The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by megacahyap, 2020-01-31 01:50:37

Hakikat Student Centered Learning

Makalah SCL

Keywords: SCL

HAKIKAT PEMBELAJARAN STUDENT CENTERED
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan dan Prinsip

Pengembangan Kurikulum)
Guru Pengampu:

Dr. Aziz Mahfuddin, M.Pd
Dr. H. Dadang Sukirman, M.Pd

Disusun Oleh:
Mega Cahya Pratiwi 1907051

DEPARTEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM
SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami pada akhirnya
bisa menyelesaikan makalah mata kuliah Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
tepat pada waktunya.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Guru Pembimbing yang telah memberikan
tugas mata kuliah ini sebagai langkah pengembangan ilmu untuk kami. Semoga makalah
dengan judul “Hakikat Pembelajaran Student Centered” ini turut memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan mengenai pengembangan kurikulum bagi kami sebagai penulis juga serta bisa
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami
juga menyadari bahwa makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu
kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi penyusunan makalah dengan
tema serupa yang lebih baik lagi kedepannya.

Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2. Lingkup Bahasan .................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1. Student Centered Learning dari Perspektif Sejarah .................................................. 3

2.1.1. Sejarah Student Centered Learning di Amerika ................................................ 3
2.1.2. Sejarah Student Centered Learning di Indonesia............................................... 4
2.2. Prinsip-Prinsip Student Centered Learning.............................................................. 6
2.3. Perbandingan TCL dengan SCL .............................................................................. 6
BAB 3 PENUTUP........................................................................................................... 9
3.1. Kesimpulan............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 10

ii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang terus berkembang mendorong setiap

manusia untuk dapat bergerak cepat mengikuti arus perkembangan tersebut. Fenomena ini
merupakan salah satu buah dari pendidikan yang bermutu, sehingga tercetak SDM yang kritis
dan inovatif dalam menyikapi suatu masalah diberbagai domain kehidupan. Setiap
permasalahan yang dihadapi mereka kaji secara kritis dan mendalam, dengan
mempertimbangkan berbagai sudut pandang, untuk menemukan solusi yang dianggap paling
tepat. Hal ini mendorong tumbuhnya penemuan-penemuan baru yang berdampak terhadap
berkembangnya IPTEK. Tentunya SDM yang masih menempuh proses pendidikan perlu
dilatih agar menjadi lulusan yang siap terlibat dalam arus perkembangan IPTEK tersebut.

Abad 21 adalah masa dimana IPTEK berkembang dengan sangat pesat dan masif.
IPTEK berkembang karena meluasnya penerapan metode ilmiah dalam upaya memecahkan
suatu masalah yang ada di masyarakat. Perkembangan IPTEK sendiri pun, terutama terkait
teknologi informasi dan komunikasi, turut membantu dalam mempercepat lahirnya beragam
ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi terbaru yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat
dan industri. Masalah tersebut dapat berupa fenomena penyimpangan sosial tertentu,
kesenjangan antara kebutuhan/permintaan dengan ketersediaan, dan sebagainya. Akibanya,
kini telah banyak kepala negara di berbagai belahan dunia yang mulai menyadari bahwa tidak
semua negara memiliki semua yang dibutuhkan masyarakatnya. Karena itu bagi mereka
penting untuk menjalin kerjasama antar negara dalam mengatasi ketidaksanggupan dalam
memenuhi kebutuhan tersebut.

Bentuk kerjasama antar negara yang paling terasa ada di bidang ekonomi, salah satu
contohnya yaitu terbentuknya kesepakatan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) pada
tahun 1994. Disepakati bahwa seluruh negara anggota APEC akan terbuka bagi seluruh
anggota dalam hal perdagangan bebas dan terbuka serta investasi selambat-lambatnya pada
tahun 2020 (AsianLII, 1994). Kesepakatan tersebut akan berimplikasi dengan perekrutan
tenaga ahli, operator, hingga manajer pada semua level di setiap negara anggota APEC. Serupa
dengan APEC, ada pula kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang lingkupnya
sebatas di negara-negara anggota ASEAN. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi
lembaga pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing
untuk bisa memasuki pasar lokal, regional, bahkan global (Rosyada, 2017).

