The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Flipbook ini berisi mengenai Pengambilan Sampel dan Analisis Data Plankton yang disusun untuk memenuhi tugas praktikum Ekologi Perairan

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ahandydewi, 2021-11-03 00:28:26

Kel1B_Flipbook Plankton

Flipbook ini berisi mengenai Pengambilan Sampel dan Analisis Data Plankton yang disusun untuk memenuhi tugas praktikum Ekologi Perairan

PENGAMBILAN

Sampel
PLANKTON

Kelompok 1B | Praktikum Ekologi Perairan

kelompok

1b

Annisa Handayani D (140410190012)
Angelia Evelyn L(140410190026)
Haitsam Ammar (140410190036)
Risna Octia (140410190054)
I Nyoman NSJ (140410190060)
Atasya Yasmine (140410190070)
Dhiya Sabrina (140410190086)
Hasna Syarifah (140410190104)

PLankton

Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau
mengambang di dalam air. Kemampuan geraknya,
kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme
tersebut selalu terbawa oleh arus (Nontji, 2008).
Secara umum, berdasarkan ukurannya plankton
dikelompokkan menjadi dua macam yaitu plankton non-
net dan plankton net. Plankton non-net adalah plankton
yang diambil menggunakan botol air (nansen atau niskin
bottle), sedangkan plankton net adalah plankton yang
tertangkap oleh jaring.

PLankton

Arinardi (1997) dalam Trimaningsih (2005)
pengelompokan plankton berdasarkan ukurannya
sebagai berikut :

Plankton non-net
1. Ultra nano-plankton yaitu plankton yang memiliki
ukuran < 2 μm. Plankton utama kelompok ini adalah
Bakteri.
2. Nano-plankton yaitu plankton yang memiliki ukuran 2—
200 μm. Plankton utamanya adalah Fungi, Flagellata, dan
Diatom kecil.
3. Mikroplankton yaitu plankton yang memiliki ukuran 20—
200 μm. Plankton utama kelompok ini terdiri atas
sebagian besar fitoplankton, Foraminifera, Ciliata, Rotifera
dan nauplius Copepoda.

Plankton net
1. Mesoplankton yaitu plankton yang berukuran 0,2—200
mm. Plankton kelompok ini adalah Cladocera, Copepoda
dan Larvacea.
2. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 2—20
mm. Plankton utama kelompok ini adalah Pteropoda,
Copepoda, Euphausiid dan Chaetognatha.
3. Mikronekton yaitu plankton yang berukuran 20—200
mm. Plankton utama kelompok ini adalah Cephalopodha,
Eupausiid, Sargestid dan Myctophid.
4. Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran 20 mm.
Plankton utama kelompok ini adalah Scyphozoa dan
Thaliacea.

PLankton

Secara umum, plankton dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan atau
plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani).
Fitoplankton dapat ditemukan di seluruh massa air mulai dari
permukaan perairan sampai kedalaman dengan intensitas
cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis.
Sedangkan zooplankton dapat ditemukan hampir di seluruh
wilayah perairan karena zooplankton memiliki alat gerak (Nontji,
2008).

PLankton

Contoh fitoplankton

Beberapa fitoplankton adalah bakteri,
beberapa protista, dan sebagian besar
adalah tumbuhan bersel tunggal. Di antara
jenis yang umum adalah cyanobacteria,
diatom terbungkus silika, dinoflagellata,
ganggang hijau, dan coccolithophores
berlapis kapur.

Yellow-brown Green flagellates
algae (Halosphaera sp)

(Dictyocha
sp)

Green algae (Hutabarat, 1986)
(Dunaliella

sp)

PLankton

Contoh zooplankton

Jenis zooplankton yang paling penting
termasuk radiolaria, foraminifera, dan
dinoflagellata, cnidaria, krustasea,
chordata, dan moluska.

Krill Jellyfish larva
(Euphausia (Obelia sp)

superba)

Sea butterfly (Hutabarat, 1986)
(Clione

limacina)

PERANAN PLANKTON

Plankton memiliki fungsi ekologi sebagai
produsen primer dan awal mata rantai
dalam jaring makanan, sehingga
plankton sering dijadikan skala ukuran
kesuburan perairan (Soliha & Rahayu,
2018).
Plankton dapat dijadikan sebagai
indikator dari tingkat kesuburan
perairan, yang artinya semakin tinggi
kelimpahan plankton berarti sumber
makanan bagi ikan akan semakin
banyak sehingga sering ditemukan
banyak ikan pada perairan yang
memiliki kesuburan plankton tinggi
(Utomo et al., 2013).
Beberapa jenis zooplankton dapat
dikonsumsi oleh manusia sebagai
bahan makanan(Rahmatiza et al.,
2020).
Selain sebagai bahan makanan,
zooplankton juga dapat digunakan
sebagai umpan (Rahmatiza et al., 2020).

