OKTOBER 2023
2 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 JENDELA 14 3 4 8 10 18 19 20 22 23 24 26 29 32 34 36 38 42 44 40 47 48 50 51 30 28 LAPORAN UTAMA RESENSI FILM Ide: M. Rifqi Mundayin Desain: Putra Alam Apriliandi & Gilang Permana Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) hadir dengan tujuan pemerataan pendidikan hingga ke daerah-daerah. Universitas Lampung (Unila) dengan niat yang sama pun melakukan hal tersebut dengan membuka PSDKU di Way Kanan. PSDKU menjadi hal yang dielu-elukan masyarakat dan pemerintah daerah. Namun, ketika membangun sebuah ‘duplikat’ kampus, maka Unila harus sadar bahwa perlu juga menduplikat mutu dan kualitasnya. Atas Nama Daun, sebuah film yang disutradarai oleh Mahatma Putra, mengemas sudut pandang yang berbeda mengenai ganja. Film ini menyajikan beberapa kisah yang berbeda yang dimuat dalam lima bab. Mahatma berusaha menunjukkan sisi lain ganja, karena seperti yang diketahui penggunaan ganja di Indonesia terlanjur dipandang menjadi hal yang tabu dan tidak terpuji. Komunitas Klub Nonton merupakan wadah untuk mengapresiasi film-film pendek. Komunitas ini juga secara konsisten menayangkan film-film pendek, sebagai bentuk apresiasi karena film pendek tak pernah muncul di layar bioskop. Tak hanya menonton, Klub Nonton juga diwarnai dengan agenda-agenda literasi dan membedah film. SALAM KAMI KOMITMEN SEJARAH ARTIKEL TEMA KARIKATUR ANAKEDAH SENI NGEKHIBAS KOMIK ESSAY FOTO KONSERVASI REVIEW LAGU CERPEN EKSPRESI KYAY JAMO ADIEN ZONA AKTIVIS KULINER GAYA HIDUP INOVASI PRESTASI MAHASISWA KESEHATAN POJOK PKM TEKA TEKI SILANG KOMUNITAS
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 3 HARAPAN BARU SALAM KAMI HARAPAN BARU Unila-Tek: Hingga dini hari, ma- sih terdengar lantang sorak su- ara dari balai rektorat (balrek). Tampaknya semangat muda tak kenal gelap malam. Walau angin menusuk, tetap saja mereka melakukan kegiatan di sana. Namun, tempat yang dikenal se- bagai lokasi ‘diskusi rumput hi- jau’ ini, memang sudah tak sera- mai dulu. Entah karena sebagian Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang sekretariatnya sudah pin- dah ke rumah baru, atau karena rumput balrek yang sedang tak hijau sebab kemarau. Sayangnya, suara dari seberang sana masih terdengar sayupsayup. Tak bisa lantang, kare- na tak punya pengeras suara. Berbagai keluhan hadir dari mereka yang menimba ilmu di kampus cabang, karena fasili- tas tak begitu enak dirasakan. Belum selesai urusan itu, Univer- sitas Lampung telah siap untuk kembali membuka kampus baru berlabel Program Studi Di luar Kampus Utama (PSDKU) dengan harapan melakukan pemerataan pendidikan supaya dapat dira- sakan hingga pelosok daerah. Sama halnya berharap rumput balrek kembali hijau, civitas aca- demica berharap PSDKU tumbuh dan hadir menjadi harapan baru masyarakat daerah. Apa yang kami tuangkan bukan serta-merta menyudutkan tanpa tujuan, bukan pula menggiring opini tanpa menilik. Kami sampaikan sebagai bentuk kebera- nian dan kepedulian kami dalam menyikapi segala persoalan. Kami kembali menyapa kalian dengan menyajikan segala infor- masi yang kritis, terangkum da- lam sajian Majalah Edisi 222. Melalui Majalah edisi 222 ini, Teknokra menggoreskan tinta dalam laporan utama yang bertajuk Unila Serupa Tapi Tak Sama, mengenai penerapan serta kesiapan pendirian PSD- KU Unila. Semoga tulisan-tulisan kami ini dapat membawa peru- bahan-perubahan untuk mema- jukan kampus tercinta. Pers Mahasiswa memiliki peran penting dalam memberikan informasi, memberikan pandangan kritis terhadap isu-isu kampus, dan memfasilitasi diskusi di ka- langan mahasiswa. Kami selalu mengabarkan informasi untuk menunjukkan bahwa Teknokra bersikap independen dan memi- hak kepada kebenaran akan suatu berita yang dimuat sesuai dengan fakta yang ada. Pojok PKM tidak akan berhenti untuk selalu menyuarakan dan mengajak para pembaca teruta- ma civitas academica Unila untuk berani mengkritisi serta jangan pernah bungkam terhadap suatu kondisi apapun yang terjadi. Tetap Berpikir Merdeka ! PELINDUNGProf. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., I.P.M.,PENASEHAT Dr. Anna Gustina Zainal, S.Sos., M.Si. DEWAN PEMBINADr. M. Thoha B. Sampurna Jaya, M.S.ANGGOTA DEWAN PEMBINA Prof. Dr. Yuswanto, S.H.,M.Hum., Dr. Maulana Mukhlis, S.Sos., M.IP., Asrian Hendi Caya, SE.,ME, Dr. Yoke Moelgini, M. Si., Irsan Dalimurte, SE., M. Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., Dr. H. Sulton Djasmi., M.Si., Tony Wijaya, S.Sos., MA. PEMIMPIN UMUM Syendi Arjuna PEMIMPIN REDAKSI CETAK Antuk Nugrahaning Pangeran REDAKTUR BERITA CETAK Revina Azzahra REDAKTUR ARTISTIK Neza Puspita Tarigan PEMIMPIN REDAKSI DARING Antuk Nugrahaning Pangeran REDAKTUR BERITA DARING Sepbrina Larasati PRODUCER Rara Maharani Bintang Lampung REPORTER Sintia Enola Tambunan, Ratu Ayu Junjung BiruSTAF ARTISTIKAlam Putra Apriliandi, Ruhan Amrina FOTOGRAFER Faridh Azka Alfathani KAMERAWAN Della Amelia Putri EDITOR Melsa Amrina, Faridh Azka AlfathaniPODCASTER Chika Ayu Safira PEMIMPIN USAHAM. Rifqi Mundayin MANAGER OPERASIONAL Rara Maharani Bintang Lampung STAF IKLAN DAN PEMASARAN Cindy Putri Jussyca Sari STAF KEUANGAN Cindy Putri Jussyca Sari KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Syendi Arjuna STAF PUSLITBANG Dede Maesin, Revina Azzahra KEPALA KESEKRETARIATAN M. Rifqi Mundayin STAF KESEKRETARIATAN Ratu Ayu Junjung Biru MAGANG Ummul Padillah, Titin Mustika, Meita Indriani, Afina, Anindita, Arali, Azziza, Cahya, Dea, Dhena, Ririn, Eli, Gilang, Hesti, Indah, Intan Naya, Intan P., Kristina, Mentari, Miftahul, Nesya, Niken, Nisya, Nyoman, Rifa, Dian, Risma, Siti, Taufik, Vindi, Widia, Hafiz, Zahra. Majalah Teknokra diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasisawa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung. Alamat Graha Kemahasiswaan Lt. 1 Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandarlampung 35411 Email: [email protected] Website: www.teknokra.co I www.teknokra.id
4 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KOMITMEN Meratakan Kesenjangan Bila menilik kampus cabang yang dimiliki Universitas Lampung (Unila) -Kampus Metro dan Kampus Panglima Polim-, hingga saat ini masih memunculkan keluhan-keluhan dari para mahasiswanya, tentu karena dianggap tak memberikan fasilitas yang setara dan senyaman di kampus utama. Walaupun jika ditimbang-timbang, kampus utama pun tak bisa dibilang nyaman. Akan tetapi, tampaknya Unila tak mengukur diri. Terbukti, Unila kembali memperluas sayapnya melalui Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU). Program yang diinisiasi oleh Kemendikbud ini, dikelola Unila bersama dengan pemerintah daerah setempat, salah satunya kabupaten Way Kanan. Pada 10 Juli 2023 lalu, PSDKU Unila Way Kanan mulai beroperasi dengan menerima mahasiswa baru sebanyak 40 orang. Fasilitas dan akomodasi di sana disediakan dan didanai oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Way Kanan, sementara kurikulum, mahasiswa, pembelajaran dan pengajaran diatur oleh Unila. Tujuan utama berdirinya PSDKU adalah pemerataan pendidikan di wilayah yang jauh dari Perguruan Tinggi. Dengan kata ‘pemerataan’ tentunya berarti merata, sama serta tak ada pembeda. Namun, apalah arti sebuah kata. Fasilitas serta sarana prasarana yang saat ini ada di PSDKU, patut dipertanyakan, apakah akan sama dengan yang ada di kampus utama? Atau belum? Atau entah juga belum terlihat karena baru seumur jagung, terhitung tiga bulanan. PSDKU merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu dan dielu-elukan masyarakat daerah. PSDKU dipandang sebagai salah satu awal untuk membuat daerah tersebut menjadi lebih maju dan berkembang dalam berbagai hal, baik itu perekonomian, politik, pariwisata, pertanian, dan lainnya. PSDKU adalah harapan agar mereka yang jauh dari kota juga merasakan bagaimana rasanya mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi terkenal. Maka, harapan tersebut haruslah menjadi semangat untuk memberikan sesuatu yang sama dan seharusnya. Kalau dikatakan sama, mungkin hanya tenaga pendidik yang sama, seperti dosen yang berasal dari kampus utama. Namun, hal itu tentu tak berjalan mulus. Banyak kendala serta rintangan yang harus dihadapi tenaga pendidik untuk mengajar kesana. Salah satunya ialah jarak yang jauh, akomodasi yang diberikan, serta jadwal pengajaran yang masih bertabrakan. Unila seolah gagap memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan tenaga pendidik yang tidak kelimpungan. Kelimpungan dosen adalah penyebab Unila tak menyediakan akomodasi perjalanan dan penginapan yang sesuai untuk tenaga pengajar. Sebenarnya di atas itu, tak ada yang lebih dikhawatirkan daripada mutu dan kualitas. Ketika membangun sebuah cabang dari restoran, maka makanan yang harus diracik dengan bumbu dan disajikan dengan rasa yang sama di lidah. Begitu pula dengan PSDKU, jarak yang jauh dari lokasi kampus utama, tak boleh menjadi alasan mutu PSDKU tak sama dengan kampus utama. Proses transfer pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan di perguruan tinggi, bukan hanya terjadi ketika proses belajar mengajar terjadi. Perguruan tinggi bukan hanya penghasil ijazah, melainkan wadah pengetahuan. PSDKU harus mampu memberikan itu. PSDKU harusnya dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Tentunya civitas academica Unila berperan besar, dalam mengawasi semua kebijakan yang diterapkan kampus hijau itu. Perlunya mengkritisi setiap kebijakan Unila penting, terutama dalam kesiapan serta persiapannya membangun banyak kampus di berbagai daerah yang jauh dari Perguruan Tinggi. Apapun kebijakan yang diterapkan oleh Unila, civitas academica tak luput terciprat imbasnya. Bukan suatu masalah jika Unila membangun PSDKU, justru program tersebut merupakan hal positif, karena membantu ‘pemerataan’ pendidikan untuk generasi muda yang masih berdomisili jauh dari Perguruan Tinggi. Namun, apakah dengan fasilitas, sarana-prasarana, kualitas pengajaran yang saat ini diberikan sama dengan yang ada di kampus utama, apakah nantinya akan mewujudkan sebuah ‘pemerataan?’ Atau malah justru ‘pemerataan kesenjangan?”•
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 5 Pelik Rasio Dosen dan Mahasiswa Oleh : Ummul Padillah dan Antuk Nugrahaning Pangeran Unila-Tek: Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 105/M/VI/2015 tentang Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), disebutkan bahwa rasio ideal antara dosen dan mahasiswa dalam sebuah program studi adalah 1:20 untuk eksakta, dan 1:30 untuk ilmu sosial, dengan toleransi 50%. Jika melirik data terakhir pada website pddikti.kemdikbud.go.id, yaitu data semester genap tahun 2022, di Universitas Lampung (Unila) hanya program studi Teknik Kimia yang memiliki rasio dosen melebihi tatanan ideal, yaitu sebesar 1:24. Namun, jika dicermati, jumlah dosen yang diperbandingkan bukanlah jumlah dosen homebase (dosen tetap), melainkan jumlah dosen penghitung rasio. Artinya dosen yang membantu pengajaran pada mata kuliah yang bersifat umum dan dasar, juga diikutsertakan dalam data untuk membandingkan rasio dosen dengan mahasiswa. Hal ini terlihat jelas di berbagai program studi di Unila. Di Teknik Geodesi misalnya, jumlah dosen penghitung rasio tertulis 25 orang. Sedangkan dosen homebase hanyalah berjumlah 8 orang, sisanya kebanyakan merupakan dosen yang mengajar mata kuliah umum seperti matematika dasar, bahasa Inggris, Kuliah Kerja Nyata dan lainnya. Kurangnya jumlah dosen homebase, atau dosen yang berkompeten di bidang keahliannya, menimbulkan keluhan dari mahasiswa. Keluhan hadir dari mahasiswa yang sedang melakukan penelitian skripsi, Maghafirah (Teknik Geodesi’19). Menurutnya, jumlah dosen yang sedikit, membuat mereka harus ‘rebutan’ memilih pembimbing penelitian yang diinginkan sesuai topik penelitian yang akan diajukan. “Kalau mau milih pembimbing, itu kurang sih, karena dosennya sedikit, ketemunya sama dosen ini lagi, yang nguji ini lagi. Pokoknya kalau udah penuh (mahasiswa bimbingannya) dia (dosen pembimbing) tutup. Nanti kita dialihin ke dosen yang lain,” jelasnya. Hal ini juga berdampak panjang para proses pengajaran di ruang kelas, misalnya pada S1 Ilmu Hukum Walaupun belum menyentuh angka maksimal rasio dosen dan mahasiswa, tetapi keluhan tetap datang dari mahasiswa. Tri Sinta Sari (Ilmu Hukum’21) mengatakan terdapat beberapa mata kuliah yang memiliki kuota maksimal mencapai 100-120 orang. “Itu menurut aku enggak efektif ya, enggak tercapai tujuan dari pembelajaran. Kita mahasiswanya enggak paham. Terus dengan mahasiswa yang banyak, otomatis kelasnya bakal besar, walaupun dosennya pakai mic, juga sedikit kurang kondusif sih,” ungkapnya. Jumlah mahasiswa yang semakin banyak, juga membuat suatu mata kuliah seringkali dibagi menjadi dua hingga tiga kelas. Namun, permasalahan diperparah dengan ‘kebiasaan’ dosen yang kerapkali menggabungkan kelas. Seperti yang disampaikan Hilya Imanina (Ekonomi Pembangunan’23). “Ada mata kuliah itu udah dibagi jadi tiga kelas. Tapi ternyata tiba-tiba dua kelas terakhir itu digabung. Jadi kan (dalam) satu (ruang) kelasnya itu penuh, bahkan ada yang enggak dapet kursi,” tuturnya. Menanggapi keluhan mahasiswa terkait jumlah dan kinerja dosen, Wakil Rektor Bidang Akademik, Suripto Dwi Yuwono mengungkapkan bahwa permasalahan kekurangan dosen, program studilah yang seharusnya mengetahui dan melaporkannya. “Yang bisa melaporan kekurangan dosen adalah prodi, bukan mahasiswa,”ungkapnya. Terkait keluhan jumlah kuota mahasiswa dalam satu kelas, serta fenomena penggabungan kelas yang dilakukan oleh beberapa oknum dosen, Suripto mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang perlu ke fakultas masing-masing. Menurutnya setiap fakultas mempunyai kebijakan tersendiri terhadap proses pembelajaran. “Mungkin ditanyakan ke fakultas tersebut, masalah apa, kenapa pembelajarannya dilakukan seperti itu. Atau memang kebijakan di fakultas hukum (misalnya), kan setiap fakultas punya kebijakan,” katanya • Fotografer: Taufik Hidayah Kebersihan. Karyawan kebersihan Universitas Lampung sedang menyapu dan membersihkan area depan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan (18/9). Area ini dibersihkan pada pagi dan sore hari untuk menjaga area Unila terlihat selalu bersih. KAMPUS IKAM Foto: pddikti.kemdikbud.go.id
