The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Elsa Christy, 2023-12-10 10:50:22

15.IPSG

15.IPSG

© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 57 Sasaran Keselamatan Pasien Internasional (IPSG) Gambaran Umum Bab ini menjelaskan tentang Sasaran Keselamatan Pasien Internasional (International Patient Safety Goals, IPSG), seperti yang disyaratkan bagi seluruh rumah sakit yang terakreditasi Joint Commission International (JCI) di bawah Standar Internasional untuk Rumah Sakit yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2011. Tujuan dari Sasaran Keselamatan Pasien Internasional adalah untuk mempromosikan beberapa peningkatan yang khusus dalam hal keselamatan pasien. Sasaran-sasaran ini menitikberatkan area bermasalah dalam pelayanan kesehatan serta menjabarkan dasar bukti dan solusi berupa konsensus para ahli untuk masalahmasalah tersebut. Menyadari bahwa rancangan sistem yang baik diperlukan untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu tinggi, sasaran-sasaran ini sedapat mungkin berfokus kepada solusi tingkat sistem. Sasaran-sasaran ini disusun dengan cara yang sama dengan standar lain, termasuk standar (pernyataan tujuan), maksud dan tujuan, serta elemen penilaian (EP). Sasaran-sasaran ini akan dinilai dengan cara yang serupa dengan standar lain yakni “terpenuhi”, “terpenuhi sebagian”, atau “tidak terpenuhi”. Aturan pengambilan keputusan (decision rules) akreditasi meliputi penilaian kepatuhan terhadap sasaran-sasaran sebagai aturan pengambilan keputusan yang terpisah. Catatan: beberapa standar meminta rumah sakit untuk menetapkan kebijakan, prosedur, program, atau dokumen tertulis lainnya bagi proses-proses spesifik. Standar-standar tersebut ditandai dengan lambang setelah uraian standar tersebut. Sasaran Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian. Sasaran 1: Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat IPSG.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan ketepatan identifikasi pasien. Sasaran 2: Meningkatkan Komunikasi Efektif IPSG.2 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan efektivitas komunikasi lisan dan/atau telepon di antara para pemberi pelayanan. IPSG.2.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses serah terima untuk hasil kritis dan pemeriksaan diagnostik. IPSG.2.2 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses komunikasi untuk serah terima. Sasaran 3: Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Risiko Tinggi IPSG.3 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat-obatan risiko tinggi (high-alert). IPSG.3.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan keamanan obat-obatan LASA (look-alike/sound-alike).


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 58 IPSG.3.2 Rumah sakit mengembangkan dan mengimplementasikan proses untuk mengelola penggunaan elektrolit pekat yang aman. Sasaran 4: Memastikan Keamanan Pembedahan IPSG.4 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk verifikasi praoperasi dan penandaan lokasi tindakan operasi/invasif. IPSG.4.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses time-out yang dilaksanakan sesaat sebelum tindakan pembedahan/invasif dimulai dan untuk proses sign-out yang dilakukan setelah tindakan selesai. Sasaran 5: Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan IPSG.5 Rumah sakit mengadopsi dan menerapkan pedoman kebersihan tangan yang berbasis bukti untuk mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. IPSG.5.1 Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi proses perawatan yang perlu ditingkatkan dan mengadaptasi serta menerapkan intervensi berbasis bukti untuk meningkatkan luaran pasien dan mengurangi risiko infeksi terkait rumah sakit (hospital-associated infections). Sasaran 6: Mengurangi Risiko Cedera Pasien akibat Jatuh IPSG.6 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses yang bertujuan mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh untuk populasi rawat inap. IPSG.6.1 Rumah sakit menyusun dan melaksanakan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh untuk populasi rawat jalan. Sasaran, Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen Penilaian Sasaran 1: Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat Standar IPSG.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan ketepatan identifikasi pasien. Maksud dan Tujuan IPSG.1 Keliru mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek diagnosis dan pengobatan.1 Dalam keadaan pasien masih dibius, mengalami disorientasi atau belum sepenuhnya sadar; mungkin pindah tempat tidur, pindah kamar, atau pindah lokasi di dalam rumah sakit; mungkin juga pasien memiliki cacat indra atau rentan terhadap situasi berbeda yang dapat menimbulkan kekeliruan identifikasi. Tujuan sasaran ini adalah dua hal: pertama, dengan tepat mengidentifikasi pasien tertentu sebagai individu yang akan diberi layanan atau pengobatan tertentu; kedua, mencocokkan layanan atau perawatan dengan individu yang tepat. (Lihat juga IPSG.4.1; MMU.4.2; MMU.5.2) Pelayanan yang aman dimulai dengan identifikasi yang tepat. Proses identifikasi yang digunakan di seluruh rumah sakit ini memerlukan setidaknya dua cara untuk mengidentifikasi pasien, seperti nama pasien, nomor kartu identitas/KTP, tanggal lahir, gelang berkode batang (barcode) atau cara lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak dapat digunakan untuk identifikasi. Dua pengidentifikasi pasien yang digunakan mungkin berbeda untuk keadaan tertentu. Sebagai contoh, selama interaksi pasien secara lisan, pengidentifikasi pasien yang digunakan dapat terdiri dari nama pasien dan tanggal lahir pasien. Namun, ketika memberi label spesimen,


