The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Elsa Christy, 2023-12-10 10:30:22

1.ASC

1.ASC JCI

Keywords: INSTRUMEN ASC

© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 171 Perawatan Anestesi dan Bedah (ASC) Gambaran Umum Pelaksanaan anestesi pembedahan, sedasi prosedural, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering dilakukan di rumah sakit. Prosedur ini membutuhkan pengkajian pasien yang lengkap dan komprehensif, rencana perawatan yang terintegrasi, pemantauan pasien yang berkelanjutan, dan transfer berdasarkan kriteria untuk kesinambungan pelayanan, rehabilitasi, dan transfer akhir serta pemulangan pasien. Anestesi dan sedasi prosedural biasanya dipandang sebagai kontinuitas dari sedasi minimal hingga anestesi penuh di mana pasien secara perlahan kehilangan kemampuan/refleks mereka untuk melindungi jalan napas, seperti batuk atau tersedak. Karena respons pasien individual dapat berubah dalam kontinuitas tersebut, anestesi dan sedasi prosedural harus diatur secara terintegrasi. Oleh karena itu, bab ini membahas anestesi dan sedasi prosedural, di mana terdapat risiko dalam refleks protektif pasien untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan mempertahankan fungsi pernapasan. Bab ini tidak membahas penggunaan sedasi untuk kepentingan ansiolisis atau sedasi di ruang rawat intensif untuk toleransi ventilator. Karena berisiko tinggi, pembedahan membutuhkan perencanaan dan pelaksanaan yang teliti. Informasi tentang prosedur operasi dan perawatan pascaoperasi direncanakan, berdasarkan pengkajian pasien, dan didokumentasikan. Pertimbangan khusus diberikan untuk pembedahan yang melibatkan implantasi alat medis, termasuk pelaporan alat yang mengalami malafungsi dan juga proses pemantauan pasien apabila terjadi penarikan (recall) implan. Catatan: Standar anestesi dan bedah dapat diterapkan pada semua kondisi yang menggunakan anestesi dan/atau prosedur sedasi, serta pada pembedahan dan prosedur invasif lainnya yang memerlukan persetujuan. (Lihat juga PCC.4.2) Kondisi seperti ini termasuk kamar operasi, bedah rawat sehari (day surgery) dan unit rawat sehari (day hospital units), endoskopi, radiologi intervensi, klinik gigi serta klinik rawat jalan lainnya, layanan gawat darurat, area perawatan intensif, dan lain-lain. Catatan: beberapa standar meminta rumah sakit untuk menetapkan kebijakan, prosedur, program, atau dokumen tertulis lainnya bagi proses-proses spesifik. Standar-standar tersebut ditandai dengan lambang setelah uraian standar tersebut. Standar Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian. Pengaturan dan Manajemen ASC.1 Layanan sedasi dan anestesi tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua layanan tersebut memenuhi standar profesional serta standar, undang-undang dan peraturan lokal dan nasional yang berlaku. ASC.2 Seorang (atau beberapa) individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengelola layanan sedasi dan anestesi. Perawatan Sedasi ASC.3 Pemberian sedasi prosedural distandardisasi untuk seluruh rumah sakit. ASC.3.1 Praktisi yang bertanggung jawab untuk sedasi prosedural dan individu yang


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 172 bertanggung jawab untuk pemantauan pasien yang menerima sedasi prosedural, adalah praktisi dan individu yang kompeten. ASC.3.2 Sedasi prosedural diberikan dan dimonitor sesuai dengan panduan praktik profesional. ASC.3.3 Risiko, manfaat dan alternatif yang terkait dengan prosedur sedasi didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang-orang yang membuat keputusan untuk pasien. Perawatan Anestesi ASC.4 Seorang individu yang kompeten melaksanakan pengkajian praanestesi dan pengkajian prainduksi. ASC.5 Perawatan anestesi setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan, dan tindakan anestesi serta teknik yang digunakan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. ASC.5.1 Risiko, manfaat dan alternatif terkait tindakan anestesi dan pengendalian nyeri pascaoperasi didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang yang membuat keputusan untuk pasien. ASC.6 Status fisiologis setiap pasien selama tindakan anestesi dan pembedahan dipantau sesuai dengan panduan praktik profesional dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. ASC.6.1 Status pascaanestesi masing-masing pasien dipantau dan didokumentasikan, dan pasien dipulangkan dari area pemulihan oleh individu yang kompeten dengan menggunakan kriteria yang jelas. Perawatan Bedah ASC.7 Perawatan bedah setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan berdasarkan hasil-hasil pengkajian. ASC.7.1 Risiko, manfaat, dan alternatif prosedur didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang yang membuat keputusan untuk pasien. ASC.7.2 Informasi mengenai prosedur pembedahan didokumentasikan dalam rekam medis pasien untuk memudahkan perawatan yang berkesinambungan. ASC.7.3 Perawatan pasien setelah pembedahan direncanakan dan didokumentasikan. ASC.7.4 Perawatan bedah yang mencakup implantasi perangkat medis direncanakan dengan pertimbangan khusus tentang bagaimana memodifikasi proses dan prosedur standar. Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen Penilaian Pengaturan dan Manajemen Standar ASC.1 Layanan sedasi dan anestesi tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua layanan tersebut memenuhi standar profesional serta standar, undang-undang dan peraturan lokal dan nasional yang berlaku. Maksud dan Tujuan ASC.1 Sedasi dan anestesi secara umum dipandang sebagai suatu kesinambungan, mulai dari sedasi minimal hingga anestesi penuh. Respons pasien dapat berubah selama kesinambungan tersebut, selama refleks protektif jalan napas pasien terpapar risiko. Penggunaan sedasi dan anestesi adalah suatu proses yang kompleks, yang harus diintegrasikan ke dalam perencanaan perawatan pasien. Sedasi dan anestesi memerlukan pengkajian pasien yang lengkap dan menyeluruh, pemantauan pasien berkelanjutan dan kriteria pemulihan yang objektif. Rumah sakit memiliki sebuah sistem untuk pemberian layanan sedasi dan anestesi yang diperlukan oleh


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 173 populasi pasiennya, layanan klinis yang ditawarkan dan kebutuhan praktisi kesehatan. Pelayanan sedasi dan anestesi diberikan berdasarkan standar praktik profesional pelayanan dan sesuai dengan undang-undang dan peraturan lokal dan nasional yang berlaku. Layanan sedasi dan anestesi tersedia setelah jam kerja normal untuk kegawatdaruratan. Layanan sedasi dan anestesi (termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawatdaruratan) dapat diberikan oleh rumah sakit, melalui kesepakatan dengan pihak luar (sebagai contoh, seorang ahli anestesi atau praktik kelompok anestesi), atau keduanya. Penggunaan sumber daya anestesi dari luar dilakukan berdasarkan rekomendasi dari pimpinan layanan sedasi dan anestesi. Sumber daya luar memenuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta memiliki kualitas dan rekam jejak keamanan pasien yang dapat diterima, yang didefinisikan di dalam kontrak untuk pemberian layanan. (Lihat juga GLD.6 dan GLD.6.1) Elemen Penilaian ASC.1 ❑ 1. Layanan sedasi dan anestesi memenuhi praktik standar profesional, undang-undang serta peraturan lokal dan nasional yang berlaku. ❑ 2. Layanan sedasi dan anestesi tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien. ❑ 3. Layanan sedasi dan anestesi tersedia untuk kegawatdaruratan setelah jam kerja normal. ❑ 4. Sumber daya sedasi dan anestesi dari luar dipilih berdasarkan rekomendasi dari pimpinan layanan sedasi dan anestesi, catatan kinerja yang dapat diterima, serta kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku. ❑ 5. Terdapat kontrak untuk layanan sedasi dan anestesi dari luar apabila digunakan. Standar ASC.2 Seorang (atau beberapa) individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengelola layanan sedasi dan anestesi. Maksud dan Tujuan ASC.2 Layanan sedasi dan anestesi berada di bawah arahan satu atau lebih individu yang memenuhi kualifikasi melalui pelatihan, keahlian dan pengalaman yang didokumentasikan, serta konsisten dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Individu ini bertanggung jawab secara profesional untuk layanan anestesi yang diberikan. (Lihat juga GLD.6 dan GLD.9) Tanggung jawabnya meliputi • mengembangkan, menerapkan, dan memelihara kebijakan dan prosedur; • melakukan pengawasan administratif; • menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan; • merekomendasikan sumber daya dari luar untuk layanan sedasi dan anestesi; dan • memantau dan menelaah semua layanan sedasi dan anestesi. Elemen Penilaian ASC.2 ❑ 1. Layanan sedasi dan anestesi seragam di seluruh rumah sakit. ❑ 2. Layanan sedasi dan anestesi berada di bawah arahan satu atau lebih individu yang kompeten. ❑ 3. Tanggung jawab untuk merekomendasikan sumber daya dari luar untuk layanan sedasi dan anestesi didefinisikan dan dijalankan. ❑ 4. Tanggung jawab untuk memantau dan menelaah semua layanan sedasi dan anestesi didefinisikan dan dijalankan.