The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

LATAR BELAKANG MASUKNYA JEPANG KE SUMATRA UTARA

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Donna Siregar, 2024-01-26 23:02:57

LATAR BELAKANG MASUKNYA JEPANG KE SUMATRA UTARA

LATAR BELAKANG MASUKNYA JEPANG KE SUMATRA UTARA

Keywords: SEJARAH INDONESIA KELAS SEBELAS

TUGAS SEJARAH DONNA SIREGAR XI IPA¹


LATAR BELAKANG KEPEMERINTAHAN JEPANG DI SUMATERA UTARA Jepang mulai menduduki Sumatera Utara pada tahun 1942 selama Perang Dunia II. Pendudukan Jepang di wilayah ini merupakan bagian dari perluasan kekuasaan Jepang di Asia Tenggara selama perang. Berikut penjelasan lebih lengkap: Pada tahun 1942. Jepang secara militer menginvasi Indonesia yang saat itu masih menjadi jajahan kolonial Belanda. Hal ini terjadi karena Jepang ingin mengendalikan sumber daya alam strategis di wilayah tersebut, terutama minyak bumi, karet, dan logam-logam berharga, yang sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya perang Jepang di Pasifik.


Awalnya, Jepang melancarkan serangan udara dan laut terhadap pulau-pulau Indonesia, termasuk Sumatera Utara. Mereka berhasil mengalahkan pasukan Belanda dan sekutu mereka, yang pada saat itu lemah dan terpecah belah akibat perang global. Seiring berjalannya waktu, pasukan Jepang menguasai sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Setelah menguasai wilayah tersebut, Jepang mendirikan pemerintahan militer dengan nama "Nankai Shitai" atau "Pasukan Angkatan Laut Selatan" untuk mengambil alih administrasi daerah tersebut. Mereka menggantikan pemerintahan kolonial Belanda yang sebelumnya berkuasa. Selama pendudukan Jepang, mereka mencoba untuk memperkenalkan dan menanamkan ideologi serta budaya Jepang kepada penduduk Sumatera Utara. Hal ini meliputi promosi bahasa Jepang, nilai-nilai Jepang, dan budaya Jepang.


Pendudukan Jepang di Sumatera Utara berlangsung hingga berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 ketika Jepang menyerah kepada Sekutu. Setelah itu, wilayah ini mengalami transisi ke pemerintahan Belanda yang baru. Pendudukan Jepang di Indonesia, termasuk Sumatera Utara, merupakan periode bersejarah yang membawa dampak besar pada masyarakat dan administrasi di wilayah tersebut. Selama masa pendudukan Jepang di Sumatera Utara selama Perang Dunia II, sistem pemerintahan mengalami perubahan yang signifikan. Pendudukan Jepang di wilayah ini berlangsung dari tahun 1942 hingga 1945, dan mereka mendirikan pemerintahan militer dengan nama "Nankai Shitai" atau "Pasukan Angkatan Laut Selatan" untuk mengambil alih


administrasi daerah tersebut. Berikut adalah penjelasan lebih lengkap mengenai sistem pemerintahan pada masa itu: Latar belakang pendudukan Jepang di Sumatera Utara selama Perang Dunia II dapat dijelaskan melalui beberapa faktor dan tujuan strategis yang menjadi motivasi hagi Jepang.. Berikut adalah latar belakang utama pendudukan Jepang di Sumatera Utara 1. Sumber Daya Alam: Salah satu faktor utama adalah sumber daya alam yang melimpah di Sumatera Utara, terutama minyak bumi, karet, dan logam-logam berharga. Jepang sangat membutuhkan sumber daya ini untuk mendukung perang mereka di Pasifik. Penaklukan dan pengendalian wilayah ini memungkinkan mereka mengamankan pasokan sumber daya alam yang strategis.


. Ekspansi Kekuasaan: Jepang sedang dalam proses ekspansi kekuasaan di Asia Tenggara selama Perang Dunia 11. Mereka ingin menguasai wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh negaranegara Barat, termasuk kolonial Belanda di Indonesia. Pendudukan Sumatera Utara merupakan bagian dari upaya mereka untuk memperluas pengaruh dan kendali di Asia Tenggara 3. Kontrol Ekonomi: Dengan menduduki Sumatera Utara, Jepang dapat mengendalikan ekonomi wilayah tersebut dan mengambil alih pemasaran serta ekspor hasil-hasil pertanian dan perkebunan yang ada di sana, seperti katet dan minyak sawit. Hal ini memberikan Jepang kekuatan ekonomi yang signifikan selama periode pendudukan.