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 59 melaporkan hasil pemeriksaan diagnostik, atau menentukan pengidentifikasi unik untuk rekam medis pasien, dapat digunakan nama pasien dan nomor identifikasi unik. Dua pengidentifikasi yang digunakan harus konsisten dalam suatu area. Sebagai contoh, jika dalam interaksi lisan dengan pasien di bangsal digunakan pengidentifikasi nama dan tanggal lahir pasien, maka dua pengidentifikasi yang sama ini harus digunakan dalam semua interaksi verbal dengan pasien. Demikian pula, jika nama pasien dan nomor identifikasi atau nomor rekam medis digunakan selama periode pascabedah/prosedur invasif, untuk memberi label spesimen, atau untuk melaporkan pemeriksaan diagnostik dan sejenisnya, kedua pengidentifikasi yang sama ini harus digunakan dalam semua keadaan yang serupa. Melibatkan pasien sebisa mungkin dalam proses identifikasi merupakan praktik terbaik. (Lihat juga MOI.8.1) Terdapat situasi khusus di mana rumah sakit dapat menyusun proses khusus untuk identifikasi pasien; sebagai contoh, ketika terdapat pasien koma atau pasien yang mengalami kebingungan/disorientasi dan datang tanpa identitas, pada kasus bayi baru lahir di mana orang tua belum menentukan nama dengan segera, dan contoh lainnya. Proses tersebut mempertimbangkan kebutuhan unik dari pasien, dan staf menggunakan proses identifikasi pasien pada situasi khusus tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahan. Dua macam jenis penanda identitas yang berbeda diperlukan pada keadaan apa pun yang melibatkan tindakan intervensi pada pasien. Sebagai contoh, pasien diidentifikasi sebelum mendapatkan terapi (seperti pemberian obat, pemberian darah atau produk darah; menyajikan nampan untuk pasien dengan diet ketat; atau melakukan terapi radiasi); (Lihat juga MMU.6.1; COP.3.4) sebelum melakukan tindakan (seperti memasang jalur intravena atau hemodialisis); dan sebelum tindakan diagnostik apa pun (seperti mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium penunjang, atau sebelum melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan radiologi diagnostik). Selain menggunakan dua pengidentifikasi untuk mengidentifikasi pasien dalam keadaan yang melibatkan intervensi pasien, setidaknya dua pengidentifikasi juga digunakan dalam pelabelan elemen yang terkait dengan rencana perawatan dan tata laksana pasien. Sebagai contoh, sampel darah dan sampel patologi harus diberi label menggunakan setidaknya dua pengidentifikasi. Contoh-contoh lain termasuk mengidentifikasi nampan makanan, label ASI yang diperah dan disimpan untuk bayi yang dirawat di rumah sakit, serta perawatan lain yang disiapkan khusus untuk pasien. (Lihat juga AOP.5.7) Elemen Penilaian IPSG.1 ❑ 1. Setidaknya dua pengidentifikasi pasien, yang tidak termasuk penggunaan nomor kamar pasien atau lokasi di rumah sakit, digunakan untuk mengidentifikasi pasien dan memberi label untuk semua elemen yang terkait dengan rencana perawatan dan tata laksana pasien. ❑ 2. Pasien diidentifikasi sebelum melakukan tindakan diagnostik, memberikan terapi, dan melakukan tindakan lain. ❑ 3. Rumah sakit memastikan pasien teridentifikasi dengan tepat pada situasi khusus, seperti pada pasien koma atau pada bayi baru lahir yang tidak segera diberi nama. Sasaran 2: Meningkatkan Komunikasi Efektif Standar IPSG.2 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan efektivitas komunikasi lisan dan/atau telepon di antara para pemberi pelayanan. Standar IPSG.2.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses serah terima untuk hasil kritis dan pemeriksaan diagnostik.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 60 Standar IPSG.2.2 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses komunikasi untuk serah terima. Maksud dan Tujuan IPSG.2 sampai IPSG.2.2 Komunikasi efektif, yaitu komunikasi yang singkat, akurat, lengkap, jelas dan mudah dimengerti oleh penerima pesan akan mengurangi kesalahan sehingga meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi dapat dilakukan secara elektronik, lisan, atau tertulis. Pelayanan pasien dapat dipengaruhi secara kritis oleh komunikasi yang tidak baik termasuk instruksi lisan atau telepon untuk tata laksana pasien, atau komunikasi melalui telepon untuk melaporkan nilai kritis pemeriksaan, serta komunikasi serah terima. Kesalahan instruksi pasien yang diberikan secara lisan dan per telepon, bila diizinkan oleh peraturan dan undang-undang, adalah kesalahan komunikasi yang paling sering terjadi. Perbedaan logat, dialek, dan ejaan dapat menyulitkan penerima dalam memahami instruksi yang diberikan. Sebagai contoh, nama obat dan angka yang terdengar serupa, seperti eritromisin dan azitromisin atau lima belas dan tiga belas, dapat memengaruhi ketepatan instruksi. Latar belakang suara, gangguan, dan nama obat dan istilah yang tidak umum sering kali justru menambah masalah. Setelah diterima, instruksi verbal wajib dipindahkan menjadi instruksi tertulis, yang menambah kompleksitas dan risiko dari proses pemberian instruksi. (Lihat juga COP.2 dan MMU.4.2) Pelaporan nilai kritis dari suatu uji diagnostik juga merupakan suatu masalah dalam keselamatan pasien. Hasil kritis didefinisikan sebagai varian dari rentang normal yang menunjukkan adanya kondisi patofisiologis yang berisiko tinggi atau mengancam nyawa, yang dianggap gawat atau darurat, dan mungkin memerlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Ini berbeda dari hasil abnormal, yang didefinisikan sebagai hasil yang berada di luar rentang yang diharapkan untuk suatu pemeriksaan tetapi tidak mengancam nyawa serta tidak gawat atau darurat. Hasil kritis dapat dijumpai pada pemeriksaan untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap serta di area perawatan kritis maupun di bangsal umum. Pemeriksaan diagnostik mencakup semua pemeriksaan seperti laboratorium, pencitraan, dan diagnostik jantung. Hasil kritis juga dapat dijumpai pada hasil pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di samping tempat tidur pasien, seperti point-of-care testing (POCT), pencitraan portabel, dan elektrokardiogram. Pemeriksaan diagnostik yang menghasilkan hasil pasti yang dapat menunjukkan adanya ancaman terhadap kehidupan berbeda dari pemantauan elektronik terus-menerus, seperti telemetri jantung, pemantauan EEG (elektroensefalogram) berkelanjutan, atau pemantauan janin. Pemantauan elektronik berkelanjutan adalah instrumen pengkajian klinis yang digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam kondisi pasien yang dapat mengidentifikasi ancaman terhadap kehidupan tetapi tidak dirancang untuk mendeteksi hasil kritis yang pasti. Di seluruh rumah sakit harus digunakan sistem pelaporan formal yang mendeskripsikan dengan jelas bagaimana nilai kritis dari uji diagnostik diberitahukan kepada para praktisi kesehatan dan bagaimana proses dokumentasi informasi tersebut. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil kritis dalam jangka waktu yang ditetapkan sehingga penyedia layanan kesehatan berlisensi yang bertanggung jawab atas pasien dapat mengevaluasi seberapa signifikan hasil yang diperoleh tersebut sesuai kondisi klinis pasien. (Lihat juga AOP.5.4) Komunikasi serah terima (handover) dapat juga disebut dengan komunikasi handoff. Serah terima pelayanan pasien di dalam rumah sakit terjadi pada • sesama praktisi kesehatan (sebagai contoh, antar dokter, dari dokter ke perawat, antar perawat, dan seterusnya); • antara tingkat perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit (sebagai contoh, saat pasien dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan penyakit dalam atau dari instalasi gawat darurat ke ruang operasi); • dari ruang perawatan pasien ke departemen lain untuk tindakan diagnostik atau terapeutik lain, seperti radiologi atau fisioterapi; dan • antara staf dan pasien/keluarga, seperti pada saat pemulangan. (Lihat juga ACC.4.1) Ketidaklengkapan informasi dalam komunikasi dapat terjadi dalam proses serah terima pasien dan akan berakhir dengan kejadian yang tidak diharapkan. 6-8 Latar belakang suara, interupsi dan gangguan lain yang berasal dari aktivitas unit dapat menghambat proses komunikasi mengenai informasi pasien yang penting. Standardisasi yang mencakup hal-hal penting dalam komunikasi antara pasien, keluarga, penjaga pasien, dan


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 61 praktisi kesehatan akan menciptakan perbaikan yang signifikan dalam luaran yang berkaitan dengan proses serah terima dalam pelayanan pasien. (Lihat juga ACC.3) Formulir, alat bantu, atau metode terstandardisasi mendukung proses serah terima yang konsisten dan lengkap. Isi dari komunikasi serah terima, serta formulir, alat bantu, atau metode yang digunakan harus distandardisasi sesuai dengan jenis serah terima. Proses serah terima dapat berbeda untuk setiap jenis serah terima dalam rumah sakit. Sebagai contoh, serah terima perawatan pasien dari unit gawat darurat ke departemen penyakit dalam mungkin membutuhkan proses atau isi yang berbeda dibandingkan serah terima dari kamar operasi ke unit perawatan kritis; tetapi serah terima untuk seluruh jenis perawatan harus terstandardisasi. Formulir atau alat bantu serah terima, bila digunakan oleh rumah sakit, tidak perlu dimasukkan ke dalam rekam medis. Di samping itu, informasi rinci yang dikomunikasikan pada saat serah terima tidak harus didokumentasikan dalam rekam medis; namun demikian, rumah sakit mungkin ingin mempunyai dokumentasi bahwa serah terima telah dilakukan. Sebagai contoh, praktisi kesehatan akan mencatat bahwa proses serah terima telah dilakukan dan kepada siapa tanggung jawab atas pelayanan diserahterimakan, dan kemudian dapat dibubuhkan tanda tangan, tanggal dan waktu pencatatan. (Lihat juga MOI.9) Praktik yang aman mengenai proses komunikasi lisan atau telepon termasuk butir di bawah ini: • Membatasi komunikasi lisan untuk proses peresepan obat atau instruksi pemberian obat untuk situasi darurat di mana komunikasi tertulis atau elektronik memang tidak mungkin dilakukan. Sebagai contoh, instruksi lisan tidak diperbolehkan bila penulis resep berada di lokasi di mana rekam medis pasien tersedia. Instruksi lisan dibatasi untuk situasi sulit atau situasi di mana tidak mungkin melakukan penulisan di dokumen atau secara elektronik, seperti saat melakukan tindakan yang mengharuskan tangan steril. • Pembuatan panduan untuk permintaan dan penerimaan hasil uji untuk keadaan darurat atau pemeriksaan CITO, identifikasi dan definisi dari pemeriksaan kritis dan nilai kritis, kepada siapa dan oleh siapa nilai kritis tersebut dilaporkan, serta pemantauan kepatuhan • Penerima informasi menuliskan (atau memasukkan ke dalam komputer) instruksi lengkap atau hasil pemeriksaan; penerima informasi membaca ulang instruksi atau hasil pemeriksaan; dan pemberi informasi melakukan konfirmasi bahwa semua informasi yang disampaikan sudah ditulis, dan pembacaan ulangnya (read-back) sudah akurat. Penggunaan alternatif diizinkan dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan pembacaan ulang (read-back), seperti di dalam ruang operasi dan situasi darurat di unit gawat darurat atau unit perawatan intensif. (Lihat juga COP.2) • Penggunaan isi penting yang terstandar dalam komunikasi antara pasien, keluarga, praktisi kesehatan, dan pihak lain yang terlibat dalam perawatan pasien selama serah terima perawatan pasien • Penggunaan metode, formulir, atau alat bantu yang terstandar untuk membantu konsistensi dan kelengkapan serah terima perawatan pasien Elemen Penilaian IPSG.2 ❑ 1. Instruksi lisan yang lengkap didokumentasikan dan dibaca ulang (read-back) oleh penerima pesan serta dikonfirmasi oleh pemberi instruksi. ❑ 2. Instruksi telepon yang lengkap didokumentasikan dan dibaca ulang oleh penerima pesan serta dikonfirmasi oleh pemberi instruksi. ❑ 3. Hasil lengkap pemeriksaan didokumentasikan dan dibaca ulang oleh penerima pesan serta dikonfirmasi oleh individu yang melaporkan hasil tersebut. Elemen Penilaian IPSG.2.1 ❑ 1. Rumah sakit menentukan hasil kritis pemeriksaan diagnostik yang mencerminkan nilai-nilai yang gawat atau darurat yang dapat mengancam nyawa. ❑ 2. Rumah sakit mengembangkan proses pelaporan formal yang digunakan di seluruh rumah sakit untuk mengidentifikasi bagaimana hasil kritis dari suatu pemeriksaan diagnostik dilaporkan/disampaikan kepada praktisi kesehatan. ❑ 3. Rumah sakit mengidentifikasi rincian informasi yang harus dicantumkan dalam rekam medis pasien.