SAMPLING PLANKTON

Sampling plankton secara kualitatif yaitu dengan
cara menarik jala plankton baik secara horizontal
maupun vertikal. Pada perairan yang banyak terdapat
tumbuhan air pencuplikan plankton dapat dilakukan
dengan jala plankton bertangkai. Pada umumnya
pengambilan plankton secara kuantitatif dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut (Wardhana,
2003). Pertama yaitu teknik sampling plankton
menggunakan jala (plankton net). Pencuplikan
plankton dapat dilakukan dengan menyaring air yang
telah diketahui volumenya melalui jala plankton.
Penyaringan dilakukan dengan jala setengah tercelup
di dalam air. Air yang akan disaring dituangkan ke
dalam jala sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding jala (Tangen, 1978). Pencuplikan
plankton juga dapat dilakukan dengan tarikan jala
plankton secara horizontal di bawah permukaan air
atau vertikal. Penarikan dilakukan sedemikian rupa
dengan kecepatan konstan sekitar 10 cm/detik.
Setelah tarikan selesai jala dibilas agar semua
plankton masuk ke dalam botol penampung.
Pembilasan dilakukan dengan cara mencelupkan
secara vertikal jala plankton berkali-kali tanpa
melawati batas mulut jala. Air tersaring dapat
diketahui dengan mengalikan panjang tarikan
dengan luas mulut jala plankton (Sulardiono, 2015).

SAMPLING PLANKTON

Kedua yaitu sampling plankton dengan botol, teknik ini
dapat dilakukan dengan menggunakan botol Kemmerer
atau Nensen. Botol Kemmerer dibuat dari plastik. Botol
dikaitkan dengan tali dan diturunkan sampai kedalaman
yang diinginkan. Pemberat (messenger) kemudian
diturunkan sehingga melepaskan kait tutup yang terbuat
dari karet. Air yang tertampung dalam botol kemudian
disaring dengan jala plankton (Venrick, 1978). Ketiga
yaitu sampling menggunakan pompa. Pompa yang
cocok untuk mencuplik fitoplankton umumnya yang
menggunakan gerakan memutar. Air dari kedalam
tertentu dipompa melalui pipa yang telah diberi tanda.
Pada ujung pipa perlu diberi pemberat agar tetap tegak
lurus. Corong dipasangkan pada saluran masuk pipa
untuk mencegah plankton motil menghindar. Garis
tengah pipa perlu disesuaikan dengan daya hisap
pompa. Air keluaran dari pompa disaring dengan jala
plankton yang dibiarkan sebagian terendam dalam air
untuk mencegah rusaknya plankton. Teknik sampling
terakhir adalah dengan teknik sampling plankton
Continuous Plankton Recorder (CPR). CPR merupakan
salah satu alat pengumpul plankton yang ditarik dengan
kapal. Di dalam alat CPR terdapat dua gulungan jala
dengan mesh 270μ. Selama ditarik kapal sampel plankton
akan tertampung pada jala dan digulung sedemikian
rupa dalam satu tangki berisi larutan formalin. Plankton
yang terkumpul kemudian diangkat untuk dicacah di
laboratorium (Wardhana, 2003).

fungsi & kegunaan alat dan Bahan

Alat dan bahan untuk teknik pengambilan sampling di perairan
dapat disesuaikan dengan kondisi perairannya sungai atau laut,
tapi pada umumnya alat dan bahan yang digunakan adalah
adalah plankton nett, ember plastik berukuran 10 liter, Global
Positioning System (GPS), Flow meter (Geopacks Flow Meter Jenis
MFP 51), kamera digital, mikroskop, Sedgewick-Rafter, pipet tetes,
alat tulis, peta lokasi dan buku panduan untuk identifikasi spesies
plankton (Dewiyanti dkk., 2014). Jala plankton mempunyai bentuk
bermacam-macam, tapi pada umumnya berbentuk kerucut
dengan mulut melingkar dan di ujung jala diberi botol
penampung. Bahan jala umumnya terbuat dari nilon dengan
ukuran mesh tertentu (Wardhana, 2003).

Larutan pengawet

Pemberian bahan pengawet pada sampel dimaksudkan agar
sampel-sampel yang tidak dapat diamati segera setelah
pengambilan sampel, tidak mengalami kerusakan. Jenis-jenis
bahan pengawet yang umum digunakan di lapangan adalah
formalin, larutan Lugol dan larutan Bouin, sedangkan penggunaan
alkohol untuk bahan pengawet plankton jarang dilakukan
(Wiadnyana, 2006).