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 174 Perawatan Sedasi Standar ASC.3 Pemberian sedasi prosedural distandardisasi untuk seluruh rumah sakit. Maksud dan Tujuan ASC.3 Sedasi prosedural didefinisikan sebagai “…teknik pemberian sedasi atau agen disosiatif dengan atau tanpa analgetik untuk menginduksi perubahan tingkat kesadaran yang memungkinkan pasien menoleransi prosedur yang menyakitkan atau tidak nyaman, dengan tetap menjaga fungsi kardiorespirasi.” Terlepas dari jenis obat, dosis, atau rute pemberiannya, apabila obat diberikan dengan tujuan mengubah status kognitif pasien dalam rangka memfasilitasi suatu prosedur tertentu, maka hal ini tetap dianggap sebagai sedasi prosedural. Sedasi prosedural sering kali dilakukan di banyak area rumah sakit di luar kamar operasi. Karena sedasi prosedural, seperti halnya anestesi, mempunyai potensi risiko yang cukup bermakna bagi pasien, pemberian sedasi harus seragam di seluruh rumah sakit. Kualifikasi dari staf yang terlibat dalam prosedur, peralatan medis, barang habis pakai, dan pemantauan harus sama di mana pun sedasi prosedural dilakukan di dalam rumah sakit. Untuk itu, rumah sakit harus mengembangkan panduan spesifik tentang bagaimana dan di mana saja sedasi boleh dilakukan. Standardisasi sedasi prosedural didukung oleh kebijakan dan prosedur yang dipahami oleh semua praktisi yang diberikan izin untuk melakukan sedasi prosedural serta mengidentifikasi a) area-area di dalam rumah sakit tempat sedasi prosedural dapat dilakukan; b) kualifikasi atau keterampilan khusus dari staf yang terlibat dalam proses sedasi prosedural; (Lihat juga SQE.3) c) perbedaan antara populasi anak, dewasa, dan geriatri ataupun pertimbangan khusus lainnya (Lihat juga AOP.1.6); d) ketersediaan dan penggunaan peralatan medis khusus dengan segera, yang sesuai dengan usia dan riwayat pasien (Lihat juga COP.3.3); dan e) adanya persetujuan medis (informed consent) untuk prosedur maupun sedasinya. (Lihat juga PCC.4.2) Selama sedasi prosedural, individu yang terlatih untuk bantuan hidup lanjut serta peralatan dan perlengkapan medis darurat yang sesuai dengan usia, riwayat pasien, dan tipe prosedur tersedia dengan segera. (Lihat juga SQE.8.1 dan SQE.8.1.1) Elemen Penilaian ASC.3 ❑ 1. Pemberian sedasi prosedural distandardisasi untuk seluruh rumah sakit. ❑ 2. Standardisasi sedasi prosedural termasuk mengidentifikasi dan mencakup paling sedikit butir a) sampai e) pada bagian maksud dan tujuan. ❑ 3. Peralatan dan perbekalan gawat darurat selalu tersedia dan disesuaikan dengan jenis sedasi yang dilakukan serta dengan usia dan kondisi medis pasien. ❑ 4. Individu yang sudah terlatih dalam Bantuan Hidup Lanjut sesuai dengan usia dan riwayat pasien harus segera siaga ketika prosedur sedasi sedang dilakukan. Standar ASC.3.1 Praktisi yang bertanggung jawab untuk sedasi prosedural dan individu yang bertanggung jawab untuk pemantauan pasien yang menerima sedasi prosedural, adalah praktisi dan individu yang kompeten. Maksud dan Tujuan ASC.3.1 Kualifikasi dokter, dokter gigi, atau individu lain yang bertanggung jawab untuk pasien yang menerima sedasi


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 175 prosedural sangatlah penting. Pemahaman metode sedasi sehubungan dengan kondisi pasien dan jenis dari prosedur yang dilakukan dapat meningkatkan toleransi pasien terhadap prosedur yang tidak nyaman atau nyeri dan dapat mengurangi risiko komplikasi. Komplikasi terkait sedasi prosedural terutama mencakup menurunnya fungsi jantung atau pernapasan. Oleh sebab itu, diperlukan setidaknya sertifikasi untuk Bantuan Hidup Dasar. Selain itu, pengetahuan tentang farmakologi dari agen sedasi yang digunakan, serta agen pembalik efek (reversal agent), dapat menurunkan risiko hasil yang tidak diharapkan. Karena itu, individu yang bertanggung jawab untuk sedasi prosedural harus kompeten dalam a) teknik dan berbagai cara sedasi; b) farmakologi obat sedasi dan penggunaan agen pembalik efek; c) persyaratan pemantauan; dan d) respons terhadap komplikasi. (Lihat juga SQE.10) Praktisi kesehatan yang melakukan prosedur sebaiknya tidak sekaligus bertanggung jawab memberikan pemantauan berkelanjutan terhadap pasien. Harus ada individu lain yang kompeten, seperti dokter spesialis anestesi atau perawat yang terlatih, yang bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan berkesinambungan terhadap parameter fisiologis pasien dan membantu dalam tindakan penopang atau resusitasi. (Lihat juga SQE.3) Individu yang bertanggung jawab melakukan pemantauan harus kompeten dalam e) persyaratan pemantauan; f) respons terhadap komplikasi; g) penggunaan agen pembalik efek; dan h) kriteria pemulihan. Elemen Penilaian ASC.3.1 ❑ 1. Praktisi kesehatan yang bertanggung jawab memberikan sedasi prosedural harus dapat menunjukkan bukti kompetensi paling tidak dalam butir a) sampai d) pada bagian maksud dan tujuan. ❑ 2. Individu yang bertanggung jawab terhadap pemantauan pasien selama sedasi prosedural kompeten paling tidak dalam butir e) sampai h) pada bagian maksud dan tujuan. ❑ 3. Kompetensi sedasi prosedural untuk semua staf yang terlibat dalam sedasi didokumentasikan dalam arsip personalia. Standar ASC.3.2 Sedasi prosedural diberikan dan dimonitor sesuai dengan panduan praktik profesional. Maksud dan Tujuan ASC.3.2 Derajat sedasi berlangsung dalam suatu kesinambungan mulai dari sedasi ringan hingga berat, dan pasien dapat berubah dari satu derajat ke derajat lainnya. Banyak faktor yang memengaruhi