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 62 Elemen Penilaian IPSG.2.2 ❑ 1. Isi penting yang telah distandardisasi dikomunikasikan antara praktisi kesehatan selama proses serah terima perawatan pasien berlangsung. ❑ 2. Formulir, alat bantu, dan metode yang telah distandardisasi digunakan untuk mendukung proses serah terima yang lengkap dan konsisten. ❑ 3. Data kejadian tidak diharapkan akibat komunikasi serah terima ditelusuri dan digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana cara memperbaiki proses serah terima, dan upaya perbaikan tersebut dilaksanakan. Sasaran 3: Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Risiko Tinggi Standar IPSG.3 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan keamanan penggunaan obatobatan risiko tinggi (high-alert). Standar IPSG.3.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan keamanan obat-obatan LASA (look-alike/sound-alike). Standar IPSG.3.2 Rumah sakit mengembangkan dan mengimplementasikan proses untuk mengelola penggunaan elektrolit pekat yang aman. Maksud dan Tujuan IPSG.3 sampai IPSG 3.2 Manajemen yang memadai diperlukan untuk memastikan keselamatan pasien ketika rencana tata laksana pasien mencakup pemberian obat-obatan. Obat apa pun, bahkan yang dapat dibeli tanpa resep, bila tidak digunakan secara benar dapat menyebabkan cedera. Namun, obat-obatan dengan risiko tinggi menyebabkan bahaya yang cenderung lebih serius ketika jika diberikan dengan tidak tepat, dan hal ini dapat menyebabkan memburuknya kondisi pasien dan berpotensi menambahkan biaya perawatan tambahan bagi pasien-pasien ini. Institute for Safe Medication Practices (ISMP) mendefinisikan obat-obatan berisiko tinggi sebagai... "obat-obatan yang memiliki risiko menyebabkan cedera serius pada pasien jika digunakan dengan tidak tepat. Meskipun kesalahan mungkin jarang terjadi pada penggunaan obat-obatan ini, konsekuensi dari kesalahan pemberian jelas lebih berbahaya bagi pasien." Contoh obat-obatan berisiko tinggi yang paling sering dikemukakan meliputi insulin, opioid, obat kemoterapi, obat antitrombotik, antikoagulan, trombolitik, obat-obatan dengan rentang terapeutik yang sempit (sebagai contoh, digoksin), blok neuromuskular, serta obat epidural atau intratekal. Contoh praktik terbaik terkait pemberian obat-obatan berisiko tinggi yang diidentifikasi oleh ISMP adalah mengenai penyerahan vinkristin (dan alkaloid vinka lainnya) dalam minibag berisi cairan yang kompatibel dan bukan dalam jarum suntik. Sudah pernah terjadi KTD yang signifikan dan mengakibatkan kerusakan neurologis berat, bahkan kematian, akibat pemberian alkaloid vinka secara tidak sengaja melalui rute intratekal. Dalam rumah sakit di mana alkaloid vinka diserahkan dalam minibag, belum ada kasus yang dilaporkan tentang pemberian alkaloid vinka secara tak sengaja melalui rute intratekal. Praktik terbaik ini didukung oleh The Joint Commission, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO), American Society of Clinical Oncology (ASCO), Oncology Nursing Society (ONS), dan National Comprehensive Cancer Network. Organisasi seperti ISMP dan WHO menyediakan contoh daftar obat berisiko tinggi. Untuk manajemen yang aman, rumah sakit perlu mengembangkan daftar obat-obatan berisiko tinggi milik rumah sakit berdasarkan


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 63 pola penggunaan obat-obatan yang unik dan data internalnya sendiri tentang kejadian nyaris cedera (atau hampir cedera), kesalahan pengobatan, dan kejadian sentinel, serta masalah keselamatan lain yang dipublikasikan dalam literatur profesional. (Lihat juga MMU.7.1; QPS.7; dan QPS.7.1) Daftar ini meliputi obatobatan yang diidentifikasi berisiko tinggi menyebabkan luaran yang tidak diinginkan. Informasi dari literatur dan/atau Kementerian Kesehatan mungkin juga berguna dalam membantu mengidentifikasi obat mana yang harus dimasukkan dalam daftar ini. Daftar ini sebaiknya diperbarui setidaknya setiap tahun. Daftar ini dapat diperbarui secara sementara jika ada penambahan atau perubahan pada layanan rumah sakit, populasi pasien, atau obat baru yang ditambahkan ke formularium rumah sakit, yang dianggap berisiko tinggi Daftar obat-obatan berisiko tinggi harus selalu diperbarui, dengan sepengetahuan staf klinis, dan disertai dengan strategi pengurangan risiko yang kuat dan dikembangkan dengan baik guna mengurangi risiko kesalahan dan meminimalkan bahaya. Strategi ini perlu diterapkan di berbagai lokasi di rumah sakit dan harus dapat dipertahankan pencapaiannya dari waktu ke waktu. Sebagian besar strategi ini juga harus dipertimbangkan untuk digunakan dengan obat lainnya selain obat berisiko tinggi. Contoh strategi tersebut dapat mencakup hal-hal berikut ini: • • Standardisasi proses untuk permintaan, penyimpanan, penyiapan, dan pemberian obat-obatan berisiko ini • Meningkatkan akses ke informasi tentang obat-obatan ini • Membatasi akses ke obat-obatan berisiko tinggi • Menggunakan label tambahan dan peringatan otomatis • Menerapkan redudansi (langkah pencegahan yang dilakukan berulang demi keamanan) Obat dengan nama dan rupa yang mirip (look-alike/sound-alike, LASA) adalah obat yang memiliki tampilan dan nama yang serupa dengan obat lain, baik saat ditulis maupun diucapkan secara lisan. Obat dengan kemasan serupa (look-alike packaging) adalah obat dengan wadah atau kemasan yang mirip dengan obat lainnya. Obatobatan yang berisiko untuk terjadinya kesalahan terkait LASA, atau obat dengan kemasan produk yang serupa, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pengobatan yang berpotensi cedera. Terdapat banyak nama obat yang terdengar serupa dengan nama obat lainnya, sebagai contoh, dopamin dan dobutamin. Kebingungan akan nama obat merupakan penyebab kesalahan yang kerap terjadi dalam penggunaan obat-obatan di seluruh dunia. Berikut adalah hal yang berperan dalam terjadinya kebingungan: • pengetahuan akan nama obat yang tidak lengkap; • produk yang baru beredar; • kemasan atau label yang serupa; • kegunaan klinis yang serupa; dan • resep yang sulit dibaca atau kesalahpahaman dalam proses instruksi lisan. (Lihat juga MMU.4.2) Rumah sakit perlu mengembangkan strategi manajemen risiko untuk meminimalkan KTD terkait pemberian obat LASA dan meningkatkan keselamatan pasien. Masalah kekeliruan obat yang kerap dikutip adalah pemberian elektrolit pekat secara tidak disengaja, (sebagai contoh, kalium