The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Psikologi Pendidikan (Dr. Halim Purnomo) (z-lib.org)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by rasyawiradana, 2022-05-13 03:09:31

Psikologi Pendidikan (Dr. Halim Purnomo) (z-lib.org)

Psikologi Pendidikan (Dr. Halim Purnomo) (z-lib.org)

1

2

Prakata

Pendidikan di Indonesia kini sudah memasuki era milenial, di mana
kemudahan segala akses pembelajaran berbasis digital. Pergeseran dari
fungsi guru sebagai center of teaching menjadi fasilitator pembelajaran
menuntutnya lari cepat untuk mampu adaptasi komunikasi dan informasi.
Pergeseran periodisasi inipun menuntut lembaga pendidikan menyiapkan
kelengkapan pembelajaran sesuai dengan tantangan dan tuntutan. Begitu
juga dalam proses pembentukan peserta didik menjadi jiwa yang pembelajar
dari masa ke masa, sekolah perlu improvisasi secara berkelanjutan mulai dari
menyiapkan SDM yang mumpuni, manajemen serta administrasi sekolah
yang kompetitif. Artinya, lembaga pendidikan yang tidak mampu up date
dengan perkembangan dan perubahan yang begitu cepat landas, maka dengan
sendirinya akan meninggalkan masa kejayaannya. Ada pepatah arab “man
‘arafa bu’da al safari ista’adda” bagi siapa saja yang mengetahui akan
jauhnya perjalanan yang akan dilalui, maka dia harus mempersiapkan diri”.

Tradisi terdahulu siswa yang hebat itu ditandai dengan hebat
kognitifnya. Sekarang konsep itu sudah mulai berpindah seiring
perkembangan waktu. Suksesnya peserta didik di era milenial ini tidak hanya
mampu mengembangkan diri sesuai tuntutan dan tantangan zaman, akan
tetapi memiliki kemampuan kontrol diri sesuai dengan nilai-nilai budaya
local.

Pengaruh positif maupun negatif di era milenial seperti sekarang ini
sudah barang tentu selalu ada di depan mata. Akan tetapi perubahan zaman
inilah yang tidak akan bisa terbendung oleh alat secanggih apapun, karena
kecanggihan alat itu sendiri merupakan produk dari era milenial. Pengaruh
positifnya bisa dalam bentuk perkembangan cara mengkases segala bentuk

3

informasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan pengaruh negatif
era sekarang ini terhadap peserta didik sebagai generasi bangsa akan tergilas
bagi yang tidak mampu berkompetisi dikancah perubahan dan kemajuan.

Selanjutnya, buku ini sengaja disusun dengan bahasa yang mudah
dipahami dengan bumbu-bumbu materi yang kombinatif. Warna-warni
pengembangan era milenial dalam konsep pembelajaran akan terasa pada saat
membaca. Buku ini dapat digunakan sebagai pegangan dosen, guru serta
mahasiswa yang konsen dalam ilmu Pendidikan harapannya agar dapat
menambah wawasan dan pengetahuan terkait pengelolaan Pendidikan secara
umum.

Penyelesaian buku ini sudah barang tentu tidak terlepas dari doa dan
kontribusi tangan-tangan hangat berbagai pihak. Perkenankan penulis
menghaturkan terima kasih khusus kepada Ibu Tercinta di Grinting, Brebes
Hj. Siti Amaliah dan Ibu di Cirebon Hj. E’ah Ruhiyah, beserta kedua
keluarga besar. Selanjutnya terimakasih yang terbungkus dalam kado cinta
dan kasih untuk Istri tercinta Husnul Khotimah Abdi, M. Pd.I yang selalu
direpotkan dengan berbagai aktivitas di rumah demi penulis menyelesaikan
tugas pena ini. Selanjutnya mutiara-mutiaraku Malqie Dzilhani Purnomo (9
tahun) kini kelas 4 SD Muhammadiyah Tamantirto Bantul Yogyakarta,
Ghaisan Nizhami Purnomo (6 tahun) dan Awfa ‘Aheeda Sakhi Purnomo (5
tahun) TK dan Play Group ABA (‘Aisyiyah Bustanul Athfal) Godegan
Tamantirto Bantul Yogyakarta yang selalu menjadi amunisi semangat
mengabdi penulis pada ilmu pengetahuan. Tanpa mereka, penulis tidak akan
bisa berbuat banyak seperti sekarang ini. Selanjutnya terima kasih penulis
persembahkan kepada Rektor dan Direktur Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, dan semua civitas akademika yang selalu
mensupport penulis untuk bisa aktif mengabdi kepada Negeri melalui dunia

4

“pena” ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan ke berbagai pihak
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu semoga tidak mengurangi
hormat dan terima kasih ini.

Selanjutnya tidak ada kata sempurna dari karya pena yang kecil ini.
Masukan dan kritikan dari semua sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan karya ini pada edisi revisi selanjutnya. Semua masukan dan
kritikan bisa disampaikan ke Nomor 081902623209 atau email
[email protected]

Sekali lagi terima kasih dan mohon doa semoga karya pena yang kecil
ini bisa menghadirkan manfaat besar untuk dunia. Aamien.
Mengutip Visi :
Siap dipimpin dan siap memimpin (Ponpes Gontor)

Membaca dan dibaca dunia (SPs UIN Jakarta)
Mendunia dengan karya (Halim Purnomo)

Yogyakata, November 2019

Halim Purnomo

5

Sambutan Direktur Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ُ‫اَل َّسل َا ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ الل ِه َوبَ َر َكا تُه‬
‫ا ْل َح ْمدُ ِللهِ َر ِّ ِب ا ْل َعالَ ِم ْي َن َوال َّصلاَةُ َوال َّسل َا ُم َعلَى أَ ْش َر ِف ْالأَ ْنبِ َيا ِء َوا ْل ُم ْر َس ِل ْي َن‬

‫َو َع َلى اَ ِل ِه َو َص ْحبِ ِه أَ ْج َم ِع ْي َن‬

Pada dasarnya, pendidikan merupakan usaha sistematik yang
direncanakan dan disusun untuk tujuan mengembangkan bakat-bakat dan
potensi-potensi peserta didik melalui proses pembelajaran yang humanis
supaya melahirkan perilaku unggul yang didasari sifat-sifat kemandirian dan
kepribadian (karakter) yang kuat sebagai bekal dalam kehidupan pribadinya
dan kehidupan kesehariannya di masyarakat. Peserta didik diharapkan secara
aktif dapat mengenali dan mengembangkan potensi dan karakter dirinya
dalam bingkai kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan
intelektual dan menghasilkan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukannya.

Diharapkan juga, dalam proses pembelajaran peserta didik mampu
mengikuti desain pembelajaran yang disusun, dan melahirkan sosok manusia
kritis, pembelajar sejati, mengedepankan etika dan memiliki kemandirian
dalam berpikir dan bertindak dalam pengambilan keputusan secara benar
dengan landasan moral dan nilai-nilai keagamaan yang dianutnya. Sehingga,
dalam proses pendidikan ini, peran guru, dosen, fasilitator maupun instruktur
menjadi sangat vital guna memastikan proses pembelajaran dalam memenuhi
target-target keluaran (output) dan capaian (outcomes) dari pendidikan itu
sendiri.

Saat ini, pendidikan berhadapan dengan tantangan dalam era baru yang
dikenali sebagai era milenial atau disebut juga “era disruptif” dari revolusi
industri generasi keempat. Istilah “disruptif (disruption)” ini pertama kalinya

6

muncul dari Clayton Christensen di tahun 1997 dimana gagasan disruption
innovation diperkenalkannya dalam dunia bisnis. Inovasi distruptif memiliki
makna sebagai cara untuk eksis atau bertahan yang tidak hanya
mementingkan kondisi saat ini namun telah mengantisipasi pemasalahan dan
kebutuhan di masa yang akan datang. Pendidikan di era disruptif ini (revolusi
industri keempat) ini bermakna bahwa pendidikan perlu melakukan langkah-
langkah pengembangan dan inovasi dalam proses pembelajarannya yang
membantu menciptakan metode dan pendekatan baru yang pada akhirnya
pendekatan tersebut akan menggantikan metode dan pendekatan pendidikan
terdahulu. Inovasi disruptif dalam bidang pendidikan menuntut gur dan
Lembaga Pendidikan untuk mengembangkan suatu sistem dan pelayanan
pendidikan dengan cara yang tak terduga saat ini di kalayak praktisi
pendidikan, yang pada umumnya dengan menciptakan sistem yang berbeda
dengan yang ada saat ini. Bagaimana peran guru dan Lembaga Pendidikan
untuk dapat menciptakan peluang dalam Sistem Pendidikan dan Proses
Pembelajaran saat ini, dan tetap mampu mencapai target dan tujuan
Pendidikan yang sebenarnya, dengan tetap mengikuti perkembangan
peradaban manusia yang sarat dengan perubahan teknologi secara cepat ?

Buku “Psikologi Pendidikan antara Tuntutan dan Tantangan
Pendidikan Karakter di Era Milenial” yang disusun oleh Dr. Halim Purnomo,
M.Pd.I, Dosen Tetap Program Studi Doktor (S3) Psikologi Pendidikan Islam
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini, secara
lengkap mengupas topik Pendidikan di Era Millenial tersebut. Beliau
mengupas dengan lengkap dan sistematis dari aspek tataran psikologi
Pendidikan, menyajikan point demi point tantangan yang dihadapi di era
Millenial ini, dan secara komprehensif mampu menyajikan tulisan berbobot

7

mengenai aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan oleh guru dan
Lembaga Pendidikan dalam mengembangkan Pendidikan di era Millenial ini.