6 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KAMPUS IKAM Menakar Keefektifan Laporan Tulis Tangan Pengunjung Keluhkan Fasilitas Kolam Renang Oleh : Meita Indriani dan Revina Azzahra Oleh: Faridh Azka Alfathani Unila-Tek: Praktikum menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa yang mengambil ranah saintek. Dalam menulis laporan praktikum seringkali diharuskan menulis secara manual atau tulis tangan. Di era digital ini segala sesuatu dapat dipermudah dengan adanya teknologi, tetapi penulisan laporan praktikum masih saja menggunakan metode konvensional alias tulis tangan. Hal tersebut mendapat keluhan dari para mahasiswa, salah satunya Agam Armando (Teknik Elektro’23) ia menganggap tugas laporan praktikum dengan metode tulis tangan merupakan metode yang tidak efektif dan menyita waktu yang banyak. Selain itu, membutuhkan tingkat keseriusan yang tinggi untuk mengurangi pengerjaan dua kali akibat adanya kesalahan. “Tulis tangan pastinya melalui tangan kita sendiri secara manual, jadi kita lebih cepat merasa capek dari pada kita menulis dengan cara mengetik. Belum lagi jika tulisan salah kita tidak bisa menghapus seperti diketik Unila-Tek: Fasilitas toilet dan kamar mandi di kolam renang Universitas Lampung (Unila) masih mendapat beberapa keluhan dari para pengunjung. Salah satunya yaitu pintu dan jendela yang tidak tertutup dengan aman. Hal itu membuat beberapa pengunjung merasa tidak nyaman ketika menggunakan fasilitas toilet dan kamar mandi. “Fasilitas toilet terutama di toilet perempuan, pintu atau jendela toilet masih belum tertutup dengan benar, terkadang sewaktu menggunakan toilet ada rasa khawatir karna jendela dan pintu yg tidak tertutup dengan aman,” jelas Erika Tri Wahyuni salah satu pengunjung kolam renang Unila. Hal serupa juga dirasakan Ruth Zefanya (PG-PAUD’22), ia menuturkan bahwa selain kurangnya keamanan pada pintu toilet yang ada di kolam renang, juga terdapat masalah pada lain yaitu pada keran air di toilet dan kamar mandi. Selain itu, ia juga menambahkan, seharusnya terdapat ruang ganti agar tidak digabung denpastinya lebih membuang-buang waktu. Apalagi jika sudah terlalu lelah pasti tulisannya semakin tidak karuan bentuknya,” ungkapnya saat diwawancarai. Sama halnya dengan Agam, Anisa Emel Ariani (Agribisnis’22) mengatakan dengan adanya laporan menggunakan tulis tangan mengharuskan dirinya berusaha lebih ekstra dibanding dengan menggunakan kecanggihan teknologi. Anisa mengaku pada laporan tulis tangan tidak diperbolehkan untuk menghapus kesalahan format atau kaidah penulisan, sehingga hal ini menyulitkan baginya. “Karena biasanya dalam laporan tulis tangan tidak diperbolehkan ada coretan, kemudian format yang mungkin sedikit sulit disesuaikan. Solusi di era digital saat ini yakni dengan menggunakan sitasi di setiap pernyataan di sebuah laporan,” katanya. Menanggapi hal tersebut, Prof. Diding Suhandy yang merupakan dosen Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung (Unila), menyebutkan bahwa gan toilet. “Ruang gantinya juga kurang, jadi kita ganti itu harus di ruang terbuka gitu. Harusnya dibedakan toilet sama ruang gantinya,” katanya. Lebih lanjut menurut Ruth, penyediaan tempat sampah pun minim. Senada dengan hal tersebut keluhan juga hadir dari Kanadeel Fakhri Razi (Hukum’22) terkait kebersihan dari toilet dan kamar mandi. Kanadeel menjelaskan bahwa toilet kolam renang terkesan kumuh. Menurutnya, masih terdapat sampah-sampah yang berserakan di area tersebut. “Untuk toiletnya kurang bersih aja si agak kumuh, Di toiletnya itu banyak bener sampah-sampah bekas shampo banyak sekali itu di kamar mandi itu, mungkin tong sampah di toilet dan kamar mandinya ditambahin,” jelasnya. Keluhan tersebut berbanding terbalik dengan yang disampaikan oleh Dwi Handoko selaku Koordinator Kolam Renang Unila. Namun menurutnya, seluruh pintu kamar mandi dan dari tugas tulis tangan yang dikerjakan mahasiswa banyak dampak positifnya. Ia menilai, metode ini dapat melatih kreatifitas dalam menulis laporan. “Jika tulisan mahasiswa kurang bagus dan dosen tidak dapat membacanya otomatis nilai mereka akan jelek. Sebab itulah mereka terus melatih kreatifitas dalam menulis laporan dengan tulis tangan,” tuturnya saat diwawancarai pada Sabtu, (23/9). Prof. Diding menambahkan, bahwa dalam penerapan metode tulis tangan pada laporan praktikum membutuhkan usaha yang ekstra bagi para dosen. Hal ini karena, membutuhkan waktu yang lama untuk mengoreksi hasil laporan mahasiswa secara satu per satu. “Dalam tugas tulis tangan ini dosen perlu ekstra, yang di mana dosen harus mengecek satu per satu dari sekian banyaknya mahasiswa, dan memastikan tidak ada yang saling contek-mencontek, dan dari segi waktu tentu akan sangat memakan waktu yang lama,” tundasnya• toilet dalam keadaan yang bagus dan layak. “Ada kok, coba dicek lagi, di bawah juga ada kok bahkan lebih lebar lagi yang di bawah,” katanya. Selanjutnya, ketika dikonfirmasi perihal keluhan kebersihan pada toilet dan kamar mandi, ia mengatakan bahwa pengunjung tersebut hanya kebetulan sedang mengunjungi kolam renang ketika belum dibersihkan. Menurutnya juga, pihaknya selalu menyediakan tempat ampah di setiap toilet dan kamar mandi. “Untuk toilet dan kamar mandi, mungkin mereka liat pas lagi kotor mungkin, kalo sore hari itu emang kotor, namanya tempat umum ya, orang keluar masuk, pas kita bersihin ada orang masuk kotor lagi,” jelasnya Menanggapi hal tersebut, Dwi Handoko menjelaskan bahwa mereka toilet dan kamar mandi selalu dibersihkan setiap hari dalam beberapa kali•
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 7 KAMHIK Fotografer: Dede Maesin Kering. Karyawan kebersihan Universitas Lampung sedang menyirami tanaman yang ada di sekitaran Unila (28/8). Tanaman-tanaman di sekitar Unila tampak menguning dan layu karena kemarau panjang. Keluhkan Kekurangan Ruang Kelas, WR II : Itu Ranah Fakultas Penulis : Chika Ayu Safira Unila-Tek: Beberapa mahasiswa Universitas Lampung (Unila) dari berbagai fakultas mengeluhkan kurangnya ruang kelas kuliah. Salah satunya adalah Agustino Si- matupang (Matematika’22). Agus mengatakan bahwa gedung juru- sannya mengalami kekurangan ruang kelas, sehingga untuk be- berapa mata kuliah dilaksanakan di gedung lain. “Sebetulnya kalau secara pan- dangan dari pihak jurusan sih ku- rang tahu ya ini memang kurang atau enggak. Tapi kalau melihat situasi yang ada itu termasuk dari yang dialami sendiri. Ada bebera- pa mata kuliah yang memang ha- rus dilakukan di luar dari jurusan,” katanya. Ia juga mengatakan bahwa se- baiknya perkuliahan dilaksanakan dalam satu gedung saja, karena hal tersebut mempengaruhi kesia- pan belajar mahasiswa dari mata kuliah sebelumnya ke mata kuliah selanjutnya, terdapat beberapa gedung kuliah yang cukup jauh dari gedung jurusannya sehingga memerlukan cukup banyak waktu untuk melanjutkan ke mata kuliah selanjutnya. “Salah satu hal yang membuat aku merasa bahwa jurusan ini kurang. Karena untuk pindah-pindah kelas itu mempengaruhi kesiapan kita juga untuk belajar masuk ke mata kuliah berikutnya,” katanya. Selain itu, Az-zahra Maharani Rinaldo (Ilmu Komunikasi’23) mengatakan ruang kelas dengan kapasitas lebih dari 30 maha- siswa tidaklah kondusif. Be- berapa mahasiswa yang duduk di kursi belakang kesulitan un- tuk melihat layar proyektor, dan tentunya sulit juga untuk dosennya menyampaikan ma- teri secara merata untuk semua mahasiswa. “Sebenarnya bikin kurang kondu- sif karena kayak dipaksain banget dalam satu kelas itu ada gabungan tiga kelas jadi kan muridnya ada sekitar delapan puluhan lebih, jadi mungkin kan saya duduk di depan, yang di belakang nggak kelihatan layar proyektor, dosen juga kalo jelasin maju mundur, kurang kon- dusif,” katanya. Ia juga mengatakan bahwa hal ini mempengaruhi proses perkulia- han, karena ada beberapa dosen yang meminta mahasiswa untuk mencari kelas kosong. Jika tidak ada ruang kelas yang kosong, maka perkuliahan dilaksanakan secara dalam jaringan dan tak ja- rang juga perkuliahan dibatalkan. “Pengalaman saya sendiri sih agak ngeribetin ya, soalnya ada dosen yang tiba-tiba minta cariin kelas kosong, kalo ga ada ya kadang suka dibatalkan kelasnya, tapi kadang ada kelas pengganti juga online,” katanya. Tak jauh berbeda dengan Agus dan Zahra, Zalfa Regita Saputry (Hukum Administrasi Negara’20) juga mengungkapkan bahwa ru- ang kelas dengan kapasitas lebih dari 100 mahasiswa tidaklah efek- tif, karena untuk satu dosen men- gajar mahasiswa lebih dari 100 mahasiswa dapat mempengaruhi proses belajar mahasiswa karena ruangan kelas yang tidak kondusif. “Satu kelas itu ada bisa sampai seratus orang atau seratus lima puluh orang, kadang-kadang juga di aula, menurut saya kurang efek- tif karena dosen yang ngajar satu sedangkan mahasiswanya ban- yak banget di ruang kelas yang lumayan besar tetapi tidak kondu- sif,” ungkapnya. Ia berharap pihak Unila dapat mempertimbangkan daya tampung mahasiswa pada peneri- maan mahasiswa kedepannya dengan memperhatikan jumlah kelas dan kapasitasnya. Karena ada salah satu jurusan yang tidak memiliki gedung jurusan seperti Hukum Pidana, sehingga proses perkuliahan dilaksanakan di ge- dung jurusan lain. Menanggapi hal tersebut, Rudy se- laku Wakil Rektor II (WR II) Bidang Umum dan Keuangan menga- takan bahwa hal tersebut merupa- kan ranah Fakultas. Fakultas harus menyusun perencanaan menge- nai penambahan ruangan kelas. “Yang pertama gini, ruangan kelas itu ada di ranah fakultas. Di ranah fakultas artinya fakultas harus menyusun perencanaan,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa sistem perencanaan ruang kelas tersebut bersifat bottom-up. Ketua jurusan harus mengetahui jumlah mahasiswa setiap angkatan dan kapasitas ruangan yang dibutuh- kan, kemudian dapat diadakannya perencanaan. Selanjutnya peren- canaan tersebut dapat diajukan kepada Wakil Dekan II untuk dire- alisasikan. “Kan perencanaan kita Bottom-Up ya dari bawah jurusan, fakultas, ke atas. Baru kemudian nanti di- realisasikan dalam sistem peren- canaan. Jadi sebenarnya dalam konteks universitas menganut namanya desentralisasi ya. Jadi Pe- jabat Pembuat Komitmen di tiap fakultas itu dipegang oleh Wadek dua,” pungkasnya•
8 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 SEJARAH Berpindah dan Menetap Oleh: Neza Puspita dan Revina Azzahra Adanya kerja rodi dan tanam paksa di Pulau Jawa, jelas mengakibatkan rakyat mengalami kemiskinan dan kemelaratan. Oleh sebab itu, pemerintahan Belanda mengusulkan untuk melakukan perpindahan penduduk miskin dari suatu pulau ke pulau lain dengan sebutan “politik balas budi”. Program transmigrasi ini sebenarnya telah lama dilaksanakan di Indonesia, bahkan sejak zaman penjajahan Belanda, yang biasa disebut dengan istilah ‘kolonisasi’. Periode kolonisasi ini telah dimulai pada tahun 1905. Pada saat itu, pemerintah Hindia Belanda menugaskan asisten residen Sukabumi, AG Heiting, untuk mengadakan penelitian pemindahan penduduk Jawa ke luar pulau. Daerah Sumatra Selatan, Bengkulu, Sumatra Barat dan Lampung, adalah daerah-daerah yang masuk dalam rencana kolonisasi ini. Na- mun, akhirnya terpilihlah Lampung sebagai tujuan awal dari upaya kolonisasi ini. Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Tata Usaha (TU) Museum Ketransmigrasian Lampung, Zulkarnain menjelaskan, alasan terpilihnya wilayah Provinsi Lampung sebagai tujuan dari kolonisasi. Berdasarkan sejarah, tanah Lampung kala itu memiliki kontur yang relatif datar dan subur serta dialiri dengan sungai yang dirasa menjanjikan untuk dibuka menjadi lahan pertanian bagi masyarakat kolonis. “Pertama struktur tanah di Lampung itu termasuk daerah subur, mereka dikasih modal dengan Belanda untuk bercocok tanam (dan) berternak,” jelasnya. Pada bulan November 1905, perpindahan penduduk untuk pertama kalinya berhasil dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dari Pulau Jawa ke daerah Lampung Selatan. Kolonisasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkerjakan penduduk di perkebunan Belanda yang bisa dibayar dengan upah murah. Selain itu, sisi gelap dari tujuan kolonisasi pada saat itu adalah untuk mengasingkan penduduk yang berani menentang kebija- kan dan dianggap membahaya- kan pemerintah Belanda kala itu. “Daerah Bagelen itu salah satu masyarakat di bawah naungan Pangeran Diponegoro, untuk me- mecah-belah dan mengurangi kekuatan sebagian (penduduk) dipindahkan ke sini (Lampung). Jadi kalau di sana terjadi gejolak lagi, Belanda berpikir akan bisa ditangani, mereka mempertahankan penjajahan,” ujarnya. Sebuah perjalanan panjang dimulai, sebanyak 155 Kepala Keluarga (KK) yang berasal dari Desa Bagelen, Keresidenan Kedu, Provinsi Jawa Tengah itu kemudian diberangkatkan dengan kereta api dari pedalaman Jawa menuju Batavia. Beberapa hari kemudian mereka tiba di pelabuhan Tanjung Priok, lalu diangkut menggunakan kapal untuk berlabuh di Pelabuhan Panjang. Tak banyak yang diharapkan dari wilayah Lampung saat itu, dengan kondisi yang minim transportasi, mereka lantas melakukan perjalanan kaki selama tiga hari menuju ke daerah Gedong Tata- an. Daerah tersebut dahulu masih masuk ke wilayah Lampung Selatan dan penduduk imigran menamai daerah itu sesuai dengan asal tempat mereka, Desa Bagelen. Sesampai di Gedong Tataan, para penduduk kemudian membuka lahan pertanian yang dulunya merupakan tanah adat. Sebelum membuka la- han pertanian, mereka meminta izin terlebih dahulu kepada pemuka adat setempat dengan arahan para pemerintah Belanda. Setelah ber- jalannya proses perizinan, mere- ka melakukan pembabatan hutan dengan cara bergotong royong. Masyarakat kolonis mengisi waktu dengan berprofesi sebagai petani dengan menanami berbagai ma- cam hasil tani seperti karet dan padi. Sedangkan untuk mencerdaskan anak-anak penduduk kolonis transmigran, pemerintah membuat sekolah rakyat atau Volkschool. Kondisi sekolah saat itu masih sangat tertinggal, para peserta didik hanya dapat mencicipi bangku sekolah dasar saja. “Dulu sedikit banget untuk sekolah, namanya sekolah rakyat. Kondisi bangunannya masih menggunakan geribik dan mereka masih memakai kain jarik,” tutur Zulkarnain. Keadaan situasi dan fasilitas dari masa ke masa yang dihadapi para penduduk pendatang menjadi jauh lebih baik dibandingkan angkatan pertama yang datang pada 1905. Sudah banyak jalan yang dibangun, kendaraan bermesin telah disediakan untuk mengang- kut para kolonis. Foto: museumketransmigrasian.lampungprov.go.id
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 9 SEJARAH Fasilitas untuk menunjang kegiatan pertanian pun semakin disediakan. Sarana irigasi dibangun, di antaranya jembatan air atau jalur air. Salah satu yang masih tersisa di desa Pajaresuk, di Pringsewu. Viaduct itu dibangun sekitar 1928. Poliklinik untuk kesehatan kolonis- ten dan sekolah dasar untuk anakanak juga dibangunkan. Sekolah dasar, yang hanya mengajarkan berhitung, membaca dan menulis itu dinamai Bagelen School. Pada tanggal 12 Desember 1950, pemerintah Indonesia untuk per- tama kalinya setelah lima tahun merdeka, memindahkan pen- duduknya sebanyak 23 kepala keluarga ke daerah Lampung. Program transmigrasi kala itu ber- tujuan untuk memeratakan jumlah penduduk, mengurangi angka pengangguran, meningkatkan kesejahteraan warga transmigrasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Program pembangunan jangka panjang tahap pertama di jaman orde baru berhasil memindahkan sebanyak 1,4 juta kepala keluarga atau sebanyak 7 juta jiwa yang berasal dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat. “Setelah kemerdekaan kita, perpindahan penduduk dianggap baik untuk perekonomian,” ungkapnya. Sama halnya dengan jaman kolonisasi, masa transmigrasi memanfaatkan lahan subur yang ada di Gedong Tataan untuk dijadikan lahan pertanian. Pada saat itu, perkembangan alat semakin berkembang sehing- ga transmigran memiliki cara unik untuk membuka lahan baru. Para penduduk menggunakan bola besi untuk pembebasan lahan, diketahui hanya terdapat tiga buah peninggalan bola besi di Provinsi Lampung. Cara kerjanya adalah, bola besi seberat 5 ton akan diisi air hingga hampir penuh dan diikatkan ke alat berat seperti traktor untuk ditarik sehingga mencabut pohon sampai ke akarnya. Pada era ini, fasilitas transportasi, kesehatan, pendidikan dan tran- saksi jual beli sudah berkembang pesat. Hal ini membuat mas- yarakat pendatang hanya mem- fokuskan diri pada pembukaan lahan pertanian sebagai usaha mereka dan pembukaan wilayah penduduk. Berbeda pada jaman kolonisasi yang didominasi oleh penduduk berasal daerah Jawa, masa transmigrasi diisi oleh berbagai daerah dan suku. Mereka membawa masing-masing adat dan kebudayaan asal daerahnya. Namun, masyarakat Lampung yang menanamkan prinsip ‘Nemui Nyimah’ yaitu menyambut tamu dengan ramah tamah dan sopan serta menerima dengan hangat kebudayaan itu. “Secara adat istiadat Lampung itu namanya Nemui Nyimah, ragam mufakat. Itu sebagai prin- sip masyarakat Lampung kepa- da pendatang itu ramah kalau secara adat istiadat,” jelasnya. Hingga hari ini, dampak transmigrasi masih terasa di Lampung. Selain wilayah Gedong Tataan Pesawaran, wilayah lain yang ada di Provinsi Lampung seperti Metro masih dikelilingi bangunan tempo dulu yang khas dengan pening- galan jaman transmigrasi. Bahkan, nama-nama wilayah di daerah Lampung mengikuti nama daerah asal transmigran seperti Metro, terdapat juga kampung bernama Banjarsari, Purwosari, Karangrejo, Mulyojati, Tejosari, Margorejo, Re- jomulyo dan Sumber sari. Selain tergerusnya etnis dan kebu- dayaan Lampung, dampak yang terasa merugikan pribumi Lam- pung adalah kawasan hutan yang semakin dibuka. Para penduduk pendatang terus beranak pinak melahirkan suku-suku di luar Lampung. Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa Provinsi Lampung saat ini didominasi oleh suka Jawa, sedangkan suku asli Lampung sendiri berada pada urutan kedua. “Lahan yang seharusnya untuk kawasan hutan, hilang dan menjadi pemukiman. Sedikit banyak terja- di konflik antara penduduk pen- datang dan penduduk asli, karena perbedaan adat istiadat,” tuturnya. Saat ini, Lampung bukan lagi wilayah yang menerima para trans- migran melainkan para penduduk Lampung berpindah ke wilayah lain seperti Kalimantan dan Pulau Jawa. Hal tersebut karena wilayah Lampung sudah dalam kapasitas penuh dan padat penduduk• Foto: museumketransmigrasian.lampungprov.go.id