klorida, kalium fosfat, natrium klorida, dan magnesium sulfat). Banyak literatur juga telah mengidentifikasi beberapa contoh kematian akibat pemberian elektrolit pekat secara tidak sengaja dalam bentuk terkonsentrasi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau melenyapkan kejadian ini adalah dengan menyusun proses manajemen elektrolit pekat yang meliputi pemindahan perbekalan elektrolit pekat dari unit perawatan pasien ke farmasi. Vial berisi elektrolit pekat yang harus diencerkan sebelum pemberian IV tidak boleh tersedia sebagai stok ruang/unit perawatan pasien (termasuk di ruang operasi/stok anestesi) dalam jumlah besar sesuai dengan daya tampung tempat penyimpanan farmasi, dan tidak boleh diserahkan dalam bentuk terkonsentrasi ke unit perawatan pasien untuk diberikan kepada pasien individu. Pengecualian untuk rekomendasi ini adalah untuk vial yang terdapat dalam kit bedah jantung atau yang tersimpan di area penyimpanan terkunci di unit bedah jantung, magnesium sulfat yang tersimpan dalam troli emergensi atau di daerah di mana pasien dengan preeklampsia dapat dirawat (departemen obstetri dan ginekologi, unit gawat darurat, atau unit perawatan intensif), dan natrium pekat di area yang merawat pasien yang mungkin mengalami peningkatan tekanan intrakranial (unit perawatan intensif, unit gawat darurat, dan ruang operasi). Di mana pun elektrolit pekat disimpan, obat-obat ini harus dilabeli dengan jelas dan diberikan peringatan yang sesuai (sebagai contoh, elektrolit pekat - Encerkan sebelum pemberian) dan dipisahkan dari obat lain. Hanya individu yang kompeten dan terlatih yang memiliki akses ke vial-vial ini. (Lihat juga MMU.3) Pemberian terapi penggantian elektrolit untuk hipokalemia, hiponatremia, dan hipofosfatemia paling baik


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 64 dilakukan dengan menggunakan pedoman dan/atau protokol standar yang tidak melibatkan penyerahan atau penggunaan vial-vial dalam bentuk terkonsentrasi di unit perawatan pasien. (Lihat juga MMU.5.2) Elemen Penilaian IPSG.3 ❑ 1. Rumah sakit mengidentifikasi secara tertulis daftar obat-obat risiko tinggi . ❑ 2. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengurangi risiko dan bahaya obatobatan berisiko tinggi yang seragam di seluruh rumah sakit. ❑ 3. Rumah sakit setiap tahun meninjau dan, jika perlu, merevisi daftar obat-obatan yang berisiko tinggi. Elemen Penilaian IPSG.3.1 ❑ 1. Rumah sakit mengidentifikasi secara tertulis daftar obat dengan nama atau tampilan yang serupa. ❑ 2. Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses yang seragam untuk mengelola obat dengan nama atau tampilan serupa di seluruh rumah sakit. ❑ 3. Rumah sakit setiap tahun meninjau dan, jika perlu, merevisi daftar obat dengan nama atau tampilan serupa. Elemen Penilaian IPSG.3.2 ❑ 1. Hanya individu yang kompeten dan terlatih yang memiliki akses ke elektrolit pekat, dan elektrolit pekat diberi label jelas yang berisi peringatan yang sesuai serta dipisahkan dari obat lain. ❑ 2. Rumah sakit hanya menyimpan botol elektrolit pekat di luar unit farmasi untuk situasi yang ditentukan dalam bagian maksud dan tujuan. ❑ 3. Protokol standar diikuti untuk terapi penggantian elektrolit pada pasien dewasa, pediatri, dan/atau neonatal untuk mengobati hipokalemia, hiponatremia, dan hipofosfatemia. Sasaran 4: Memastikan Keamanan Pembedahan Standar IPSG.4 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk verifikasi praoperasi dan penandaan lokasi tindakan operasi/invasif. Standar IPSG.4.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses time-out yang dilaksanakan sesaat sebelum tindakan pembedahan/invasif dimulai dan untuk proses sign-out yang dilakukan setelah tindakan selesai. Maksud dan Tujuan IPSG.4 dan IPSG.4.1 Cedera pasien yang bermakna dan kejadian tidak diharapkan serta kejadian sentinel akibat kesalahan lokasi, kesalahan prosedur, dan kesalahan pasien operasi adalah masalah yang terus menerus terjadi di rumah sakit. Kejadian tersebut dapat terjadi karena komunikasi yang tidak efektif atau kurang komunikasi antara anggota tim yang melakukan tindakan operasi/invasif, tidak dilakukannya proses penandaan lokasi prosedur, dan kurangnya keterlibatan pasien pada penandaan lokasi. Di samping itu, faktor-faktor yang sering kali turut berperan adalah: kurangnya keterlibatan pasien dalam pengkajian, tidak dilakukannya tinjauan rekam medis, budaya yang tidak mendukung komunikasi secara terbuka antara anggota tim bedah, masalah akibat tulisan tangan yang tak terbaca, dan penggunaan singkatan-singkatan. Tindakan operasi dan invasif meliputi semua tindakan yang melibatkan insisi atau pungsi, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, operasi terbuka, aspirasi perkutan, injeksi obat tertentu, biopsi, tindakan intervensi atau diagnostik vaskuler dan kardiak perkutan, laparoskopi, dan endoskopi.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 65 Rumah sakit perlu mengidentifikasi semua area dalam rumah sakit di mana operasi dan tindakan invasif dilakukan; sebagai contoh, lab kateterisasi jantung, departemen radiologi intervensi, lab gastrointestinal, dan lainnya. Pendekatan yang dapat diambil rumah sakit untuk memastikan keselamatan operasi dilakukan di seluruh area di rumah sakit di mana operasi dan tindakan invasif dilakukan. Protokol Universal untuk Pencegahan Salah Lokasi, Salah Prosedur dan Salah Pasien Pembedahan dari Joint Commission Amerika Serikat (The (US) Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery™) sebagian disusun berdasarkan prinsip penggunaan strategi berlipat untuk mencapai sasaran yakni selalu mengidentifikasi benar pasien, benar prosedur dan benar lokasi. Proses-proses penting dalam Protokol Universal itu adalah • menandai lokasi operasi; • proses verifikasi sebelum operasi; dan • time-out dilakukan sesaat sebelum memulai tindakan. Proses Verifikasi Praoperasi Verifikasi praoperasi merupakan proses pengumpulan informasi dan konfirmasi secara terus-menerus. Tujuan dari proses verifikasi praoperasi adalah • melakukan verifikasi terhadap lokasi yang benar, prosedur yang benar dan pasien yang benar; • memastikan