Atas nama, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, saya menyambut baik diterbitkannya buku ini dimana buku ini
bisa menjadi rujukan di dunia Pendidikan untuk meramu strategi-strategi
pembelajaran dan Sistem Pendidikan yang mampu merespon dengan arif di
Era Disruptif ini. Semoga buku ini juga menjadi amal jariyah bagi Dr. Halim
Purnomo dan menjadi kontribusi nyata pemikiran-pemikiran baru dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Sekali lagi, selamat dan sukses, semoga
menjadi barokah. Amiin.

ُ‫واَل َّسل َا ُم َع َل ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ الل ِه َوبَ َر َكا تُه‬

Yogyakarta, Januari 2018
Direktur Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ir. Sri Atmaja P. Rosyidi, ST., M.Sc.Eng., PG.Cert, Ph.D., P.Eng., IPM.

8

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Penulis
Kata Sambutan Direktur Pascasarjana UMY
Daftar Isi

BAB I PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN 1

A. Selayang Pandang Psikolgi Pendidikan 1

B. Sejarah Psikologi Pendidikan 3

C. Perintis Psikologi Pendidikan 11

D. Psikologi Pendidikan dalam Teori dan Praktek Pendidikan 14

E. Memahami Metode-Metode dalam Psikologi Pendidikan

16

BAB II TANTANGAN PENDIDIKAN

DAN PENGAJARAN DI ERA MILENIAL 23

A. Pendidikan 23

B. Pengajaran 26

C. Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran 29

D. Psikologi Pendidikan dan Perannya dalam Pendidikan 32

BAB III BELAJAR DI ERA MILENIAL 35
A. Belajar dari masa ke masa 35
B. Urgensi Belajar 38
C. Teori Pokok Belajar 39
1. Teori Belajar Behavioristik 40
2. Teori Belajar Kognitif 47
3. Teori Belajar Konstruktivisme 52
4. Teori Humanistik 55
5. Teori Sibernetik 58
D. Proses dan Fase Belajar 59
E. Gaya Belajar 61
F. Faktor yang Mempengaruhi Belajar 65

BAB IV MOTIVASI DAN EVALUASI BELAJAR 82

A. Motivasi Belajar 82

B. Peranan Motivasi Dalam Belajar Dan Pembelajaran 88

C. Pemahaman Teori Motivasi Dengan Pendekatan Multidisipliner 89

D. Evaluasi Belajar 97

9

BAB V MODIVIKASI PENGELOLAAN KELAS 104
A. Pengelolaan Kelas 104
B. Regulasi di Dalam Kelas 106

BAB VI PEMBELAJARAN DI ERA MILENIAL 115

A. Dasar Perencanaan Pembelajaran 115

B. Paradigma Mengajar 118

C. Model dan Metode Pokok serta Strategi dan Tahapan Mengajar122

D. Strategi dan Tahapan Mengajar 143

BAB VII BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF 146

A. Tuntutan Berpikir 146

B. Deskripsi Berpikir Kritis Dan Kreatif 147

C. Proses Berpikir Dan Meningkatkan Usaha Berpikir 152

D. Jenis-Jenis Dan Tingkatkan dalam Berpikir 156

E. Fungsi Berpikir 157

BAB VIII BAKAT DAN INTELEGENSI 159
A. Bakat 159
B. Intelegensi 166
1. Pengertian Intelegensi 166
2. Kajian Intelegensi Menurut Para Ahli 167
3. Macam-Macam Intelegensi 167
4. Macam-Macam Tes Intelegensi 168
5. Faktor-Faktor yang Menentukan Intelegensi 169
6. Ciri-Ciri Perbuatan Intelegensi 170

BAB IX KEPRIBADIAN GURU DI ERA MILENIAL 172
A. Karakteristik Kepribadian Guru 172
B. Fleksibilitas Kognitif Guru 176
C. Keterbukaan Psikologis Pribadi Guru 179
D. Kompetensi Profesionalisme Guru 182

BAB X LUPA, JENUH DAN KESULITAN BELAJAR 200

A. Definisi Lupa 200

1. Faktor Penyebab Lupa 201

2. Cara mengurangi lupa 202

B. Kejenuhan dalam Belajar 204

C. Kesulitan dalam Belajar 207

10

BAB XI PSIKOSIMATIK 215
A. Pengertian Psikosomatik 215
B. Hubungan Emosi dan Badan 219
C. Gangguan dan Gejala Psikosomatik 219
D. Jenis-Jenis Psikosomatik 223
E. Pengobatan Gangguan Psikosomatik 227
F. Pencegahan Gangguan Psikosomatik 228

BAB XII PENUTUP
Daftar Pustaka
Glosarium
Indeks
Bio Data Penulis

11

BAB 1
PSIKOLOGI DAN PENDIDIKAN

A. Selayang Pandang Psikologi Pendidikan
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang arti jiwa dan

“logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti
kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
macam-macam gejala, proses, maupun latar belakangnya. Beberapa
pandangan para ahli mengenai definisi psikologi antara lain:

Singgih Dirgagunarsa berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia. Plato dan Aristoteles lebih
mengedepankan hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir dalam kajian
psikologi. John Broadus Watson, berpandangan bahwa penekanan kajian
psikologis pada tampak lahiriah tingkah laku berdasarkan hasil observasi
yang objektif dari rangsangan dan respons. Sedangkan Woodworth dan
Marquis beranggapan bahwa penekanan psikologi lebih intens pada interaksi
individu terhadap alam sekitar di mana mereka tinggal.

Berdasarkan pandangan para ahli di atas, penulis berpandangan bahwa
penekanan psikologi tetap pada sisi perilaku induvidu, hanya saja berkorelasi
dengan masyarakat dan alam di mana mereka berkomunitas. Artinya, secara
gaya interaksi individu dapat mendeskripsikan perilaku individu itu sendiri
dalam proses beradaptasi. Sehingga psikologi memberikan edukasi
bagaimana menjadi individu yang mampu hidup di mana dan bersama siapa.

Secara umum psikologi berorientasi pada tingkah laku manusia yang
dimulai dari gejala-gela, tindak-tanduk sampai dengan solusi yang dapat
ditawarkan utk persoalan psikologis manusia. Sedangkan pengertian
pendidikan merupakan suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan

12

mewariskan norma dan tingkah laku manusia yang mengarahkan pada
pengetahuan dan memahami dirinya sendiri untuk mempersiapkan bagian
dari masyarakat secara utuh. Dalam konsep lain sebagaimana diungkapkan
oleh Ahmad Tafsir adalah proses memanusiakan manusia.

Konteks ini, psikologi pendidikan merupakan sebuah ilmu yang khusus
mempelajari kejiwaan pada masyarakat pendidikan baik dari mulai input,
proses sampai dengan out put bahkan outcome. Kesuksesan maupun
kegagalan masyarakat pendidikan dapat dilihat lebih khusus dari proses itu
semua. Berikut ini pandangan tentang psikologi pendidikan menurut para ahli
antara lain:

H. C. Whitherington berpendapat bahwa psikologi pemdidikan
merupakan proses-proses dan faktor-faktor sistematis yang berhubungan
dengan input, proses, output dan outcame pada pembentukan jati diri
manusia seutuhnya. Selanjutnya Lester. D. Crow dan Alice Crow
berpendapat Educational psychology can be regarded as an applied science
in that is seeks to explain learning according to scienfitically determined
principles and facts concerning human behavior (psikologi pendidikan dapat
dipandang sebagai ilmu pengetahuan praktis, yang berguna untuk
menerangkan belajar sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan secara
ilmiah dan fakta- fakta sekitar tingkah laku manusia) dan tingkah laku
manusia dengan dunia sekitarnya. Carter V. Good berpendapat lebih spesifik
bahwa Psikologi pendidikan penekanannya pada hakekat belajar. Sedangkan
WS. Winkel S. J., berpendapat secara komprehensif menyangkut prasyarat-
prasyarat bagi peserta didik, jenis belajar dan fase-fase proses belajar.

Jadi determinasi psikologi pendidikan lebih pada proses pembentukan
perilaku individu peserta didik itu sendiri dari mulai dari input, proses, output
serta outcome sehingga mereka ke depannya dapat memaksimalkan potensi

13

yang dimiliki agar mampu beradaptasi dan survive di masa dan di mana
mereka berada.

B. Sejarah Psikologi Pendidikan
Tokoh paling dikenal publik psikologi dalam sejarah start

perkembangan psikologi pendidikan lebih didominasi pria kulit putih, seperti
James, Dewey, dan Thorndike. Hal ini berawal adanya undang-undang dan
kebijakan hak-hak sipil pada 1960-an, hanya ada beberapa non kulit putih
yang berhasil keluar dari rintangan diskriminasi rasial pada kegiatan riset
dibidang psikologi (Bank, 1998). Dua tokoh Amerika keturunan Afrika
(Afrika-Amerika) yang sangat populer dibidang psikologi antara lain Mamie
dan Kenneth Clark, yang pernah menyelesaikan penelitian tentang identitas
dan konsep diri anak-anak di Afrika–Amerika (Clark & Clark, 1939).
Selanjutnya pada tahun 1971, Kenneth Clark menjadi Presiden American
Psychological Association. Pada, 1932, seorang psikolog dari negara Latin,
Goerde Sanchez berkesimpulan bahwa tes kecerdasan secara kultural telah
menjadi bias dan merugikan etnis minoritas dikalangan anak-anak.

