat dan, tanpa terasa, hari baru datang
dan mulailah lagi sederet aktivitas yang harus
51
dijalani. Itulah bagaimana Thomas menjalankan
kehidupannya setelah ia meninggalkan kota kecil
Malmesbury 11 tahun yang lalu.
Setelah menyesuaikan dirinya dengan
kehidupan di kota besar, Thomas merasa bahwa
apa yang dikatakan Mum 11 tahun yang lalu itu
menjadi kenyataan. Thomas bahagia. Sekolah baru
Thomas menyediakan tempat yang cocok bagi
kepribadiannya yang ambisius. Dalam apapun, ia
akan selalu berjuang hingga titik darah
penghabisan. Tidak membutuhkan waktu lama bagi
Thomas untuk memanjat tangga prestasi dan
menjadi anak emas yang dihargai. Prestasi yang
telah dicapainya sudah tak terhitung dan Thomas
bersyukur jerih payahnya membuahkan hasil yang
dikehendaki.
Sudah 11 tahun berlalu, tetapi Thomas tidak
akan melupakan persahabatan di bawah pohon ek.
52
ESCAPE
Premala Gracia/9.8
Cahaya matahari mengintip melalui jendela
seorang demigod, River Jackson. Tak lama
kemudian, suara nyaring alarmnya mengisi ruangan.
Jam alarm berusaha membangunkan River yang
tertidur lelap. River langsung berdiri dan
menghampiri jam alarm untuk mematikannya.
“Ahh…..” teriak River yang terjungkal karena
tersandung bajunya yang berserakan di lantai kamarnya.
Bukannya berdiri, River malah tiduran di lantai.
“Ah, nyenyak sekali tidur di sini,” kata River sambil
menatap dinding kamarnya yang berwarna biru laut
dipenuhi coret-coretan masa kecilnya yang berbentuk
trisula.
“Riverrrrr….. cepetan turun, Blitz sudah datang!!!”
teriak Ibu River.
Mendengar nama temannya itu, River pun
langsung lari secepat kilat menuruni tangga. Dalam
53
perjalanan menuju tangga, River terjatuh untuk kedua
kalinya pada hari itu.
“Blitzz…tungguin, donk. Gua gak mau ke sekolah
sendirian. Jangan tinggalkan teman terbaikmu di sini,”
teriak River.
Sementara River mengoceh, Blitz sedang
membakar marshmallow dengan tangannya. Blitz adalah
anak demigod Hephaestus sehingga dengan mudahnya
ia bisa mengeluarkan si jago merah melalui tangannya.
Ibu Blitz sudah lama meninggal sehingga ia sering
mengunjungi rumah River karena bosan sendirian di
rumahnya. Setelah River berhenti jatuh, mereka berdua
berjalan bersama menuju sekolah.
River dan Blitz lari bersama secepat cahaya
karena sudah hampir telat. Mereka seperti sedang lomba
kecepatan. Pertarungan kecepatan mereka sangatlah
sengit dengan River memimpin dengan perbedaan jarak
tidak sampai 10 cm. Saat sudah hampir sampai ke Oak
Grove Highschool, River jatuh untuk kesekian kalinya
dan menabrak salah satu temannya, Ruby. Ruby
langsung menutup buku yang sedang dibacanya dan
marah-marah kepada River.
54
“Woi, jalan bisa pakai mata gak, sih! Hati-hati,
dong. Kan sudah bukan anak SD lagi! Masa masih lari-
larian!” teriak Ruby, anak demigod Athena.
Sebagai anak dari Athena, Ruby dan saudara-
saudarinya pasti selalu menjadi anak emas dan tangan
kanan para guru di sekolah masing-masing. Tetapi
berbeda dengan anak Athena lainnya, Ruby memiliki sifat
petualangan yang lebih besar. Oleh sebab itu, biasanya
Ruby lebih suka berkumpul dengan River dan Blitz
daripada diam di perpustakaan.
“Gua lari pake kaki bukan pake mata, emang bisa
lari pake mata?” ketawa River. “ Ahh.. gara-gara lu, gua
jadi kalah lawan Blitz.”
Tak lama kemudian, ada suara dering yang
sangatlah familiar….ternyata itu bel sekolah. Mereka
akhirnya berhenti bertengkar dan lari menuju kelas
mereka.