Larutan formalin memiliki kelebihan yaitu baik digunakan untuk
pengawetan jangka panjang, murah dan mudah diperoleh
(Nontji, 2005), serta efektif digunakan sebagai pengawet
walaupun hanya dalam jumlah sedikit (Cahyadi, 2009.
Sementara, kekurangannya yaitu formalin hanya akan
memberikan afinitas yang lebih baik pada zat warna basa (Atik,
2019).

Menurut Lazim (2013), lugol merupakan pengawet terbaik untuk
plankton karena tidak berpengaruh besar terhadap perubahan
struktur tubuh plankton sebab dapat membunuh organisme dan
mewarnai unsur-unsur sel sel seperti inti, benda-benda kromatoid
dan vakuol mudah dilihat. Namun, lugol dapat membuat larutan
menjadi keruh dan menyulitkan untuk melihat plankton, selain
larutan lugol harus selalu dalam keadaan segar, sehingga harus
dibuat larutan baru setiap hari, serta sensitive terhadap sinar
matahari (Kusmana, dkk, 2015)

Larutan pengawet

Larutan Bouin sebagai pengawet menurut Rusmiatik (2011)
mempunyai kemampuan untuk penetrasi ke dalam jaringan lebih
cepat pada nukleus dan jaringan ikat akan terpulas/terpilin lebih
baik. Selain itu, larutan bouin dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama dan fiksasi dengan larutan bouin menyebabkan
kenampakan sediaan beresolusi tinggi. Namun, larutan bouin
menurut BPPSDMK (2017) rentan membuat sel mengkerut dan

menyebabkan kerusakan sel jika larutan yang diberikan tidak
tepat atau terlalu lama, selain itu dapat menyebabkan objek
berwarna kuning.

Alkohol dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan
formalin (Syahailatua & Pradina, 1996). Namun, penggunaan
alkohol sebagai bahan pengawet ternyata tidak efektif terhadap
pertumbuhan jamur, jamur dapat tumbuh dengan baik meski
dalam konsentrasi alkohol 70% (Suharna & Rahayu, 2000).

PROSES IDENtifikasi

&

PENCACAHAN

Langkah pertama dalam melakukan identifikasi plankton adalah
persiapan alat dan bahan berupa object glass, cover glass, tisu, pipet
tetes, mikroskop, aquades, dan sampel plankton. Prosedur yang perlu
dilakukan, yaitu object glass dan cover glass dibersihkan
menggunakan aquades kemudian dilap searah dengan
menggunakan tisu. Aquades merupakan air hasil penyulingan yang
terbebas dari zat pengotor sehingga bersifat murni dan umum, yang
digunakan untuk membersihkan alat laboratorium dari zat pengotor
(Khotimah, dkk., 2017). Object glass dan cover glass digunakan
sebagai tempat utama menyimpan sampel yang akan diidentifikasi.

Selanjutnya, sampel plankton dikocok perlahan dan diambil
menggunakan pipet tetes lalu diteteskan ke permukaan object glass
sebanyak 1 tetes. Pipet tetes digunakan untuk mengambil cairan
dalam jumlah yang tidak dapat terukur (Yunita dkk, 2016). Kemudian,
object glass ditutup menggunakan cover glass dengan sudut
kemiringan 40° untuk memperkecil keberadaan gelembung udara
yang terperangkap. Setelah preparat siap, pengamatan dapat
dilakukan menggunakan mikroskop, yang berfungsi sebagai alat
untuk membantu kita melihat sel atau organisme berukuran
mikroskopis (Irhami, 2019). Identifikasi dilakukan dengan mengamati
jenis plankton yang terlihat pada mikroskop dan dicocokan dengan
buku identifikasi.

Pencacahan plankton dapat dilakukan menggunakan dua jenis alat
yaitu Sedgwick - Rafter untuk mencacah fitoplankton dan cawan
Bogorov untuk mencacah zooplankton (Sari, dkk., 2014). Untuk
menggunakan alat Sedgwick - Rafter cell dilakukan prosedur yaitu
pertama alat diisi penuh dengan sampel plankton kemudian ditutup
dengan cover glass (tidak ada rongga udara di dalamnya).
Kemudian, Sedgwick - rafter cell berisi sampel diletakkan di bawah
mikroskop. Selanjutnya, cacah jumlah plankton dari 10 lapang
pandang secara teratur dan berurutan. Pada setiap lapang pandang,
jumlah tiap jenis plankton yang dihitung.

ANALISIS DATA

Diketahui suatu sampel plankton diambil dari sebuah perairan
menggunakan plankton net No. 20. Volume air yang disaring (Vd)
adalah 25 L. Sedangkan volume sampel yang tertampung (Vt)
adalah 50 mL. Kemudian data dihitung kelimpahannya dalam
sel/Liter menggunakan Sedgewick Rafter sehingga volume
sampel (Vs) yang digunakan adalah 1 mL.