Kejadian ini pun dialami oleh minoritas lainnya, minoritas perempuan
yang mengalami berbagai rintangan untuk mendapat jenjang akademik tinggi
merasa kesulitan untuk merasakan hasil riset psikologi sebagaimana dialami
oleh Letta Hollingworth. Dia merupakan orang pertama yang sangat familier
dengan istilah gifted yang dimanfaatkan sebagai alat untuk tes kecerdasan
(Hollingworth, 1916).

Dekade abad ke-20 studi pembelajaran Thorndike digunakan sebagai
panduan bagi psikologi pendidikan. B. F. Skinner dalam pandangan ilmu
psikologi Amerika (1938), pandangan dan ide-ide Thorndike mendominasi
pengaruhnya pada psikologi pendidikan di abad yang sama. Skinner tidak

14

sependapat dengan proses mental menurut James dan Dewey, menurutnya
proses ini tidak dapat diamati sehingga tidak bisa menjadi subyek studi
psikologi ilmiah tentang perilaku yang dapat diamati dan ilmu terkait
kondisi-kondisi yang mengendalikan perilaku. Selanjutnya Skinner (1954)
pada tahun 1950-an mengembangkan konsep programmed learning yang
penekanannya pada tujuan pembelajaran itu sendiri melalu pembiasaan
peserta didik melakukan berbagai langkah pembelajaran. Dia jua
menghasilkan sebuah alat pengajaran yang berfungsi sebagai tutor peserta
didik untuk mengarahkannya pada jawaban yang benar (Skinner, 1958).

Benjamin Bloom menghadirkan taksonomi keahlian kognitif yang
tediri dari pengingatan, pemahaman, synthesizing dan pengevaluasian guru
untuk siswa di kelas sebagai bagian dari konsekuensi keberatannya pada teori
behavioral (Hillgard, 1996, Bloom & Krathwohl, 1956). Sebagai ulasan di
Annual Review of Pshychology (Wittrock & Lumsdaine, 1977) menyatakan
“Prespektif kognitif mengimplikasikan bahwa analisis behavioral terhadap
intruksi sering kali tidak cukup untuk menjelaskan efek dari intruksi terhadap
pembelajaran”.

Keberlangsungan revolusi kognitif pada tahun 1980 an dirasakan
eksistensinya dengan pendekatan psikologi kogitif-memory, pemikiran dan
penalarannya dalam upaya membantu kualitas belajar siswa. Sehingga para
ahli psikologi pendidikan menjelang akhir abad ke-20 kembali menekankan
aspek belajar sebagaimana telah dikembangkan oleh James dan Dewey,
pendekatan kognitif dan behavioral masih eksis menjadi bagian dari
psikologi pendidikan hingga sekarang.

Perkembangan psikologi dari waktu ke waktu mengalami
perkembangan yang pesat. Hal ini dikarenakan tuntutan dan pekembangan

15

keadaan sehingga sebagai suatu ilmu, psikolgi itu sendiri memiliki rangkaian
histori hingga sekarang.

1. Psikologi dipengaruhi oleh filsafat
Para ahli psikologi dahulu adalah juga ahli filsafat bahkan pada

zaman Plato dan Aristoteles, psikologi masih menyatu dengan filsafat
sebagai induk segala ilmu. Berlangsung sejak zaman baru (1800 M)

a. Psikologi Plato
Manusia mempunyai 3 kekuatan utama sebagaimana

diungkapkan oleh Plato (427 s/d 347 SM) yang disebut dengan
istilah “Trichotom”. Kekuatan utama ini terdiri dari kekuatan
yang ada di kepala, kemauan yang ada di dada dan keinginan
yang bersumber dari perut. Dia berpendapat bahwa suatu
kebenaran yang hakiki tidak dapat dicapai dengan suatu yang
tampak oleh indra manusia. Karena segala sesuatu yang
tampak oleh indra adalah bayangan dari hakikat. Adapun yang
hakiki adalah ide. oleh karena pendapat Plato yang demikian
itu maka Plato dipandang sebagai ahli pikir pertama yang
beraliran idealisme dan tokoh Trichotomi.
b. Psikologi Aristoteles
Aristoteles (384 s/d 322 SM), murid Plato, memutuskan
pandangan bahwa makhluk berjiwa di alam ini adalah tumbuh-
tumbuhan, hewan, manusia. Tumbuh-tumbuhan mengandung
jiwa terendah, fungsinya hanya terbatas pada makan dan
berkembang biak. Hewan mempunyai jwa agak tinggi
fungsinya mengindra, menggunakan nafsunya untuk bergerak
dan berbuat. Manusia memiliki jiwa tertinggi fungsinya sangat

16

penting yaitu antara lain yang sangat pokok adalah berpikir
dan berkehendak.
c. Psikologi abad tengah
Tokoh psikologi yang berperan pada abad tengah ini Thomas
Aquino sangat kuat dengan pendapatnya bahwa badan dan
jiwa merupakan dua hal yang satu sama lain saling berkait.
d. Rasionalisme
Tokoh terkenal dengan pemikiran rasionalisme ini adlah
Descrates yang dikenal dengan “Cogito ergosum” yang berarti
“saya pikir, jadi saya ada”. Objek rasionalisme ini terdiri dari
gejala-gejala kesadaran yang menjabarkan tingkah laku
menjadi dua bagian, tingkah laku rasional dan dan mekanisme.
Hubungan antara jiwa dengan tubuh diduga terletak pada
kelenjar pinealis yang terletak di bawah otak.
e. Empirisme
Francis Bacon dan John Lock berkeyakinan bahwa
pengetahuan hanya dapat dicapai melalui observasi dan
pengalaman.
2. Psikologi dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam
Perkembangan psikologi berangsur-angsur melepaskan diri dari
corak pemikiran filsafat dan mengalami perkembangan pesat yang
disebabkan karena pengaruh ilmu pengetahuan terhadap psikologi
sebelum abad 20. Pesatnya perkembangan itu ditandai dengan
menonjolnya pengaruh ilmu pengetahuan alam terhadap psikologi
sebelum abad ke-20 yang terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung.

17

a. Psikologi Asosiasi
Aliran psikologi ini sejak abad ke- 17 merupakan aliran

psikologi yang dipengaruhi secara tidak langsung oleh ilmu
pengetahuan alam khsuusnya fisika. Aliran ini menggunakan
metode analitis sintesis yang berpandangan bahwa alam terdiri
dari elemen-elemen dan terjadi proses penrsenyawaan
berdasarkan hukum-hukum tertentu.

Tokoh penting dari aliran ini antara lain John Stuart Mill
dari Inggris, John Locke dan David Hume. John Stuart Mill
lebih konsen mempelajari ilmu psikologi secara kimia.
sedangkan John Locke mempelajari psikologi asosiasi pada
abad ke-17, kemudian David Hume pada abad ke-18, dan
Hartley pada abad ke-19.

b. Psikologi Unsur (Elemen)
Pada dasarnya aliran psikologi ini masih termasuk

bagian dari kategori psikologi asosiasi karena cara pandangnya
masih bercorak asosiatif. Titik tekan psikologi unsur ini pada
anggapan bahwa jiwa merupakan kumpulan dari unsur-unsur
kejiwaan yang berdiri sendiri, maka beberapa ahli
menggolongkannya sebagai psikologi unsur yang berdiri
tersendiri. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain John Fredrische
Harbert dan Herbart Spencer (abad ke-19).

Menurut pandangannya jiwa terbentuk karena adanya
tanggapan-tanggapan oleh karena itu teori Herbart disebut juga
teori tanggapan. Dua aliran Psikologi yang diuraikan tadi
adalah aliran-aliran yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan

18

alam, baik metode, maupun materi pendapatnya.
Perkembangan psikologi berlanjut terus sehingga
menimbulkan aliran-aliran baru ke dalam psikologi.
3. Psikologi Mulai Berdiri Sendiri
Tokoh yang dianggap sebagai pelopor melepaskan psikologi
dari filsafat dan ilmu pengetahuan alam adalah Willhelm Wundt
(1832-1920) berkebangsaan Jerman melalui pendirian “laboratorium
psikologi” pertama kalinya pada tahun 1875 dan telah disahkan oleh
Universitas Leipzig pada tahun 1886.
Sejak pengesahan laboratorium ini, psikologi telah berdiri
sendiri atau terpisah dari filsafat dan ilmu pengetahuan alam menjadi
ilmu tersendiri. Hal yang mendorong dari upaya ini adalah dari
pandangannya yang berkeyakinan bahwa gejala jiwa tidak dapat
diterangkan berdasarkan semata-mata hanya pengamatan dan
perenungan terhadap proses alam seperti diterangkan dalam
psikologi Fisiologi.
4. Psikologi Abad ke-20
Sejak psikologi menjadi ilmu tersendiri mengalami
perkembangan yang sangat pesat mulai awal abad ke-20 sampai dengan
sekarang. Sejak saat itu bermuncullah aliran-aliran psikologi dengan
beberapa pengikutnya antara lain:
a. Psiko Analisis (Phycho Analysis)
Aliran ini lebih konsen pada kejiwaan yang berada dalam alam
bawah sadar manusia.
b. Psikologi Individual (Individual psychology)
Aliran ini berusaha menyelidiki hidup kejiwaan manusia secara
personal menurut sumber pokok hidup kejiwaannya.