Di Oak Grove Highschool hanya ada beberapa
demigod dan yang lainnya adalah mortal atau manusia
biasa. Di kehidupan demigod, menghadapi makhluk-
makhluk tartarus yang ingin membunuh mereka adalah
hal biasa. Misalnya, saat pelajaran IPA ada karpoi yang
datang ingin membunuh River. River pun mengeluarkan
sebuah koin yang kalau dilempar akan berubah menjadi
55
pedang dan membunuh makhluk itu. Namun apa yang
dilihat oleh teman-teman manusianya mungkin adalah
River sedang mengejar-ngejar seekor kucing dengan
penggarisnya. Hal itu terjadi karena mist atau kabut yang
menutupi segala hal yang tidak masuk akal di otak
manusia dan hanya bisa dilihat oleh para demigod, dewa,
atau makhluk mitologi.
“Psst… River, btw..itu koin dari mana, sih? Kok lu
gak pernah cerita apa-apa tentang itu?” bisik Blitz saat
seorang guru sedang menjelaskan suatu rumus
matematika yang menurutnya tidak berguna. Kita ‘kan
sudah berteman lama banget, tapi dari dulu lu gak pernah
cerita tentang itu. Plus sekarang gua lagi bosan dan nanti
memang buat apa sih rumus ga jelas itu. Kan gak
mungkin kita lagi jalan, lihat bola terus, dan ngitungin
diameternya,” bisik Blitz lagi.
“Buat lulus, biar dapat ijazah, terus bisa diterima
perusahaan,” jawab Ruby dengan suara datar.
“Sudahlah, itu gak penting … jadi storytime dong
tentang koin itu, plis, deh,” kata Blitz.
“Koin ini…,” jawab River sambil memutar-
mutarkan koinnya di atas buku matematika. “Pas ultah
gua yang ke-12, dikasih sama ayah gua buat hadiah.”
56
“Didatengin Poseidon? Gua aja gak pernah
ketemu ibu gua,” jawab Ruby yang tiba-tiba mengikuti
percakapan mereka.
Tanpa disadari bel jam istirahat berdering.
Mereka bertiga pun pergi ke atap sekolah bersama-
sama. Di tangga, mereka bertiga bertemu salah satu
teman demigod lainnya yaitu Carter.
“Weh Carter, mau ikut ke atap, gak?” tanya River.
“Gua lagi sibuk hari ini, ada ulangan abis ini,”
jawab anak demigod Hades itu. Carter pun langsung lari
dan hilang di kerumunan para siswa.
“Bukannya kemarin hari terakhir ulangan, yah…,”
pikir Ruby yang sedang kebingungan.
Langit pada hari itu berwarna biru muda dan lantai
atap terasa terbakar saking panasnya. River, Blitz, dan
Ruby makan bersama sambil mengobrol layaknya
manusia biasa.
Tiba-tiba sekumpulan Anemoi Thuellai
menyerang ketiga demigod tersebut. Biasanya hanya
ada 1-2 monster per harinya yang menyerang, tetapi hari
ini mencapai lebih dari 10 Anemoi Thuellai. Tapi untuk
seorang demigod yang ayahnya termasuk The Big Three,
ini bukan apa-apa. Apalagi ia dibantu oleh kedua
temannya Blitz dan Ruby. Blitz menyerang dengan api
57
yang dikeluarkan oleh tangannya, sedangkan Ruby
menggunakan belati. River tinggal melempar koin dan
koin itu berubah menjadi pedang berwarna emas.
Dalam perspektif demigod, pertarungan itu
sangatlah keren. Tetapi yang dilihat manusia, beda jauh
dari itu. Mereka melihat tiga anak bertarung dengan
burung dengan cara mengayun-ayunkan pensil,
melempar-lempar penghapus, dan melambai-lambaikan
buku matematika. Kabut sungguh mempengaruhi
penglihatan para siswa yang sedang makan di atap
sekolah.
Suara bel yang familiar itu pun berdering kembali.
Atap langsung hening karena para murid telah kembali
ke kelas masing-masing.
“Kok tumben banyak monster hari ini…,” pikir
Ruby di dalam hatinya.
“Gaes…nanti jadi ‘kan kerjain tugas kelompok
abis pulsek?” tanya Blitz di kelas IPS.
“Iyalah…deadline-nya kan besok. Ingetin Carter
tuh,” jawab River.
“Siapp!” kata Blitz sambil mengeluarkan
smartphone-nya untuk chat ke Carter.