respons pasien terhadap sedasi dan hal ini dapat memengaruhi derajat sedasi seorang pasien. Faktor-faktor tersebut termasuk obat-obatan yang diberikan, rute pemberian dan dosis, usia pasien (anak, dewasa atau geriatri), serta riwayat medis pasien. Sebagai contoh, riwayat gangguan organ utama, pengobatan saat ini yang dapat berinteraksi dengan obatobatan sedasi, alergi obat, respons yang tidak diharapkan terhadap anestesi atau sedasi sebelumnya, dan penyalahgunaan zat, masing-masing memiliki dampak pada respons pasien terhadap sedasi prosedural. Bila status fisik pasien berisiko tinggi, diberikan pertimbangan terhadap tambahan kebutuhan klinis pasien dan ketepatan sedasi prosedural. Pengkajian prasedasi membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi respons pasien terhadap sedasi prosedural dan juga membantu mengidentifikasi temuan-temuan yang mungkin bermakna dari pemantauan selama dan setelah prosedur. (Lihat juga AOP.1.1) Praktisi kesehatan yang memiliki kualifikasi bertanggung jawab melakukan pengkajian prasedasi dari pasien untuk a) mengidentifikasi masalah jalan napas yang dapat memengaruhi jenis sedasi yang digunakan; b) mengevaluasi pasien-pasien yang berisiko agar dapat diberikan sedasi prosedural yang sesuai; c) merencanakan jenis sedasi dan tingkat sedasi yang diperlukan pasien berdasarkan prosedur yang dilakukan;


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 176 d) memberikan sedasi dengan aman; dan e) menginterpretasikan temuan dari pemantauan pasien selama prosedur sedasi dan pemulihan. Cakupan dan isi dari pengkajian ini berdasarkan pada panduan profesional dan didefinisikan dalam kebijakan rumah sakit. Pasien yang menjalani sedasi prosedural memerlukan pemantauan tingkat kesadaran, ventilator dan status oksigenasi, serta variabel hemodinamik dengan frekuensi sesuai dengan jenis dan jumlah obat-obatan yang diberikan, durasi prosedur, dan jenis serta kondisi pasien. Pertimbangan penting selama prosedur sedasi termasuk kemampuan pasien untuk mempertahankan refleks protektif; jalan napas independen yang selalu paten, dan kemampuan untuk berespons terhadap stimulasi fisik atau perintah verbal. Individu yang kompeten bertanggung jawab untuk memberikan pemantauan berkesinambungan terhadap parameter fisik pasien serta membantu tindakan penopang atau resusitasi hingga pasien pulih kembali dengan aman. Saat prosedur selesai, pasien masih dapat terpapar risiko komplikasi akibat tertundanya absorpsi total dari obat sedasi, depresi napas, dan/atau kurangnya stimulasi akibat prosedur. Pasien tetap memerlukan pemantauan hingga mereka hampir mencapai tingkat kesadaran dan parameter hemodinamik awal mereka. Kriteria objektif dapat membantu mengidentifikasi pasien yang sudah pulih kembali dan/atau siap untuk dipulangkan.. (Lihat juga QPS.8) Elemen Penilaian ASC.3.2 ❑ 1. Terdapat pengkajian prasedasi yang dilakukan dan didokumentasikan, yang mencakup paling tidak butir a) sampai e) dalam maksud dan tujuan untuk mengevaluasi risiko dan ketepatan sedasi prosedural untuk pasien. ❑ 2. Seorang individu yang kompeten bertanggung jawab untuk memantau pasien selama periode sedasi dan mendokumentasikan pemantauan. ❑ 3. Kriteria yang jelas digunakan dan didokumentasikan untuk proses pemulihan dan pemulangan pasien setelah sedasi prosedural. Standar ASC.3.3 Risiko, manfaat dan alternatif yang terkait dengan prosedur sedasi didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang-orang yang membuat keputusan untuk pasien. Maksud dan Tujuan ASC.3.3 Proses perencanaan sedasi prosedural mencakup edukasi kepada pasien, keluarga pasien, atau pembuat keputusan, mengenai risiko, manfaat dan alternatif terkait sedasi prosedural tersebut. Diskusi ini dilakukan sebagai bagian dari proses memperoleh persetujuan untuk sedasi prosedural seperti yang disyaratkan dalam PCC.4.2 dan PCC.4.3. Seorang individu yang kompetenlah yang memberikan edukasi ini. Elemen Penilaian ASC.3.3 ❑ 1. Pasien, keluarga dan/atau pembuat keputusan diberikan edukasi tentang risiko, manfaat dan alternatif dari sedasi prosedural. ❑ 2. The Pasien, keluarga dan/atau pembuat keputusan diberikan edukasi tentang analgesia pascaprosedur. ❑ 3. Individu yang kompetenlah yang memberikan edukasi tersebut.