bahwa semua dokumen, gambar atau pencitraan, dan pemeriksaan yang relevan telah tersedia, sudah diberi label dan ditampilkan; serta • melakukan verifikasi bahwa produk darah, peralatan medis khusus dan/atau implan yang diperlukan sudah tersedia. (Lihat juga ASC.7.4) Di dalam proses verifikasi praoperasi terdapat beberapa elemen yang dapat dilengkapi sebelum pasien tiba di area praoperasi – seperti memastikan bahwa dokumen, foto hasil radiologi, dan hasil pemeriksaan sudah tersedia, dilabeli, dan sesuai dengan penanda identitas pasien. Menunggu sampai pada saat proses time-out untuk melengkapi proses verifikasi praoperasi dapat menyebabkan penundaan yang tidak perlu. Beberapa proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan lebih dari sekali dan tidak hanya di satu tempat saja. Sebagai contoh, persetujuan tindakan bedah dapat diambil di ruang periksa dokter spesialis bedah dan verifikasi kelengkapannya dapat dilakukan di area tunggu praoperasi. Penandaan Lokasi Penandaan lokasi operasi harus melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak bermakna ganda. Idealnya, tanda “X” tidak digunakan sebagai penanda karena dapat diartikan sebagai “bukan di sini” atau “salah sisi” serta dapat berpotensi menyebabkan kesalahan dalam perawatan pasien. Tanda yang dibuat harus konsisten di seluruh rumah sakit. Dalam semua kasus yang melibatkan lateralitas, struktur ganda (jari tangan, jari kaki, lesi), atau tingkatan berlapis (tulang belakang), lokasi operasi harus ditandai. Penandaan lokasi tindakan operasi/invasif dilakukan oleh individu yang akan melakukan tindakan tersebut. Individu tersebut akan melakukan seluruh prosedur operasi/invasif dan tetap berada dengan pasien selama tindakan berlangsung. Pada tindakan operasi, DPJP bedah pada umumnya adalah individu yang akan melakukan operasi dan kemudian melakukan penandaan lokasi. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan operator penanggung jawab, seperti operator konsultan atau operator utama. Untuk tindakan invasif non-operasi, penandaan dapat dilakukan oleh dokter yang akan melakukan tindakan, dan dapat dilakukan di area di luar area kamar operasi. Terdapat situasi di mana peserta didik (trainee) dapat melakukan penandaan lokasi – misalnya ketika peserta didik akan melakukan keseluruhan tindakan, tidak memerlukan supervisi atau memerlukan supervisi minimal dari operator/dokter penanggung jawab. Pada situasi tersebut, peserta didik dapat menandai lokasi operasi. Ketika seorang peserta didik menjadi asisten dari operator/dokter penanggung jawab, hanya operator/dokter penanggung jawab yang dapat melakukan penandaan lokasi. Penandaan lokasi dapat terjadi kapan saja sebelum tindakan operasi/invasif selama pasien terlibat secara aktif dalam proses penandaan lokasi jika memungkinkan dan tanda tersebut harus tetap dapat terlihat walaupun setelah pasien dipersiapkan dan telah ditutup kain. Contoh keadaan di mana partisipasi pasien tidak memungkinkan meliputi kasus di mana pasien tidak kompeten untuk membuat keputusan akan perawatan, pasien anak, dan pasien yang memerlukan operasi darurat.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 66 Jeda (Time-Out) Time-out atau jeda dilakukan sesaat sebelum tindakan dimulai dan dihadiri semua anggota tim. Selama time-out, tim menyetujui komponen sebagai berikut: a) Benar identitas pasien (Lihat juga IPSG.1) b) Benar prosedur yang akan dilakukan c) Benar lokasi prosedur operasi/invasif Proses time-out digunakan untuk dapat menjawab pertanyaan atau kebingungan. Time-out dilakukan di tempat di mana tindakan akan dilakukan dan membutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh tim bedah. Pasien tidak berpartisipasi dalam time-out. Ketika time-out selesai, tidak ada orang dari tim tersebut yang dapat meninggalkan ruangan. Keseluruhan proses time-out didokumentasikan dan meliputi tanggal serta jam time-out selesai. Rumah sakit menentukan bagaimana proses time-out didokumentasikan. (Lihat juga MOI.9) Sign-Out Daftar tilik keselamatan operasi dari WHO meliputi proses sign-out, yang dilakukan di area tempat tindakan berlangsung sebelum pasien meninggalkan ruangan. Pada umumnya, perawat sebagai anggota tim melakukan konfirmasi secara lisan untuk komponen sign-out sebagai berikut: d) Nama tindakan operasi/invasif yang dicatat/ditulis e) Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada) f) Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign-out, label dibacakan dengan jelas, meliputi nama pasien) (Lihat juga IPSG.1 dan AOP.5.7) g) Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada) Elemen Penilaian IPSG.4 ❑ 1. Rumah sakit melaksanakan proses verifikasi praoperasi melalui penggunaan daftar tilik atau mekanisme lain untuk dokumentasi sebelum tindakan operasi/invasif dilakukan, bahwa tindakan tersebut sudah sesuai dengan isi informed consent; verifikasi bahwa sudah benar pasien, benar tindakan dan benar lokasi; dan semua persyaratan dokumen, produk darah, peralatan medis dan implan alat kesehatan sudah tersedia, tepat dan berfungsi. ❑ 2. Rumah sakit menggunakan tanda yang mudah dikenali dan tidak bermakna ganda untuk mengidentifikasi lokasi tindakan bedah/invasif secara konsisten di seluruh rumah sakit. ❑ 3. Penandaan lokasi tindakan bedah/ invasif dilakukan oleh individu yang akan melakukan tindakan dan melibatkan pasien pada saat proses penandaan tersebut. Elemen Penilaian IPSG.4.1 ❑ 1. Seluruh tim berpartisipasi aktif pada proses time-out, yang meliputi a) sampai c) pada bagian maksud dan tujuan, di lokasi tempat tindakan operasi/invasif akan dilakukan, sesaat sebelum tindakan dimulai. Kelengkapan proses time-out didokumentasikan. ❑ 2. Sebelum pasien meninggalkan area dilakukannya prosedur operasi/invasif, dilakukan proses sign-out yang meliputi setidaknya d) sampai g) pada maksud dan tujuan. ❑ 3. Rumah sakit menggunakan proses yang seragam untuk memastikan keamanan pembedahan saat melakukan tindakan bedah/invasif, termasuk tindakan medis dan kedokteran gigi yang dilakukan di luar kamar operasi.