Waktu berjalan sangatlah pelan bagaikan kura-
kura. Jam pelajaran yang hanya 1 jam terasa 10 jam bagi
58
para siswa. Pada akhirnya, suara bel yang ditunggu-
tunggu pun berdering. River, Blitz, dan Ruby sudah
berkumpul di kelas mereka, tetapi Carter masih belum
terlihat sedikit pun. Matahari pun mulai terbenam. Ketiga
demigod itu pun mengerjakan tugas mereka tanpa Carter
yang masih belum kelihatan sampai sekarang.
Tiba-tiba lampu seluruh gedung mati dan tanah
pun terguncang.
“Kyaaaa…,” teriak ketiga demigod tersebut
ketakutan.
“Ada apaan, sih? Gempa, ya?” tanya Blitz yang
sedang mengeluarkan api dari tangannya untuk
menerangkan ruangan.
Tak lama kemudian, lampu sekolah hidup dan
mereka tidak percaya akan apa yang mereka lihat.
“Kita di mana?” tanya River kebingungan.
Mereka bukan berada di kelas mereka lagi….
Ruangan kelas mereka berubah menjadi tempat yang
terlihat seperti escape room. Ruby pun langsung
membaca tulisan yang dilukis dengan cairan yang terlihat
seperti darah segar yang tertera di dinding ruangan
tersebut.
“Selamat datang wahai para demigod. Kalian
sedang terperangkap di gedung sekolah kalian, carilah
59
jalan keluar sebelum malam hari. Jika tidak, kalian tahu
ke mana kalian akan pergi. TATARUS!” baca Ruby
dengan suara lantang.
“Gaes lihat, nih, ada soal gitu,” kata River sambil
melihat-lihat ruangan.
“Carilah luas lingkaran ini, bila diameternya
105cm.” gumam Blitz. “Ah.. pelajaran matematika
ternyata gunanya buat ini…”
“8654,63!” jawab Ruby dengan cepat.
“Otak lu google atau kalkulator?” tanya Blitz
terkagum-kagum.
River langsung menekan angka 865463. Sebuah
pintu pun terbuka dan lorong gelap yang sunyi menanti
mereka. Mereka bertiga pun berjalan di lorong yang
dipenuhi oleh lukisan-lukisan. Saat hampir sampai di
ujung lorong yang menuju ruangan kedua, seluruh
makhluk dari lukisannya keluar dan menyerang mereka.
Kali ini jumlahnya bukan hanya 10 dan mungkin lebih
mendekati angka 100. Mereka pastinya telah
memecahkan rekor dunia untuk banyaknya monster yang
ingin membunuh mereka dalam sehari. Tapi dengan
mudahnya, River membuat tsunami kecil yang
menenggelamkan semua monster itu dalam sekejap.
Mungkin itu memecahkan rekor untuk monster yang
60
paling banyak terbunuh dalam 1 detik juga. Mereka pun
akhirnya sampai ke ruangan kedua.
Ruangan itu besarnya seperti Samudra Atlantik.
Di dinding tertera petunjuk yang panjang sekali, tapi
intinya mereka harus menemukan tiga kunci yang akan
membuka kotak berisi tiga angka untuk membuka
gembok pintu menuju ruangan ketiga.
“Gua kiri, River kanan, Blitz tengah, ya,” kata
Ruby yang mulai mencari kunci-kunci di ruangan yang
dipenuhi meja belajar, rak buku, dan lain-lain.
“Ini mah ibarat mencari umur tokoh di novel yang
punya 2000 halaman,” seru Ruby yang dipenuhi rasa
kesal.
Sementara kedua temannya pergi mencari kunci
yang tersembunyi, River malah duduk di sebelah gembok
dan mencoba setiap tiga digit.
“Tumben lu pintar, River!” kata Ruby yang
terkagum dengan cara unik River.
Ternyata tidak membutuhkan waktu yang lama
bagi River untuk mendapatkan angka yang tepat yaitu
123. Pastinya orang yang membuat teka-teki ini tidak
kreatif sama sekali. Lorong menuju ruangan ketiga
sangatlah berbeda dengan lorong pertama. Hawa dingin
mengisi ruangan tersebut dan di dinding tetap ada
61
banyak lukisan tetapi bukan lukisan monster melainkan
lukisan dari cuplikan peristiwa-peristiwa dalam novel.
“Wah, apaan, nih….anak-anak naikin sapu,
kurang kerjaan kali, ya,” gumam River kebingungan.
“Itu Harry Potter!” jawab Ruby kesal.
“Kalo itu The Hungry Games, kan! Mereka bunuh-
bunuh buat dapat makanan kalau gak salah. Mengapa
gak ke restoran aja, ya?” kata Blitz.