10 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 ARTIKEL TEMA Poilitisasi Yang Masuk Ke Ranah Akademik Perguruan tinggi adalah lembaga pendidikan yang dibentuk untuk mendidik dan mempersiapkan kader-kader bangsa yang memiliki akhlak dan kompetensi intelektual, sebagai modal untuk membangun bangsa serta meningkatkan taraf hidupnya. Tradisi intelektual yang dibangun dalam perguruan tinggi memungkinkan adanya dialog, dan diskusi tentang berbagai hal, antar civitas academica, untuk memperoleh suatu kebaikan dan kebenaran. Dalam konteks kekinian, adanya ruang yang terbuka dan memungkinkan bagi seluruh unsur civitas academica untuk adanya dialog, dan diskusi dinamakan dengan demokrasi. Demokrasi dalam perkembangan kekinian menjadi satu mitos yang didambakan kehadirannya oleh setiap masyarakat apalagi civitas academica. Dalam kultur demokrasi dimungkinkan adanya kompetisi, tetapi saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. Dalam iklim yang demokrasi pula diharapkan akan tumbuh kreativitas, dan inovasi untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan tinggi pada konsideran huruf (b) disebutkan bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan; (c) bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani dalam kebenaran untuk kepentingan bangsa. Suasana yang kondusif, damai, dan nyaman di perguruan tinggi sangat diperlukan agar upaya mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menghidupkan diskusi untuk memperoleh kebenaran tentang sesuatu dapat berkembang. Suasana yang diharapkan terbangun secara kondusif tersebut menjadi terganggu karena adanya proses pemilihan rektor yang sangat bernuansa politis karena adanya intervensi dari pemerintah melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek). Sejak diterbitkannya Permenristekdikti No 1 Tahun 2015 dan diperbaharui dengan Permenristekdikti No. 19 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/ Direktur pada Perguruan Tinggi Negeri, pada Pasal 7 huruf (e) ditegaskan bahwa “Pemilihan rektor dilakukan melalui pemungutan suara secara tertutup dengan ketentuan Suara menteri 35% dan suara Senat Universitas sebanyak 65%”. Ketentuan tentang pemilihan rektor sebagaimana diatur dalam Permenristekdikti Nomor 1 Tahun 2015 ini menjadi penyebab terjadinya hal-hal sebagai berikut: 1. Prinsip-prinsip demokrasi dalam pemilihan rektor tercoreng. Hal ini disebabkan oleh dukungan suara terbanyak dari senat perguruan tinggi dapat dikalahkan oleh calon yang memperoleh suara dari senat yang sedikit, tetapi setelah mendapat dukungan suara dari menteri yang 35%, maka calon tersebut akan menang. 2. Kemandirian perguruan tinggi jatuh, karena para calon berusaha mencari dukungan kepada pihak lain di luar kampus (bisa melalui partai atau kekuatan lain yang bisa mempengaruhi suara menteri agar memberikan suaranya yang 35% kepada si calon). 3. Pragmatisme dalam pemilihan, hal ini terjadi dengan cara calon yang mendapat dukungan kemenangan dari menteri melalui lobi-lobi politik yang dilakukan sebelum hari pemilihan, melakukan lobi “dagang sapi” menawarkan posisi-posisi strategis dalam jajaran pimpinan di perguruan tinggi kepada pemilik suara, dengan perhitungan suara minimal yang diperlukan untuk memperoleh kemenangan. 4. Kompetisi yang berorientasi pada landasan moral dan kompetensi para calon kurang diperhitungkan. Hal ini akan berdampak kepada kinerja perguruan tinggi. 5. Terkotak-kotaknya senat dan dosen di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan oleh ketidakpuasan calon yang kalah, karena di kalahkan bukan oleh proses yang demokratis, tetapi karena intervensi kekuasaan. Apalagi kemudian jika calon yang menang tidak ada semangat untuk membangun kebersamaan dalam roda kekuasaannya. Maka kondisi yang tidak kondusif terus berlarut. Tentu hal ini akan berdampak kepada menurunnya partisipasi secara kolektif, dan berkorelasi pula dengan penurunan prestasi perguruan tinggi tersebut. Namun, perlu juga kita mengetahui alasan tentang perlunya suara menteri 35% tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Amich (Direktur Pendidikan Tinggi,
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 11 ARTIKEL TEMA Budi Harjo Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung Iptek dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dalam diskusi “Populi Center Smart FM” di Jakarta, Sabtu 29 Oktober 2016. Bahwa hal tersebut diperlukan untuk memberikan keseimbangan antara suara pemerintah yang diwakili oleh menteri dengan suara perguruan tinggi tersebut. (Amich, 29 Oktober 2016). Dari alasan tersebut, maka sesungguhnya jika kita cermati maka hal tersebut tidak beralasan, karena kebijakan-kebijakan pemerintah melalui kemenristekdikti tidak mungkin untuk diabaikan. Sebagai PNS di lingkup kemenristekdikti, maka dia terikat dengan UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, maupun UU Kepegawaian. Dalam perjalanan pelaksanaan ketentuan tentang pemilihan rektor sebagaimana ketentuan UU No.1 Tahun 2015, keluhan, komentar dan penolakan terhadap ketentuan dalam pemilihan rektor tersebut disampaikan oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan perguruan tinggi itu sendiri, maupun dari para politisi di senayan yang merasa cemas atas kehidupan kampus. Namun sampai saat ini ketentuan itu masih tetap berlangsung. Kiranya Kemenristekdikti perlu menyadari jika saat ini ada kebijakan tentang merdeka belajar, mengapa untuk pemilihan rektor pun tidak diterapkan dengan istilah merdeka kampus. Merdeka kampus termasuk dalam pemilihan rektor diserahkan kepada perguruan tinggi masing-masing. Masing-masing perguruan tinggi tahu figur-figur internalnya, sebagaimana penunjukan imam di dalam sholat, maka jamaah itu tahu siapa figur yang pantas untuk menjadi imamnya. Pemilihan rektor sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, dan memberikan dampak negatif bagi kehidupan demokrasi di kampus, maka ketentuan 35% suara menteri harus di cabut. Berikan keleluasaan kepada masyarakat kampus melalui senatnya untuk melakukan pemilihan secara demokratis. Dengan cara pemilihan yang terbuka, mengutamakan pertimbangan moral dan kompetensi, maka akan diperoleh pemimpin di perguruan tinggi yang aspiratif, legitimated, dan diterima oleh masyarakat kampus. Dengan demikian kehidupan kampus kembali menjadi kondusif, demokratis, dan mandiri dari aspek kepemimpinan, terlepas dari pengaruh kekuasaan. Berikan kepercayaan kepada kampus untuk bisa mengelola perguruan tinggi secara profesional, jujur, adil dan berorientasi untuk kemajuan• Ilustrasi: Revina Azzahra
12 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 ARTIKEL TEMA Pergerakan Mahasiswa Mahasiswa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dika- takan secara definitif adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. Mahasiswa adalah orang yang secara resmi menjadi peserta di- dik dan menimba ilmu di Universitas, Institut, maupun Sekolah Tinggi. Sebutan mahasiswa di- anggap sesuatu yang amat prestisius. Mengapa demikian, sebab pada kata mahasiswa terdapat kata ‘maha’ didepan kata siswa. Ini menandakan bahwa bukan lagi sekedar siswa. Mahasiswa juga mendapatkan berbagai gelar yang tidak bisa dianggap sepele, yaitu sebagai agent of change, director of change, dan creative minority. Mahasiswa sebagai agen perubahan, mahasiswa sebagai direktur perubahan, dan mahasiswa sebagai sekelompok manusia yang mampu mencari solusi atas berbagai macam kesulitan dan tantangan suatu peradaban. Ma- hasiswa secara akademis memiliki tugas pokok untuk mampu menyelesaikan studi perkuliahan namun tidak boleh juga menafikkan diri bahwa mahasiswa juga punya peran penting sebagai agen perubahan sebagai beban moril untuk merubah suatu peradaban menjadi lebih baik. Ada konsekuensi identitas mahasiswa, seti- daknya ada tiga aspek yang menjadi tanggung jawab seorang mahasiswa diantaranya adalah aspek akademis, aspek organisasi, dan aspek sosial politik. Dalam aspek akademis, peran mahasiswa hanya satu, yaitu belajar. Maha- siswa sebagai bagian dari civitas academia harus mampu menjadi insan yang memiliki keunggulan intelektual karena itu merupakan modal fundamental kredibilitas intelektual. Aspek organisasi, mahasiswa harus mampu melihat pembelajaran tidak hanya terpaku di bangku perkuliahan atau di dalam kelas mata kuliah. Tidak semua hal dapat dipelajari di kelas atau di dalam laboratorium. Masih banyak hal yang harus dilihat dan dipelajari di luar ruang-ru- ang kelas, terutama yang hanya bisa dipelajari dalam organisasi. Organisasi kemahasiswaan menyediakan kesempatan pengembangan diri luar biasa dalam berbagai aspek, seperti aspek kepemimpinan, manajemen keorganisasian, membangun human relation, team building dan sebagainya. Organisasi juga sekaligus menjadi laboratorium gratis ajang pengaplikasian ilmu yang didapat di kelas perkuliahan. Yang tidak kalah pentingnya adalah ma- hasiswa pada aspek sosial politik, maha- siswa merupakan daripada bagian kelom- pok masyarakat dengan jumlah yang tidak sedikit, dan bagian dari rakyat itu sendiri. Mahasiswa dituntut untuk mampu melihat, mengetahui, dan peka terhadap realitas keadaan masyarakat yang dari hari ke hari masih banyak persoalan bangsa mulai dari keadaan sosial budaya, ekonomi, sampai dengan politik. Mahasiswa harus dapat men- jadi insan yang kritis dengan kesadaran dan mengimplementasikan itu kedalam bentuk aksi dan advokasi. Peran mahasiswa dalam pergerakan begitu sangat berpengaruh dalam perubahan struk- tur sosial di masyarakat. Euforia ketika berha- sil menggulingkan rezim otoriter orde baru di tahun 1998 juga diakomodir oleh kesadaran dan kepekaan kolektif dari mahasiswa sehingga suksesi reformasi bisa tercapai. Proses menca- pai suksesi reformasi juga tidak secara spontan dapat direalisasikan, butuh perjuangan dengan konsistensi bukan gerakan yang instan dan pe- sanan dari suatu instansi atau golongan feodal tertentu. Harus murni berdasarkan keresahan dari apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Pada era 1965 gerakan mahasiswa yang su- dah muak dengan korupsi yang dilakukan oleh birokrasi, ketimpangan sosial, dan ancaman dari Partai Komunis Indonesia melakukan aksi masa dengan turun ke jalan menggelorakan Tritura (tiga tuntutan rakyat) yaitu turunkan harga, rombak kabinet dwikora, dan bubarkan PKI. Namun, respon yang represif dari rezim masa itu sampai mengorbankan jiwa seorang mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arif Rahman, justru tidak menurunkan semangat perjuangan dan gerakan dari mahasiswa. Se- baliknya, justru terus melawan ketidakadilan dengan membangun solidaritas aliansi maha- siswa. Kemudian pada era 1974 mahasiswa kem- bali bergerak sebab pada masa orde baru kala itu yang mulai menyimpang dan hegemoni pro- duk-produk Jepang yang mengancam kemandi- rian ekonomi Indonesia mendorong mahasiswa bergerak. Dari Juli 1973 sampai Januari 1974 terjadi demonstrasi mahasiswa dan pemuda hampir setiap hari di berbagai kota. Ini semua memuncak dengan demonstrasi di Jakarta ketika kedatangan Perdana Menteri Tana- ka dari Jepang. Gerakan mahasiswa mem- persoalkan dampak penjajahan dari modal asing dan hutang dan juga menuntut peng- hapusan jabatan Asisten Pribadi Presiden. Pada saat demonstrasi mahasiswa memuncak, meledak kerusuhan massa di kawasan Jakar- ta. Demonstrasi mahasiswa sebenarnya tidak berhubungan dengan mereka, tetapi mereka yang dituduh menyebabkannya. Dengan alasan
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 13 ARTIKEL TEMA Syarif Anwar Said Al-Hamid Mahasiswa Hukum Tata Negara’19 Universitas Lampung Risalah Pergerakan Mahasiswa 13 mengakibat- kan kerusuhan dan membuat makar, ratusan mahasiswa dan beberapa intelektual ditang- kap. Peristiwa puncak kerusuhan dan demon- strasi mahasiswa terjadi pada tanggal 15 Janu- ari 1974 yang dikenal sebagai peristiwa MALARI (Lima Belas Januari). Diantara mahasiswa yang diadili adalah Hariman Siregar (Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia), Syahrir dan Aini Chalid (Tokoh Pergerakan Universitas Gad- jah Mada). Gerakan mahasiswa terus berlanjut hingga era 1978 dan puncaknya di tahun 1998 dimana mahasiswa dan seluruh rakyat Indo- nesia berhasil memenangkan dengan tum- bangnya rezim orde baru. Jauh waktu sebelum masa reformasi rupa- nya bangsa Indonesia juga mencatat sejarah bagaimana gerakan kaum intelek- tual muda yang memprakarsai gerakan-gerakan moral guna menunjang secara edukatif ataupun aktif menurunkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap pen- jajah. Bagaimana ketika di tahun 1908 Semangat perjuangan yang menya- la-nyala mendorong para pemuda Indonesia dari berbagai daerah melaku- kan konsolidasi dan deklarasi Sumpah Pemu- da pada tanggal 28 Okto- ber 1928. Deklarasi tersebut menyatakan kesatuan bahasa, bangsa dan tanah air, yakni In- donesia. Deklarasi tersebut ter- bukti menjadi pemicu dan pema- cu semakin bergeloranya perjuangan mewujudkan kemerdekaan bumi pertiwi. Pada peristiwa tersebut membuktikan bahwa peran dari gerakan pemuda yang kini di era modern harus diimbangi dengan kecerdasan intelek- tual harus mampu melanjutkan nilai-nilai per- juangan agar keberuntungan untuk mencapai kejayaan bangsa dapat dapatkan. Dengan demikian, apa yang telah jadi ide, gagasan, serta pemikiran yang sehat kepada argumen bukan sentimen harus dimanifesta- sikan ke dalam bentuk gerakan nyata melalui aksi dan juga advokasi, dan peran inilah yang harus disadari sebagai agen perubahan seka- ligus sosial kontrol kekuasaan negara agar tetap berada pada rule of law nya. Selagi ide itu masih berada di dalam isi kepala tanpa di implementasikan dan di perjuangkan maka itu hanya akan menjadi pemikiran yang lahap di makan oleh waktu. Sebab Jhon Wick pernah berkata “Fortis Fortuna Adiuvat” yang artinya ke- beruntungan hanya berpihak kepada yang be- rani. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa den- gan intelektualitasnya dengan ditopang oleh kemurnian idealisme mahasiswa sebagai agen perubahan, sosial kontrol, dan penerus bangsa harus berani. Berani berpikir merdeka, berani memilih dengan bijak suatu keputusan, dan be- rani melakukan gerakan etis guna menghadir- kan yang benar dan menegakkan yang adil. Rantai pergerakan mahasiswa lahir dari kondisi yang dihadapi masyarakat yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita negara dan harapan masyarakat. Ada jarak terbentang an- tara realitas dengan idealitas yang diharapkan. Gerakan mahasiswa merespon berbagai situasi dan kondisi tersebut atas dasar kes- adaran moral, tanggung jawab in- telektual, pengabdian sosial dan kepedulian politiknya. Tidak ada alasan untuk tidak bergerak, tidak ada alasan untuk tidak memupuk diri dengan penge- tahuan dan keilmuan, dan ti- dak alasan untuk tidak berani melawan apa yang memang jelas salah. Sebab, pembela- jaran yang telah digoreskan pada masa lampau oleh para pendahulu baik yang gugur di medan perjuangan ataupun tidak, mahasiswa di masa kini harus terus menjaga konsistensi nafas gerakan mahasiswa dengan senantiasa menjaga solideritas yang didasarkan kepada kepentingan rakyat seluruh Indonesia. Tentu pilihan kembali kepada individu masing-masing. Namun, sadar, peka, dan peduli bahwa hidup bukan tentang diri sendiri, melainkan bagaimana insan mam- pu menjadi orang yang bermanfaat bagi rakyat, bangsa, dan negara. Maukah mengulurkan ide, gagasan, pikiran, dan tangan kalian untuk sela- lu bergandengan tangan tegak berdiri menjadi garda terdepan untuk menghadirkan yang be- nar dan menegakkan yang adil? Tentukan pili- han kalian dengan kebijaksanaan. Sebab, bumi pertiwi membutuhkan aku, kamu, kita, dan kalian• Ilustrasi: Revina Azzahra
14 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 Unila Serupa Tapi Tak Sama LAPORAN UTAMA Unila Serupa Tapi Tak Sama “Dalam rangka pemerataan pendidikan di wilayah yang lokasinya jauh dari perguruan tinggi, Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) hadir. Sebuah program inisiasi dari Kemendikbud ini, dikelola oleh perguruan tinggi bersama dengan pemerintah daerah setempat. Nampaknya sejumlah Perguruan inggi telah menerapkannya, tak mau ketinggalan Universitas Lampung (Unila) baru-baru ini meresmikan PSDKU Way Kanan. Unila bisa dibilang cukup berani, bercermin dari dua kampus cabang yang dimilikinya -Kampus A Polim dan Kampus B Metro-, Unila masih belum maksimal dalam hal pemerataan fasilitas bagi mahasiswa. Dengan ditambah PSDKU, urusan Unila makin bertambah. Mahasiswa yang berada di kampus utama “serupa” dengan mahasiswa yang berada di PSDKU. Tetapi, fasilitas dan kualitasnya diragukan “Tak Sama”. Ada tampilan baru pada wa- jah Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Lam- pung (Unila) tahun 2023 ini, almamater mahasiswa baru (maba) berubah warna -yang ternyata warna tersebut adalah warna yang benar secara statuta Unila-. Selain itu, pada tahun aja- ran 2023/2024 ini, diwarnai juga dengan hadirnya Unila di daerah kabupaten, tepatnya di Way Kanan, berlabel Program Studi di Luar Kampus Utama atau biasa disingkat PSDKU. Pembukaan PSDKU merupakan penambahan jumlah program studi yang sama dengan program studi yang telah ada di kampus utama suatu perguruan tinggi. Dalam Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 1 Tahun 2017, disebut- kan bahwa tujuan pendirian PS- DKU adalah untuk meningkatan akses, pemerataan mutu, dan relevansi pendidikan tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Proses pembukaan PSDKU melalui tahapan yang panjang. Perguruan tinggi juga diharuskan mempersiapkan setidaknya 10 (sepuluh) dokumen persyaratan, mulai dari dokumen usulan PS- DKU, dokumen rencana strat- egis perguruan tinggi, hingga dokumen rekomendasi dari bu- pati daerah usulan PSDKU. D i Oleh: Sepbrina Larasati dan Rara Maharani Bintang Lampung Foto: Sepbrina Larasati