19

c. Psikologi Analisis (Analytics Psychologi)
Aliran ini lebih konsen pada jiwa manusia baik dari segi lapisan
jiwa sadar maupun lapisan tidak sadar.

d. Neo-Freudianisme
Aliran ini mengakui teori yang dikemukakan oleh Freud
mengenai fungsi jiwa, antara lain:
1) Lapisan kesadaran yang memuat hasil pengamatan pada dunia
luar.
2) Lapisan bawah sadar yang memuat hal-hal yang dilupakan,
tetapi dapat muncul dalam lapisan kesadaran bila mendapat
perangsang.
3) Lapisan yang tidak disadari yang berisi kompleks-kompleks
terdesak dan terbagi pula atas 3, yaitu das es (the id), das ich
(the ego), dan das uber ich (the super ego).

5. Psikologi Gestalt (Gestalt Psychology)
Penekanan analisis dari aliran psikologi ini pada totalitas hidup

kejiwaan manusia. Menurutnya bahwa manusia merupakan suatu
kesatuan dan keseluruhan dan kebulatan dalam proses kerja jiwanya.
Ch.V. Ehrenfels merupakan tokoh terkenal yang mengadakan
pengamatan dan memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Kebulatan lebih mengandung arti dibandingkan bagian-bagian.
b. Kebulatan selalu timbul lebih dahulu dibandingkan bagian-

bagian.
6. Psikologi Behaviorisme

Beberapa tokoh behavioris yang menghasilkan teori “Trial dan
Error” dari hasil uji coba kepada kucing. Tingkah laku lahiriah
manusia dan hewan merupakan pandangan yang dibangun dari aliran

20

psikologi ini. Pada akhir percobaannya Thorndike berkesimpulan
bahwa:

a. Binatang belajar dengan trial and error.
b. Hasil coba-coba itu merupakan asosiasi yang kuat untuk

melahirkan kembali gerak seperti yang telah lalu, karenanya
binatang mudah menyesuaikan diri dengan situasi yang sama.
Hal ini disebut dengan “love of effect“. Karena tindakan
binatang percobaannya itu tidak berbeda dengan gerakan
mesin yang pasti maka disimpulkan bahwa jiwa hewan,
demikian pula manusia dalam mempelajari berulang-ulang
akan semakin lancar jalannya.
7. Psiko-Refleksologi (Psycho-Reflexology)
Aliran psikologi ini berpandangan bahwa manusia dan hewan
memiliki kemampuan refleks yang dapat dipengaruhi sedemikian rupa
sehingga dapat digerakkan perbuatan-perbuatannya. Tokoh
berkebangsaan Rusia Ivan Pavlop telah mengadakan penyelidikan
refleksi seekor anjing terhadap perangsang, hasilnya diketahui bahwa
perangsang bersyarat (buatan) dapat menggantikan perangsang yang
sesungguhnya. Selanjutnya pada abad ke-20 psikologi mengalami
perkembangan yang sangat pesat.

C. Perintis Psikologi Pendidikan
William James (1824-1910) pernah memberikan kuliah bertajuk “Talk

to Teacher” tak lama setelah menulis buku ajar psikologi pertamanya yang
berjudul The Principle of Psychology (1980). Hasil diskusi dari kegiatan
kuliahnya, dia mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratotium
sering kali tidak menjelaskan bagaimana efektivitas mengajar anak secara

21

efektif. Selanjutnya hal yang direkomendasikan adalah mulai praktek
mengajar pada jenjang yang lebih tinggi di atas tingkat pengetahuan dan
pemahamannya sehingga dapat mendorong perluasan cakrawala pemikiran
anak. Bidang psikologi pendidikan didirikan oleh beberapa perintis bidang
psikologi sebelum awal abad ke- 20. Ada tiga perintis terkemuka yang
muncul di awal sejarah psikologi pendidikan (Satrock; Edisi Kedua).

1. William James
Tak lama setelah meluncurkan buku ajar psikologinya yang

pertama, Principle of Psychology (1980), William James (1824-1910)
memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talk to Teacher”
(James, 1899/1993). Dalam kuliah ini dia mendiskusikan aplikasi
psikologi untuk mendidik anak. James mengatakan bahwa ekperimen
psikologi di laboratorium sering kali tidak bisa menjelaskan kepada kita
bagaimana mengajar anak secara efektif. Dia menegaskan betapa
pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna
meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu rekomendasinya adalah
mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi di atas tingkat
pengetahuan dan pemahaman anak dengan tujuan memperluas
cakrawala pemikiran anak.

2. John Dewey
John Dewey merupakan tokoh kedua Psikologi Pendidikan yang

perannya sangat berarti pada pembentukan psikologi pendidikan (1859-
1952). Dia membangun laboratorium psikologi pendidikan di Amerika
Serikat dan Universitas Chicago (1894). Karya-karya inovatif dari
pendapatnya tentang anak merupakan pembelajar yang aktif (active
leaner) yang sebelumnya berkeyakinan bahwa para siswa idealnya

22

tetap mendengarkan pelajaran secara massif dan sopan di atas kursi
mereka. Akan tetapi pendapat sebaliknya, Dia percaya bahwa siswa-
siswa yang aktif akan merasakan kenikmatan dalam kegiatan belajar.

Pendapat dan ide-ide Dewey mengarahkan kita pada pendidikan
yang memfokuskan agar siswa secara keseluruhan mampu beradaptasi
dengan lingkungannya dan para siswa tidak hanya mendapatkan
pengalaman akademik saja dari sekolah. Pendapatnya secara khsus,
anak-anak harus memiliki kemampuan memecahkan masalah
belajarnya secara reflektif. Ketiga, bahwa semua anak berhak
mendapatkan pendidikan yang layak untuk menyiapkan masa
depannya. Pada masa pertengahan abad ke- 19 pendidikan belum bisa
dirasakan oleh seluruh masyarakat terutama bagi keluarga miskin.
Sehingga Dewey memperjuangkan agar pendidikan dapat dirasakan
oleh seluruh lapisan masyarakat baik aspek social, ekonomi maupun
etnis.

3. E. L. Thorndike
D. L. Thorndike (1874-1949) merupakan perintis ketiga yang

sangat perhatian dengan penilaian, pengukuran dan perbaikan dasar-
dasar belajar secara ilmiah. Dalam urusan pendidikan anak, dia sangat
mendorong pentingnya kemampuan anak terkait keahlian penalaran
anak. Hal ini dirasakan oleh banyak ahli yang mengatakan bahwa dia
termasuk orang yang expert dibidang studi belajar mengajar secara
ilmiah (Beatty, 1998). Selanjutnya gagasannya yang sangat familier
dikalangan para ahli pendidikan bahwa psikologi pendidikan harus
lebih fokus pada basis ilmiah dan pengukuran (O’Donnell & Levin
2001).

23

E. Psikologi Pendidikan dalam Teori dan Praktik Pendidikan
1) Tiap tingkat perkembangan berbeda karakteristiknya. Setiap tingkat
perkembangan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda-beda
satu sama lain. Apabila seorang guru sudah memahami bahwa pada
setiap tingkat perkembangan karakteristik itu berbeda, maka guru
dalam menyelesaikan tugas mendidik dan mengajar anak
menyesuaikan diri terhadap karakteristik anak didiknya. Dengan
demikian pelajaran guru kepada para siswanya akan berbeda di tiap-
tiap tingkat perkembangan anaknya.
2) Psikologi pendidikan memberikan sumbangan berupa pemahaman
secara alami aktivitas belajar di ruang kelas. Psikologi pendidikan
memberikan bekal kepada guru mengenai proses pembelajaran secara
umum di ruang kelas dan mengembangkan teori yang lebih luas lagi
di ruang kelas. Keberhasilan guru di dalam kelas disebabkan karena
guru itu memahami atau megerti betul tentang karakteristik anak
didiknya tentang karakteristik anak didiknya. Anak didik bukan benda
tetapi merupakan objek yang memiliki pikiran, perasaan dan
kemauan.
3) Psikologi pendidikan memberikan pemahaman mengenai perbedaan
individu. Di dunia ini tidak ada dua atau lebih individu yang sama.
Demikian pula guru dalam tugasnya akan menghadapi para siswa di
dalam kelas dengan berbagai variasai. Dengan demikian guru
hendaknya memberikan pelayanan yang berbeda kepada peserta didik
sesuai dengan karakteristiknya
4) Psikologi pendidikan juga memberikan pemahaman tentang metode-
metode mengajar yang efektif. Psikologi pendidikan memberikan

24

pengetahuan tentang cara psikologis mengajar yang tepat, dan
mengembangkan pola mengajar dengan strategi-strategi baru. Dengan
demkian seorang guru yang telah memahami pengetahuan psikologi
pendidikan akan memahami metode-metode mana yang paling efektif
dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik dan pengajar.
5) Psikologi pendidikan memberikan sumbangan kepada guru sehingga
guru mampu memahami problem anak didik dan memahami sebab-
sebab timbulnya problem. Masalah sesungguhnya berbeda-beda
dalam mengatasinya tergantung kepada tingkat umur, latar belakang
sosial ekonom dan budaya. Pada akhirnya dengan memahami problem
anak didik ini guru dapat membantu anak mengatasi problemnya.
6) Dengan pengetahuan tentang kesehatan mental dalam psikologi
pendidikan, guru akan dapat memahami beberapa faktor yang menjadi
penyebab timbulnya mental mental tidak sehat ataupun maladjusment
sehingga pada akhirnya guru dapat membantu memecahkan masalah
yang dialami oleh para siswanya dan mampu mempersiapkan para
siswanya sehingga memiliki mental yang sehat.
7) Penyusunan kurikulum hendaknya menggunakan prinsip-prinsip
psikologi. Prinsip ini mengatakan bahwa tiap-tiap tingkat umur
berbeda tingkat perkembangnya. Pada setiap tingkat perkembangan.
Materi yang harus diberikan akan berbeda begitu pula teknik
pengajarannya.
8) Pengukuran tentang hasil belajar. Dengan pengetahuan tentang
psikologi pendidikan maka guru mampu mendalami hasil belajar
siswa, metode proses pembelajaran maupun performance para
siswanya.