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 177 Perawatan Anestesi Standar ASC.4 Seorang individu yang kompeten melaksanakan pengkajian praanestesi dan pengkajian prainduksi. Maksud dan Tujuan ASC.4 Karena anestesi memiliki risiko tingkat tinggi, pemberiannya harus direncanakan dengan hati-hati. Pengkajian praanestesi pasien adalah dasar dari rencana tersebut, untuk mengidentifikasi temuan selama pemantauan anestesi dan pemulihan yang mungkin bermakna, dan untuk menentukan penggunaan analgesia pascaoperasi. Pengkajian praanestesi memberikan informasi yang diperlukan untuk • identifikasi masalah jalan napas; • pemilihan anestesi dan perencanaan perawatan anestesi; • pemberian obat anestesi secara aman berdasarkan pengkajian pasien, risiko yang teridentifikasi, dan jenis prosedur; • interpretasi temuan dari pemantauan pasien selama anestesi dan pemulihan; serta • pemberian informasi untuk penggunaan analgesia setelah pembedahan. Seorang ahli anestesi atau individu lain yang kompeten melaksanakan pengkajian praanestesi tersebut. Penilaian praanestesi dapat dilaksanakan beberapa saat sebelum penerimaan pasien ke dalam rumah sakit atau sebelum prosedur bedah dilakukan ataupun sesaat sebelum operasi dimulai, seperti yang dilakukan untuk pasien gawat darurat dan kebidanan. (Lihat juga AOP.1.1 dan AOP.1.3) Pengkajian prainduksi terpisah dengan pengkajian praanestesi, karena pengkajian tersebut berfokus pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi dan dilaksanakan segera sebelum induksi anestesi. Apabila anestesi harus diberikan secara darurat, pengkajian praanestesi dan pengkajian prainduksi dapat dilaksanakan segera secara berurutan, atau secara bersama-sama, tetapi didokumentasikan secara terpisah. Elemen Penilaian ASC.4 ❑ 1. Pengkajian praanestesi dilaksanakan untuk setiap pasien. ❑ 2. Pengkajian prainduksi yang terpisah dilaksanakan untuk mengevaluasi ulang pasien segera sebelum induksi anestesi. ❑ 3. Kedua pengkajian tersebut dilaksanakan oleh seorang individu atau lebih yang kompeten untuk melaksanakannya dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Standar ASC.5 Perawatan anestesi dan (jika ada) penanganan nyeri pascaoperasi setiap pasien direncanakan, demikian juga risiko, manfaat, dan tindakan/penanganan alternatif harus didiskusikan dengan pasien dan/atau individu yang mengambil keputusan untuk pasien dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Maksud dan Tujuan ASC.5 Perawatan anestesi direncanakan dengan hati-hati dan didokumentasikan dalam catatan anestesi. Rencana perawatan tersebut mencakup juga informasi dari pengkajian pasien lainnya dan mengidentifikasi anestesi yang akan digunakan, metode pemberian, obat-obatan dan cairan lainnya, prosedur pemantauan, dan perawatan pascaanestesi yang diantisipasi. Proses perencanaan tindakan anestesi mencakup edukasi kepada pasien, keluarga pasien, atau pembuat keputusan mengenai risiko, manfaat, dan alternatif yang berkaitan dengan tindakan anestesi dan analgesia pascaoperasi yang direncanakan.. (Lihat juga PCC.4.3) Diskusi ini merupakan bagian dari proses untuk memperoleh persetujuan tindakan anestesi seperti yang disyaratkan dalam PCC.4.2. Seorang ahli anestesi atau individu yang kompeten memberikan edukasi ini. (Lihat juga PCC.5.2)


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 178 Saat penanganan nyeri pascaoperasi dilakukan oleh unit layanan anestesi, rencana penanganan nyeri pascaoperasi tersebut ditinjau dan didiskusikan antara pasien dan ahli anestesi atau individu lain yang kompeten dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Agen anestesi, dosis (bila dapat diterapkan), teknik anestesi, dan individu kompeten yang melakukan anestesi didokumentasikan dalam catatan anestesi pasien. (Lihat juga COP.2.1; QPS.8; dan MOI.8.1) Elemen Penilaian ASC.5 ❑ 1. Perawatan anestesi untuk masing-masing pasien direncanakan dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. ❑ 2. Pasien, keluarga pasien, dan/atau individu yang mengambil keputusan untuk pasien diberi edukasi mengenai risiko, manfaat, dan alternatif anestesi. ❑ 3. Jika sesuai, pasien, keluarga pasien, dan/atau individu yang mengambil keputusan untuk pasien diberikan edukasi sebelum tindakan dilakukan mengenai pilihan penanganan nyeri pascaoperasi yang tersedia. ❑ 4. Obat anestesi, dosis (jika sesuai), dan teknik anestesi didokumentasikan dalam catatan anestesi pasien. ❑ 5. Ahli anestesi dan/atau perawat anestesi serta penata anestesi diidentifikasi dalam catatan anestesi pasien. Standar ASC.6 Status fisiologis setiap pasien selama tindakan anestesi dan pembedahan dipantau sesuai dengan panduan praktik profesional dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Maksud dan Tujuan ASC.6 Pemantauan fisiologis memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai status pasien selama tindakan anestesi (umum, spinal, regional dan lokal) dan masa pemulihan. Hasil dari pemantauan menjadi dasar untuk mengambil keputusan intraoperasi yang penting dan juga menjadi dasar pengambilan keputusan pascaoperasi seperti pembedahan ulang, pemindahan ke tingkat perawatan lain, atau pemulangan pasien. Informasi dari pemantauan akan memandu perawatan medis dan keperawatan serta mengidentifikasi kebutuhan diagnostik dan layanan lainnya. Temuan pemantauan dimasukkan ke dalam rekam medis pasien. Metode pemantauan bergantung pada status praanestesi pasien, pemilihan jenis tindakan