Rumus yang digunakan menurut APHA (2017) adalah:
N = n x 1/Vd x Vt/Vs

Interpretasi

Perhitungan kelimpahan plankton

(APHA, 2017) :

N = Kelimpahan plankton (sel/L atau

individu/L)

n = Jumlah sel/individu yang diamati

Vd = Volume air yang disaring (L)

Vt = Volume air yang tersaring (mL)

Vs = Volume air yang diamati dalam

Sedgwick Rafter (mL)

Penentuan status trofik berdasarkan komposisi
Landner (1978) dan Goldman & Horne (1994)

Dari data di atas pula dapat dihitung rata-rata kelimpahan
plankton yakni 33,25 sel/L. Dengan demikian, dapat diduga
perairan tersebut bersifat oligotrofik. Kemudian dapat
disimpulkan juga bahwa spesies dengan kelimpahan
tertinggi ada pada spesies nomor 9 yakni Fragilaria sp.
dengan besar kelimpahan 174 sel/L. Sedangkan kelimpahan
terendah ada pada spesies nomor 1 yakni Actinastrum sp.
Hantzschii dengan besar kelimpahan 4 sel/L.

daftar

pustaka

Atik, R. 2019. PERBANDINGAN FIKSASI LARUTAN BOUIN DAN FORMALIN PADA
SEDIAAN PREPARAT HISTOLOGI TESTIS MARMUT. JURNAL KEDOKTERAN, 4(2),
5-9.
APHA. 2017. Standard methods for the examination of water and
wastewater. American Public Health Association (APHA). USA. Washington,
DC, 1193 p.
Arinardi, O.H. dkk. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Cahyadi W. 2009. Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan.
Jakarta: Bumi Aksara
Dewiyanti, G. A.; Irawan, B.; Moehammadi, N. 2014. Kepadatan Dan
Keanekaragaman Plankton Di Perairan Mangetan Kanal Kabupaten Sidoarjo
Provinsi Jawa Timur Dari Daerah Hulu, Daerah Tengah Dan Daerah Hilir.
Article. Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Airlangga.
Goldman CR., dan Horne AJ. 1994. Limnologi. Mc. Graw Hill Book Co.
Amerika Serikat.
Hutabarat, Sahala dan Stewart M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Khotimah, H., Anggraeni, E. W., & Setianingsih, A. 2018. Karakterisasi Hasil
Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi. Jurnal Chemurgy. Vol 1(2): 34-
38.
Kusmana, C., Setyobudiandi, I., Hariyadi, S., Sembiring, A. 2015. Sampling
dan Analisis Bioekologi Sumber Daya Hayati Pesisir dan Laut. Bogor : IPB
PRESS
Landner. 1978. Eutrophication of lakes. Analysis Water and Air Pollution
Research Laboratory Stockholm. Sweden.
Lazim, O. K. 2013. Pemeriksaan Tinja Dengan Sediaan. Journal Tunas Bangsa.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan: Jakarta.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Press.

Rahmatiza, Yetti., Lase, Yulida., Yulmila. 2020. KEANEKARAGAMAN JENIS

PLANKTON DI PERAIRAN PANTAI BALEE DEUDAP PULO ACEH KABUPATEN

ACEH BESAR. Prosiding Seminar Nasional Biotik.

Sulardiono, B.; Hutabarat dan A. Djunaedi. 2015. Buku Ajar Planktonologi.

Universitas Diponegoro, Semarang. 117 hlm.

Soliha, E., & Rahayu, S. S. 2018. KUALITAS AIR DAN KEANEKARAGAMAN

PLANKTON DI DANAU CIKARET, CIBINONG, BOGOR. Ekologia, 16(2), 1-10.

Tangen, K. 1978. Sampling techniques: Net. In: Sournia, A. (ed.).

Phytoplankton manual. UNESCO Paris. p. 50-63.

Trimaningsih, 2005. Pengertian Tentang Plankton Dan Sistem

Pengelompokanya. Warta osenografi, vol XIX, no. 4.

Utomo, Y., Priyono,B., Ngabekti,S. 2013. Saprobitas Perairan Sungai Juwana

Berdasarkan Bioindikator Plankton. Journal Life Sci Unes, 2(1), 2-8.

Wardhana, Wisnu. 2003. Teknik Sampling, Pengawetan, Dan Analisis

Plankton. Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Perikanan. 12 hlm.

Wiadnyana, N. N. 2006. PERANAN PLANKTON DALAM EKOSISTEM PERAIRAN:

INDONESIA, LAUTAN RED TIDE. Berita Biologi, 8(2).

Yunita, W., Cahyono, E., & Wijayati, N. 2016. Pengembangan KIT

STOIKIOMETRI Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Melalui

Pembelajaran Scientific Approach. Journal of Innovative Science Education.

Vol 5(1): 63-72.


Click to View FlipBook Version