1

Sebagai upaya menyikapi fenomena tersebut, muncul istilah kecakapan abad 21 yang
dimuat dalam kurikulum 2013, dimana kecakapan dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan
sikap diintegrasikan dengan penguasaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi
(Widayat, 2018). Fokus tujuan pendidikan dikelompokkan menjadi tiga bagian yang meliputi
karakter, kompetensi, dan literasi. Melalui penguatan pendidikan karakter, lulusan diharapkan
memiliki karakter beriman dan bertaqwa, cinta tanah air, memiliki rasa ingin tahu, inisiatif,
gigih, mampu beradaptasi, kepemimpinan, bertanggung jawab, serta memiliki alasan dan dasar
yang jelas dalam setiap langkah dan tindakan yang dilakukan. Kompetensi kecakapan abad 21
meliputi berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, kreativitas dan inovasi, serta
kolaborasi. Sedangkan literasi terdiri dari komponen literasi dasar, literasi perpustakaan,
literasi media, literasi teknologi dan literasi visual (PSMA Ditjen Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2017).

Pembelajaran di Abad ke-21 sekarang ini hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan
tuntutan yang ada. Salah satu pembelajaran yang mungkin dapat dilakukan adalah
pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student centered learning (SCL). Pembelajaran
yang berpusat pada siswa berbeda dengan cara tradisional yaitu pembelajaran yang berpusat
pada guru (teacher centered learning – TCL), dalam arti bahwa keduanya mempunyai
pendekatan berbeda dalam isi, instruksi, lingkungan kelas, penilaian, dan teknologi. Hal ini
sejalan dengan karakteristik pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang tertuang dalam
Permendikbud Nomor 103 Tahun 2015.

1.2. Lingkup Bahasan
Makalah ini akan membahas mengenai hakikat student centered learning (SCL) atau

pembelajaran berpusat pada siswa, yang meliputi SCL dilihat dari perspektif sejarah, prinsip-
prinsip dalam sistem pendidikan berbasis SCL, dan perbedaan antara teacher centered learning
dengan student centered learning dilihat dari karakteristik dalam beberapa aspek.

2

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Student Centered Learning dari Perspektif Sejarah
Dilihat dari pengertiannya, Student Centered Learning, merupakan proses

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dalam pengertian lain lain, dalam pendekatan
ini para siswa atau peserta didik menjadi pelaku aktif dalam kegiatan belajar. Student Centered
Learning (SCL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang kini sangat populer di
kalangan praktisi pendidikan di dunia. SCL dipercaya sangat efektif dalam meningkatkan
proses pembelajaran guna meraih hasil belajar peserta didik secara optimal. Ini sesuai dengan
filosofi belajar, bahwa belajar merupakan kegiatan memperoleh pengetahuan baru dimana
semakin banyak pengetahuan didapat peserta didik, semakin besar peluang mereka untuk terus
meningkatkan kualitas sikap dan perilakunya.

Proses belajar terbaik adalah dengan melibatkan para peserta didik untuk mempelajari
materi pelajaran secara aktif. Di saat yang sama, guru juga lebih berperan dalam memfasilitasi
para peserta didiknya belajar. Beberapa fasilitasi tersebut seperti menugaskan melaksanakan
riset, memberi mereka peluang untuk mempresentasikan hasil kajian, berdiskusi dengan peer
group, dan belajar menyimpulkan hasil diskusinya. Proses belajar yang berpusat pada peserta
didik akan terjadi ketika guru dan peserta didik sama-sama aktif belajar. Dalam hal ini, para
peserta didik difasilitasi melakukan eksplorasi bahan-bahan ajar dan mendiskusikan berbagai
informasi yang didapat, sedangkan para guru aktif mendampingi mereka selama proses
tersebut, termasuk mendorong mereka melakukan proses pencarian, diskusi, dan penyimpulan
atas hasil diskusi mereka. Tuntutan guru untuk tetap memegang peranan aktif dalam proses
belajar peserta didik menjadi penegasan bahwa dalam SCL tidak otomatis guru menjadi lebih
santai dan tidak banyak beraktifitas. Sebaliknya, dalam pendekatan SCL guru harus lebih aktif
membaca dan belajar bersama para peserta didik mereka. Dalam SCL, hubungan antara guru
dan peserta didik adalah hubungan antara senior learner dengan junior learner.