“Hunger Games bukan Hungry Games woii !!!”
teriak Ruby dengan nada marah.
Rasa kesal Ruby sudah tidak terkendali. Ia seperti
gunung yang sudah di detik-detik terakhir sebelum
akhirnya meletus. Tapi di hatinya ada satu kata yang
masih menyumbat letusan itu yaitu ‘kesabaran’. Ruby
akhirnya mengabaikan mereka yang masih membahas
tentang The Hungry Games. Karena Ruby sangat suka
baca novel maka setiap lukisan membuatnya flashback.
Tapi rasa yang dirasakan Ruby saat di lorong kedua
tentunya tidak sama dengan rasa yang dialami kedua
temannya.
Akhirnya mereka pun sampai di ujung lorong
kedua. River membuka pintu yang akan membawa
mereka ke ruangan kedua, tetapi … saat River ingin
menapakkan kakinya ke lantai ruangan ketiga ia sadar
62
akan sesuatu. Ruangan ketiga tidak memiliki lantai sama
sekali. River pun terjatuh ke lubang hitam yang dalamnya
lebih dalam dari samudra terdalam di dunia.
“Ahhhhh……….!!!” teriak River histeris. Teriakan
itu mengisi seluruh gedung sekolah dan juga kamarnya.
River pun terbangun dengan keadaan tiduran di sebuah
ruangan yang tidak terlihat asing baginya. River pun
melihat-lihat sekelilingnya dan sadar bahwa ia ada di
ruangan yang penuh akan tumpukan novel, kamarnya.
“Tertnyata hanya sebuah mimpi,” kata hati River.
Dia pun bangun dari tempat tidurnya dan
melanjutkan kegiatan sehari-harinya yaitu pergi ke
sekolah, ke les, dan lain-lain. Perbedaannya hanyalah isi
otak River dipenuhi rasa penasaran akan akhir cerita di
mimpinya itu. Tentunya ia menunggu datangnya malam
hari dengan harapan suatu hari bisa melanjutkan cerita
di mimpinya tersebut.
63
KELUARGAKU
Angelina/8.1
Aku bertumbuh didampingi oleh mereka,
Nasihat sering mereka berikan padaku,
Gagasan mereka ada kalanya kuabaikan,
Entah mengapa hanya menyesal pada akhirnya.
Lewat hari mereka selalu menemaniku,
Lalui tantangan yang diberikan dalam hidup,
Ingin sekali aku berbalas budi kepada mereka,
Nanti suatu saat akan kubuktikan semuanya,
Aku sayang pada keluargaku.
64
WAKTU
Arvella Erine Karnadi/8.2
Andai kubisa memutar kembali waktu,
Rasa bahagia yang tak akan terlupakan,
Variasi canda tawa dan duka telah kulampaui,
Entah mengapa aku rindu dengan masa laluku.
Langkah demi langkah aku akan semakin tua,
Lalu kematian tak lama lagi akan menjemputku,
Aku pun menyadari bahwa hidup ini sangatlah singkat.
Entah berapa banyak waktuku yang terbuang sia-sia,
Rasa menyesal pasti akan datang pada akhirnya,
Ibarat telah karam maka tertimpa.
Namun akan kuingat,
Emasnya waktu tidak akan pernah bisa dibeli dengan
uang.
65
PERSAHABATAN
Precia Raphaella Goh/8.2
Precia nama panggilanku,
Raphaella adalah nama tengahku,
Entah kapan aku bisa bertemu sahabatku lagi,
Covid 19, karenanya aku berpisah dengan sahabatku,
Ikatan persahabatan kami terasa makin usang,
Aku harap, semua dapat kembali seperti semula.
Rasanya sekarang, kuingin kembali ke sekolah,
Aku ingin bertemu sahabatku,
Pelukan seperti yang biasa kami lakukan.
Hari demi hari berlalu,
Aku masih merindukan mereka
Entah sampai kapan akan begini terus,
Lettta, Angel, Eugenia,
Lyvia, Chole, dan yang lain,
Aku sungguh merindukan kalian.
66
SAHABAT YANG TERLUPAKAN
Tiffany Ekavira/8.4
Tiff, ke kantin bersama, yuk?
Ingatkah kamu akan pertanyaan itu?
Film yang kita tonton bersama,
Fantasi yang kita buat bersama,
Aktivitas-aktivitas seru yang selalu kita lakukan
bersama,
Notifikasi yang terus mengatakan ada pesan baru,
Yah, tapi yang tersisa sekarang hanyalah memori.