anestesi, dan kerumitan pembedahan atau prosedur lainnya yang dilakukan selama tindakan anestesi. Meskipun demikian, pemantauan menyeluruh selama tindakan anestesi dan pembedahan dalam semua kasus harus sesuai dengan praktik profesional dan didefinisikan dalam kebijakan rumah sakit. (Lihat juga GLD.7) Hasil-hasil pemantauan didokumentasikan dalam rekam medis. (Lihat juga COP.2.1 dan MOI.8.1) Elemen Penilaian ASC.6 ❑ 1. Frekuensi dan jenis pemantauan selama tindakan anestesi dan pembedahan didasarkan pada status praanestesi pasien, anestesi yang digunakan, serta prosedur pembedahan yang dilakukan. ❑ 2. Pemantauan dari status fisiologis pasien sesuai dengan praktik profesional. ❑ 3. Hasil dari pemantauan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Standar ASC.6.1 Status pascaanestesi masing-masing pasien dipantau dan didokumentasikan, dan pasien dipulangkan dari area pemulihan oleh individu yang kompeten dengan menggunakan kriteria yang jelas.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 179 Maksud dan Tujuan ASC.6.1 Pemantauan selama periode anestesi adalah dasar dari pemantauan saat periode pemulihan pascaanestesi. Pengumpulan dan analisis data secara berkesinambungan dan sistematis terhadap status pasien saat pemulihan akan menentukan keputusan mengenai pemindahan pasien ke tempat lain dan layanan yang kurang intensif. Pencatatan data pemantauan akan memberikan dokumentasi yang akan menjadi dasar penghentian pemantauan di area pemulihan ataupun dasar keputusan untuk memulangkan pasien. Bila pasien ditransfer langsung dari kamar operasi ke unit rawat inap, pemantauan dan dokumentasi akan tetap sama seperti saat di ruang pemulihan. Pemindahan pasien dari area pemulihan pascaanestesi atau penghentian pemantauan pemulihan dilakukan dengan salah satu dari beberapa alternatif cara berikut ini: a) pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang ahli anestesi yang kompeten atau oleh individu lain yang diizinkan oleh individu yang bertanggung jawab mengelola layanan anestesi. b) pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang perawat atau individu dengan kualifikasi yang setara berdasarkan kriteria pascaanestesi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit, dan rekam medis menunjukkan bukti bahwa kriteria tersebut terpenuhi. c) pasien tersebut dipindahkan ke unit yang mampu menyediakan perawatan pascaanestesi atau pascasedasi untuk pasien-pasien khusus, seperti di antaranya unit perawatan intensif kardiovaskular, atau unit perawatan intensif bedah saraf. Waktu kedatangan dan pemindahan dari area pemulihan (atau waktu mulai dan dihentikannya pemantauan pemulihan) didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Elemen Penilaian ASC.6.1 ❑ 1. Pasien dipantau selama masa pemulihan pascaanestesi. ❑ 2. Temuan-temuan dalam pemantauan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. ❑ 3. Pasien dipindahkan dari unit pascaanestesi (atau pemantauan pemulihan dihentikan) sesuai dengan alternatif yang dijabarkan pada butir a) hingga c) dalam bagian maksud dan tujuan. ❑ 4. Waktu dimulai dan dihentikannya proses pemulihan dicatat di dalam rekam medis pasien. Perawatan Bedah Standar ASC.7 Perawatan bedah setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan berdasarkan hasil-hasil pengkajian. Maksud dan Tujuan ASC.7 Pembedahan memiliki risiko tinggi, oleh karena itu pelaksanaannya direncanakan dengan hati-hati. Pengkajian pasien merupakan dasar untuk memilih prosedur bedah yang sesuai serta untuk mengidentifikasi temuan selama pemantauan yang mungkin bermakna. (Lihat juga AOP.1.1 dan AOP.1.2) Pengkajian tersebut menyediakan informasi yang diperlukan untuk • memilih prosedur yang sesuai dan waktu yang optimal; • melaksanakan prosedur dengan aman; dan • menginterpretasikan temuan-temuan dalam pemantauan pasien. Pemilihan prosedur bergantung pada riwayat pasien, status fisik, data diagnostik, serta risiko dan manfaat prosedur bagi pasien. Pemilihan prosedur mempertimbangkan informasi dari pengkajian saat pasien masuk, uji diagnostik, dan sumber lain yang tersedia. Bila seorang pasien gawat darurat membutuhkan pembedahan, waktu pelaksanaan proses pengkajian itu dipersingkat. (Lihat juga AOP.1.2.1) Perawatan bedah yang direncanakan untuk pasien tersebut didokumentasikan dalam rekam medis, termasuk diagnosis praoperasi. Nama prosedur bedah saja bukan merupakan suatu diagnosis. (Lihat juga AOP.1.3.1)


