The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by dianbudianto22, 2022-04-03 03:34:02

CGP Dian B

CGP Dian B

GURU PENGGERAK
ANGKATAN 4

CIAMIS-JAWA BARAT

Saya akan memaparkan tentang koneksi antar
materi pada modul 2.3

SDN 1 SUKAMANTRI
Modul 2.3 | 3 Maret 2022

Fasilitator : CEP UNANG WARDAYA

CGP : Dian Budianto PP : Tatan Ridwan

DIANBUDIANTO22@ @P4TKPLB-JABAR WWW.GURUPENGGERAK ANGKATAN 4
GMAIL.COM

A. Pengertian Coaching dan Relevasinya dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah
satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat
pada siswa. Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan
kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses menuntun
yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan
kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan alam dan zaman.

Hal ini sejalan dengan pemikiran sang Maestro Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara
(KHD) dimana menurutnya pendidikan itu adalah ada proses menuntun yang dilakukan guru
untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu
maupun bagian dari masyarakat.

Beberapa pengertian mengenai coaching menurut para ahli, yaitu:

1. Sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja,
pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee
(Grant, 1999).

2. Kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya.
Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada
mengajarinya (Whitmore, 2003).

3. “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi
pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan
mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” (International Coach Federation-
ICF).

Coaching memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk
menggali potensi murid sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang
disepakati bersama. Jika proses coaching berhasil dengan baik, masalah-masalah
pembelajaran atau masalah eksternal yang mengganggu proses pembelajaran dan
dapat menurunkan potensi murid akan dapat diatasi. Mengingat pentingnya proses
coaching ini sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya
memiliki keterampilan coaching. International Coach Federation (ICF) memberikan
acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:

 keterampilan membangun dasar proses coaching
 keterampilan membangun hubungan baik
 keterampilan berkomunikasi
 keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Perbedaan antara Coaching, Konseling, dan Mentoring dalam Konteks Pendidikan

B. Peran Guru dalam Coaching

Peran Guru sebagai coaching hendaknya tidak mengajarkan atau menginstruksikan sesuatu,
tidak juga memberikan saran atau solusi secara langsung. Guru membantu peserta untuk
belajar dan bertumbuh. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengajukan pertanyaan. Tentu
saja bukan sembarang pertanyaan. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu
kesadaran diri dan memprovokasi tindakan kreatif, menciptakan suasana nyaman dan rasa
percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati, dengan demikian diharapkan
guru dapat menuntun peserta didik untuk menemukan solusi di setiap permasalahan dan
meraih prestasi terbaik dengan kekuatan yang dimilikinya.

Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau
pesan dari satu pihak kepihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan

ataupun tanda peraga. Empat unsur utama yang mendasari prinsip komunikasi yang
memberdayakan:

 Hubungan saling mempercayai
 Menggunakan data yang benar
 Bertujuan menuntun para pihak untuk optimalisasi potensi
 Rencana tindak lanjut atau aksi

Empat aspek berkomunikasi yang perlu kita pahami dan kita latih untuk mendukung
praktik Coaching kita.

1. Komunikasi asertif

Berkomunikasi secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang
lain menjadi lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam
pemahaman dari kedua belah pihak. Beberapa tips singkat yang dapat seorang coach
lakukan: menyamakan kata kunci, menyamakan bahasa tubuh dan menyelaraskan
emosi.

2. Pendengar aktif

Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak dan kurang berbicara. Dalam
sesi coaching kita perlu fokus bahwa pusat komunikasi adalah pada diri coachee,
yakni murid kita. Beberapa teknik mendengarkan aktif, sehingga kita mampu
menangkap pesan-pesan yang disampaikan:

 Memberikan perhatian penuh pada lawan bicara kita dalam menyampaikan
pesan.

 Tunjukkan bahwa kita mendengarkan.
 Menanggapi perasaan dengan tepat.
 Parafrase
 Bertanya

3. Bertanya efektif

‘Bertanya’ pada coaching merupakan kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu.
Bukan sekedar jawaban singkat yang diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan
dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum
terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat
mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.

4. Umpan balik positif

Umpan balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang ada pada
coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai umpan balik
yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri.
TIRTA: satu model coaching untuk konteks pendidikan. TIRTA dikembangkan dari
satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW
model. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang
menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan
coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui
model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan praktik coaching di komunitas
sekolah dengan mudah.
TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung
jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita
ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke
hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap
mengalir, tanpa sumbatan.

C. Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional.

Sistem Among yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam perannya bukan satu-
satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra peserta didik untuk melejitkan kodrat
dan irodat yang mereka miliki, apa yang dilakukan?, salah satunya adalah mengintegrasikan
pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan
dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir
kebutuhan individu peserta didik, dalam hal ini “KHD mengibaratkan bahwa guru adalah
petani, dan peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah tanaman
yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda perlakuan
terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering untuk tumbuh
dengan baik”.
Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan,
Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan
kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan
kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang
sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika,
norma sosial dan keselamatan.

Materi pada modul ini berkaitan erat dengan materi-materi pada modul sebelumnya,
yaitu:

1. Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses
pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid
(Tomlinson 2000). Sebelum merancang pembelajaran berdiferensiasi, terlebih
dahulu kita dapat memetakan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan
3 aspek, yaitu aspek kesiapan, minat dan profil murid. Ketiga aspek tersebut dapat
ditelusuri dari murid salah satunya melalui proses coaching. Pembelajaran
berdiferensiasi bertujuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil
dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi
kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal
karena Pembelajaran berdiferensiasi berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar
murid dan guru merespon kebutuhan belajar murid tersebut.

2. Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara
kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak
dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman,
penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan
mencapai tujuan positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4)membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta 5)membuat
keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat
keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses
coaching.

Pembelajaran Sosial-Emosional berbasis kesadaran penuh untuk mewujudkan
kesejahteraan (well-being). Kompetensi Sosial Emosional tersebut yaitu
kesadaran diri (pengenalan emosi), pengelolaan diri (pengenalan emosi dan
fokus), kesadaran diri (empati), keterampilan sosial (resiliensi) dan pengambilan
keputusan yang bertanggungjawab.


Click to View FlipBook Version