25

9) Riset psikologi pendidikan menolong di dalam pengembangan alat-
alat pengukur berbagai variabel yang besar pengaruhnya terhdap
perilaku siwa-siwa. Guru dapat mengontrol secara langsung dan
meramalkan tingkah laku para siswanya berdasarkan hasil riset
tersebut.

10) Bimbingan untuk anak-anak luar biasa. Psikologi pendidikan
memberikan sumbangan terhadap cara memberikan layanan kepada
anak-anak luar biasa baik diatas normal maupun di bawah normal.
Pengetahuan psikologi pendidikan sangat diperlukan untuk
memberikan layanan kepada anak-anak yang jenius maupun anak di
bawah normal.

11) Pemahaman tentang dinamika kelompok. Psikologi pendidikan
dikembangkan pula pengetahuan tentang dinamika kelompok seorang
guru harus mampu memahami dinamika kelompok siswa didalam
kelas beserta kegiatannya secara total karena hal tersebut memiliki
pengaruh yang besar terhadap keberhasilan proses belajar dan
pembelajaran.

F. Memahami Metode-Metode dalam Psikologi Pendidikan
Beberapa Psikolog Pendidikan seperti L. D. Crow Ph. D. dan Allice

Crow Ph. D menggunakan metode-metode dalam pengembangan psikologi
pendidikan antara lain: 1) Introspection, 2) Observation, 3) Genetic
approach, 4) Evaluating technique, 5) Experimental method, dan 6)
Statistical analisys.

1. Metode Introspeksi
Para psikolog seringkali menggunakan pendekatan pengamatan,

penilaian dan pengalaman-pengalaman dari diri sendiri terhadap apa

26

yang dirasakan dan proses berfikirnya. Namun belakangan ini para
psikolog menganggap pendekatan-pendekatan tersebut dianggap
relative kurang valid dan reliable. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
emosinya yang seringkali tidak mengedepankan obyektivitas terhadap
tanggapan dan sikap-sikap seseorang di luar dirinya.
2. Metode Instrospeksi Eksprerimental

Metode ini bersifat subyektif dan instrospektif. Maksudnya
adalah setting pelaksanaan metode ini merupakan rekayasa yang
sengaja dibuat mulai dari aktivitas eksperimen maupun suasanya.
3. Metode Ekstrospeksi

Metode ini secara bahasa berasal dari kata extro yang berarti
keluar dan kata spektre (bahasa latin) yang berarti melihat. Jadi dapat
diartikan bahwa metode ini merupakan metode yang ada dalam ilmu
jiwa yang berfungsi menyelidiki dan mempelajari secara sengaja dan
teratur terkait gejala-gejala kejiwaan diri sendiri, selanjutnya
membandingkannya dengan jiwa orang lain agar dapat diambil
kesimpulan yang ditunjukkan dari mimik dan pentomimik orang lain.
4. Metode Pengumpulan Bahan

Metode ini mengarahkan pada proses penyelidikan dan
pengolahan data mulai dari daftar pertanyaan dan jawaban (angket),
bahan-bahan riwayat hidup dan atau bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan apa yang sedang diselidiki. Hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan data yang komprehensif. Metode ini dapat dapat
ditempuh dengan tiga cara, antara lain: a) Angket individu, b) Metode
biografi, c) Metode pengumpulan bahan.

Salah satu metode yang sering juga dipakai untuk memperoleh
keterangan psikologis ialah pengumpulan bahan, yakni suatu metode

27

yang dilaksanakan dengan jalan mengumpulkan bahan, terutama
pengumpulan gambar yang dibuat oleh anak-anak. Mengumpulkan
bahan berupa karangan, gambar, syair dan tulisan guna menyelidiki
keadaan jiwa anak. Metode ini pula difungsikan sebagai alat
pendeteksi keadaan jiwa anak.
5. Metode Angket-Interview

Metode angket-interview merupakan suatu penyelidikan yang
dilaksanakan dengan menggunakan daftar pertanyaan mengenai
gejala-gejala kejiwaan yang harus dijawab oleh orang banyak,
sehingga berdasarkan jawaban yang diperoleh itu, dapat diketahui
keadaan jiwa seseorang.
6. Metode biografi

Metode ini merupakan lukisan atau tulisan perihal kehidupan
seseorang, baik sewaktu ia masih hidup maupun sesudah meninggal.
Metode ini mendorong seseorang untuk menguraikan apa yang
dirasakan, mulai dari suasana diri, keadaan, sikap atau apa saja yang
berhubungan dengan perasaan jiwanya. Tulisan dalam metode ini
terdiri dari : a) buku harian : yakni buku yang isinya catatan harian
yang ditulis sendiri oleh orang yang bersangkutan atau disebut dengan
“autobiografi”, dan b) biografi : yakni riwayat hidup seseorang yang
ditulis oleh orang lain.
7. Metode Eksperimen (Percobaan)

Istilah eksperimen dalam psikologi berarti pengamatan atau
secara teliti terhadap gejala-gejala jiwa yang kita timbulkan dengan
sengaja. Hal ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis pembuat
eksperimen tentang reaksi-reaksi individu atau kelompok dalam suatu
situasi tertentu atau di bawah kondisi tertentu. Jadi tujuan metode ini

28

untuk mengetahui sifat-sifat umum dari gejala-gejala kejiwaan.
Misalnya, mengenai pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, fantasi, dan
lain sebagainya.
8. Metode Klinis

Metode klinis ialah nasihat dan bantuan kedokteran yang
diberikan kepada para pasien, oleh ahli kesehatan. Metode klinis yang
diterapkan dalam psikologi ialah kombinasi dari bantuan klinis medis
dengan metode pendidikan untuk melakukan observasi terhadap para
pasien.

Metode klinis sering digunakan oleh para psikolog (Freud dan
pengikut-pengikutnya) dan psikolog anak. Sebab orang memaklumi
bahwa para penderita gangguan jiwa dan anak-anak kecil, pada
umumnya tidak mampu melakukan instropeksi terhadap dorongan dan
tingkah laku diri sendiri. Pada pelaksanaannya dituntut melakukan
observasi yang ketat terhadap gejala-gejala ketidaksadaran dan gejala
di bawah sadar yang dimanifestasikan dalam aneka tingkah laku yang
tidak umum.
9. Metode Interview

Metode ini difungsikan untuk melakukan penyelidikan dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Seperti pada pertanyaan
angket, jika pertanyaannya secara tertulis, maka jawabannya
dibutuhkan secara lisan. Keuntungan metode ini adalah terjalinnya
secara face to face antara kedua belah pihak sehingga terjalin suasana
kekeluargaan. Selanjutnya metode ini sangat memerlukan keahlian
dibidangnya karena dibutuhkan ketepatan dan latihan khusus.
10. Metode Test

29

Metode ini merupakan metode penyelidikan yang menggunakan
soal-soal, pertanyaan-pertanyaan, atau tugas-tugas lain yang telah di
standarisasikan. Tes dapat dibedakan menurut banyaknya orang yang
dites yaitu: a) Tes perorangan atau juga disebut tes individual, yaitu
tes yang diberikan secara perorangan. Metode Observasi.

Metode ini didasarkan pada proses observasi terhadap obyek-
obyek tertentu disertasi dengan penulisan hasil yang sistematis.
Metode ini dapat dijadikan sebagai alat penyelidikan jika memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. Berorientasi pada tujuan-tujuan penyelidikan.
b. Perencanaannya harus sistematis.
c. Dicatat secara sistematik dan proporsional.
d. Jelas uji validitas, realibilitas, dan ketelitiannya.
11. Pendekatan Genetis

Pendekatan ini oleh para ahli dibidang pertumbuhan dan
perkembangan individu dapat ditempuh dengan dua cara, antara lain:
a. The cross-sectional atau secara horisontal, dan
b. The longitudinal atau secara vertikal.

Metode Cross-Sectional digunakan oleh para peneliti untuk
mendapatkan data-data yang berhubungan dengan prinsip-prinsip
pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan metode longitudinal
digunakan untuk menyelidiki individu mulai dari masa kanak-kanak
sampai dengan masa dewasa secara terus-menerus. Biasanya metode
ini butuh waktu yang lama dan biaya yang mahal. Berikut ini
pendekatan-pendekatan dalam Psikologi Pendidikan antara lain:

➢ Pendekatan Psikologi Sosial membahas perilaku sosial secara
unik.

30

➢ Pendekatan biologis merupakan pengaruh terhadap perilaku
manusia.

➢ Pendekatan teori belajar yaitu menekankan pengalaman masa
lalu seseorang.

➢ Pendekatan teori insentif yaitu psikologi percaya bahwa orang
bertindak untuk memperbesar keuntungan.

Metode-metode sebagaimana disebutkan di atas perlu diperhatikan pula
pengaruh-pengaruh perubahan dari masa ke masa agar metode yang adapun
mengikuti dan dapat mengimbangi seiring kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan bagi kualitas pendidikan saat ini.