4. Pemotongan Jalur Pasokan Sekutu Pendudukan Sumatera Utara memungkinkan Jepang untuk memotong jalur pasokan dan komunikasi yang dimiliki oleh Sekutu di wilayah Asia Tenggara. Hal ini menghambat upaya Sekutu untuk melawan dan merebut kembali wilayah-wilayah yang telah diduduki oleh Jepang Dengan menggabungkan faktor-faktor ekonomi dan strategis ini, Jepang memotivasi pendudukan Sumatera Utara selama Perang Dunia II. Mereka mendirikan pemerintahan militer di wilayah ini dan memanfaatkan sumber daya alam serta kekuatan ekonominya untuk mendukung perang mereka hingga berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945.


Informasi yang dihimpun Media ini, Tentara Jepang yang mendarat di Sumatera. adalah tentara XXV yang berpangkalan di Shonanto yang lebih dikenal dengan nama Singapore, tepatnya mereka mendarat tanggal 11 malam 12 Maret 1942. Pasukan ini terdiri dari Divisi Garda Kemaharajaan ke-2 ditambah dengan Divisi ke-18 dipimpin langsung oleh Letjend. Nishimura. Ada empat tempat pendaratan mereka ini yakni Sabang. Ulele. Kuala Bugak (dekat Peurlak Aceh Timur sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batubara sekarang). Ketika peralihan kekuasaan Belanda kepada Jepang Kota Medan kacau balau, orang pribumi mempergunakan kesempatan ini membalas dendam terhadap orang Belanda. Keadaan ini segera ditertibkan oleh tentara Jepang dengan mengerahkan pasukannya yang bernama Kempetai (Polisi Militer Jepang).


Dengan masuknya Jepang di Kota Medan keadaan segera berubah terutama pemerintahan sipilnya yang zaman Belanda disebut Gemeente. Bestuur oleh Jepang dirobah menjadi Medan Sico (Pemerintahan Kotapraja). Yang menjabat pemerintahan sipil di tingkat Kotapraja Kota Medan ketika itu hingga berakhirnya kekuasaan Jepang bernama Hoyasakhi. Untuk tingkat keresidenan di Sumatera Timur karena masyarakatnya heterogen disebut Syucokan yang ketika itu dijabat oleh T.Nakashima, pembantu Residen disebut dengan Gunseibu. Penguasaan Jepang semakin merajalela di Kota Medan mereka membuat masyarakat semakin papa, karena dengan kondisi demikianlah menurut mereka semakin mudah. menguasai seluruh Nusantara, semboyan saudara Tua hanyalah semboyan saja. Disebelah Timur Kota Medan yakni Marindal sekarang dibangun Kengrohositai sejenis pertanian kolektif. Dikawasan Titi Kuning Medan Johor sekarang tidak jauh dari lapangan terbang Polonia sekarang mereka membangun landasan pesawat tempur Jepang


Bahkan terdapat peninggalan Jepang di Medan yaitu bunker. Bunker tempat gudang persenjataan dan amunisi peninggalan Kekaisaran Jepang ini kian terlupakan dan tidak diperhatikan. Kondisinya masih berdiri kokoh merupakan sisa peninggalan perang dunia ke dua, saat Jepang menghimpun kekuatan demi menghalau pihak Sekutu saat itu.


Bunker ini terletak di kawasan Sei Sikambing. Medan, tepatnya di depan kampus Universitas Panca Budi. Sayangnya semakin pesatnya pertumbuhan penduduk, bunker ini kian terancam dengan pemukiman di sekitarnya. Untuk itu bangunan ini perlu menjadi cagar budaya. Selain itu juga kependudukan Jepang berpengaruh terhadap Masyarakat lokal di SumateraUtara, misalnya warga Karo. Di kresidenan Sumatera Timur masih terdapat pemerintahan raja-raja seperti pemerintahan Zelfbestuur-Landschap di Zaman Belanda. Raja- raja ditugaskan untuk membantu pelaksanaan politik pemerintahan Jepang