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 15 s a m p i n g i t u , y a n g menjadi syarat utama pembukaan PSDKU adalah program studi yang akan dibuka tersebut telah terakredi- tasi A atau unggul. Rencana PSDKU Di Tiga Kabu- paten Desember tahun lalu, Unila dengan mantap mengajukan 6 (enam) proposal program studi untuk didirikannya PSDKU di tiga kabupaten yang ada di Lampung. Kabupaten Way Kanan dengan program studi S1 Ilmu Komput- er dan D3 Akuntansi; Kabupaten Lampung Tengah dengan program studi D3 Keuangan dan Perbankan bersama S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia; serta yang terakhir di Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan program studi S1 Budidaya Perairan dan D3 Manajemen Pemasaran. “Dalam hal ini kita Unila, kita mengusulkan 6 program studi, yang pertama itu 2 di Kabupaten Way Kanan, 2 di Kabupaten Lam- pung Tengah, 2 lagi di Kabupaten Tulang Bawang Barat,” kata Ketua Tim PSDKU Unila, Prof Wan Abbas Zakaria (22/8). Namun, hingga saat ini, baru program studi D3 Akuntansi-Way Kanan, yang telah mendapatkan izin dari pihak kementerian, ser- ta sudah beroperasi sejak 10 Juli 2023 lalu. Izin tersebut termuat dalam surat keputusan (SK) no- mor 162/D/OT/2023/ tanggal 10 Juli tentang izin operasional D3 Akuntansi Universitas Lampung Way Kanan. Sedangkan, kelima program stu- di sisanya urung. Program studi S1 Ilmu Komputer telah divisitasi pihak kementerian dan sedang menunggu izin operasi. Program studi D3 Keuangan dan Perbank- an divisitasi pada 25 Agustus lalu. Kemudian, program studi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ditunda pengajuannya karena sedang moratorium. Se- dangkan sisanya, 2 (dua) program studi di Kabupaten Tulang Bawang Barat belum kunjung ada perkem- bangannya lebih lanjut. “Sementara ini dari Bu Rek- tor itu memerintahkan kepada kami selaku gugus tugas, itu bisa menyelesaikan yang di Way Kanan dengan Lampung Ten- gah di tahun ini (2023), selesai. Sehingga yang di Lampung Tengah tahun depan bisa beroperasi. Dan yang di Tulang bawang bisa di tahun depannya lagi,” katanya lagi. Kampus Impian ‘Masyarakat Daerah’ Bagi masyarakat daerah, pendi- rian PSDKU merupakan sesuatu yang dinanti-nanti dan dielu-elu- kan. Teknokra berkesempatan mewawancarai langsung warga yang tinggal tak jauh dari ge- dung PSDKU Way Kanan. Mereka menaruh harapan besar terha- dap hal ini. “Semoga bisa membawa nama Way Kanan,” harap Sujoko (21/7). “Semoga yang baru lulus (SMA sederajat) mau kuliah, enggak perlu jauh-jauh ke Bandar Lam- pung, kalo di kampung halaman- nya sudah ada (kampus),” kata Haikal. Bupati Way Kanan, Raden Adi- pati Surya turut menyambut kehadiran Unila di Way Kanan. Menurutnya, pihak pemda Way Kanan telah ‘berjuang’ selama 4 (empat) tahun untuk pengajuan pendirian PSDKU ini. “Ini juga bagian dari upaya pem- da untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berdampak baik untuk kemajuan peningka- tan sdm yang ada di kabupaten Way Kanan,” ujarnya (6/9) Terlebih menurut Adipati, pro- gram studi yang didirikan di Way Kanan ini merupakan bidang ilmu yang dibutuhkan dan dimi- nati oleh masyarakat Way Kanan saat ini. Dirinya berharap didiri- kannya PSDKU mampu mening- katkan kualitas dan keahlian masyarakat Way Kanan, khusus- nya perangkat desa yang saat ini masih belum berkompeten di bidangnya. “Berdasarkan kebutuhan, kita tahu bahwa sasaran (PSDKU) aparatur kampung. Kita tau lah banyak juga kebutuhan di pe- merintahan terutama di bidang akuntansi dan bidang komput- er,” katanya. Kerja Sama Unila Bareng Pem- da Tak hanya menyambut baik, Adi- pati juga menyebutkan dirinya dapat memastikan bahwa pro- gram kerja sama Unila dengan Way Kanan ini akan tetap dan terus mendapat perhatian, bah- kan ke bupati setelah dirinya. Menurutnya pihak pemda Way Kanan juga telah menandatangani kesepakatan dengan Unila diketa- hui secara langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). “Saya yakin lah pemimpin-pemi- mpin Way Kanan itu sangat ingin sekali PSDKU, akan didukung oleh seluruh rakyat Way Kanan, untuk meningkat SDM-nya. Saya ya- kin program-program yang baik akan dilanjutkan setelah saya,” ungkapnya. Berbicara ihwal kerja sama da- lam pendirian PSDKU, Unila me- mang banyak dibantu dengan pemda setempat, khususnya di Way Kanan yang saat ini su- dah berdiri. Seperti yang disam- paikan oleh Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan TIK, Ayi Ahadiyat mengapresiasi semangat pemda Way Kanan. Dirinya juga menjelaskan bagaimana kerja sama yang dibangun dalam hal pembagian penyediaan kebutuhan di PSD- KU. Unila mengelola sepenuhn- ya PSDKU mulai dari penyediaan tenaga pengajar, kurikulum, hingga sistem pelaksanaannya. Sedangkan, pemda menyum- bang sarana dan prasarana serta dana operasional penyelengga- raan proses pembelajaran. “Pemda menyumbang sarana prasarana dan operasional. Ya dosen kan perlu mondar-mandir, perlu ada akomodasi, tidak bisa dibiayai oleh UKT, UKT cuma se- dikit. Nombok, untuk sebelum banyak mahasiswa pasti nom- bok,” jelasnya (6/9). Keadaan PSDKU Way Kanan Dalam penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2023/2024, Unila membuka peluang bagi peminat PSDKU Way Kanan. Kuota sebesar 40 orang dihara- pkan mampu menghimpun mi- nat berkuliah warga domisili Way Kanan. Seperti yang disebutkan Bupati Way Kanan, PSDKU Way Kanan menyasar pada kebutu- han desa akan aparatnya yang berkualitas, saat ini dari 40 ma- hasiswa yang sedang meng- enyam pendidikan sebagai angkatan pertama PSDKU, 38 orang diantaranya merupakan perangkat desa yang biaya kuli- ahnya didanai oleh desa. Dilansir dari unila.ac.id, ter- dapat beberapa persyaratan khusus calon mahasiswa yang mendaftar di PSDKU Way LAPORAN UTAMA
16 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 Kanan. Diantaranya adalah be- rusia maksimal 30 tahun; ber- domisili Way Kanan; memba- yar biaya pendaftaran sebesar Rp350.000,-; mendapat surat rekomendasi dari kantor (bagi yang bekerja); dan mengikuti tes tertulis. Namun, ada yang menarik dari informasi yang dibagikan terse- but. Tertulis bahwa apabila pe- serta dinyatakan lulus, maka membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp7.100.000,-. Jika memandang besaran tersebut berpatok pada UKT mahasiswa jalur reguler, maka jumlah terse- but termasuk UKT golongan ter- tinggi. Ketika akan dikonfirmasi menge- nai hal tersebut kepada Wakil Rek- tor Bidang Akademik, ia menga- lihkannya untuk mewawancarai Ketua Lembaga Pengembangan Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M), Prof Abdurrahman menuturkan bahwa nominal tersebut terbilang besar sebab sudah termasuk Iu- ran Pengembangan Institusi (IPI), karena mereka merupakan maha- siswa jalur non-reguler. “Tujuh juta seratus itu sudah ter- masuk uang IPI, IPI-nya dicicil per semester,” katanya. Berbicara mengenai UKT, tentu akrab kaitannya dengan pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada mahasiswa. Sartini (Akuntansi’23) yang merupakan salah satu ma- hasiswa angkatan pertama PSDKU Way Kanan menyebutkan bebera- pa hal yang perlu menjadi perha- tian pihak Unila. Misalnya kondisi perpustakaan yang belum kunjung diisi dengan buku-buku. “Yang perlu ditambah bagian perpustakaan, karena gedung- nya sudah ada, tapi belum ada isinya,” ujarnya (/). Walaupun digaung-gaungkan jika PSDKU akan memberikan akses yang lebih mudah dan lebih terjangkau, karena berada di daerah, nyatanya mahasiswa juga masih memerlukan tempat tinggal yang lebih dekat dengan lokasi kampus. Menurut Sartini, beberapa temannya berencana untuk pindah dan mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan kampus PSDKU. Ia berharap kede- pannya dibangun asrama atau wisma khusus bagi mahasiswa. Tak hanya Sartini, hal serupa disampaikan oleh Nila Maryati (Akuntansi’23). “Saya lihat teman saya yang jauh, jadi perlu juga buat mere- ka menginap di wisma, tinggal di sana biar mereka nggak telat datangnya,” harapnya. Di samping itu, Nila yang merupa- kan salah satu dari dua mahasiswa umum, bukan perangkat desa, merasa keberatan dengan nomi- nal bayaran UKT. Dirinya mengaku akan melaku- kan banding UKT di tahun kedua perkuliahannya. “Itu ditetapkan UKTnya emang segitu, mau aparatur atau bukan. Agak terbebani, kalau (walaupun) ter- bebani UKT-nya terlalu gede jadi (tetap) enggak bisa bayar setengahnya,” ucapnya (/). Nila kemudian membagikan ceritanya mengenai pengala- man berkuliah di PSDKU. Nila bercerita walaupun perkuli- ahan dilakukan secara tatap muka di gedung berwarna hijau tersebut, ada beberapa momen perkuliahan dilakukan secara dalam jaringan (daring). Hal tersebut disebabkan dosen yang mengajar terlambat hadir, kare- na tidak mendapat tiket kereta perjalanan menuju Way Kanan. “Kalau (kuliah) online, karena dosennya lupa beli tiket, keting- galan kereta,” katanya. Memang, saat ini tenaga penga- jar PSDKU Way Kanan merupa- kan dosen yang juga mengajar di kampus utama. Keadaannya, dosen harus bolak-balik Bandar Lampung-Way Kanan. Dosen menempuh perjalanan menggu- nakan angkutan umum berupa kereta api. Keluhan hadir ketika mereka diharuskan memesan tiket, ditambah seringkali terlam- bat mendapat tiket. “Keluhannya ya kayak tiket (kere- ta) ke sana (way kanan) itu eng- gak segampang yang saya pikir selalu tersedia,” kata Kamadie, salah satu dosen Akuntansi (/). Kendala habisnya tiket, rupaya tak diberi solusi. Ketika keha- bisan tiket, untuk bisa datang ke wilayah Way Kanan, dosen harus menempuh jalur darat lainnya menggunakan mobil. Yang tentu biaya transportasinya lebih ma- hal. Sayangnya, biaya akomoda- si yang diberikan tak cukup un- tuk memenuhi biaya jalur darat mobil. Sejauh ini, mereka hanya didanai b i a y a akomo - dasi ada- l a h senilai harga tiket kereta. Alhasil, dosen yang kehabisan tiket kereka menga- kalinya dengan mengajar secara daring atau ‘menumpuk’ per- temuan di kelas selanjutnya. “Nah itu sih perkaranya karena kalo nggak ada tiket logikanya kita akan menempuh jalur da- rat ya, sementara anggarannya enggak (cukup) untuk jalur darat. Kalo darat otomatis bayar bensin, bayar tol,” katanya. Menurut Ketua Jurusan Akun- tansi. Sudrajat, saat ini belum ada yang dikhawatirkan terkait keluhan dosen yang harus bo- lak-balik, malah menurutnya, dosen masih menikmati proses yang sedang dijalankan saat ini. Terkait kemungkinan kekurangan tenaga pengajar, menurutnya hal itu juga belum terjadi. “Saya rasa enggak mengganggu, jumlah rasio dosen yang ada di kampus utama dan yang di sana. Karena kita masih memenuhi ra- sio dosen,” tuturnya. Janji Penuhi Kebutuhan Maha- siswa dan Dosen Menanggapi kondisi bahwa dosen masih berasal dari kam- pus utama, yang sampai hari ini juga masih kesulitan dalam hal akomodasi, Rektor Unila, Prof Lusmeilia Afriani mengatakan kedepannya Unila berencana un- tuk merekrut pegawai Aparatur Sipil Negara ASN dari wilayah Way Kanan sebagai tenaga pengajar, supaya jarak tempuh yang dilalui lebih dekat. “Kedepannya saya mau merekrut dosen yang domisili di sana atau yang sekitar Way Kanan,” ucapLAPORAN UTAMA Ilustrasi: Alam Putr
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 17 nya. Berkaca dari kondisi kam- pus cabang ( K a m p u s Metro dan Panglima Po- lim), penguru- san adminis- trasi terkesan menyulitkan mahasiswa, k a r e n a perlu hadir ke kampus utama terlebih dahulu. Menurut Lusi, sapaan akrabnya, hal tersebut tidak akan terjadi di kampus PS- DKU. Sistem pelayanan adminis- trasi sudah disediakan oleh Unila tanpa harus ke kampus utama. “Kita ada (sediakan) administrasi disana, nanti kita menggunakan layanan terpadu, jadi mengurus surat menyurat disana dan un- tuk onlinenya kesini,” katanya. Lebih lanjut, ia menekankan bahwa tak ada pembeda untuk mahasiswa Unila kampus uta- ma dengan kampus PSDKU. Ia menganggap seluruh mahasiswa itu sama. Pun mahasiswa PSDKU melalui tahapan yang sama, keti- ka pendaftaran perlu melalui tes. “Kalau peraturan akademik ikut unila (kampus utama). Kalau misal do ya do, kalau lulus ya lulus. Tetap di bawah pengawasan kita, bagaimana supaya mereka tepat waktu lulus kuliahnya. Dan itu juga diterima (pendaftarannya) tes dan ada juga yang enggak keterima,” ka- tanya. Jangan Untuk Gengsi Pengamat Pendidikan, Indra Charismiadji menyampaikan komentarnya. Menurutnya, perlu dipertanyakan terkait ala- san Unila dan Pemda setempat melakukan pembangunan PSD- KU. Nama Unila, jangan hanya digunakan untuk label yang menjadi daya tarik untuk men- jaring mahasiswa yang berkuli- ah. Namun nanti pada kenyata- annya pemerataan dari segi fasilitas dan kualitas pembelaja- ran masih jauh dengan kualitas yang ada di kampus utama. “Jangan sampai tujuannya supaya menjual nama Unila, ini seakan-akan kualitasnya bagus, tetapi sebetulnya yang dijual mu- tunya beda antara yang di Way Kanan dengan yang di Bandar Lampung. Kalau seperti itu ‘kan berarti adalah pembohongan publik,” tuturnya. Ketika sebuah kerja sama dan program membawa brand Unila sebagai penyelenggara PSDKU, menurut Indra sudah seharusnya Unila memberi kualitas yang sama pada kampus cabangnya ini. Indra mengibaratkan PSDKU sebagai sebuah brand makanan terke- nal, dimanapun didirikan cabang dari restoran tersebut kualitas dan rasa makanannya harus sama, bukan hanya memasarkan brand-nya. “Coba bandingin KFC di Lam- pung dan di Jakarta rasanya sama enggak? Begitu juga den- gan brand nama Unila mau itu di Way Kanan atau Bandar Lam- pung, kualitasnya ha- rus sama. Kalau ada perbedaan ya lebih baik jangan pa- kai nama U n i l a , ” jelasnya. M a s i h menyoal g e n g s i , pendapat hadir dari pengamat kebija - kan publik, M a r c e l l i n a D y a j a s i n g a juga menying- gung mengenai program PSDKU ini. Menurutnya, Unila harus men- jaga komitmen. Dirinya me- wanti-wanti jangan sampai PSD- KU dibuka hanya karena gengsi untuk memperbaiki diri dari ke- terpurukan kasus korupsi be- berapa bulan lalu. Faktanya juga, hingga saat ini se- bagian besar pendanaan terkait akomodasi dan penyediaan ke- butuhan proses belajar-menga- jar masih mendapat ‘sumbangan’ yang besar dari pemda. Menurut Macellina, ke depan Unila per- lu menyiapkan program yang berkelanjutan supaya kerja sama ini tidak terputus, dan akhirnya berdampak buruk pada Unila. “Jadi karena itu jangan buru-bu- ru secara teknis ya, (perjelas) bentuk kerja samanya itu seper- ti apa, supaya sustainable pro- gramnya terjadi,” ujarnya (/). Selain itu, Marcellina juga menekankan bahwa tak hanya Unila yang harus punya komitmen, pemda Way Kanan pun sama. Keberlanjutan program ini perlu sangat diperhatikan. Apa yang menjadi komitmen bupati saat ini, juga harus menjadi komit- men bupati selanjut-selanjutnya. “Biasanya ganti pimpinan, ya ganti kebijakan,” katanya. PSDKU Perlu Dijamin Mutunya Masih bicara soal kebijakan. Menurut Marcellina, sebuah PS- DKU seharusnya memiliki sistem quality control. Karena posisinya yang jauh dari dekanat dan rek- torat, maka PSDKU dapat diberi sumber daya manusia yang ber- fungsi mengontrol jalannya pen- didikan di sana. “(PSDKU) Ini jauh nih dari fakultas, artinya harus ada direktur sendiri tuh di sana, nggak bisa dilepas. Jadi harus khusus ada SDM sendiri yang ha- rus kontrol kual- itas pendidikan- nya,” ucapnya. Senada dengan Marcellina, Prof Undang Rosidin selaku pengamat pendidikan men- yampaikan bahwa Unila seharusnya membentuk tim penja- minan mutu pelaksanaan PSDKU. Tim inilah yang ber- fungsi memantau dan meninjau hal-hal apa yang kurang dan ti- dak terlaksana untuk menjadi evaluasi. “Jadi harus ada semacam tim penjamin mutu PSDKU yang menjamin bahwa pelaksanaan perkuliahan dan lain-lain bisa dilakukan dengan baik, jadi jangan asal,” katanya (/). Di samping itu, tim ini juga ber- fungsi untuk menjamin kedi- siplinan para dosen yang men- gajar di sana. Jadi, akan percuma jika disediakan peralatan dan fasilitas yang mendukung, teta- pi kedisiplinan dosen kurang. “Perkuliahan itu jangan sam- pai misalnya mahasiswa sudah siap, tapi dosennya tidak hadir,” tuturnya• LAPORAN UTAMA “Jadi harus ada semacam tim penjamin mutu PSDKU, yang menjamin bahwa pelaksanaan perkuliahan dan lain-lain bisa dilakukan dengan baik, jadi jangan asal.” -Prof Undang Rosidin, Pengamat Pendidikanra Apriliandi