31

BAB II
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

DI ERA MILENIAL

Pada awal bergulirnya abad 21 memberikan tantangan sekaligus
peluang tersendiri bagi lembaga pendidikan. Berbagai fenomena dan kejadian
prediktif telah terjadi dan menyangkut segala aspek dan merambah ke seluruh
sudut kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena telah ditopang oleh
perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi informasi yang
kemudian melahirkan dunia baru yang disebut dengan dunia cyber di aman
cyber space society pada gilirannya memunculkan globalisasi dunia yang
menghilangkan skat-skat social, kultural, politis, ekonomis dan geografis.
Dalam hal ini pendidikan sangat memerlukan reposisi-reposisi di segala
bidang. Selanjutnya hanya pendidikan yang revolusioner yang mampu
menciptakan society yang dinamis searah dinamika masa itu yang sedang
terjadi.

A. Pendidikan
Melihat trend-trend pendidikan tidak cukup hanya dengan satu system

kehidupan, tidak pula hanya bisa menekankan pada satu aspek dari totalitas
manusia, sebuah misi yang berkembang pesat pada era millinium sekarang
ini. Oleh karena itu pendidikan harus diarahkan kepada proses menciptakan
manusia yang manusiawi, sanggup berfikir, berkreasi dan berdzikir dari
penyatuan antara kepala, tangan dan hati.

Kata “didik” atau “mendidik” adalah akar dari kata pendidikan yang
secara harfiah artinya memelihara dan memberi latihan. Sedangkan
“pendidikan” merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah sikap dan
perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya pengajaran dan

32

pelatihan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal
dari kata didik yang mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an”, maka
kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara
bahasa definisi, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalaui proses pengajaran dan pelatihan.

Kata pendidikan dalam bahasa arab diistilahkan dengan “tarbiyah”
yang menitik beratkan pada proses persiapan dan pengasuhan manusia pada
fase perkembangannnya dari masa prenatal sampai dengan masa akhir
kehidupannya (Jalal, 1988). Demikian juga dalam kamus Arab-Inggris
Modern disebutkan kata rabba, dan rabbaba, dan tarabba al walada yakni so
foster atau bring up (Elias dan Elias, 1982), artinya memelihara atau
mengasuh anak. Begitu juga dalam bahasa Inggris, yaitu “education” yang
berasal dari kata kerja to educate. Padanan kata ini adalah to civilize, to
develope, artinya memberi peradaban dan mengembangkan. Istilah education
memiliki dua arti, yakni arti dari sudut orang yang menyelenggarakan
pendidikan dan arti dari sudut orang yang dididik. Selanjutnya dari sudut
pendidik, education berarti kegiatan proses memberikan pengetahuan atau
mengajarkan pengetahuan atau lebih disederhakan dengan memfasilitasi
siswa memperoleh pengetahuan. Sedangkan dari peserta didik, education
berarti proses atau perbuatan memeroleh pengetahuan.

Poerbakawatja dan Harahap (1981), Poerwanto (1985), dan Winkel
(1991) memiliki pandangan yang relatif sama bahwa pendidikan merupakan
usaha yang disengaja dan sistematis dalam bentuk perbuatan, bantuan, dan
pimpinan orang dewasa kepada anak-anak agar mencapai kedewasaan, atau
bahsa sederhananya adalah proses pendewasaan diri. Penekanan mereka
dalam proses pendidikan itu harus dilakukan oleh orang dewasa terdidik,

33

sedangkan yang dididik harus orang yang belum dewasa (anak-anak).
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia)
menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: “pendidikan merupakan
tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya”.

Menurut H. Horne “pendidikan merupakan proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah
berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan,
seperti intelektual, emosional, dan kemanusiaan dari manusia”. Pendidikan
menurut John Dewey merupakan proses pembentukan kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar, generasi muda sebagai
generasi penerus dapat menghayati, mamahami, mengamalkan nilai-nilai atau
norma-norma dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan yang melatar belakangi nilai-nilai dan norma-
norma hidup dan kehidupan. Pendidikan menurut Muslich merupakan proses
internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga
membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan
sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai
sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enskulturasi dan sosialisasi).

Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan No. 20 tahun
2003 Pasal 1 butir 1, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

34

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
“pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh pendidik
kepada perkembangan peserta didik untuk mencapai kedewasaannya dengan
tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak
dengan bantuan orang lain”.

B. Pengajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) kata “pengajaran”

berasal dari kata “ajar” yang artinya memberi petunjuk kepada orang lain.
Selanjutnya kata “mengajar” berarti proses memberikan pelajaran, ada juga
juga yang mengartikan “proses perbuatan, cara mengajar dan mengajarkan”
atau istilah-istilah ini dalam bahasa Arab disebut dengan “ta’lim” yang
berasal dari kata “’allama, yu’allimu, ta’liiman”. Padanan kata ini sering kali
disandingkan dengan kata “hadzdzaba” yang diistilahkan oleh Elias dan
Elias (1992) dengan kata “to educate, to train, to teach, to instruct, yakni
proses mendidik, melatih dan mengajar.

Selanjutnya dalam bahasa Inggris istilah “pengajaran” disebut dengan
instruction dan teaching yang berasal dari akar kata to instruct yang artinya
to direct to do something, to teach to do something, to furnish with
information yakni memeberi pengarahn agar melakukan sesuatu yang bersifat
informative. Hal ini sebagaimana telah disepakati istilah tersebut oleh Raber
(1988).

Lain halnya dengan Tardif (1987) yang mengartikan istilah
“instruction” lebih terperinci yaitu: A preplanned, goal directed educational
proccess disigned to facilitate learning. Dia mengartikan dengan penjabaran

35

pengajaran yang merupakan proses pendidikan yang telah dirancang secara
sengaja, terencana dan sistematis yang dirancang untuk mempermudah
proses belajar dan mencapai tujuan. Selanjutnya ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan pengajaran diistilahkan dengan fannu al-ta’lim yang
dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata pedagogy dan pedagogis
yang berarti ilmu mengajar. Pedagogi dan pedagogik merupakan dua kata
yang sama arti, yakni ilmu pengetahuan, seni, prinsip, dan perbuatan
mengajar. Sedangkan orang yang mengaplikasikan pedadogi atau pedagogik
tersebut dikenal dengan nama pedagogi (pedagogue) yang berarti guru atau
pendidik. Alhasil, perbedaan arti pedagogi sebagai pendidikan dengan
pedagogik sebagai ilmu pendidikan yang selama ini kita pahami itu, masih
perlu dipertanyakan kesahihannya.

Pengajaran merupakan aktivitas pembelajaran yang sistematis dan
totalitas diawali dengan perencanaan matang dan diakhiri dengan evaluasi
serta tindak lanjut. Rohani (2004) menjabarkan secara singkat dan
komprehensif meliputi seluruh kegiatan yang secara langsung untuk
mencapai tujuan khusus pengajaran seperti: menentukan entry behavior
peserta didik, rencana pembelajaran, memberikan informasi bertanya, menilia
dan evaluasi akhir bahkan dilengkapi dengan refleksinya. Pakar pendidikan
yang lain menitikberatkan pada proses mengatur, mengorganisasi lingkungan
di sekitar peserta didik untuk dapat melangsungkan proses belajar, pada
proses berikutnya adalah pelaksanaan memfasilitasi siswa untuk dapat
penggalian wawasan dan pengalaman serta pemahaman (Fathurrohman dan
Sutikno, 2007: 9).

Pengajaran dapat dipahami sebagai proses, cara mengajar atau
mengajarkan. Mengajar di sini bukan hanya memindahkan pengetahuan
(transformation of knowledge) dengan hafalan, mengajar tidak direduksi

36

menjadi mengajar saja, tetapi akan lebih efektif jika peserta didik diarahkan
“belajar untuk belajar” (learn to learn) (Freire, 2002: 27). Berdasarkan
uraian ini dapat dipahami secara jelas dan rinci terdapat benang merah antara
“pendidikan” dan “pengajaran”. Lebih spesifik lagi pendidikan merupakan
konsep idealnya, sedangkan konsep operasionalnya adalah pengajaran
sebagai upaya pengembangan potensi dan kemampuan manusia dengan
melakukan berbagai kegiatan mendidik, melatih atau mengajar. Maka dapat
dipahami bahwa kata mengajar di sini bisa diartikan memberi pelajaran.

Paul Suparno menambahkan konsep mengajar dengan membantu
seseorang untuk emmebentuk pengetahuannya sendiri. Menurutnya,
mengajar itu bukan hanya transfer of knowledge melainkan membantu
peserta didik agar mampu mengonstruksi pengetahuannya sendiri melalui
kegiatan fenomena dan objek ilmu yang dipelajari. Sementara menurut Arifin
(1978) mendefinisikan mengajar sebagai suatu rangkaian kegiatan
penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima,
menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.

C. Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran
Pendidikan dan pengajaran bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa

dipisahkan dan satu sama lain saling memberi makna. Menurut Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1
Pasal 1, pendidikan merupakan usaha sadar yang terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif
mengembangkan potensi baik guru itu sendiri maupun siswanya. Pengertian
ini, secara implisit bermakna bahwa pendidikan ini membutuhkan “kehadiran
orang dewasa” dan mampu up date terhadap perubahan baik social, budaya
dan sebagainya. Sehingga pendidik mampu mengarahkan peserta didik

37

memiliki kemampuan “membaca dunia”. Jika masih ada pendidik yang tidak
mampu adaptasi dengan perubahan teknologi dan informasi, maka dengan
sendirinya akan tertelan oleh waktu itu sendiri. Sebab yang dipentingkan
dalam dunia pendidikan dan pengajaran bukan soal usia, melainkan
kemampuan psikologis yang memadai. Selama pendidik memiliki
kemampuan psikologis kependidikan yang dapat dipertanggungjawabkan,
meskipun usianya masih muda atau mungkin jauh lebih muda dari pada yang
dididik, dia tetap berhak untuk diakui sebagai pendidik.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, menafikan
keharusan bahwa yang berhak memperoleh hak pendidikan bukan hanya dari
kalangan anak-anak saja melainkan seluruh tingkatan usia. Penafian ini jelas
dapat dinilai tepat baik ditinjau dari sudut psikologi pendidikan maupun dari
sudut kenyataan lapangan. Dari sudut kenyataan yang ada dan berkembang
dalam tatanan dunia pendidikan modern sekarang, peserta didik bisa saja
terdiri atas berbagai kelompok usia mulai kanak-kanak sampai dewasa,
bahkan kelompok yang mendekati lanjut usia.

Hakikat pendidikan sebagaimana diutarakan oleh para psikolog
pendidikan seperti Chaplin (1971), Tardif (1987), dan Reber (1998) sepakat
bahwa pendidikan merupakan proses pendidikan yang memfasilitasi akses
pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan. Hal ini seirama dengan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1991) yang secara tegas didefinisikan sebagai
tahapan pengubahan sikap dan tingkah laku manusia baik secara individu
maupun kelompok melalui ikhtiar pengajaran dan pelatihan. Pelatihan di sini
dimaksudkan sebagai unsur pelaksanaan proses pengajaran terutama dalam
pengajaran keterampilan ranah karsa.

Selain pengajaran dan pelatihan, untuk melengkapi keduanya sangat
diperlukan adanya bimbingan sebagaimana tercantum dalam pasal didalam

38

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003. Bimbingan merupakan
bagian yang tidak kalah pentingnya dengan pengajaran. Sebuah pengajaran
tanpa bimbingan bukanlah pengajaran yang ideal, karena akan berdampak
terabaikannya penanggulangan kesulitan belajar dan pelaksanaan remedial
teaching.

Selain itu, ada pula beberapa persepsi sumbang yang muncul di
kalangan mahasiswa mengenai hakikat hubungan pendidikan dengan
pengajaran, anrata lain yang paling menonjol adalah:

1. Jauh berbeda dengan pengajaran,
2. Lebih penting dari pengajaran,
3. Karena pengajaran hanya menanamkan pengetahuan ke dalam aspek

kognitif (ranah cipta) dan sedikit memberikan keterampilan
psikomotor, sedangkan aspek afektif (ranah rasa) tak pernah
tersentuh.
Pada komunitas kademik lain memiliki persepsi yang berbeda dengan
pernyataan di atas, boleh jadi pengajaran tidak sama persis dengan
pendidikan tetapi tidak berarti keduanya terdapat jurang pemisah. Jika dilihat
dari konsep ideal boleh saja pendidikan lebih utama dari pengajaran, tapi
harus diingat pendiidkan tidak akan berjalan tanpa ada proses pengajaran.
Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan dengan pengajaran atau
sebaliknya bagaikan dua sisi mata uang yang satu sama lain memiliki peran,
fungsi dan maknanya.
Walhasil, menurut uraian di atas pendidikan dan pengajaran merupakan
aspek atau elemen penting yang tidak dapat dipisahkan, seperti “Dua sisi
mata uang logam yang satu sama lain saling memerlukan”. Pendidikan dan
pengajaran merupakan suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya tidak lain
bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat di

39

mana pendidikan tanpa pengajaran tidaklah akan berhasil. Dalam membentuk
peserta didik yang memiliki kecerdasan, akhlak mulia, kekuatan spiritual,
juga keterampilan tidaklah mudah. Peserta didik memerlukan bimbingan
maupun pengarahan untuk mewujudkan semua itu. Bimbingan dan
pengarahan tersebut biasanya melalui pengajaran. Oleh karena itu,
pendidikan dan pengajaran saling berkaitan satu sama lain. Dalam pendidikan
dan pengajaran ini maka peserta didik akan memahami apa saja yang harus
dilakukan dan apa saja yang seharusnya tidak dilakukan dalam mencapai
pendidikannya itu.

D. Psikologi Pendidikan dan Peranannya dalam Pendidikan di Era
Milenial
Seperti diketahui bahwa manusia yang mengalami proses pendidikan

dan belajar itu memiliki aspek psikologi yang sangat berperan dalam
menentukan keberhasilan proses pendidikan yang dilaluinya. Karena itu,
pengetahuan tentang aspek psikologis yang terdapat dalam diri si pembelajar
merupakan hal yang penting dimiliki oleh setiap pendidik dan calon
pendidik. Hal ini pula seiring dengan perubahan dari generasi A ke generasi
Z atau yang sering kita kenal dengan generasi milenial.

Dalam perspektif Absher dan Amidjaya (2008) generasi milenial
berkisar antara 1982 sampai 2002 dan mengalami google generation, net
generation, generation Z, echo boomers, dan dumbest generation. Tapscott
(2008) menyatakan generasi milenial sering disebut generasi Z dengan ciri
suka dengan kebebasan, senang melakukan personalisasi, mengandalkan
kecepatan informasi yang instan, suka belajar dan bekerja dengan lingkungan
inovatif, aktif berkolaborasi dan hyper technology.

40

Peranan psikologi dalam dunia pendidikan sangatlah penting dalam
rangka mewujudkan tindakan psikologi yang tepat dalam interaksi antara
setiap faktor pendidikan. Pengetahuan psikologi tentang peserta didik
menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan
bagi para guru, bahkan bagi tiap orang yang menyadari dirinya sebagai
pendidik. Psikologi pendidikan mempelajari siswa, belajar, dan mengajar.
Psikologi pendidikan dapat berperan penting dalam mengajar. Psikologi
pendidikan berperan untuk memberikan wacana-wacana solusi terbaik bagi
keberagaman persoalan yang muncul dalam suasana proses belajar mengajar.

Psikologi dalam dunia pendidikan banyak mempengaruhi perumusan
tujuan pendidikan, perumusan kurikulum maupun prosedur dan metode-
metode belajar mengajar. Psikologi berperan dalam memberikan jalan untuk
pemecahan suatu masalah. Selain itu, psikologi pendidikan memberikan
kontribusi kepada pendidik dan calon pendidik untuk meningkatkan efesiensi
proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda-beda. Psikologi pendidikan
berperan sebagai media tindakan psikologis dalam interaksi antara setiap
faktor pendidikan dan mempunyai fungsi untuk mengetahui proses
perkembangan siswa secara psikologis dalam mengikuti belajar. Selain itu,
psikologi pendidikan juga bermanfaat bagi para pendidik. Berikut terdapat
beberapa manfaatnya:

1. Memahami perbedaan siswa.
2. Memilih strategi dan metode.
3. Menciptakan iklim belajar yang kondusif di dalam kelas.
4. Memberikan bimbingan dan pengarahan kepada siswa.

41

5. Mengevaluasi hasil belajar.
Lembaga pendidikan dalam mempersiapkan generasi Z saat ini
diperlukan revolusi berpikir dan inovasi berkelanjutan. Kesuksesan peserta
didik tidak lagi hanya dibebankan pada nilai kognitif belaka, melainkan
bagaimana mereka mampu menjalani dan beradaptasi di era dimana mereka
hidup dengan tetap menjaga mental dan perilaku sebagai orang Indonesia
yang masih sangat kental dengan budaya “orang timur”1. Artinya, sebagai
guru akan merasa bangga ketika dapat menyaksikan para anak didik kita
mampu mengembangkan diri dengan berbagai soft skill yang pernah kita
tularkan kepada mereka saat di bangku sekolah. Istilah inilah yang penulis
lebih suka mengistilahkannya dengan manivestasi kebaikan dan kebajikan.

Kreativitas siswa Upekso.co.id

1 Budaya Bagsa Timur yang terkenal sopan dan ramah, tidak mementingkan diri
sendiri atau individualisme tetapi lebih mengarah kepada kepentingan bersama contoh :
gotong royong. Kabudayaan Bangsa kita seharusnya juga mencerminkan diri kita seperti :
berbicara dengan kata-kata yang sopan,berpakaian yang sopan

42

BAB III
BELAJAR DI ERA MILENIAL

A. Belajar dari Masa ke Masa
Belajar sepanjang hanyat tidak akan pernah terhalang oleh ruang dan

waktu bahkan usia. Hal yang paling populer sering kita kenal dengan istilah
long life education atau dalam Islam disebut dengan “uthlubuu al ‘ilma min
al mahdi ila al lahdi/‫”أ طلبوا العلم من المهد إلى اللحد‬. Periode 10-15 tahun yang
lalu teknik belajarnya mungkin masih secara fisicly dengan membaca buku,
majalah, koran dan lain-lain. Pergeseran dan kemajuan waktu mengarahkan
kita pada kewajiban yang sama untuk tetap mempertahankan kebiasaan
belajar, akan tetapi medianyalah yang membedakan. Saat ini media serba
teknologi. Membaca buku, berita dan apapun yang bisa dibaca sudah tidak
harus lagi dengan bentuk fisiknya akan tetapi berbasis teknologi. Maka
sangat disayangkan jika ada guru dan peserta didik yang mengatakan tidak
memiliki waktu untuk membaca dan belajar.