Demikian pula di Tanah Karo, pada mulanya kepala pemerintahan Jepang hanya campur tangan jika perlu saja. tetapi akhirnya segenap lapisan dan golongan masyarakat baik rajaraja, pegawai dan rakyat berangsur-angsur menuju kearah kepemimpinan Jepang. Hal itu mengakibatkan kewibawaan masyarakat makin berkurang. Badan-badan yang dibentuk Jepang untuk membantu perang Asia Timur Raya dan badan-badan perwakilan yang dipersiapkan untuk menyambut kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari beberapa lapisan dan golongan makin lama kian besar pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat menggantikan pengaruh raja-raja. Beberapa diantara kebutuhan pemerintahan militer Jepang di Tanah Karo selama ia menduduki daerah itu, 1942-1945, antara lain dapat disebut berikut


Pengumpulan keperluan pangan/padi dari penduduk Pengumpulan sayur-sayuran melalui unit-unit distribusi disetiap desa dengan harga amat murah, malah kalau perlu dibon saja. Mengambil paksa dengan harga sangat murah hewan peliharaan penduduk seperti ternakbabi, ayam, kuda dan lain-lain. Pengrekrutan anggota masyarakat terutama pemuda untuk diseleksi menjadi anggota. Sukarela Gyugun, Heiho, guru sekolah. Juga latihan massal kepada penduduk untuk bersiap menghadapi sekutu Inggris-Amerika (Belanda tidak masuk dalam lingkungan mereka) seperti juga menjadi anggota Keibodan (Kepolisian). Talapeta dan Kyodo Buedan Pengambilan seseorang menjadi tenaga kerja paksa/romusa, berdasar instruksi pemerintah militer Jepang, dilakukan oleh para Penghulu Kesain di suatu kampung.


Ketika itu anggota Romusha dari Tanah Karo dikirim ke Tanjung Tiram membuat garam. Siapa saja yang menjadi anggota Komusha, sekembalinya dari Tanjung Tiram, badannya persis seperti tengkorak hidup dengan pipi gemuk kena penyakit biri-biri. Disebabkan pemerintahan militer Jepang sangat keras apalagi disertai Institusi Kempetai (Polisi Militer) yang luar biasa kejamnya terhadap siapa saja, baik kepada penduduk demikian juga kepada aparatur pemerintahan swapraja entah Sibayak, Raja Urung ataupun Pengulu, dapat dikatakan roda pemerintahan militer Jepang lancar. Sebab siapa yang mencoba mengelak dari kebijakan Jepang, pasti Kempetai bertindak habis- habisan. Contohnya dapat dikemukakan antara lain adalah terhadap Raja Urung Lima Senina. Boncar Bangun dan terhadap para tukang sihir, tukang racun (peraji-aji).


Raja Urung Lima Senina Boncar Bangan, yang menurut laporan bersalah ditahan, lalu disiksa habis-habisan di Kabanjahe, oleh Kempetai Jepang. Diayun, dipukul karet, dipompadengan air perutnya melalui mulut, lalu diinjak-injak dan lain sebagainya. Menyebabkan Raja Urung yang sudah tua uzur, meninggal dalam siksaan Kempetai Jepang tahun 1944 Para tukang sihir, tukang racun dan pencuri kakap, ditangkapi oleh Kempetai Jepang. Juga disiksa habis-habisan antara lain juga dalam bentuk hukum jari dan kaki dicabuti dengan kakaktua, rokok menyala dimasukkan ke dalam lubang hidung, badan disayat sedikitsedikit lalu dituang dengan air jeruk dan garam. Para penderita pasti menggelepar, lemas tak sadarkan diri, malah ada yang mati begitu saja.


Di samping itu, untuk memperkuat pemerintahan Jepang di bidang pertahanan, Jepang membentuk Talapeta (Taman Latihan Pemuda Tani), BOMPA (Badan Untuk Memenangkan Perang Asia Timur Raya), HAIHO (Pasukan Pembantu Tentara Jepang) dan GYUGUN sama dengan PETA di Jawa. Tokoh-tokoh penting disini yang dilatih sebagai Kadet adalah Djamin Ginting, Nelang Sembiring. Hom Ginting Suka, Selamat Ginting. Tampak Sebayang. Nas Sebayang, Bangsi Sermbiring. Pala Bangun. Semin Sinuraya, Basingen Bangun. Kesemua tokoh ini pada tahun 1945 telah menjadi pemimpin-pemimpin pasukan yang menonjol. Namun badan-badan ini tidak berumur panjang sehab pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu setelah sekutu menjatuhkan bom di Hirosima