Enam kali aku mencoba menghubungimu,
Kiranya kamu masih mengingatku,
Aku tulis puisi ini untukmu,
Vi? Bagaimana kabarmu?
Ini aku, sahabatmu dulu,
Rasanya senang menulis puisi untukmu,
Aku harap kamu masih ingat padaku.
67
CINTAKU
Chintya Amelia/8.4
Cintaku...,
Hadirmu mewarnai hari-hariku,
Ingin rasanya aku memilikimu,
Namamu terukir di dalam hatiku,
Takkan ada yang bisa menggantikanmu
Yang selalu memotivasiku,
Akankah kita bertemu?
Andaikan engkau ada di sampingku,
Menemaniku di setiap waktu,
Engkaulah inspirasi hidupku,
Layaknya orang tuaku,
Indah hidupku denganmu,
Aku mencintaimu selalu.
68
KEBAHAGIAAN ITU SEDERHANA
Chelsea Arthalia/8.4
Cari kebahagiaan itu sederhana,
Hari-hari yang bersama keluarga membuatku bahagia,
Esok harinya pun sama dengan hari sebelumnya,
Langit sudah gelap hari berikutnya pun datang,
Saat bahagia aku menjadi tenang,
Enyah semua hal yang membuat sedih,
Aku ingin merasa seperti ini setiap hari.
Aku bertemu dengan teman,
Riang gembira menantiku,
Tidak aku lupa untuk senyum,
Hari-hari yang bahagia akan selalu aku ingat,
Aku ingin membuat yang lain bahagia sepertiku,
Langit menjadi biru yang cerah ketika aku senang,
Indahnya awan-awan pada hari itu,
Aku bahagia bersama keluarga dan teman.
69
LINGKUNGANKU
Kyara Alessia/8.5
Asap sekarang ada di mana-mana,
Lingkungan penuh dengan polusi udara,
Entah sejak kapan kurindu dengan lingkungan bersih,
Selalu kuingat rasanya menghirup udara bersih,
Sesak rasanya hidup di lingkungan ini,
Ingin kuubah lingkungan ini menjadi bersih,
Agar aku bisa menghirup udara segar nan sejuk ini.
70
JANGAN PERNAH MENYERAH
Ravalea/8.6
Mencoba adalah kuncinya,
Ada peluang di setiap sudut,
Isyaratkan sebuah janji untuk masa depan,
Semua kerja kerasmu akan terbayar,
Omongan orang dibuang saja,
Nanti kamu pasti bisa meraihnya.
71
CLARISSA
Clarissa Arthalia Gitulaku/8.7
Cahaya matahari mulai bersinar,
Langit malam berganti pagi,
Angin sejuk berdesir pela,
Rumput hijau pun ikut bergoyang,
Irama rintik hujan perlahan mereda,
Seakan ingin melihat hari yang baru,
Saat jendela terbuka ...,
Alam ikut menyambut hari yang cerah.
72
NEGARA IMPIANKU
Keara Grace/8.7
Korea, oh Korea ingin sekali aku berlibur ke sana,
Efek negaramu terhadapku sangatlah besar,
Andaikan kupunya uang.
Radio hanyalah sumberku melihat negaramu,
Akan kusaksikan awan-awan yang di atasku.
Gara-gara drama, keinginanku untuk ke Korea
meningkat,
Ribuan kilometer terpisah, tetapi negara itu selalu di
pikiranku.
Angin berhembus dari negaraku,
Cara pergi ke negaramu ini sungguh tidak gampang,
Entah harus kukalahkan egoku, pergi ke sana atau
tidak.
73
CLEMENTINE
Clementine/8.8
Ceritakanlah kisahmu,
Lakukanlah hal yang membuatmu senang,
Enyahkanlah segala rasa khawatir,
Mulailah mengejar impianmu.
Esok hari masih ada,
Nasi belum menjadi bubur,
Tinggalkanlah segala rasa khawatir,
Ingatlah perjuanganmu selama ini,
Nantikanlah masa depan cerahmu,
Enyahkanlah rasa takutmu.
74
SAHABATKU
Lois/8.8
Lama kita tak berjumpa,
Oh, rindu sekali diriku,
Ingin sekali bertemu denganmu.
Sahabatku,
Ketika kamu sedih maupun senang,
Aku akan selalu ada untukmu,
Rasanya sepi tanpa adanya kehadiranmu,
Upaya menjalin persahabatan ini tentu tidak mudah,
Namun begitu keadaannya,
Ingatlah selalu,
Aku akan terus menjadi sahabatmu.