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 180 Elemen Penilaian ASC.7 ❑ 1. Dokter penanggung jawab mendokumentasikan informasi pengkajian yang digunakan untuk menyusun dan mendukung prosedur invasif yang direncanakan, didokumentasikan dalam rekam medis pasien oleh dokter penanggung jawab sebelum prosedur dilaksanakan. ❑ 2. Perawatan bedah untuk setiap pasien direncanakan berdasarkan informasi pengkajian. ❑ 3. Suatu diagnosis praoperasi dan prosedur yang direncanakan didokumentasikan dalam rekam medis pasien oleh dokter penanggung jawab sebelum prosedur dilaksanakan. Standar ASC.7.1 Risiko, manfaat, dan alternatif prosedur didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang yang membuat keputusan untuk pasien. Maksud dan Tujuan ASC.7.1 Pasien dan keluarga pasien atau pembuat keputusan memperoleh informasi yang cukup untuk mengambil keputusan tentang perawatan dan untuk membuat persetujuan medis (informed consent) yang diperlukan berdasarkan PCC.4.2. Informasi tersebut mencakup • risiko prosedur yang direncanakan; • manfaat prosedur yang direncanakan; • kemungkinan komplikasi; dan • pilihan (alternatif) bedah dan nonbedah yang tersedia untuk menangani pasien. Selain itu, apabila darah atau produk darah mungkin dibutuhkan, informasi tentang risiko dan alternatifnya didiskusikan. (Lihat juga PCC.4.1) Dokter bedah pasien atau individu lain yang kompeten memberikan informasi tersebut. (Lihat juga PCC.5.2) Elemen Penilaian ASC.7.1 ❑ 1. Pasien, keluarga pasien, dan pembuat keputusan diedukasi mengenai risiko, manfaat, kemungkinan komplikasi, dan alternatif yang berkaitan dengan prosedur bedah yang direncanakan. ❑ 2. Edukasi tersebut mencakup kebutuhan, risiko dan manfaat, serta alternatif penggunaan darah dan produk darah. ❑ 3. Dokter bedah pasien atau individu lain yang kompeten memberikan edukasi tersebut dan mendokumentasikannya. Standar ASC.7.2 Informasi mengenai prosedur pembedahan didokumentasikan dalam rekam medis pasien untuk memudahkan perawatan yang berkesinambungan. Maksud dan Tujuan ASC.7.2 Perawatan pascaoperasi pasien tergantung pada kejadian dan temuan selama prosedur bedah. Hal yang paling penting adalah bahwa semua tindakan dan hasil akhir yang bermakna sehubungan dengan kondisi pasien dimasukkan ke dalam rekam medis pasien. Informasi ini dapat disajikan dalam bentuk template— baik di kertas ataupun secara elektronik—ataupun dalam bentuk laporan operasi, seperti laporan jalannya operasi secara tertulis. Untuk mendukung perawatan suportif pascaoperasi yang berkelanjutan, informasi tentang pembedahan dicatat dalam rekam medis pasien segera setelah pembedahan, sebelum pasien dipindahkan dari kamar operasi atau area pemulihan pascaanestesi. (Lihat juga MOI.8.1) Dokumentasi informasi tentang pembedahan mencakup paling tidak a) diagnosis pascaoperasi;


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 181 b) nama operator bedah dan para asistennya; c) prosedur yang dilakukan dan penjabaran setiap temuan yang didapatkan dalam prosedur tersebut; d) komplikasi perioperatif; e) spesimen bedah yang dikirim untuk pemeriksaan; f) jumlah darah yang hilang dan jumlah darah yang ditransfusikan; dan g) tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab. Sebagian informasi mungkin tercantum dalam bagian lain dalam rekam medis. (Lihat juga ACC.3) Sebagai contoh, jumlah darah yang hilang dan darah yang ditransfusikan mungkin dicatat dalam catatan anestesi, atau informasi tentang perangkat yang diimplantasikan mungkin dapat ditunjukkan dengan menggunakan stiker dari pabriknya. (Lihat juga ASC.7.4) Waktu segera setelah pembedahan didefinisikan sebagai “sesaat setelah pembedahan, sebelum pasien dipindahkan ke level perawatan berikutnya”. Definisi ini memastikan bahwa informasi yang relevan tersedia untuk pemberi perawatan berikutnya. Bila dokter bedah menemani pasien dari kamar operasi menuju unit atau area pelayanan berikutnya, maka catatan operasi, template, atau catatan perkembangan dapat ditulis di unit/area perawatan tersebut. Catatan: Dokumentasi tindakan dan tata laksana non-bedah, seperti prosedur diagnostik invasif, tata laksana intervensi, serta tata laksana dan tindakan diagnostik lainnya, telah dijabarkan dalam COP.2.1. Elemen Penilaian ASC.7.2 ❑ 1. Laporan bedah, template, atau catatan perkembangan operasi mencakup paling tidak butir a) sampai g) dari bagian maksud dan tujuan. ❑ 2. Rumah sakit mengidentifikasi informasi yang mungkin secara rutin dicatat pada lokasi spesifik lain dari rekam medis. ❑ 3. Laporan bedah, template, atau catatan perkembangan operasi tersedia segera setelah pembedahan sebelum pasien dipindahkan ke tingkat perawatan berikutnya. Standar ASC.7.3 Perawatan pasien setelah pembedahan direncanakan dan didokumentasikan. Maksud dan Tujuan ASC.7.3 Kebutuhan medis dan keperawatan pascabedah masing-masing pasien berbeda, tergantung pada prosedur pembedahan yang dilakukan dan riwayat medis pasien. Selain itu, beberapa pasien mungkin membutuhkan perawatan dari layanan lain seperti fisioterapi atau rehabilitasi. Karena itu, perawatan tersebut perlu direncanakan, termasuk tingkat perawatan, tempat perawatan, pemantauan atau pengobatan lanjutan, serta kebutuhan obat-obatan atau tata laksana dan layanan lainnya. Perencanaan