Pendekatan SCL telah menjadi bahasan selama beberapa dekade terakhir, Amerika
adalah negara yang memulai pembahasan ini.

2.1.1. Sejarah Student Centered Learning di Amerika
Para ahli teori di abad 19 seperti John Dewey, Jean Piaget, dan Lev Vygotsky, yang

kerja kolektifnya berfokus pada bagaimana siswa belajar, telah menginformasikan langkah
menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa. John Dewey adalah penganjur pendidikan

3

progresif, dan ia percaya bahwa belajar adalah proses sosial dan pengalaman. Dia percaya
bahwa lingkungan kelas di mana siswa dapat belajar untuk berpikir kritis dan memecahkan
masalah dunia nyata adalah cara terbaik untuk mempersiapkan peserta didik untuk masa depan
Gagasan Carl Rogers tentang pembentukan individu juga berkontribusi pada pembelajaran
yang berpusat pada siswa. Rogers menulis bahwa "satu-satunya pembelajaran yang secara
signifikan mempengaruhi perilaku adalah ditemukan sendiri". Maria Montessori juga
merupakan cikal bakal pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana anak-anak prasekolah
belajar melalui interaksi mandiri yang mandiri dengan kegiatan yang disajikan sebelumnya.

Pada tanggal 30 April 1983, Presiden Ronald Reagan menyatakan bahwa “sistem
pendidikan kita, yang pernah menjadi terbaik di dunia, berada dalam kondisi rusak yang
menyedihkan”. Pernyataan tersebut muncul sebagai tanggapan terhadap temuan-temuan yang
menunjukkan tingginya angka buta huruf dikalangan pemuda Amerika, serta penurunan nilai
tes standar dalam membaca, sains, dan matematika. Kegagalan tersebut dipercaya sebagai
akibat dari buah pendidikan yang tidak dirancang untuk mendidik atau memenuhi kebutuhan
semua siswa. Melainkan sebaliknya yaitu untuk mempersiapkan siswa, secara masal, untuk
bekerja dalam industri ekonomi. Desain sistem pendidikan saat itu dipengaruhi oleh konsep
Fredrick Taylor yang berpusat pada peningkatan efisiensi ekonomi dengan mengutamakan
sistem dan mengabaikan individu. Sekolah harus seperti bisnis, maksudnya yaitu harus
berfokus pada efisiensi dan memaksimalkan hasil belajar siswa, yang dapat diperoleh dengan
meletakkan otoritas penentuan konten belajar terpusat dari atas ke bawah. Sehingga semua
peserta didik diperlakukan sama, apapun latar belakang, kemampuan, dan minat mereka.

Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, sudah waktunya bagi pemerintah
untuk merancang sistem pendidikan yang tidak hanya mengatur semua siswa untuk sukses,
tetapi juga adil dalam memenuhi kebutuhan unik mereka. Sistem perlu dirancang dengan
memposisikan siswa sebagai pusat proses pembelajaran, yaitu dengan memperhitungkan minat
siswa, gaya belajar, identitas budaya, dan pengalaman hidup. Dengan serangkaian keadaan
yang unik setiap ruang kelas dan sekolah, tujuan dan strategi pembelajaran tidak ditentukan
oleh pusat, melainkan guru diberi kebebasan untuk menentukannya sesuai kreativitas masing-
masing mengacu pada tujuh prinsip yang akan dipaparkan pada poin 2.2 pada makalah ini.