Salah satu teori generasi yang dikedepankan oleh Martin & Tulgan
(2002) menekankan pada kesamaan tahun kelahiran, umur, lokasi dan
kejadian-kejadian yang dialami kisaran tahun 1978. Berbeda halnya dengan
teori Howe & Strauss (2000) yang menyatakan bahawa generasi Y yang
terlahir kisaran tahun 1982. Sedangkan Parry dan Urwin (2011) lebiih
menekankan generasi lebih dipengaruhi oleh histori-histori yang pernah
dialami. Dapat disimpulkan semua teoriti ini lebih menekankan pada
periodisasi.

Maka guru dan peserta didik yang terlahir mengalami masa millenial
seperti sekarang ini dihadapkan dengan berbagai tantangan dan tuntutan
untuk segera mampu adaptasi dalam menyajikan generasi belajar berbasis
global yang afiliasinya pada teknologi. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh

43

Dill (2015) dan Yanuar Surya Putra (2016) bahwa generasi Z merupakan
generasi global pertama yang selalu berafiliasi dengan informasi dan
teknologi.

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung sumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam
kandungan) hingga liang lahat (long life education). Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku
dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan
tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan
(kognitif) dan keterampilan. Oleh karena itu berdasarkan penelitian tentang
generasi yang disebutkan di atas dapat mendorong guru dan siswa mampu
memanfaatkan sumber teknologi dan informasi sebagai media sumber
belajarnya.

Belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju
perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar
dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang
merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Akan tetapi ada penambahan dari Wang dan Wang (2014) bahwa hasil
belajar siswa juga harus mampu menyelesaikan masalah serta mampu
membuat keputusan dan rencana. Oleh karena itu pergeseran waktu menuntut
guru menyediakan pembelajaran yang bersifat tepat guna, sehingga peserta
didik terdorong untuk eksplorasi pemahaman dan mampu berkreasi sebagai
wujud menjawab masalah yang dialami pada zamannya.

44

Beberapa ahli memiliki pandangan yang berbeda, seperti:
1. Moh. Surya (1997) dalam Ahmad Sudrajat (2005) mengemukakan

ciri-ciri perubahan tingkah laku, antara lain:
a) Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional), b)
Perubahan yang berkesinambungan, c) Perubahan yang fungsional,
d) Perubahan yang bersifat positif, e) Perubahan yang bersifat aktif,
f) Perubahan yang bersifat permanen, g) Perubahan yang bertujuan
dan terarah, h) Perubahan perilaku secara keseluruhan.
2. Menurut Lyle E. Bourne, Jr., Bruce R. Ekstrand
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang
diakibatkan oleh pengalaman dan latihan.
3. Clifford T. Morgan
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang
merupakan hasil pengalaman yang lalu.
4. Dr. Musthofa Fahmi
Sesungguhnya belajar merupakan (ungkapan yang menunjuk)
aktivitas (yang menghasilkan) perubahan-perubahan tingkah laku
atau pengalaman.
5. Guilford
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari
rangsangan.
6. H. C. Witherington dalam Educational Psycology
Belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian.

45

7. Harold Spears
Belajar merupakan proses mengamati, membaca, meniru, mencoba
sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti aturan.

B. Urgensi Belajar
Key term (istilah kunci) dalam aktivitas pendidikan adalah belajar.

Belajar dari alam, belajar dari kehiduoan di masyarakat, belajar dari
pengalaman dan segala jenis belajar akan menjadi tuntutan dan kewajiban
sepanjang waktu. Sungguh ironis ketika ada orang yang berkata “kapan yah
saya sempat belajarnya?”. Sebagai suatu proses, belajar hampir slalu
mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan
dengan upaya pendidikan, misalnya psikologi pendidikan. Karena demikian
pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen
psikologi pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih
luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.

Belajar merupakan bentuk ikhtiar untuk meraih perubahan baik
perubahan cara berpikir maupun pola piker shingga dapat dipastikan dengan
belajar, seseorang belajar proses pendewasaan diri sedikit demi sedikit. Lebih
luas dari itu, dengan belajar manusia akan terbebas dari kemandegan
fungsinya sebagai khalifah fi al ardh. Karena perubahan bagi manusia yang
diperoleh dari hasil belajar akan mendorong mereka untuk mengeksplorasi,
memilih dan menetapkan keputusan-keputusan yang terbaik berdasarkan
analisa ilmunya untuk kehidupan yang lebih bermakna. Betapa pentingnya
belajar bagi peradaban manusia, sampai-sampai Thorndike berpandangan jika
tugas belajar manusia dikurangi setengahnya saja, maka peradaban yang
sekarang dijalani ini tak akan pernah berguna bagi generasi selanjutnya, atau
mungkin telah ditelan oleh zaman.

46

Peran penting belajar sangat menentukan kehidupan sekelompok umat
manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara
bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Bahkan pola
dan tingkah laku seseorang sering kali diwarnai oleh cara dan proses belajar
yang mereka jalani. Hal ini terbukti dari fenomena dan fakta nyata sering kali
disaksikan khalayak mengenai kebijakan seseorang yang mengakibatkan
kerugian bagi orang lain. Sangat dimafhumi bahwa si pembuat kebijakan
sudah barang tentu pernah menjalani proses belajar. Akan tetapi yang perlu
digarisbawahi adalah, bukan karena belajarnya yang menjadi factor utama,
melainkan kebiasaan-kebiasaannyalah yang sering kali membuat seseorang
mengesamapingkannya.

Meskipun seringkali diperlihatkan dengan perilaku-perilaku negative
seseorang yang notabennya pernah menjalankan proses belajar, tapi kegiatan
belajar tetap memiliki arti penting. Alasannya seperti yang telah
dikemukakan di atas mengenai fungsinya sebagai alat mempertahankan
kehidupan manusia. Artinya, dengan ilmu dan teknologi, hasil belajar
kelompok manusia yang tertindas itu juga dapat digunakan untuk
membangun benteng pertahanan. Iptek juga dapat dipakai untuk membuat
senjata penangkis agresi sekelompok manusia tertentu yang mungkin hanya
dikendalikan oleh segelintir oknum, yakni manusia yang mungkin mengalami
gangguan psikologis yang berwatak merusak dan antisosial.

C. Teori Pokok Belajar
Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan

prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah
fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Jadi dapat
dikatakan bahwa Tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses

47

belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-
variabel yang menentukan hasil belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran
berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan
dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Teori pembelajaran
selalu disebutkan sebagai metode pembelajaran, sedangkan teori belajar tidak
ada sangkut pautnya sama sekali dengan metode belajar.

1. Teori Belajar Behavioristik
Merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya

interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan peserta didik
mempunyai pengalaman baru. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus
dan respons. Aplikasi dalam pembelajaran adalah guru memiliki kemampuan
dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran
sehingga hasil belajar peserta didik dapat optimal.

Menurut teori ini, masukan dari guru yang berupa stimulus peserta
didik yang berupa respons. sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan
respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan
suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku.
Faktor lain yang dianggap penting dalam aliran ini adalah faktor penguatan.
Penguatan yang dimaksud di sini adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respons, dengan demikian penguatan merupakan bentuk stimulus
yang penting diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya
respons. Berikut ini tokoh-tokoh teori belajar behavioristik:

1) Edward Lee Thorndike (1874-1949)

48

Seorang pendidik dan psikolog berkebangsaan Amerika,
mengemukakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S)
dengan respons (R). Stimulus merupakan suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respons
merupakan sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang. Teori belajar yang dikemukakan Thorndike
sering disebut dengan teori koneksionisme atau teori asosiasi.

Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam
sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan
antara stimulus dan respons perlu adanya kemampuan untuk
memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau
percobaan-percobaan dan kegagalan-kegagalan terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah trials and learning atau
selecting and connecting learning. Selanjutnya Thorndike
mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respons ini mengikuti hukum-hukum berikut:

a. Hukum kesiapan, semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku maka pelaksaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

b. Hukum latihan, yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan
respons sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk
semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin
sering pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinya

49

asosiasi antara stimulus dan respons yang dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c. Hukum akibat, yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara
stimulus dan respons diikuti oleh suatu kepuasan maka
asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya),
jika suatu proses yang diberikan oleh seseorang terhadap
suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka
kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
2) Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Teori belajar Skinner sering juga disebut sebagai operant
conditioning. Teori skinner ini menyatakan bahwa tingkah laku
responsden: tingkah laku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas,
misalnya kucing berlari ke sana-kemari karena melihat daging.
Adapun tingkah laku operan yaitu tingkah laku yang ditimbulkan
oleh stimulus yang belum jelas/diketahui. Misalnya kucing lari ke
sana-ke mari karena lapar bukan karena melihat daging. Sesuai
dengan dua tingkah laku ini, maka ada dua macam conditioning,
yaitu:
a. Responden conditioning: atau conditioning tipe S, karena
menitikberatkan pada stimulus. Conditioning tipe S ini hampir
sama dengan conditioning klasik Pavlov.
b. Operant conditioning: atau conditioning tipe r, karena menitik
beratkan pada respons. Operan conditioning tipe r ini menurut
Skinner dengan dengan instrumental conditioning dari
Thorndike. Ada dua prinsip umum dalam operan conditioning.
(1). Setiap respon yang diikuti stimulus yang memperkuat reward
(ganjaran) akan cenderung diulangi. (2). Reinforcing stimulus

50


Click to View FlipBook Version