75
VALENTINA
Rettanasya/8.9
Virus Corona sangat meresahkan,
Akankah virus ini pergi dari negeriku?
Lama sekali aku menanti,
Entah kapan negeriku akan pulih kembali.
Negeriku yang kucintai ini,
Tak disangka akan mengalami musibah ini,
Indonesia tanah air tercintaku,
Negeriku yang kucinta ini,
Aku harap akan pulih kembali.
76
GURUKU
Sally/8.3
Oh, guruku...,
Engkau selalu mengajariku tanpa mengenal lelah,
Meski sekarang dalam kondisi pandemi,
Semangatmu tak pernah padam.
Oh, guruku...,
Tanpa engkau, aku tak akan bisa mendapatkan ilmu,
Engkau bagaikan pelita yang menerangi pikiranku,
Jasamu akan kuingat selalu, oh guruku.
Oh, guruku...,
Maafkanlah aku yang sering membuatmu naik darah,
Dan terima kasih atas kesabaran dan ilmu yang engkau
berikan,
Engkau merupakan pahlawan di dalam hatiku.
77
GURU
Ayrien DNT/8.4
Tanpa guru,
Tak ‘kan ada pengetahuan,
Tak ‘kan ada masa depan,
Tak ‘kan ada aku yang sekarang.
Guru, oh, guruku….,
Engkau bagaikan lilin,
Di tengah badai,
Engau menerangi jalan kami.
Engkaulah Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Yang terus berjuang,
Demi anak-anak didiknya,
Dan juga untuk negara.
78
SANG PEMBERI ILMU
Naura Angelica/8.4
Engkau pahlawan tanpa jubah,
Engkau membantu kami dalam kegelapan,
Engkau memberikan kami ilmu,
Engkaulah yang memberikan masa depan untuk kami,
Alangkah senangnya bisa kuucapkan semua cinta
untukmu.
Sang lilin yang membakar dirinya untuk menerangi
orang lain,
Walau engkau tak sempurna engkau tetap berusaha,
Memberikan motivasi dirimu untuk kam,i
Niatmu untuk mengajar kami sangatlah dihargai,
Engkaulah pahlawan kami, guru….
79
GURUKU, PAHLAWANKU
Chanel Chandra/8.1
Dari dulu engkau melindungiku,
Engkau juga mau membimbingku,
Aku tahu aku tidak mudah diatur,
Tetapi engkau mau terus bersabar,
Tak ragu lagieng kau sudah seperti orang tuaku,
Orang tua kedua pun juga tak kalah pentingnya,
Engkau juga merupakan pahlawan tanpa tanda jasa,
Akan kukenang kalian ‘tuk slamanya.
Suatu saat ketika aku di luar nanti,
Semoga saja aku tidak mengecewakan,
Semoga aku bisa membalas jasamu,
Dan mengingat pesanmu,
Sebagai pembimbingku, engkau sangat sabar,
Sebagai orang tua, engkau pengertian,
Sebagai sahabat, engkau luar biasa,
Sebagai Guruku, Pahlawanku.
80
PAHLAWANKU
Bianca Patricia/8.1
Mendidikku ...,
Itulah tugasmu,
Mengajarkanku apa itu dunia dan seisinya,
Engkaulah yang mulia, terhormat, dan patut dipuji.
Wahai pahlawanku ...,
Tanpamu tak ‘kan ada masa depan,
Masa depan bangsa ada di tanganmu, wahai guru!
Jika kemerdekaan bangsa didapat dengan bambu
runcing,
Masa depan bangsa kaudapatkan hanya dengan pena
dan tinta!
Guruku ...,
Engkaulah pahlawanku.
81
HARI GURU
Arthania Luna/ 8.4
Di hari guru yang bahagia ini,
Terkenang selalu pengabdianmu terhadap negeri ini,
Berpeluh suka dan duka mengingat pengorbananmu
yang tanpa henti,
Tanpa lara mengadu perjuangan di medan laut ilmu.
Pengetahuan yang selalu kauberikan,
Membuka jalan bagiku di esok hari,
Memberi kecerahan seindah lampu di taman,
Memberi kebahagiaan tanah gersang yang diguyur oleh
hujan.
Selamat hari guru untuk guruku tercinta,
Namamu akan selalu harum semerbak di hatiku bagai
bunga bermekaran,
Memunculkan kebaikan dari sekecil titik kehidupan,
Keringat, peluh, dan pengabdianmu akan selalu
tersimpan dalam samudra kalbu.
82
83