2.1.2. Sejarah Student Centered Learning di Indonesia
Perubahan dari teacher centered menjadi student centered merupakan hal yang sangat

bermakna bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Terkait dengan perubahan tersebut,
mulai tahun 1971 bidang pendidikan mengembangkan elemen-elemen sistem pendidikan dan

4

pembelajaran, seperti kurikulum, metode pembelajaran, sistem penilaian yang berpusat pada
peserta didik dan berorientasi pada tujuan pendidikan dan pembelajaran (goal oriented).
Pengembangan tersebut awalnya, oleh para pengembang, mengacu pada pendapat Banathy
(1968) dalam bukunya yang berjudul Instructional System Development dengan menetapkan
tolok ukur keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran pada keberhasilan peserta didik
dalam belajar. Hasil pengembangan metode pembelajaran tersebut adalah metode belajar
mengajar yang menggunakan pendekatan sistem yang menjadi dasar implementasi kurikulum
1975 yang terkenal dengan sebutan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Kemudian setelah itu, PPSI ditetapkan sebagai pendekatan dalam pengimplentasian kurikulum
1975.

Peserta didik dinyatakan berhasil dalam belajar apabila telah mampu mencapai tujuan
belajar sekurang-kurangnya 75% dari tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran dirancang,
dikelola, dan dilaksanakan untuk mengaktifkan peserta didik untuk belajar. Peran pendidik
lebih ditekankan pada fungsinya sebagai perancang dan pengelola pembelajaran dan peran
peserta didik dalam belajar dirancang untuk aktif mencari, mengamati, menemukan, dan
mengembangkan pengetahuan secara mandiri. Upaya merealisasi keaktifan belajar peserta
didik digunakan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran, dan hal ini berdampak pada
perkembangan dalam pengembangan kurikulum yang terjadi hingga kurikulum terbaru, yaitu
kurikulum 2013.

Indonesia tanggap atas pengaruh globalisasi dan perkembangan iptek, oleh karena itu
dalam upaya pelaksanaan dan pengembangan pendidikan mengikuti dan menyesuaikan
terhadap perkembangan dan kemajuan zaman. Pada tahun 2015, pemerintah menjadikan SCL
sebagai salah satu prinsip dalam perancangan RPP di pendidikan dasar dan menengah.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Permendikbud no. 103 tahun 2014 tentang pembelajaran
pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, tepatnya pada pasal 3. Pemerintah pun
menerapkan kurikulum 2013 yang berorientasi pada pembelajaran abad 21. Karakteristik
pembelajaran Abad 21 yaitu: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mekanisme pembelajaran
harus terdapat interaksi multi-arah serta menggunakan berbagai sumber belajar yang
kontekstual sesuai materi pembelajaran, (3) peserta didik lebih aktif dengan cara menanya,
menyelidiki, dan menuangkan ide-ide, (4) kegiatan pembelajaran harus memfasilitasi siswa
untuk dapat bekerjasama dengan sesamanya, (5) guru dapat memotivasi siswa, (6) mendorong
siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (PSMA Ditjen Pendidikan
Dasar dan Menengah, 2017).

5

2.2. Prinsip-Prinsip Student Centered Learning
Peran pendidik dalam pendekatan SCL ini adalah sebagai fasilitator yang diberi

kebebasan dalam menentukan strategi pembelajaran di kelasnya, dengan syarat mengacu pada
tujuh prinsip yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan sebagai sumber daya,
bukan rancangan, untuk digunakan oleh pendidik ketika mereka menerapkan dan
mempraktikkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Keputusan tentang bagaimana
prinsip-prinsip ini direalisasikan harus berada di bawah lingkup pendidik yang bekerja paling
dekat dengan siswa. Termasuk dalam menentukan metrik atau alat ukur untuk mengevaluasi
tingkat keberhasilan pembelajarannya. Prinsip-prinsip ini meliputi:
1) Positive realtionships, setiap peserta didik memiliki hubungan dengan orang dewasa dan

rekan sebaya yang peduli, percaya, dan mendorongnya untuk mencapai harapannya yang
tinggi.
2) Whole child needs, kebutuhan biologis, fisiologis, dan keselamatan siswa terpenuhi.
3) Positive identity, siswa memahami dirinya sendiri dan mengembangkan identitas positif
dan rasa memiliki terhadap dirinya sendiri.
4) Student ownership & agency, siswa memiliki kebebasan untuk menggunakan pilihan dalam
mengejar minat, dengan guru berperan sebagai pemandu dan fasilitator.
5) Real-world relevant, siswa memecahkan masalah dunia nyata dan mempelajari
keterampilan yang akan mereka gunakan dalam kehidupan mereka sendiri.
6) Competency progression, siswa mengalami kemajuan belajar dengan menunjukkan
penguasaan dan menerima dukungan sesuai kebutuhan.
7) Anytime, Anywhere, siswa belajar di komunitas, di magang, di akhir pekan, selama
ekstrakurikuler, dll.