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 67 Sasaran 5: Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Standar IPSG.5 Rumah sakit mengadopsi dan menerapkan pedoman kebersihan tangan yang berbasis bukti untuk mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Standar IPSG.5.1 Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi proses perawatan yang perlu ditingkatkan dan mengadaptasi serta menerapkan intervensi berbasis bukti untuk meningkatkan luaran pasien dan mengurangi risiko infeksi terkait rumah sakit (hospital-associated infections). Maksud dan Tujuan IPSG.5 dan IPSG.5.1 Pada sebagian besar lokasi perawatan kesehatan, pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan suatu masalah. Semakin meningkatnya angka infeksi terkait pelayanan kesehatan membuat pasien dan para praktisi kesehatan sungguh prihatin. Infeksi yang umum terjadi di semua lokasi perawatan kesehatan adalah infeksi saluran kemih terkait pemakaian kateter, infeksi aliran darah, dan pneumonia (sering dikaitkan dengan ventilasi mekanik). Kebersihan tangan yang memadai penting dalam usaha memberantas infeksi-infeksi ini serta jenis infeksi lainnya. Panduan kebersihan tangan yang sudah diterima secara internasional adalah panduan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat (United States Centers for Disease Control and Prevention, US CDC), dan berbagai organisasi nasional dan internasional lainnya. (Lihat juga GLD.11.2) Rumah sakit mengadopsi dan menerapkan panduan kebersihan tangan berbasis bukti terkini. Panduan kebersihan tangan tersebut dipajang di area-area yang relevan, dan staf diberikan edukasi mengenai prosedur cuci tangan dan desinfeksi tangan yang benar. Sabun, desinfektan, dan handuk atau alat pengering lainnya terdapat di area yang mewajibkan prosedur pencucian tangan dan desinfeksi tangan. (Lihat juga PCI.13) Beberapa perawatan dan intervensi pasien adalah sumber utama infeksi terkait rumah sakit; seperti prosedur bedah, ventilasi mekanis, serta pemasangan kateter vena sentral atau kateter urine dalam waktu lama. Infeksi terkait rumah sakit dapat sangat memengaruhi kesejahteraan emosional dan finansial pasien. Infeksi-infeksi adalah sumber komplikasi yang signifikan yang dapat menyebabkan memburuknya penyakit dan bahkan kematian. Banyak dari infeksi ini dapat dicegah. Penelitian menunjukkan bahwa diterapkannya praktik yang dirancang untuk mencegah infeksi nosokomial/infeksi rumah sakit (hospital-acquired infection) dapat mengurangi infeksi sebanyak 70%. Pada tahun 2001, Institute for Healthcare Improvement (IHI) mulai mengembangkan dan menguji konsep peningkatan kerja tim dan komunikasi dalam tim multidisiplin untuk meningkatkan perawatan klinis yang diberikan kepada pasien. Inisiatif ini berujung pada disusunnya "bundel" perawatan. Bundel didefinisikan oleh IHI sebagai “Serangkaian intervensi berbasis bukti untuk segmen/populasi pasien tertentu di lingkungan perawatan tertentu pula, yang ketika diimplementasikan secara bersama-sama akan menghasilkan luaran yang jauh lebih baik daripada bila diimplementasikan secara masing-masing.” Contoh bundel termasuk infeksi aliran darah pada kateter vena sentral (CLABSI), pneumonia terkait ventilator (VAP), infeksi saluran kemih terkait kateter (CAUTI), infeksi daerah operasi (SSI), dan bundel sepsis berat. (Lihat juga COP.3) Penerapan bundel perawatan akan memberikan dampak terbesar pada luaran pasien jika rumah sakit telah mengidentifikasi kesenjangan dalam praktik terbaik atau adanya luaran buruk terus terjadi di area tertentu. Bundel pencegahan dan pengendalian infeksi berbasis bukti telah terbukti memiliki dampak yang lebih besar terhadap berkurangnya risiko infeksi dibandingkan dengan beberapa strategi perbaikan yang diimplementasikan secara terpisah. Penting bagi pimpinan rumah sakit untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap bundel ini dan


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 68 mengkaji perbaikan dalam luaran klinis. Elemen Penilaian IPSG.5 ❑ 1. Rumah sakit telah mengadopsi panduan kebersihan tangan berbasis bukti terkini. ❑ 2. Rumah sakit menerapkan program kebersihan tangan di seluruh rumah sakit. ❑ 3. Prosedur kebersihan tangan dan desinfeksi tangan dilaksanakan sesuai dengan pedoman kebersihan tangan di seluruh rumah sakit. Elemen Penilaian IPSG.5.1 ❑ 1. Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi area prioritas untuk meningkatkan penanganan infeksi terkait rumah sakit. ❑ 2. Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi dan menerapkan intervensi berbasis bukti (seperti bundel) untuk semua pasien yang relevan. ❑ 3. Kepatuhan dan perbaikan luaran klinis setelah penerapan intervensi berbasis bukti (seperti bundel) untuk mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dievaluasi oleh praktisi kesehatan. Sasaran 6: Mengurangi Risiko Cedera Pasien akibat Jatuh Standar IPSG.6 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses yang bertujuan mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh untuk populasi rawat inap. Standar IPSG.6.1 Rumah sakit menyusun dan melaksanakan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh untuk populasi rawat jalan. Maksud dan Tujuan IPSG.6 dan IPSG.6.1 Cedera pada pasien rawat inap atau rawat jalan di rumah sakit banyak disebabkan oleh jatuh. Risiko jatuh berhubungan dengan pasien, situasi, dan/atau lokasi. Risiko yang berhubungan dengan pasien yaitu riwayat jatuh, penggunaan obat-obatan, konsumsi alkohol, gangguan keseimbangan atau cara jalan, gangguan penglihatan, dan perubahan status mental, dan lain-lain. Pasien yang sebelumnya memiliki risiko rendah untuk jatuh dapat meningkat risikonya secara mendadak menjadi risiko tinggi untuk jatuh. Alasan perubahan risiko meliputi, namun tidak terbatas pada, tindakan pembedahan dan/atau anestesi, perubahan mendadak pada kondisi pasien, dan penyesuaian obat-obatan yang diberikan. Banyak pasien memerlukan pengkajian ulang selama proses rawat inap. (Lihat juga AOP.1.4) Kriteria risiko jatuh mengidentifikasi jenis pasien yang dinilai mempunyai risiko untuk jatuh. Kriteria dan intervensi yang digunakan harus didokumentasikan dalam rekam medis pasien karena dapat memberikan bukti