18 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KARIKATUR Ilustrasi: Sepbrina Larasati 24
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 19 ANAKEDAH Pasrah Dikejar Anjing Oleh : Arif Sanjaya Apa rasanya menjadi bocah laki-laki yang penakut? Itu- lah yang saya alami ketika saya masih kecil dulu. Saya tak ban- yak bermain di alam dan kebanyakan menghabiskan waktu di dalam ru- mah. Ini membuat saya menjadi mu- dah merasa terancam jika ada hal-hal menakutkan di dunia luar yang jarang saya temui. Suatu ketika saat saya masih duduk di sekolah dasar –saya tak ingat kelas berapa--, saya mengha- biskan waktu libur saya untuk mu- dik ke kampung halaman keluarga saya di Sumatera Selatan. Kampung halaman keluarga kami adalah suatu desa yang masih berada di pelosok daerah. Saat berada di sana, saya banyak ikut bermain dengan sepu- pu-sepupu saya dengan bebas, mulai dari memungut mangga, menangkap bekicot, sampai mandi di irigasi desa. Ini kebiasaan yang amat jarang saya lakukan di Lampung. Saya dan dua sepupu saya, abang Ebit dan Aldo, pada suatu siang men- gunjungi rumah pondok kakek saya. Setelah merasa bosan, kami akhirn- ya menaiki rakit meninggalkan pon- dok kolam kakek saya dan beranjak pulang dengan berjalan kaki. Di situ kami berencana untuk pulang ke tempat paman saya yang rumahnya agak jauh jika ditempuh dengan ber- jalan. Lalu abang Ebit mempunyai ide untuk menelusuri jalan alternat- if dari jalan utama, entah kenapa saya merasa penasaran dengan jal- ur tersebut. Ketika kami menelusuri jalan tersebut, hawanya terasa dingin di kulit karena yang ada di pinggiran jalan hanyalah pepohonan dari ke- bun warga, dan sejumlah rumah yang membelakangi jalan itu. Tak jauh dari situ, sedang ada pembangunan se- buah rumah dengan beberapa anjing penjaga yang bersiaga kalau-kalau ada yang menganggu. Warga di desa ini, memang suka memelihara anjing, baik untuk dija- dikan hewan peliharaan atau hewan penjaga. Kalau kita berkeliling di desa ini, kita akan banyak menemu- kan anjing-anjing yang berlalu lalang berkeliling di jalanan. Kebanyakan sih, anjing-anjing itu tidak mengigit, dan jinak. Tapi, entah kenapa anjing penjaga di jalan pintas yang kami le- wati itu tampak lebih agresif. Kami bertiga mulai merasa tak enak dan merasa takut ketika anjing tersebut mulai menggongong dan menunju- kan taring-taringnya dengan sangar. Kami bertiga panik, saya tak ingat siapa yang membuat first move, apa- kah kami atau anjing itu yang perta- ma berlari. Yang jelas, kami dikejar anjing, dan saya belum pernah men- galami hal tersebut. Saya jarang berlari dan fisik saya lemah, sedangkan abang Ebit dan Aldo berlari dengan cepat, mereka berdua mendahului saya dan mening- galkan saya di paling belakang dan membuat posisi saya paling dekat dengan anjing-anjing yang menge- jar kami. Saya menangis tak karuan dan terus berlari, abang Ebit dan Aldo semakin jauh meninggalkan saya, di situ saya mulai pasrah, saya merasa kalau saya sudah tak sanggup lagi berlari, dan berencana mencari tem- pat untuk bersembunyi. Tak jauh dari situ, ada rumah war- ga dan sebuah garasi angkot desa yang sudah tua. Saya melihat tempat itu dan ingin bersembunyi di balik an- gkot tersebut. Saya kemudian berlari terpisah dari dua sepupu saya dan menyembunyikan tubuh saya di balik kendaraan yang ukurannya cukup be- sar tersebut. Namun sial bagi saya, anjing-an- jing itu mengikuti saya sendiri dan mulai mengendus bau tubuh saya le- wat langkah yang saya lewati, di situ untuk pertama kalinya saya melihat kemampuan anjing untuk mengen- dus persembunyian seseorang dari bau yang terkenal sangat hebat. Di situ saya sudah pasrah, tak ada lagi yang bisa saya lakukan seandain- ya saya ketahuan oleh anjing-anjing itu dan kemudian saya digigit oleh mereka. Saya juga sudah tak menge- luarkan suara apapun dari mulut saya dan berhenti menangis agar tak ketahuan, kalau di ingat-ingat sudah seperti di film-film saja. Na- mun kemudian, malaikat penyelamat saya muncul, ia adalah seorang wan- ita yang tinggal di rumah tersebut. ia muncul dan mengusir anjing-anjing tadi, dan saya terselamatkan. Tak ada interaksi antara kami berdua, saya sudah kalut dan langsung pergi tanpa mengucapkan terima kasih. Saya berlari kecil saat tiba di ru- mah paman saya, di situ abang Ebit dan Aldo sudah lebih dulu sampai. Mereka berdua juga ngos-ngosan, tapi tak sepanik saya yang masih mengeluarkan air mata karena keta- kutan. Saat keadaan sudah lebih ten- ang, mereka berdua move on dari ke- jadian tadi dan mengolok-olok saya karena dianggap lebay, saya masih merasa trauma dan terus menyesali keputusan kami untuk melewati jalan pintas tadi. Rasa takut saya masih terus terngiang hingga beberapa hari kemudian. Saya masih merasa takut akan anjing, tapi pelan-pelan mulai berani untuk berkeliling lagi di desa tersebut. Kini umur saya sudah 20 tahun, ketika saya mulai mengingat hal ini, saya merasa ada beberapa solusi yang sebetulnya bisa saya lakukan saat itu, untuk menyelamatkan kami dari kejaran anjing. Yang pertama, adalah dengan ti- dak melewati jalan pintas tersebut, tapi saya paham kalau saya waktu itu ingin memuaskan rasa penasaran saya melewati jalan pintas tersebut. Atau mengikuti solusi kedua adalah, kami bertiga tetap melewati jalan tersebut tapi bersikap tetap tenang ketika anjing-anjing tersebut men- gonggong. Menurut saya, cara ini akan lebih ampuh untuk alasan keamanan, kare- na sejauh yang saya pelajari hingga sekarang, anjing akan merasa lebih berani jika melihat objek yang mer- eka incar bersikap ketakutan. Andai saja, saya mengetahui hal ini sejak kecil, pastilah pengalaman buruk itu tidak akan terjadi, dan kami berti- ga tetap memiliki pengalaman asyik melewati jalan pintas tersebut den- gan aman tanpa drama apapun. Rasa takut berevolusi dalam diri kita untuk membantu kita bertah- an hidup. Tapi dalam banyak situasi, rasa takut dan perasaan panik justru malah membuat kita semakin ter- ancam. Jadi kalau boleh berpesan, sudah waktunya kita mengajari anakanak atau adik-adik kita yang masih kecil, bahwa saat anjing agresif mun- cul dalam hidup mereka, maka salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah tetap tenang dan pura-pura berani• Ilustrasi: Neza Puspita Tarigan
20 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 SENI Sudut Estetik Di Ruang Keramik Sebuah studio minimalis dihiasi keramik-keramik berdesain modern dan kontemporer. Ketika menginjakkan kaki pertama kali, mata akan dimanjakan dengan nuansa dominan merah bata. Karyakarya bertebar rapi di setiap sisi ruangan, menambah kesan ‘estetik’ nan enak dipandang. Ruang Keramik, sebuah studio seni rupa tiga dimensi milik Baskoro Wicaksono, seniman muda asal Kota Metro, Lampung. Pemuda ini mulai merancang Ruang Keramik sejak tahun 2019 lalu, tepat setelah di- rinya lulus dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jurusan Pendidikan Seni Rupa. Ketertarikan Baskoro terhadap seni keramik memang sudah tumbuh sejak dirinya duduk di bangku kuliah. “Saya menemukan bagaimana berkarya tiga dimensi melalui tanah liat. Menurut saya itu kayak lebih memberikan kepuasan secara batin, ketika kita bisa berekspresi lewat seni yang bentuknya tiga dimensi, yang bentuknya bisa langsung terlihat,” kata Baskoro. Mulanya, Ruang Keramik Studio dibangun untuk memfasilitasi ‘kehausan’ Baskoro dalam menciptakan karyakarya seni rupa keramik hasil tangannya. Namun, seiring karyanya laku di pasar nasional, banyak orang yang berdatangan hadir ke studionya, karena penasaran untuk belajar berseni keramik. Baskoro pun akhirnya membuka kelas dan khursus membuat karya kerajinan keramik di Ruang Keramik Studio miliknya. “Ketika (karya) laku ke pasar nasional akhirnya banyak temanteman yang penasaran dengan ruang keramik studio, lalu akh- irnya banyak teman-teman juga yang pengen ikutan kelas untuk belajar keramik di Ruang Keramik Studio” jelasnya. Kelas di Ruang Keramik Studio mulai ramai peminat di tahun 2020. Menurut Baskoro, hal tersebut merupakan dampak pemberlakuan newnormal pasca pandemi. Mereka yang jenuh akan aktivitas ‘di rumah aja’, mulai mencari kegiatan yang positif untuk menambah softskill, yaitu berseni keramik. Di samping itu, Ruang Keramik Studio hadir untuk mengakrabkan kesenian kepada masyarakat Lampung. Sebab, menurutnya kesenian di Lampung belum semaju di kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa dan Bali. “Kemudian juga sebagai pengenalan kesenian di Lampung karena sebenarnya kesenian di Lampung tidak semaju di kota kota besar yang ada di Jawa dan Bali. Jadi Ruang Keramik Studio menjadi hal yang baru untuk teman teman di Lampung berkegiatan berkesenian,” ujarnya. Seni keramik merupakan seni tiga dimensi yang tergolong seni kriya. Seni kriya adalah seni yang tidak hanya dilihat dari nilai estetika dan keindahannya saja, tetapi juga dilihat dari fungsi dan kegunaannya. Contoh penerapannya, yaitu karya seni keramik digunakan untuk pot, guci, alat masak, alat makan, dan lainnya. Dalam karya keramiknya, Baskoro menggunakan dua je- nis tanah liat yaitu earthenware dan stoneware. Earthenware adalah jenis tanah yang bahan bakunya sama dengan bahan baku pembuatan genteng dan batu bata. Jenis tanah liat ini bi- asanya digunakan untuk mem- buat pot. Earthenware ketika di bakar warna yang muncul biasanya berubah menjadi ke- merahan di bawah suhu pem- bakaran 900 derajat celcius. Sedangkan, stoneware ada- lah jenis tanah yang fungsinya untuk membuat produk be- rupa tableware atau alat-alat makan dan minum. Tanah stoneware biasanya dibakar dalam dua kali pembakaran. Pada pembakaran tahap pertama menggunakan suhu berkisar1000 derajat celcius, kemuOleh: Dede Maesin Foto: Dede Maesin
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 21 SENI dian dilanjutkan pembakaran tahap kedua pada suhu sekitar 1.300 derajat celcius. Berseni keramik dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Di Ruang Keramik Studio, teknik yang umum dipakai dan diajarkan kepada peserta kelas adalah teknik pinching dan teknik putar. Teknik pinching merupakan teknik dasar pembuatan karya keramik. Langkahnya dilakukan dengan memijat tanah liat memakai tangan. Sedangkan, untuk teknik putar merupakan teknik yang menggunakan alat bantu berupa pemutar. Menurut Baskoro, teknik ini merupakan salah satu teknik yang sulit untuk digunakan. Oleh karenanya, bagi para pemula seperti pe- serta kelas Ruang Keramik Stu- dio, butuh beberapa kali per- temuan hingga akhirnya bisa menggunakan teknik ini. ”Karena agak sulit untuk di teknik putar, jadi untuk nga- jarinnya lumayan effort. Kare- na teknik putar itu tidak sekali (coba) langsung bisa, tapi di sini nanti ketika teknik putar itu minimal enam kali nyoba,” ujarnya. Saat ini, Ruang Keramik Studio telah dipenuhi ribuan karya keramik. Warnanya beragam. Mulai dari warna merah bata khas tanah liat, warna putih, hingga warna-warni dari pewarna sintesis. Bukan cuma warna, desain dan bentuknya pun beragam. Tanah liat yang mengeras itu berbentuk leku- kan-lekukan yang ‘meleng- gak-lenggok’. Dalam mendesain karya keramik, inspirasi desain bisa hadir dari manapun dan kapan- pun. Baskoro mengatakan bahwa dirinya telah mempelajari perkembangan jenis-jenis desain keramik dari awal mula keramik ditemukan sampai di era modern bahkan kontempo- rer seperti saat ini. Memasuki era kontemporer, desain keramik lebih beragam, terlebih lagi karena mengikuti perkembangan zaman. Inspirasi desain pun hadir dan dapat dicari melalui media sosial yang digunakan sehari-hari. “Nah kontemporer itu dia sudah lebih bebas mengeksplor bentuk manapun, bahkan dari pertama kali bentuk keramik dibuat, itu bisa jadi karya juga hari ini. Jadi sangat luas ya untuk desain-desain itu, bahkan kita bisa menciptakan bentuk-bentuk baru. Bentuk-bentuk baru itu (inspirasinya) didapat dari mana-mana,” jelasnya. Tak jarang, desain karya keramik yang dihasilkan Baskoro di Ruang Keramik Studio berbentuk abstrak. Menurutnya, seni merupakan cara untuk mengekspresikan diri. Berkarya adalah cara un- tuk terus hidup di dalam seni. “Bikin karya-karya untuk diri saya (adalah) kepuasan batin, dan lain-lain yang pada akhirnya tum- buh bagaimana berpikir, bagaima- na caranya saya tetap hidup di kesenian dan menghasilkan seti- daknya untuk diri saya sendiri,” katanya. Baginya juga, seni bukanlah dimaknai sebagai karya yang indah, mulus, dan cemerlang. Akan tetapi, bagaimana karya itu sendiri mempunyai konsep, sehingga menghasilkan sesuatu yang indah, yang sebenarnya timbul dari karya itu sendiri. “Indah itu tidak dimonopoli oleh kecemerlangan dan kesempurnaan, tetapi keindahan itu (adalah) apapun. Tapi dia punya konsep, seperti karya ini, misalkan dia untuk mencapai indah tidak hanya bentuk lingkaran dan halus. Keindahan itu kan personal ya, enggak harus tampak indah dari luar, tapi (juga) dari isi di dalamnya,” pungkasnya• Foto: Dede Maesin
22 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 NGEKHIBAS
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 23 KOMIK Ilustrasi: Alam Putra A. 23
24 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 ESSAY FOTO 24
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 25 Dua orang anak kecil sedang duduk di tempat yang lebih tinggi, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung (11/9). Dari tempat keduanya duduk, terlihat pemandangan yang menunjukkan perbedaan aktivitas. Rumah-rumah yang menunjukkan lingkungan masyarakat dengan aktivitas bermasyarakatnya. Dan di belakangnya, Pelabuhan Panjang dengan aktivitas pengangkutan barang-barang. Sebuah perbedaan aktivitas, yang juga menunjukkan perbedaan keadaan ekonomi serta struktur sosial. Beda Kesibukan 25 ESSAY FOTO Fotografer: Faridh Azka
26 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KONSERVASI Menjaga Puspa Indah Nan Langka Oleh: Antuk Nugrahaning Pangeran Dalam satu tangkai yang menyulur, berbaris rapi bunga yang mekar indah. Kelopak putih bersih dengan sedikit corak kuning di bagian tengahnya menjadi ciri khas dari bunga ini. Phalaenopsis amabilis (L.) Blume, adalah nama ilmiah untuk anggrek spesies asli yang tumbuh di daerah Tanggamus, Lampung. Di Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung (Unila), anggrek jenis ini menjadi salah satu jenis anggrek prioritas yang dikonservasi. Konservasi berasal dari kata to conserve yang artinya melestari- kan atau melindungi. Konservasi berarti melindungi sumber daya genetik atau plasma nutfah, baik itu flora maupun fauna yang ada di alam. Phalaenopsis amabilis (L.) Blume, atau yang dikenal sebagai Anggrek Bulan Putih, mulai dikonservasi di Laboratorium Ilmu Tanaman FP Unila sejak tahun 2021 lalu. Ketika itu, banyak perburuan liar untuk mencari anggrek jenis ini di Pulau Tabuhan, daerah endemik dari Phalaenopsis amabilis (L.) Tangamus. Menurut peneliti anggrek yang juga merupakan Guru Besar Bidang Bioteknologi Pertanian, Prof. Yusnita, anggrek yang baru saja diambil dari habitat aslinya harus segera diaklimatisasi atau diadaptasikan ke lingkungan yang menjadi tempat dibudidayakannya. Ketika anggrek yang asli dari hutan, dibeli dan dipelihara oleh orang awam, maka ada kemungkinan anggrek itu akan mati. Padahal, tumbu- han anggrek tersebut membawa buah yang seharusnya pecah dan berkecambah menjadi ribuan bi- bit baru. “Biji-biji yang berada di buah (anggrek) itu enggak bisa berke- cambah di kota. Karena perke- cambahannya sangat khusus. Jadi bijinya itu enggak punya cadangan makanan. Biji anggrek itu kalau di alam harus menempel di jamur tertentu yang bersimbiosis dengan biji ini tadi,” jelasnya. Mulanya, Prof. Yusnita bersama pencinta anggrek lainnya, Elida Purba dan Dewi Agustina Iryani (Dosen Teknik Kimia) berinisiasi untuk melakukan konservasi terhadap Phalaenopsis amabilis (L.) Blume. Kegiatan konservasi ini juga merupakan pengabdian kepada masyarakat serta upaya untuk meningkatkan greenmetric Unila. Unila kemudian menginisiasi untuk membentuk Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Genetik Anggrek (PPPSDGA) Universitas Lampung pada tanggal 23 Mei 2023. Ada banyak kegiatan yang dilakukan di pusat penelitian ini, diantara- nya menciptakan hibrida-hibrida anggrek, meneliti zat pengatur tumbuh anggrek, dan penelitian serta pengabdian kepada mas- yarakat. Khusus pada pelestarian anggrek Phalaenopsis amabilis, tindakan yang dilakukan pertama kali adalah dengan membeli anggrek yang dijual oleh orang yang mengambilnya dari hutan. Hal ini dilakukan untuk ‘menyelamatkan’ agar anggrek tersebut tidak dibeli dan ‘jatuh’ kepada orang yang awam. Kemudian, anggrek ini akan diaklimatisasi dan dipelihara di FP Unila dengan perawatan yang khusus. Prof. Foto: Antuk Nugrahaning P.