perawatan pascabedah dapat dimulai sebelum pembedahan berdasarkan pengkajian kebutuhan dan kondisi pasien serta jenis pembedahan yang dilakukan. Rencana perawatan pascabedah juga mencakup kebutuhan pascabedah yang harus segera dipenuhi. Perawatan yang terencana ini didokumentasikan dalam rekam medis pasien dalam waktu 24 jam dan diverifikasi oleh layanan yang bertanggung jawab untuk memastikan kesinambungan layanan selama periode pemulihan atau rehabilitasi. Kebutuhan pascabedah dapat menurut hasil dari perbaikan klinis atau informasi baru dari pengkajian ulang rutin, atau mungkin berdasarkan perubahan mendadak dari kondisi pasien. Rencana perawatan pascabedah dapat direvisi berdasarkan perubahan ini dan didokumentasikan dalam rekam medis sebagai catatan pada rencana awal, atau sebagai rencana perawatan yang direvisi ataupun rencana perawatan baru. (Lihat juga COP.2.2) Elemen Penilaian ASC.7.3 ❑ 1. Perawatan pascabedah yang diberikan oleh tenaga medis, perawat, dan lainnya memenuhi kebutuhan pascabedah segera.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 182 ❑ 2. Rencana pascabedah yang berkelanjutan didokumentasikan dalam rekam medis pasien dalam 24 jam oleh dokter bedah penanggung jawab atau rencana tersebut ditulis oleh perwakilan dokter bedah tersebut dan diverifikasi oleh dokter bedah penanggung jawab. ❑ 3. Rencana perawatan pascabedah berkelanjutan mencakup medis, keperawatan dan lainnya sesuai dengan kebutuhan pasien. ❑ 4. Apabila terindikasi akibat perubahan kebutuhan pasien, rencana perawatan pascabedah diperbaharui atau direvisi sesuai dengan pengkajian ulang pasien oleh praktisi kesehatan. Standar ASC.7.4 Perawatan bedah yang mencakup implantasi perangkat medis direncanakan dengan pertimbangan khusus tentang bagaimana memodifikasi proses dan prosedur standar. Maksud dan Tujuan ASC.7.4 Banyak prosedur pembedahan melibatkan implantasi suatu perangkat medis. Suatu implan medis didefinisikan sebagai implan yang secara permanen dipasang dalam kavitas alami atau kavitas buatan melalui prosedur operasi di tubuh untuk secara terus-menerus membantu, mengembalikan, atau menggantikan fungsi atau struktur tubuh sepanjang masa hidup implan tersebut. Implan medis permanen sebagai contoh dapat berupa protesis (seperti protesis panggul), stent, defibrilator kardioversi, alat pacu jantung, lensa intraokular, dan pompa infus. Perawatan bedah rutin harus dimodifikasi untuk jenis prosedur bedah yang melibatkan pemasangan implan medis secara permanen sesuai pertimbangan faktor-faktor khusus seperti a) pemilihan perangkat yang sesuai dengan keilmuan dan riset yang tersedia; b) pemastian bahwa implan tersedia di kamar operasi; (Lihat juga IPSG.4) c) kualifikasi dan pelatihan dari staf teknis luar yang diperlukan selama prosedur pemasangan implan (sebagai contoh, perwakilan pabrik alat yang mungkin diperlukan untuk kalibrasi alat); d) proses pelaporan kejadian tak diharapkan terkait implan; e) pelaporan implan yang malafungsi kepada badan pengawas; f) pertimbangan khusus untuk pengendalian infeksi; dan g) instruksi khusus untuk pasien saat pulang. Pertimbangan khusus ini dapat dipadukan ke dalam panduan, protokol, kebijakan operasi, atau dokumen lainnya untuk memandu tim bedah sehingga menghasilkan proses dan luaran yang konsisten. (Lihat juga SQE.10) Kemampuan untuk melacak implan medis penting untuk mengikuti apakah terdapat infeksi luka operasi dan mengidentifikasi pasien yang mungkin menerima implan tidak steril. Selain itu, proses rekam jejak memungkinkan rumah sakit menilai keandalan proses sterilisasi. Oleh karena itu, rumah sakit mempunyai proses untuk melakukan rekam jejak implan medis. (Lihat juga ASC.7.2 dan GLD.7.1) Apabila terjadi penarikan/recall suatu implan medis, rumah sakit menginformasikan dan memantau pasien yang menerima implan tersebut. (Lihat juga FMS.9.2) Rumah sakit mengembangkan dan melaksanakan proses untuk mengontak dan memantau pasien, termasuk pasien-pasien yang mungkin berada di luar negeri. Rumah sakit menentukan jangka waktu mengontak pasien (sebagai contoh, dalam waktu 24 jam setelah pemberitahuan penarikan/recall dari implan yang bersifat menyelamatkan nyawa). Jangka waktu ini boleh lebih lama untuk implan yang tidak bersifat menyelamatkan nyawa. Elemen Penilaian ASC.7.4 ❑ 1. Layanan bedah rumah sakit mengidentifikasi jenis perangkat implan yang termasuk dalam cakupan layanannya. ❑ 2. Kebijakan dan praktik mencakup butir a) sampai g) dari maksud dan tujuan. ❑ 3. Rumah sakit mempunyai proses untuk melacak implan medis.


© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 183 ❑ 4. Rumah sakit mengembangkan dan melaksanakan proses untuk mengontak dan memantau pasien dalam jangka waktu yang ditentukan setelah menerima pemberitahuan adanya penarikan/recall suatu implan medis.


Click to View FlipBook Version