untuk mendukung penentuan kategori risiko jatuh pasien. Rumah sakit mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi jenis populasi pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk jatuh. Kriteria yang terdokumentasi membantu kesinambungan perawatan antarpraktisi kesehatan dalam merawat pasien. (Lihat juga ACC.3) Sebagai contoh, praktisi yang merawat pasien setelah meninggalkan kamar operasi mungkin tidak akan tahu bahwa pasien tersebut, yang mempunyai risiko tinggi untuk jatuh, telah dikaji dan diberikan intervensi yang sesuai, jika tindakan tersebut tidak didokumentasikan. Rumah sakit yang dalam konteksnya melakukan pelayanan terhadap populasi, dengan tipe pelayanan yang dimiliki serta fasilitasnya, harus melakukan penilaian pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 69 risiko jatuh dan mengurangi risiko cedera bila kejadian jatuh telah terjadi. Rumah sakit membuat program penurunan risiko jatuh berdasarkan kebijakan dan/atau prosedur yang sesuai. Program untuk menurunkan angka kejadian jatuh berupa pengkajian risiko dan pengkajian ulang berkala terhadap pasien tertentu dan/atau terhadap lingkungan di mana pelayanan diberikan (seperti halnya ronde penilaian keselamatan yang dilakukan secara berkala). Tindakan dan intervensi dilakukan untuk menurunkan risiko jatuh untuk pasien, situasi, dan lokasi yang telah teridentifikasi mempunyai risiko. Terdapat situasi khusus yang dapat menyebabkan risiko jatuh. Suatu contoh kemungkinan risiko situasional adalah ketika pasien datang ke departemen rawat jalan dari fasilitas perawatan jangka panjang dengan ambulans untuk pemeriksaan radiologi. Pasien tersebut mungkin berisiko untuk jatuh ketika ditransfer dari brankar ambulans ke meja pemeriksaan, atau ketika berubah posisi pada saat berbaring di atas meja pemeriksaan yang sempit. Lokasi spesifik dapat memberikan risiko jatuh yang lebih tinggi karena layanan yang diberikan. Sebagai contoh, departemen fisioterapi (rawat inap atau rawat jalan) memiliki banyak jenis peralatan khusus yang digunakan oleh pasien yang dapat meningkatkan risiko jatuh, seperti parallel bars, freestanding staircases, dan peralatan latihan. Ketika suatu lokasi tertentu diidentifikasi sebagai area dengan risiko jatuh yang lebih tinggi, rumah sakit dapat menentukan bahwa semua pasien yang mengunjungi lokasi tersebut akan dianggap berisiko jatuh dan menerapkan langkah-langkah umum untuk mengurangi risiko jatuh yang berlaku untuk semua pasien. Semua pasien rawat inap dikaji risiko jatuhnya menggunakan alat bantu/metode pengkajian yang sesuai dengan populasi pasien rumah sakit. Sebagai contoh, pasien anak memerlukan alat bantu pengkajian risiko jatuh anak, karena alat bantu yang disusun untuk dewasa tidak dapat secara akurat mengkaji risiko jatuh populasi pasien tersebut. Di unit rawat jalan, dilakukan uji tapis (skrining) untuk risiko jatuh pasien; tetapi hanya untuk pasien dengan kondisi, diagnosis, situasi, dan/atau lokasi yang menyebabkan risiko jatuh.36,37 Jika dari hasil skrining didapati bahwa pasien memiliki risiko jatuh, harus dilakukan tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko jatuh pasien tersebut. Skrining pada umumnya melibatkan evaluasi sederhana kepada pasien untuk menentukan apakah pasien tersebut memiliki risiko jatuh. Alat bantu skrining pada umumnya digunakan, dan meliputi pertanyaan untuk mengidentifikasi risiko jatuh pasien. Sebagai contoh, pertanyaan mungkin memerlukan jawaban sederhana ya/tidak, atau alat bantu dapat meliputi pemberian nilai untuk setiap butir respons pasien. Rumah sakit dapat menentukan bagaimana proses skrining dilakukan. Sebagai contoh, skrining dapat dilakukan oleh petugas registrasi, atau pasien dapat melakukan skrining mandiri, seperti di meja khusus saat memasuki unit rawat jalan. Contoh pertanyaan skrining sederhana dapat meliputi "Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri atau berjalan?"; "Apakah Anda khawatir akan jatuh?"; "Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun terakhir?" Rumah sakit menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko jatuh. Risiko lokasi dan situasional, begitu juga kondisi dan karakter pasien, dapat membantu mengidentifikasi individu yang perlu menjalani skrining risiko jatuh. Contoh dapat meliputi semua pasien di departemen rehabilitasi medis rawat jalan, semua pasien dari fasilitas perawatan jangka panjang yang datang dengan ambulans untuk pemeriksaan rawat jalan, pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan anestesi atau sedasi, pasien dengan gangguan jalan atau keseimbangan, pasien dengan gangguan penglihatan, pasien anak di bawah usia dua tahun, dan seterusnya. Elemen Penilaian IPSG.6 ❑ 1. Rumah sakit menerapkan proses pengkajian untuk semua pasien rawat inap yang memiliki risiko jatuh dan menggunakan alat bantu/metode pengkajian yang sesuai dengan pasien yang diberikan layanan. ❑ 2. Rumah sakit melaksanakan proses pengkajian ulang untuk pasien rawat inap yang dapat berisiko jatuh karena adanya perubahan kondisi, atau memang sudah mempunyai risiko jatuh berdasarkan dokumentasi hasil pengkajian. ❑ 3. Tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko jatuh dilaksanakan bagi pasien rawat inap, situasi dan lokasi yang sudah teridentifikasi memiliki risiko. Intervensi pasien didokumentasikan.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 70 Elemen Penilaian IPSG.6.1 ❑ 1. Rumah sakit melaksanakan proses skrining pasien rawat jalan dengan kondisi, diagnosis, situasi atau lokasi yang dapat menyebabkan pasien tersebut memiliki risiko jatuh, dan menggunakan alat bantu/metode skrining yang sesuai dengan pasien-pasien yang dilayani. ❑ 2. Ketika hasil skrining menunjukkan adanya risiko jatuh, tindakan dan/atau intervensi dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh untuk pasien rawat jalan yang telah teridentifikasi memiliki risiko, dan skrining dan intervensi didokumentasikan. ❑ 3. Tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko jatuh dilaksanakan pada situasi dan lokasi di departemen rawat jalan yang dinilai memiliki risiko jatuh.


Click to View FlipBook Version