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 27 Yusnita menyampaikan bahwa anggrek yang diselamatkan ini berkemungkinan kecil untuk mati, karena FP Unila memiliki berbagai produk racikan sendiri untuk merawat anggrek. Produk tersebut antara lain perangsang akar, perangsang tunas, daun supaya subur, dan perangsang bunga. Anggrek yang telah diaklimati- sasi selanjutnya akan dishelving ke tempat menempelnya. Di Unila, ada beberapa titik penempelan anggrek yaitu di sekitar fakultas teknik dan sekitar gedung rek- torat. Anggrek yang telah dirawat hingga berbunga dan berbuah, selanjutnya buahnya akan diambil untuk dikembangbiakkan. Proses penyebarannya dilakukan menggunakan teknik kultur jaringan. Proses kultur jaringan melalui tahapan yang panjang. Teknokra berkesempatan untuk melihat secara langsung calon-calon ‘bayi’ Phalaenopsis amabilis di Laboratorium Kultur Jaringan FP Unila. Disana, tertara ratusan toples media kultur jaringan. Proses kultur jaringan dimulai dengan penghamburan serbuk bibit anggrek dari polong buahnya. Kemudian serbuk bibit baru tersebut dipindahkan ke dalam media yang diberi nutrisi. Seiring tumbuhnya tunas anggrek, maka dilakukan subkultur secara berkala untuk memindahkan anggrek yang sudah mulai besar ke media yang baru. ”Sampai empat kali di subkultur, kita pindahkan ke media yang baru lagi. (Karena serbuk) ini kan berjumlah ribuan, enggak cukup lama-lama dong nutrisinya. Nah ini disendokin untuk disebar. Setelah dua bulan, mulai tumbuh daun, kemu - d i a n diseb a r (sub - kultur) l a g i , ” j e l a s P r o f Yusnita sambil memamerkan t o - ples-toples kaca berisi ‘bayi-bayi’ anggrek itu. Prof Yusnita juga mengajak Teknokra untuk melihat bibit an- ggrek yang sudah siap untuk dip- indahkan dan tumbuh di rumah kaca. Di rumah kaca, terdapat ribuan bibit anggrek yang sudah tumbuh dengan beberapa helai daun. Rumah kaca menjadi tem- pat hidup bagi anggrek hibrida maupun anggrek spesies yang telah mengalami kultur jaringan. Prof. Yusnita kemudian menjelaskan perbedaan anggrek hibrida dan anggrek spesies. Anggrek hibrida adalah jenis anggrek yang dengan sengaja disilangkan oleh manusia dari dua atau lebih jenis anggrek. Di Unila, sudah ada anggrek hibrida yang diberi nama Unila Campus Garden (UCG). Sedangkan an- ggrek spesies merupakan ang- grek asli tanpa ada persilangan. Phalaenopsis amabilis adalah je- nis anggrek spesies, yang pada tahun 1993 telah dicanangkan menjadi Puspa Pesona Nusantara. Prof Yusnita menjelaskan bagaimana konsep dari konservasi anggrek ini dilakukan. Konservasi anggrek berfokus pada penyelamatan dan pelestarian anggrek spesies yang asli dari hutan agar tidak punah. Di sisi lain, konservasi anggrek juga berfokus untuk menghasilkan anggrek-anggrek jenis hibrida agar lebih mudah dipelihara oleh masyarakat. “Kita itu intinya kita akan mengonser - vasi yang dari alam (spesies). Sebisa mungkin kita juga concent dengan anggrek hibrida. Karena ka- lau ini kita sebar ke masyarakat, maka masyarakat punya yang lebih mudah untuk dipelihara, kemudian tidak menengok ke (anggrek spesies) yang di hutan,” pungkasnya• KONSERVASI
28 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 RESENSI FILM Ganja Tak Selamanya Gelap Oleh: Putra Alam Apriliandi Sepotong rekaman yang memperlihatkan kondisi pemberontakan, sebagai bentuk protes atas penangkapan pemakai Cannabis sativa alias ganja di belahan dunia, membuka film dokumenter panjang berjudul “Atas Nama Daun”. Gema suara khas aktor kawakan Tio Pakusadewo sebagai narator menghidupkan film ini. Ia merupakan salah satu dari banyaknya selebritis tanah air yang pernah divonis buntut dari kasus penyalahgunaan ganja. Film berdurasi 1 jam 10 menit 14 detik ini, mengemas berbagai sudut pandang mengenai ganja. Penggunaan ganja di Indonesia terlanjur dipandang sebagai kriminalitas dan bentuk perilaku tidak terpuji. Kultur agamis masyarakat Indonesia melabeli ganja sebagai barang ‘haram’, yang apabila dikonsumsi menjadi sebuah dosa besar. Menepis paradigma penggunaan ganja sebagai barang ha- ram, sutradara Mahatma Putra mengupas pandangan tentang ganja dengan beberapa kisah yang berbeda-beda dalam lima Bab. Bagian pertama pada Bab 1 “Atas Nama Riset” mengisahkan perjalanan Aristo Pangaribuan, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang mengambil program PhD di University of Washington Seattle, Amerika Serikat (AS). Ia tertarik mendalami criminalization of vice atau kriminal- isasi terhadap kejahatan yang tidak bersifat uni- versal. Aristo membanding- kan kondisi legalisasi ganja di Amerika dan Indonesia. Ia mengungkap hal itu lewat sebuah Karya ilmiah yang berjudul “Causes and Consequences of The War on Marijuana in Indonesia”. Hasil riset Aristo menjadi batu loncatan awal mula terbuatnya film dengan rumah produksi Anatman Pictures. Bagian Bab 2 “Atas Nama Daun” menggandeng seniman visual asal Yogyakarta Angki Purbandono. Angki mengisahkan dirinya yang ditangkap karena kepemilikan ganja. Ia tidak merasa dirinya melakukan tindakan kriminal karena hanya memakai ganja untuk dirinya sendiri. Angki merasa mendapat kenyamanan dalam berkarya ketika mengonsumsi ganja. Selanjutnya, pada bagian Bab 3 “Atas Nama Hukum” menampilkan Kombes Sulistiandriatmoko (Juru Bicara Badan Narkotika Nasional 2017-2019). Beliau menjelaskan terdapat pasal yang perlu diubah, yaitu pasal 112 UU Narkotika. Pasal tersebut merupakan akar kriminalisasi terhadap penggunaan ganja. Akibatnya, lapas yang ada di Indonesia melebihi kapasitas karena UU Narkotika. Beralih pada bagian Bab 4 “Atas Nama Cinta” bercerita tentang perjuangan pria bernama Fidelis Arie Sudewarto asal Sanggau, Kalimantan Barat. Pada Agustus 2017, dia divonis 8 bulan penjara karena memiliki 39 pohon ganja di rumahnya. Istri Fidelis merupakan seorang penyintas Syringomyelia yang membutuhkan kandungan cannabinoid yang terkandung dalam ganja. Fidelis meminta dispensasi kepada BNN untuk menanam ganja yang hendak dibuat ekstrak sebagai obat untuk istrinya. Kisah terakhir pada Bab 5 “Atas Nama Hak Asasi” datang dari orang tua yang bercerita bagaimana kerasnya memperjuangkan anak yang mengidap Cerebral Palsy. Pengobatan alternatif dengan kandungan yang ada pada ganja yang dianggap paling baik tidak bisa dilakukan di Indonesia. Lagi-lagi perihal le- galisasi ganja sebagai obat me- dis. Belum lama Dwi kehilangan anaknya Musa yang berumur 16 tahun akibat komplikasi cerebral pasy yang dideritanya sejak bayi, dia berkata saat ditinggal anak kesayangannya adalah hal terberat baginya seperti kehilangan jangkar sehingga dia pergi tanpa ada tujuan. Dia menjelaskan Cerebral palsy seperti terkena stroke tetapi di usia dini, Biasanya ada terapi untuk memasukan refrensi ke otak pengidap cerebral palsy ketika ke- jang refrensi itu akan hilang semua, jika biasanya orang tua terkena stroke dia sudah memiliki pengalaman seperti bisa berjalan atau beraktivitas lainnya, ketika pengidapnya anak Foto: Youtube usia dini mengalami kejang•
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 29 REVIEW LAGU Suarakan Semangat untuk Perempuan Lewat Musik Oleh: Antuk Nugrahaning Pangeran Girls, so heavy the crown They carry it tall But it’s weighing me down I nilah sepenggal lirik lagu milik penyanyi perempuan asal Kanada, Aviva Mongillo. Dalam lagu bertajuk Princesses Don’t Cry, dirinya berbagi kisah bagaimana perempuan dengan segala kesulitan yang dihadapinya, dia tetaplah sosok yang kuat dan tangguh. Carys, sapaan panggungnya, ingin menyampaikan bahwa perempuan dengan mahkota berat di atas kepalanya, tak boleh menunduk, atau dalam artian tak boleh menyerah. Lagu Princesses Don’t Cry dikemas da- l a m iringan musik b e r g e n r e pop. Liriknya menceritakan seorang peremp u a n k e c i l y a n g memiliki teman lak i - l a k i yang baik h a t i , tetap i semuanya adalah hal yang semu, karena laki-laki itu berubah menjadi “monster” pada malam hari. Hal ini mengibaratkan bagaimana pembagian posisi perempuan dan laki-laki yang berkembang di masyarakat. Kalimat-kalimat sederhana yang dinyanyikan selama 2 menit 56 detik ini mampu menghadirkan suasana hangat di dalam lagu. Sejak dikeluarkan pertama kali pada 13 November 2019 lalu, video klip lagu ini sudah ditonton sebanyak lebih dari 77 juta kali di akun Youtube milik Carys. Video klip digambarkan dengan latar bernuansa sebuah ruangan yang diisi kasur bertumpuk. Tokoh perempuan di dalamnya adalah Carys sendiri dan seorang perempuan belia berkostum seorang princess. Keduanya digambarkan dalam keadaan bahagia mulanya, hingga salah satu scene menunjukkan kedua perempuan ini menangis, tepat pada lirik “princess don’t cry”. Carys mengungkapkan bahwa dirinya merasa terganggu dengan kalim a t - k a l i m a t “hey, jangan menangis” yang d i l o n t a r k a n orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut seolah mendeskripsikan menangis sebagai sesuatu yang buruk untuk dilakukan ketika seseorang merasa emosi. Sebagai bentuk satir, menurutnya perempuan boleh melakukan hal sebaliknya, menangislah, keluarkanlah semuanya, perempuan tidak dicap lemah ketika menangis. Lagu-lagu yang marak berkembang saat ini seringkali menggunakan lirik-lirik yang memposisikan perempuan dalam kondisi seperti menunggu, berharap, tak berdaya, ditinggalkan, dan tak punya andil. Kecenderungan mempopulerkan lagu-lagu bernuansa “cengeng” seperti ini akan semakin melanggengkan stereotip yang menganggap perempuan sebagai sosok yang lemah. Lagu sebagai salah satu bentuk karya yang paling sering dinikmati, memang sudah seharusnya menjadi media untuk menyuarakan dan saling menguatkan posisi serta peran perempuan dalam tatanan kehidupan sosial• Foto: Youtube Foto: Instagram
30 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KOMUNITAS KLUB NONTON, RUANG APRESIASI FILM PENDEK Komunitas Klub Nonton, memiliki jalan terjal nan menarik, mulai dari awal berdiri hingga dapat konsisten dan eksis seperti saat ini. Pada tahun 2012, dengan diprakarsai oleh sutradara Aji Aditya, muncul sebuah ruang apresiasi film pendek Indonesia pertama di Provinsi Lampung, yang diberi nama Tajuk Acara. Kala itu, secara rutin tiap bulannya Aji memutar- kan film-film pendek yang berasal dari Jakarta, Jogyakarta, dan Su- lawesi. Kondisinya, saat itu sulit untuk sebuah karya film pendek diakses melalui layar lebar. Kondisi tersebut membuat Aji merasa film pendek dianaktirikan oleh film panjang yang memiliki ru- ang bioskop. Sejak tahun 2012, ia dengan konsisten mengabdikan diri pada wadah Tajuk Acara. Hingga pada 2014, Aji Aditya ha- rus memfokuskan dirinya untuk memproduksi film. Melanjutkan perjuangan Aji, pada 2017 digagas kembali komunitas serupa oleh kumpulan pemuda yaitu Nada Bonang, Ferry Ardian, dan Sofia Siska Arum. Berbeda dengan Tajuk Acara, komunitas yang kembali hidup ini berubah nama menjadi ‘Klub Nonton’. Dengan perubahan konsep komunitas, Klub nonton menjadi sebuah perkumpulan yang memiliki beberapa program kerja terstruktur. Berjalan dengan perkembangannya. Komunitas ekshibisi dan literasi tersebut, kini tidak hanya memutarkan film, tetapi juga mempunyai be- berapa aktivitas lain yang bisa menunjang adanya screening -ke- giatan mengulas, meneliti, dan mendiskusikan film. “Kita adalah komunitas film yang konsentrasinya ada pada pemutaran atau diliterasi film Indonesia khususnya Lampung untuk mendapatkan ruang apresiasi filmnya. Kami memutarkan film teman-teman untuk ditonton kemudian didiskusikan bersama-sama,” kata Nada. Nada yang juga merupakan Koordinator Klub Nonton, menceritakan keluh kesah ia dan teman-teman komunitas. Perempuan berkacamata itu menilai, saat ini film-film luar negeri sangat mendapat tempat yang baik di hati masyarakat Indonesia. Berbeda halnya dengan film lokal, yang mendapat sedikit peminat di negara sendiri. Padahal, karya-karya komunitas independen telah tembus dalam festival film bergengsi seperti Cannes Prancis dan diakui oleh dunia. “Sekarang film barat sudah mulai masuk lagi dan sedikit demi sedikit mulai menjamur, nah ini yang harus dikhawatirkan. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus aware dengan hal tersebut jangan film baratnya aja nih yang ditonton film Indonesia juga,” ujarnya. Dalam upaya memutarkan film-film pendek di layar lebar tentunya tidaklah mudah. Komu- nitas ini memerlukan tim riset untuk mencari film-film pendek karya anak bangsa yang dirasa layak untuk diputar. Selain tahap penyeleksian dilakukan oleh tim, Klub Nonton membuka pintu selebarnya bagi para insan perfilman. Mereka dapat mendaftarkan karyanya untuk diputarkan di layar lebar oleh Klub Nonton. Hingga saat ini, terhitung sudah ratusan judul film pendek yang telah berhasil diputar dalam layar kaca oleh komunitas ini. “Kita kejar filmnya untuk dipuOleh: Nurfia Deswita Foto: Dokumentasi Klub Nonton