2.3. Perbandingan TCL dengan SCL

Pendekatan teacher centered learning dengan student centered learning terlihat pada

karakteristiknya masing-masing ditinjau dari segi materi, lingkungan kelas, penilaian dan

teknologi yang digunakan. Selengkapnya diuraikan pada tabel berikut ini.

Teacher Centered Learning Student Centered Learning

MATERI

Materi dikembangkan dari kurikulum, dan Para siswa belajar topik-topik berdasarkan

semua siswa mempelajari topik yang sama kurikulum dan standar tetapi diijinkan untuk

pada waktu yang sama. memilih sebuah topik belajar.

6

Para siswa mendapatkan akses pada Para siswa mendapatkan akses tak terbatas

informasi yang terbatas, dipilih oleh guru dengan kualitas yang berbeda-beda.

atau perpustakaan sekolah.

Topik-topik belajar biasanya terisolasi dan Para siswa mempelajari materi yang

berdiri sendiri dari satu sama lainnya. memperlihatkan hubungan antar mata

pelajaran.

Para siswa menghafal fakta dan kadang Para siswa mempelajari konsep dan juga

menganalisa informasi secara kritis. fakta, dan sering terlibat dalam analisa

Terdapat fokus yang sedikit dalam tingkat tinggi, evaluasi, dan sintesa dari

mengaplikasikan fakta atau konsep pada berbagai jenis materi. Terdapat penekanan

situasi dunia nyata yang berbeda-beda. pada bagaimana mengaplikasikan konsep

terhadap situasi di dunia nyata.

Para siswa berusaha untuk menemukan Para siswa berusaha untuk mendapatkan

jawaban yang benar. salah satu dari sejumlah jawaban yang benar.

Para guru memilih kegiatan dan memberikan Para siswa memilih bermacam jenis kegiatan

materi sesuai dengan tingkatannya. yang disediakan guru dan seringkali

menentukan sendiri pada tingkat tantangan

mana mereka harus bekerja.

INSTRUKSI

Guru adalah pemberi informasi-orang Guru adalah fasilitator/penghubung-

bijaksana di atas panggung- yang membantu pendamping siswa- yang memberikan

siswa untuk mendapatkan kecakapan dan kesempatan kepada siswa untuk

pengetahuan. mengaplikasikan kecakapan dan

membangun pengetahuan mereka sendiri.

Belajar dimulai dengan sesuatu yang tidak Belajar dimulai dengan pengetahuan yang

diketahui siswa. sudah pernah diketahui sebelumnya.

Mengajar adalah proses yang penuh dengan Mengajar adalah proses membangun.

instruksi.

Para siswa menyelesaikan aktivitas dan Para siswa bekerja pada aktivitas dan proyek

pelajaran pendek yang terlepas di sekitar yang terhubungkan dengan tujuan jangka

materi dan kecakapan tertentu. panjang untuk membangun pengertian

konsep mendalam dan strategi yang berguna.

7

LINGKUNGAN KELAS

Para siswa belajar secara pasif. Lingkungan kelas menggambarkan tempat

bekerja yang hidup dengan berbagai macam

aktivitas dan tingkat keramaian yang tinggi

tergantung pada jenis materi yang sedang

dikerjakan.

Para siswa biasanya bekerja secara individu. Para siswa seringkali dengan teman-teman,

para ahli, masyarakat sekitar, dan para guru.