dan Nagasaki. Dan dua hari setelah penyerahan Jepang, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Peristiwa yang cukup penting di zaman penjajahan Jepang di Tanah Karo adalah pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat kresidenan Sumatera Timur yang terdiri dari berbagai golongan yang disebut Syu Sangikai di awal 1945. Dari Tanah Karo yang ditunjuk sebagai anggota dewan adalah Djaga Bukit dan Ngerajai Meliala. Dewan ini sempat bersidang beberapa kali di Medan sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu Sebelum itu, pada tanggal 15 Juni 1945 Pemerintah militer Jepang telah mengangkat Ngerajai Meliala sebagai kepala Pemerintahan kerajaan-kerajaan Pribumi di Tanah Karo. Dengan posisi itu. Ngerajai Meliala merupakan kepala Pemerintahan Tanah Karo pertama yang memhawahi langsung Pemerintahan Swapraja Pribumi Landschaap (Sibayak) dalam berurusan dengan pemerintahan militer Jepang yang saat itu dipimpin oleh K. Fukuchi di Tanah Karo.


Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, jabatan kepala pemerintahan di Tanah Karo masih dipegang oleh Sihayak Ngerajai Meliala. Jabatan itu baru berakhir setelah terjadi Revolusi sosial di Sumatera Timur pada tahun 1946. Revolusi sosial itu terjadi akibat desakan rakyat terhadap penghapusan sistem pemerintahan Kerajaan Sibayak Sultan yang dipimpin secara terus menerus. Berakhirnya pemerintahan Jepang di Sumatera Utara pada akhir Perang Dunia II melibatkan serangkaian peristiwa yang mencakup perang, peralihan kekuasaan, dan akhirnya, penyerahan Jepang Berikut penjelasan lengkap tentang jalan berakhirnya pemerintahan Jepang di Sumatera Utara dan hasilnya:


1. Perang Pasifik dan Kemunduran Jepang: Selama perang, Jepang berjuang di berbagai front, termasuk di Pasifik. Setelah kekalahan Jepang dalam pertempuran-pertempuran kunci seperti Pertempuran Midway dan Pertempuran Laut Filipina, kekuatan Jepang mulai melemah. 2. Penyerahan Jepang Pada tanggal 15 Agustus 1945. Kaisar Hirohito dari Jepang mengumumkan penyerahan Jepang kepada Sekutu melalui siaran radio. Ini dikenal sebagai Deklarasi Penerimaan Potsdam. Penyerahan Jepang ini mengakhiri Perang Dunia II.


3. Peralihan Kekuasaan: Setelah penyerahan Jepang, wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Jepang. termasuk Sumatera Utara, mengalami peralihan kekuasaan. Ini menciptakan kekosongan kekuasaan di wilayah tersebut, dan berbagai kelompok lokal dan nasional mulai bersaing untuk mengambil alih kendali. 4. Perjuangan Kemerdekaan Indonesia: Proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945 menjadi titik awal bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Gerakan kemerdekaan Indonesia mulai aktif di seluruh wilayah, termasuk Sumatera Utara. Perjuangan ini termasuk dalam pembentukan pemerintahan dan administrasi sendiri di wilayah tersebut.


5. Pemerintahan Indonesia di Sumatera Utara: Seiring dengan proklamasi kemerdekaan, Sumatera Utara menjadi bagian dari Republik Indonesia yang baru terbentuk. Pemerintah Indonesia mulai mengambil alih kendali di wilayah tersebut dan mendirikan pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kemerdekaan dan persatuan nasional. 6. Dampak Sosial dan Politik: Berakhirnya pemerintahan Jepang di Sumatera Utara membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan politik. Masyarakat Sumatera Utara terlibat dalam proses politik dan perjuangan kemerdekaan. Pemerintahan baru yang didirikan oleh Indonesia membawa perubahan dalam administrasi, pemerintahan lokal, dan struktur sosial di wilayah tersebut.


Hasil utama dari berakhirnya pemerintahan Jepang di Sumatera Utara adalah integrasi wilayah ini ke dalam Republik Indonesia yang baru terbentuk. Ini menjadi tonggak awal dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan perubahan signifikan dalam sejarah dan politik Sumatera Utara serta seluruh Indonesia. Sumatera Utara menjadi bagian integral dari negara. Indonesia yang merdeka dan berdaulat setelah lebih dari tiga abad pemerintahan kolonial.


Dengan Demikian Kegiatan Tugas ini saya Kerjakan. Terimakasih PENUTUP


APAKAH ADA PERTANYAAN ??


Click to View FlipBook Version