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 31 tarkan di Lampung, kita izin ke pemilik film tersebut dan lalu kemudian kita membuka peluang teman-teman filmmaker untuk mendaftar,” ucapnya. Klub Nonton pada beberapa kesempatan bekerja sama dengan bioskop online, NETPAC Asian Festival Film di jogja, Jakarta Film Weeks, dan productions-productions house yang ada di nasional. Selain itu, Klub Nonton menjalin kerja sama dengan Rangkai.id bioskop online yang diinsiasi langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Bagian dari kerja sama mereka adalah membantu proses untuk menyebarkan informasi tentang platform pada teman-teman film yang ada di Lampung. Jadi, membantu proses agar film tersebut bisa dimasukkan dalam Over-The-Top (OTT). “Kami banyak bekerja sama dengan productions house dan brand-brand film nasional. Be- berapa kali juga pernah bekerja sama dengan bioskop online, NETPAC Asian Festival Film di jogja, Jakarta Film Weeks, dan productions-productions house yang ada di nasional,” tuturnya. Nada juga menjelaskan, untuk bergabung menjadi anggota Klub Nonton tidak ada kriteria yang terlalu khusus. Karena pengurus menganggap semua orang yang pernah datang ke event sebagai penonton itu adalah anggota. Jadi, tidak ada kriteria khusus, asalkan mempunyai hobi nonton dan terlibat sudah bisa dikatakan sebagai anggota. Akan tetapi, jika ingin menjadi pengurus itu tergantung dengan divisi apa yang dipilih. “Kalau kamu suka film ya kamu anggota klub nonton, jadi kami menganggap semua orang yang pernah datang ke event kami sebagai penonton itu adalah anggota. Jadi tidak ada kriteria khusus, asalkan kamu suka nonton, dating, kamu happy terlibat disitu, tetapi jika kamu ingin menjadi pengurus itu tergantung dengan divisi apa yang kamu pilih,” jelasnya. Sama halnya dengan komunitas lain, Klub Nonton memiliki divisi untuk memfokuskan masing-masing pengurus dalam menjalankan tugas dan fungsi untuk mengembangkan komunitas Klub Nonton. Nada kembali menjelaskan, beberapa divisi yang ada dalam komunitasnya adalah Divisi Program yang bertanggung jawab untuk kolektif dan mengatur kegiatan, Divisi Event yang bertanggung jawab berkai- tan dengan hal teknis, Divisi Manajemen mengurus manajerial komunitas, dan Divisi Public Relation yang membuat desain serta promosi. “Sebuah komunitas film itu se- baiknya tidak hanya menampung orang-orang yang suka film juga, tapi juga memang film itu diba- ngun oleh banyak unit, enggak cuma melulu soal fimnya aja, tapi ada unit-unit lain yang memang beriringan dengan kebutuhan lainnya,” tuturnya. Dalam melaksanakan kegiatannya, Klub Nonton masih bergantung pada dana dari sponsorship, dana pribadi, dan bantuan dari pemerintah pusat. Sejauh ini, pemerintah daerah belum memberikan dukungan be- rupa materi. Nada menyayangkan hal ini, menurutnya, seharusnya terdapat dana yang dialokasikan untuk hal seperti ini dari pemerintah daerah, karena kegiatan yang dilakukan kumpulan anak muda ini salah satu upaya mengembangkan kebudayaan dan ekonomi kreatif yang bermanfaat untuk kenaikan ekonomi daerah. “Kita bergerak dengan bergerilya, karena enggak semua bagian dari pemerintah aware terhadap hal seperti ini. Sehingga pada prosesnya kita mengalami banyak kesulitan untuk bergerak secara independen, Alhamdulillah-nya kita masih punya semangat untuk bergerilya dengan mandiri,” tegasnya. Tak hanya bergerak dalam memberi ruang apresiasi untuk menayangkan film-film pendek ke layar lebar kepada masyarakat luas. Klub Nonton memiliki harapan mengapresiasi dengan cara memberi penghargaan melalui fest i v a l film. Kedepannya, Klub Nonton bersama lembaga yang ada di Provinsi Lampung berupaya membuat festival film pertama yang di Lampung. Ia ber- harap komunitas yang telah ia bangun bersama kedua rekannya ini, dapat menjadi ruang bertukar informasi. “Festival itu harus menjadi se- buah ruang pertukaran informa- si, pertemuan penonton dengan filmmaker, pertemuan filmmaker dimana kita bisa mempertemukan penyedia dana untuk para filmmaker. Dan usaha untuk membuat festival film di Lampung sedang diusahakan oleh kami yai- tu Lampung Film Commission, Sekolah Seni Tubaba, Rumah Film KPI, dan lainnya bersama Dewan Kesenian Lampung sedang mengusahakan hal tersebut,” tundasnya• KOMUNITAS Foto: Dokumentasi Klub
32 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 CERPEN “Aku harap kita tidak bertemu lagi” Detik ini, aku berada di depan kelas melihat wajah-wajah baru, setelah memilih pindah dari tempat lama. Bisa kukatakan, tempat ini memiliki hawa yang lebih nyaman dibandingkan ke- las lalu. Kulihat senyum-senyum ramah mereka menghiasi ru- ang kelasnya. Aku langsung mengucapkan rasa syukur da- lam hati sebanyak-banyaknya ketika semua mempersilah- kan aku untuk duduk di meja kosong yang berada di tengah. Memang sedikit ganjil bagiku, tetapi aku tidak memikirkann- ya selagi hatiku merekah han- gat karena sambutan mereka yang hangat pula. Saat kududu- ki kursinya, murid yang berada di sampingku hanya terus me- natapku tajam, tetapi lagi-lagi aku tidak begitu memedulikan hal-hal yang membuatku tidak mengenakkan hari ini. “Vanya, ke kantin, yuk!” ajak salah satu murid perempuan berkuncir kuda di samping tempat dudukku. Memang ter- letak di seberang, tetapi masih berdekatan. Bel istirahat telah berbunyi, dan aku yang be- lum sempat membawa bekal langsung mengiyakan ajakann- ya. “Nama kamu siapa?” tanyaku yang sedang jalan beriringan dengannya. “Aku Tari, semoga kamu betah di sini, ya!” jawabnya ramah dan menarik tanganku tiba-tiba agar mempercepat laju kami ke kantin. Namun, aku sendiri ku- rang menyukai konsep kantin- nya yang seperti tidak terurus. Sampah berserakan di ma- na-mana, piring yang sudah di- makan tidak dikembalikan Kem- bali ke pedagang kantinnya. Tanpa sengaja aku spontan mengatakan, “Sekolah unggul, kok, kantinnya kotor begini? Gak worth it, lah sama bayaran- nya!” Dan bodohnya lagi aku mengatakan itu lumayan keras, sehingga beberapa di antara mereka mendengarnya. Tari yang mendengarnya juga sedik- it kaget, terlebih dia benar-be- nar berada di sampingku. “Mungkin lagi ramai aja, Vanya. Biasanya ada petugas kebersi- hannya, kok. Jadi, tenang saja,” ujar Tari menarikku ke kantin yang memang kami ingin tuju. Semua pandangan mata peng- huni kantin benar-benar menu- ju ke arahku, lagipula memang aku mengatakan sejujurnya. Orang mana yang tidak kaget ketika di depan ditulis ‘Sekolah Unggulan’ dan ternyata di da- lamnya bobrok. Sehabis dari kantin, kami berdua mengobrol kem- bali dengan teman-teman yang lain, sampai ada salah satu yang melontarkan pertanyaan. “Van- ya, katanya sekolahmu yang lama lebih bagus daripada se- karang, tapi kenapa kamu pin- dah? Maksudnya apa yang bikin kamu mau pindah dari sekolah lamamu ke sini?” Laki-laki be- rambut cepak tersebut meman- dangiku tanpa rasa bersalah. “Sekolah mahal-mahal kalau masih ada bullying apa enaknya?” Semua anak di kelas sekali lagi benar-benar me- natapku seperti itu. Laki-la- ki tadi hanya menunduk dan mengangguk kikuk. Tari yang senyum-senyum langsung ter- diam, dan juga anak lainnya. Lewat sedetik, aku menden- gar langkah kaki menuju ke arahku, dan seperti ada yang menyentuh pundakku. “Jadi kamu anak pindahan dari seko- lah elit itu?” Aku langsung menoleh ke belakang dan mendapatkan murid perempuan berambut sebahu dengan warna rambut yang sudah sedikit kemerah- an karena panas matahari. Dia benar-benar menatapku den- gan tajam … dan sinis. Lalu, dia pergi begitu saja dengan ketiga temannya ke luar. Semua yang ada di sini langsung membuang napas mereka dan mengham- piriku, termasuk Tari. “Kamu jadi korban bullying apa gimana? Jangan sekali-kali menyebutkan hal itu, sensitif,” ujar Tari dan disertai anggukan lainnya. *** Pagi ini, aku berangkat sendiri. Memang bisa ditem- puh dengan jalan kaki, teta- pi jangka waktu tempuhnya lumayan jauh. Ketika sampai di depan gerbang, aku melihat kerumunan murid SMA, tetapi terdengar seperti bukan ha- bis kecelakaan atau pencurian, seperti ada yang berkelahi. Ka- kiku sontak berlari ke arah ker- umunan itu dan melihat laki-la- ki kemarin, sedang bertengkar dengan salah satu kakak kelas. Mulai banyak guru berdatan- gan dan melerai perkelahian itu. Saat aku menatap dia, kami berpapasan dan dia menatapku dengan pandangan yang berbe- da dari kemarin. Antara terkejut kehadiranku atau takut, tak bisa kudeskripsikan secara pasti. Sampai pelajaran kedua pun dia tidak terlihat di kelas, padahal setiap harinya aku selalu terganggu dengan tat- apannya. Karena tidak betah, aku memutuskan ke UKS, me- nemui anak laki-laki itu. Entah terdorong oleh apa, tapi aku merasa yakin bahwa aku memi- liki urusan dengan dia. Sesam- painya di UKS, telihat dirinya Tengah terdiam terduduk me- lihat ranjang sebelahnya yang kosong. Kubuka pintu perlahan, dan dengan cepatnya dia me- noleh ke arahku, dengan tata- pan yang masih sama tajamnya. “Ngapain ke sini?” “Ke sini emang niat jen- guk apa mau kabur dari kelas, doang?” “Apa lu ke sini mau omongin tentang kejadian tadi?” Aku terdiam, dan tanpa sengaja aku mengangguk pelan tanpa ragu. Dia terkekeh dan menunjukku lama, sangat lama, sampai aku sendiri tidak nya- man dengan telunjuknya yang mengarah ke arahku. “Ya, karena lu, gue jadi begini. Kenapa gak jera-jera
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 33 juga sama kejadian lama? Atau memang dasarnya lu gak peduli sama orang, hah?” Ucapannya membuatku terdiam, bukan karena omeln- ya, tetapi gaya bicaranya pernah kudengar di suatu tempat. Dan lagi, aku memang tidak peduli dengan namanya, makanya aku tidak pernah ingat nama-nama anak kelas, khususnya dirinya. “Lu … Panji?” “Jadi, selama ini lu ingat nama gue, toh? Dikira gak ingat sama sekali. Biar gue lanjutin, kelakuan lu itu bikin anak-anak yang berkuasa di sini, termasuk Thalita yang sempat menepuk pundak lu itu kesel sama lu. Ke- napa? Ka-” “CUKUP!! Lu pasti mau bilang gue sama saja pembuli, ‘kan? Dengan kata-kata kasar dan seenak jidat sendiri?!” Tak sengaja, aku melontarkan ka- ta-kata yang pernah sekali lagi kuucapkan saat … SMP. “HAHAHAHA … sadar juga akhirnya. Dan kenapa ha- rus gue yang kena kalau udah berurusan sama masalah lu? Emangnya gue teman lu, hah?!” Aku hanya terdiam menahan tangisanku. Berusa- ha melupakan apa yang terjadi saat SMP, semakin dia berbic- ara, aku semakin berteriak ter- tahan. Kepalaku sakit saat ini, mendengar ucapannya yang menjurus kepadaku tidak ber- henti-henti. “Terus, kenapa lu ikut campur sama urusan gue, hah?!” “Kasihan. Cuma itu yang bisa gue ucapin. Kalau lu bisa ngelawan mereka sendiri, apa sanggup? Lu pindah dari SMA lama lu aja karena kasus yang sama, ‘kan? Gara-gara asal ngo- mong, lu kena getahnya sendiri, ‘kan?” “Apa pedulinya gue dengan celotehan gue yang bikin mereka sakit? Omongan mereka juga nyakitin gue. Apa pedulinya kalau semua orang di sini cuek sama gue? Gue udah gak peduli siapa-siapa terma- suk lu!” Dia hanya tersenyum getir dan berkata, “Syukurlah, berarti lu udah sanggup nge- hadepin semuanya sendiri.” *** Semenjak istirahat itu, aku tidak melihat batang hidun- gnya lagi. Kudengar bahwa dia ikut pindah dengan orang tuan- ya ke luar kota. Hari ini, aku ma- sih dijauhi dengan semua orang di sekolah ini, termasuk Tari. Bahkan, aku juga sering dilabrak oleh Thalita dan kawan-kawa- nnya, kakak kelas, dan sering diusili entah mengapa. Awaln- ya aku benar-benar bisa tahan dengan semua itu. Sama sep- erti SMP, teringat akan perkata- anku yang sepertinya membuat murka. “Mau sekolah di mana aja, berprestasi, kek, unggulan, kek, sampe kayak tong sampah juga percuma, kalau semua mu- rid di sini mental bullying semua! Guru-guru juga sama aja, selama bukan urusan mereka, gak bakal ngurusin soal beginian.” Dan saat itu, aku memang langsung menjadi bulan-bulanan omon- gan para penghuni sekolah, ter- masuk guru-guru. Ya, bagaima- na tidak? Aku berbicara tepat di tengah lapangan sehabis penerimaan hadiah. Pada akh- irnya, aku yang tidak kuat dibela dengan satu anak laki-laki. Pan- ji Darmawan, hanya dia yang kuanggap waras diantara ratu- san penghuni sekolah. Saat pulang, aku han- ya menunggu sendiri, tanpa satu pun aku kenal maupun sengaja tak kukenal. Tari yang dulu sering membicarakan ke- jelekan Thalita, ternyata mene- lan ludahnya sendiri, bersatu dalam kelompok mereka. Hujan turun perlahan, sangat men- dukung dengan suasana hatiku kali ini, dan sudah dipastikan Kak Farhan tidak menjemputku. Maka aku memilih berjalan den- gan payung yang kubawa. Tera- sa lama saat perjalanan pulang ini, entah mengapa. Saat tiba di satu perempatan, aku berpa- pasan dengan seorang laki-laki dengan tinggi lebih dariku sep- uluh senti dan menggunakan hoodie juga payung. Kulihat ada luka tepat di pinggir bibirnya, dan tersenyum ke arahku. Aku hanya memandanginya den- gan seksama, dan ternyata dia orang yang kucari-cari selama ini. “Panji? Kenapa gak ma- suk?” “Masih butuh istirahat.” Aku tertegun sesaat, bu- kan karena jawaban pendekn- ya, melainkan responnya yang cepat dan sempat-sempatnya tersenyum padaku setelah apa yang kuperbuat sampai dia ha- rus diikutkan dengan masalah- ku. “Gimana? Masih kuat?” “Masih, tapi tetep sakit, sih. Haha.” Kami tetap pada posi- si seperti ini, di pinggir jalan sambil menatap satu sama lain. Tanpa aba-aba, dia mendeka- tiku dan menatap sekali lagi dengan tajam seraya berkata, “Bolehkah sekali lagi aku men- genalmu? Ingin mengenali lebih dekat, bagaimana bisa perem- puan yang ada di hadapanku masih kuat dengan segala maki- an di sekolahnya.” “Berarti, kau masih ingin mengenaliku?” “Ya, dan biarkan aku orang pertama yang membel- amu dengan makian tidak ber- dasar itu.” Percakapan ini diakhiri dengan jabatan tangan di ten- gah derasnya hujan. Baiklah, aku akan menantikannya di se- kolah besok. Mungkin dia akan terkejut dengan semua yang tel- ah terjadi semenjak aku berbic- ara kalimat yang sama saat SMP pada tugas Bahasa Indonesia. Biar kuceritakan un- tuk menutup langkah awal ini. Saat hari Jumat di bulan yang sama, guru Bahasa Indonesia kami yang terkenal sepuhnya memberikan tugas pengganti ulangan harian untuk satu an- gkatanku. Bertempat di aula, aku membawakan puisi dengan tema ‘bullying di mana saja’. Aku memang telah mengeta- hui seberapa besar kesenjan- gan sosial di sekolahku saat ini, tetapi aku lebih tidak tahan dengan SMA-ku saat dulu. Saat kubawakan puisi ini, aku tetap menyisipkan kalimat yang sama dengan kalimat yang aku se- butkan saat SMP, dan tidak ada yang memberikan tepuk tangan saat itu, bahkan guru Bahasa Indonesia pun tidak memberi- kan reaksi apapun. Kecuali satu, Panji Darmawan dengan tepuk tangan meriah dan senyum lebarnya itu. Semenjak saat itu, kami berdua menjadi bulan-bu- lanan dan kejadian puncaknya saat pagi hari di mana Panji dan kakak kelas berkelahi. Banyak orang yang sudah mengenalku saat ini, tetapi hanya dia yang ingin mengenalku lebih jauh lagi. CERPEN Ilustrasi: Alam Putra A.