PENILAIAN

Para siswa mengerjakan ujian kertas dan Para siswa mengetahui sebelumnya

pensil dengan tenang dan individual. bagaimana mereka akan diuji, memiliki

Pertanyaan-pertanyaannya tersimpan rahasia kriteria terhadap materi yang akan dinilai,

sampai waktu ujian sehingga siswa harus menerima komentar dari guru dan teman-

belajar seluruh materi ujian walaupun hanya teman mereka, dan memiliki banyak

sebagian yang akan diuji. kesempatan untuk menilai pekerjaan mereka

sendiri.

Para guru bertanggung jawab penuh atas Guru dan siswa berbagi tanggung jawab

proses belajar mengajar para siswanya. dalam proses belajar mengajar dan

keberhasilannya.

Siswa amat termotivasi untuk mendapatkan Minat dan keterlibatan siswa meningkatkan

nilai yang bagus, untuk menyenangkan guru, motivasi dan usahanya.

dan mendapatkan hadiah.

TEKNOLOGI

Guru menggunakan berbagai macam Siswa menggunakan berbagai macam

teknologi untuk menerangkan, teknologi untuk mengerjakan riset,

mendemonstrasikan, dan menggambarkan berkomunikasi, dan menciptakan

berbagai macam produk. pengetahuan.

8

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pembelajaran di Abad ke-21 sekarang ini hendaknya disesuaikan dengan kemajuan dan

tuntutan yang ada. Salah satu pembelajaran yang mungkin dapat dilakukan adalah
pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student centered learning (SCL). Pembelajaran
yang berpusat pada siswa berbeda dengan cara tradisional yaitu pembelajaran yang berpusat
pada guru, dalam arti bahwa keduanya mempunyai pendekatan berbeda dalam isi, instruksi,
lingkungan kelas, penilaian, dan teknologi. Berikut beberapa ciri-ciri kecakapan abad ke-21 di
berbagai tempat.

SCL pertama kali diperkenalkan oleh para ahli psikologi dan pendidikan di Amerika
pada abad ke-19, seperti John Dewey, Jean Piaget, dan Lev Vygotsky. Dan hingga saat ini
konsep SCL masih diupayakan untuk diterapkan di sistem pendidikan Indonesia. SCL
memberikan kebebasan kepada guru dalam merancang kelasnya sesuai dengan kreativitas
masing-masing, namun dengan tetap mengacu pada tujuh prinsip: (1) positive realtionships,
(2) whole child needs, (3) positive identity, (4) student ownership & agency, (5) real-world
relevant, (6) competency progression, dan (7) anytime, anywhere.

9

DAFTAR PUSTAKA

AsianLII. (1994, November 15). APEC Economic Leaders Declaration of Common Resolve.
Retrieved from APEC Agreements and Declarations:
http://www.asianlii.org/apec/other/agrmt/2aeldocr429/

Budi, S. (2017, Oktober 1). Perkembangan Student Center Learning di Indonesia Tahun 1975
- 2013. Retrieved from SB Official:
http://www.setiawanbudi.com/2017/10/perkembangan-teacher-center-learning-di.html

Ekawati, E. (2011, Oktober 31). Mengembangkan Kecakapan Abad ke-21. Retrieved from
P4TK Matematika: https://p4tkmatematika.org/2011/10/mengembangkan-kecakapan-
abad-ke-21/

Kaput, K. (2018). Evidence for Student-Centered Learning. USA: Education Evolving.

PSMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. (2017). Panduan Implementasi Keterampilan
Abad 21 Kurikulum 2013 di SMA. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Rosyada, D. (2017, Januari 5). Menjadi Guru di Abad 21. Retrieved from UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Official Website: https://www.uinjkt.ac.id/id/menjadi-guru-di-
abad-21/

Widayat, W. (2018, September 28). Implementasi Pengembangan Kecakapan Abad 21 Melalui

Fitur Kelas Maya Portal Rumah Belajar. Retrieved from Pena Rumah Belajar

Kemdikbud: http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2018/09/implementasi-

pengembangan-kecakapan-abad-21-melalui-fitur-kelas-maya-portal-rumah-belajar/

Wikipedia. (2019, Desember 17). Student-centred learning. Retrieved from Wikipedia:
https://en.wikipedia.org/wiki/Student-centred_learning

10


Click to View FlipBook Version