34 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 EKSPRESI Oleh: Putra Alam Apriliandi AktivisMuda Pedulidan KebebOleh: Putra Alam Apriliandi Foto: Dokumentasi Pribadi 24
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 35 Sejak kecil, sosok ini hobi membaca buku. Ia juga menjadikan buku sebagai sahabat karibnya. Ayahnya yang merupakan seorang guru besar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), membawanya tumbuh bersama dikelilingi buku-buku ilmu sosial. Kebiasaan mencari bahan bacaan untuk ‘konsumsi’ sehari-hari itulah yang kemudian membentuk kepribadiannya sekarang. Beliau adalah Fuad Abdulgani. Mengikuti jejak ayahnya, saat ini dirinya berprofesi sebagai dosen di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila). Sebelum menjadi dosen, pria asal Jawa Barat ini menempuh pendidikan Magister Antropologi di Universitas Gajah Mada (UGM). Setelah lulus, ia banyak melakukan riset mengenai kehidupan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Penelitian yang paling berkesan menurutnya adalah saat menjelajah ke daerah Sorong, Papua Barat, tepatnya di hutan sagu alami pada tahun 2017. Ia bercerita, ada satu momen yang mengharukan ketika merayakan hari raya Idul Fitri di kota dengan sebutan ‘kota minyak’ tersebut. Beruntungnya, Fuad dan teman-teman disambut baik oleh masyarakat Sorong yang notabenenya mayoritas beragama Kristen. “Sekampung kasih makanan untuk kita, terus masak-masak besar-besaran di tempat kami tinggal. Jadi pas lebaran itu makan-makan sekampung dengan mereka (masyarakat adat), guyup dan toleransi sekali,” cerita Fuad, mengingat momen bersama masyarakat adat Sorong. Mengenang masa lalunya, Fuad muda gemar sekali mengikuti diskusi untuk menambah dan mengubah pemahaman, pandangan maupun pemikirannya. Menurutnya, hal tersebut dapat membuka cara pandang untuk melihat dunia dengan lebih luas lagi. Namun, sebuah tragedi yang mengenaskan terjadi pada tahun 2006. Di sebuah toko buku daerah Bandung, Jawa Barat, ia bersama teman-temannya ditangkap oleh Organisasi Masyarakat (Ormas) dan aparat kepolisian, ketika tengah melaksanakan mimbar bebas dan diskusi tentang pemahaman marxisme. “Saya merasa banget diskriminasi dan pembungkaman kebebasan berpikir itu sangat nyata sekali, cuma bikin diskusi dan ngobrol saja ditangkap, dan pola kayak gitu jangan salah, sampai sekarang pun masih berlanjut,” ujarnya. Pengalaman mengenaskan itu membuka mata Fuad untuk mengenal lembaga-lembaga yang dengan sukarelawan mengadvokasi permasalahan kelompok rentan seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Fuad semakin melebarkan sayap komunikatifnya dengan berbaur dan mengenal banyak Non-Governmental Organization (NGO) khususnya di daerah Lampung seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS) dan sebagainya. “Saya dari dulu sangat suka berteman dengan orang yang punya sepemahaman dan pemikiran yang bisa mengubah suatu ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Setiap orang punya ulikan sendiri-sendiri dan banyak jalan untuk punya kontribusi ke perubahan sosial supaya bisa lebih adil dan sehat,” ucapnya. Menurutnya, kebebasan adalah suatu hal yang harus dimiliki setiap orang. Semua orang harus saling mengerti apa yang menjadi permasalahan, serta harus berani berbicara tanpa ada bungkaman dari pihak manapun. Ia meyakini bahwa perubahan itu ada, dan akan membuat keadaan sekitar ini menjadi lebih baik. Fuad memberikan contoh, kondisi perkuliahan saat ini yang membuat seorang civitas academica pemikirannya seolah ditahan oleh suatu kesenjangan sosial. Hal itulah yang membuat seseorang tidak bisa bersuara dengan bebas. EKSPRESI s Hak basan
36 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 EKSPRESI “Padahal diskusi atau wacana atau pemikiran itu kan bisa berkembang kalau makin banyak perbedaan sudut pandang. Ya itu tinggal berdebat dan saling membuktikan, iklim akademik itu bisa terbangun kalau orang berani berpikir mandiri,” katanya. Lebih lanjut, ia menjumpai berbagai bentuk perubahan sosial, salah satunya dikarenakan perkembangan teknologi. Ia mengatakan, teknologi membuat orang harus berpikir panjang dan menggunakan akal budi sebelum bertindak. Perkembangan teknologi membuat seorang mudah menelan mentah-mentah suatu informasi. Hal itu membuat pemikiran dipaksa tidak bisa berkembang dan membuat bangsa ini tidak pernah maju. Menurut Fuad manusia telah terkungkung dalam perkembangan teknologi. Teknologi telah menjadi bagian dari manusia. Manusia terlalu menggunakan alat seperti handphone maupun gadget lainnya seolah menjadi bagian tubuhnya sendiri. Itu kemudian juga berdampak buruk dalam proses pendidikan. Terlebih karena dirinya dosen, Fuad menyadari betapa sulitnya mengajar di era sekarang. “Mahasiswa sekarang refleknya bukan membuka buku atau reflek berpikir lagi, tetapi mereka lebih reflek mencari HPnya untuk mencari jawaban, ya dimana mesin pencarian itu tidak akan bisa menjawab secara benar juga,” ujar Fuad. Fuad lalu menyinggung penggunaan teknologi. Menurutnya, teknologi yang berkembang itu bisa menjadi pisau bermata dua. Bertindak seperti sebuah alat yang bisa membantu, dan juga dapat membuat suatu masalah, tergantung pada penggunaannya. “Teknologi itu di analogikan seperti sebuah pisau jika kita menggunakannya untuk memasak atau aktivitas lainnya akan bermanfaat bagi diri kita sendiri, jika pisau itu digunakan untuk melukai diri sendiri seperti menusuk perut sendiri dengan pisau akan merasakan sakitnya,” katanya. Terlepas dari itu semua, dirinya menjujung kebebasan dalam berpikir dan berdiskusi. Baginya kegiatan semacam ini dapat menghimpun pemikiran yang lebih beragam dan lebih kaya, khususnya di ranah akademik. Namun sayang, menurutnya, iklim dan tatanan dalam akademik mulai tergerus dan makin berkurang karena banyak faktor. “Salah satu faktor menurut sudut pandang pengalaman dosen karena terlalu banyak beban administratif, kampus itu menjadi sangat birokratis. Jadi orang lebih sibuk mengurusi administrasi akademik ketimbang membaca, menulis, berdiskusi dan berdebat,” ucapnya. Dirinya juga menyayangkan kondisi perguruan tinggi yang seolah bukan menjadi tempat untuk menimba ilmu atau mencari pengalaman lagi. Akan tetapi, hanya untuk ajang mencari suatu gelar, alih-alih mencari relasi dan refrensi sebanyak-banyaknya. “6 tahun tinggal disini (Lampung) belum pernah saya ngeliat mimbar bebas mahasiswa sore atau siang, itu udah menandakan kegawatan, di sisi lain universitas itu semakin keliatan hanya mencetak orang berijazah, bukan orang berpemikiran dan berkesadaran, hanya menghasilkan orang patuh pada orang yang mengikuti instruksi saja, padahal (fungsi) pendidikan biar orang tercerahkan dan bisa berpikir, bisa melakukan perubahan yang lebih baik,” tuturnya. Menurutnya, kebanyakan orang di era saat ini tidak menerapkan apa yang diperjuangakan tokoh-tokoh terdahulu. Walaupun bentuk penindasan saat ini berbeda dari jaman penjajahan, tetapi sikap spirit terdahulu tetap menjadi patokan untuk memperjuangkan hak-hak. “Semua orang pendiri bangsa itu, mau Soekarno, mau siapa itu, (cita-citanya) mengenyahkan penindasan. Dari manusia satu ke manusia lainnya, antara penjajah kolonial Belanda dan penduduk Indonesia. Sekarang kondisinya lain, penindasannya pun beragam. Namun, jika spirit nya diambil dari pendahulu yang memperjuangkan kemerdekaan, diambil untuk (menjadi) inspiras,i itulah yang menjadi patokan untuk beraktivitas entah itu (bidang) pendidikan atau lainnya,” pungkasnya• Foto: Dokumentasi Pribadi
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 37 KYAY JAMO ADIEN 38 Ilustrasi: Titin Mustika
38 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 ZONA AKTIVIS Wadah Kembangkan Kemampuan Berbahasa Inggris Oleh: Revina Azzahra Bermula dari timbulnya keresahan sekumpu- lan mahasiswa akan kosongnya ruang-ruang belajar bahasa asing di kampus, khususnya bahasa Inggris, sekumpulan mahasiswa tersebut mendirikan English Club yang diberi nama English Society (ESo). Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat Universitas ini berdiri pada 24 November 2005. Awalnya, ESo fokus untuk mengembangkan skill yang dimiliki para anggota pada bidang debate. Sejak dahulu, para anggota ESo giat mengikuti perlombaan debat dan membuahkan hasil dengan memboyong berbagai juara baik di tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Berjalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang memerlukan kefasihan bahasa Inggris, ESo mulai mewadahi mahasiswa yang ingin mengembangkan keterampilan berbahasa inggris dengan mengepakkan bidang-bidang baru di dalamnya. Tak ingin monoton dengan mendalami debate, saat ini ESo memiliki bidang yang dipelajari seperti news casting, scrabble, story telling dan speech. “Tujuan utama berdirinya ESo yang pasti ingin mengembangkan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa Unila. Kedua, untuk wadah mempersatukan anak-anak yang punya minat bakat di bidang bahasa Inggris, lalu kita fokus adain event,” ujar Annisa Chandra (Hubungan Internasional’20) selaku President ESo 2023. Memiliki target pencapaian yang besar, UKM ESo telah berhasil mengantarkan banyak mahasiswa Unila dalam perlombaan bahasa Inggris. Pada tahun ini,sejumlah anggota ESo berhasil menjuarai dalam perlombaan internasional yaitu Asian English Olympic 2023. Selain tingkat internasional, tahun ini ESo juga menyuguhkan banyak prestasi tingkat nasional. “Namanya kita UKM bahasa Inggris ya, jadi kita punya banyak goals terutama untuk lomba-lomba tingkat nasional maupun internasional,” tuturnya. Lebih dalam, UKM ESo terbagi dalam lima departemen dalam menjalankan roda organisasinya. Pertama, departemen Education. Departemen ini berfokus pada pengembangan kemampuan yang dimiliki mas- ing-masing internal anggota. Kemudian, departemen Public Relation, yaitu departemen yang bertugas untuk menggaet hubungan dengan pihak eksternal luar ESo baik di dalam kampus maupun luar kampus. Selain menerima tawaran kerja sama, departemen Public Relation juga bertugas mengatur akun social media ESo. Departemen selanjutnya adalah departemen Human Resource Development (HRD), sebuah departemen yang bertugas menaikkan minat para calon anggota ESo. Selain itu departemen ini juga bertugas mengikat hubungan intraorganisasi. Kemudian, departemen Creative and Finance yaitu departemen yang berusaha Foto: Dokumentasi ESO
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 39 mengumpulkan pendanaan. Dan departemen terakhir yaitu Homebase yang bertanggung jawab pada kesekretariatan. Untuk memfokuskan anggota dalam bidang yang diminati, ESo rutin mengadakan latihan masing-masing bidang setiap satu minggu sekali. Memiliki modul pelajaran, latihan anggota ESo dilakukan den- gan dua model yaitu regular practice dan intensive training. Model latihan regular practive rutin dilakukan masing-masing bidang di setiap minggunya, sedangkan intensive training dikhususkan untuk anggota yang sedang mempersiapkan diri mengikuti perlombaan. Tak hanya disibukkan oleh latihan bahasa Inggris maupun event, ESo juga aktif dalam kegiatan sosial masyarakat. UKM satu ini memiliki program kerja yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat, bertajuk ESo’s Spreed Love. Program kerja ini merupakan kegiatan amal berbentuk penggalangan dana dan kunjungan panti asuhan yang ada di Provinsi Lampung. “Kegiatan semacam penggalangan dana, berkunjung ke panti dan yang pasti berkaitan sama charity (amal),” tuturnya. Selain ESo’s Spreed Love, terdapat juga ESo Goes To School. Sesuai namanya, program ini memberikan pela- tihan khusus bahasa Inggris untuk pelajar sekolah. Program ini menjadi program kerja tahunan Eso yang mulanya dilakukan secara langsung di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Bandar Lampung. Akan tetapi, saat ini sudah dilakukan untuk sekolah seluruh Indonesia. “Semacam annual event, biasanya kita kasih pelatihan full sehari untuk anak-anak khususnya dari kalangan SMP dan SMA, sekarang kita sudah lakuan itu untuk sekolah-sekolah seluruh Indonesia,” ungkap Annisa. ESo sebagai English Club yang memiliki nama besar di Provinsi Lampung, memiliki event tahunan yang sangat dinanti-nantikan yaitu Lampung Overland Various English Competitions (LOVEComp). Annisa menjelaskan, LOVEComp sebagai ajang bergengsi ini akan menyuguhkan berbagai jenis kompetisi bahasa Inggris tingkat nasional. “Tahun ini ESo bakal adain lagi di bulan November, ini adalah acara besar kita yang memang persiapannya lebih panjang,” jelasnya. ESo tidak membatasi bagi mahasiswa yang berminat bergabung dengan kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki. ESo juga tidak membebani para anggota untuk wajib fasih menggunakan bahasa Inggris. Karena menurut Annisa, ESo adalah wadah untuk mengembangkan minat dan bakat mahasiswa “Di sini itu tempat kita yang punya ketertarikan lebih, terutama dalam pengembangan skill berbahasa Inggris. Jadi meskipun bahasa Inggris kamu cenderung masih biasa saja, tapi kamu punya ketertarikan yang tinggi, ESo jadi tempat belajar yang tepat buat kamu,” tundasnya• Foto: Dokumentasi ESO Foto: Dokumentasi ESO
40 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 INOVASI Bermula dari pengalamannya ketika mengikuti acara adat Lampung, Meizano Ardhian Muhammad menyadari terdapat hal yang mengurangi kekhikmatan dari acara adat tersebut. Kala itu, Meizano mendapati sebuah dokumen aksara Lampung yang harus ditulis manual menggunakan tangan. Dokumen tersebut tidak bisa ditransisi ke perangkat keras seperti komputer, karena belum ada suatu sistem yang dapat meng-input tulisan aksara Lampung. Pada 2015, Meizano yang merupakan dosen di Jurusan Teknik Informatika Universitas Lampung (Unila), mulai menginisiasi sebuah ide sebagai bentuk upayanya melestarikan budaya tanah kelahirannya. Dengan keahlian yang dimilikinya, ia mulai mencoba mendigitalisasikan aksara Lampung menjadi kamus bahasa dan aksara Lampung. “Tarik balik ke tahun dua ribu lima belas, peran saya sebagai orang Lampung bisa bantu untuk pelestarian budaya. Sebagai dosen teknik informatika saya harus menggunakan ilmu saya,” ujar pria berkacamata itu. Meizano pun menyadari, pada saat itu sudah terdapat kamus Bahasa Lampung yang tersedia di Play Store. Namun, lagi-lagi dirinya merasa ada yang kurang. Kamus berbahasa Lampung tanpa adanya visual dari aksara Lampung, tidaklah sempurna. Untuk itu, perlu adanya visualisasi bentuk aksara Lampung yang dapat dilihat oleh pengguna kamus tersebut. Pada 2021, Meizano mengembangkan inovasi ini bersama empat dosen Unila lainnya, yaitu Martinus (Dosen Teknik Mesin), Hery Dian Septama (Dosen Teknik Informatika), Mardiana (Dosen Teknik Informatika), dan Gita Parmita (Dosen Administrasi Bisnis). Berawal hanya berupa kamus aksara, kemudian dikembangkan menjadi perangkat berat berupa hard keyboard. Dalam proses pembuatannya, Meizano bersama tim membedakan aksara menjadi dua bagian, induk huruf dan anak huruf. Anak huruf diberi warna berbeda, fungsinya untuk mempermudah menulis dan membacanya. Untuk anak huruf di bawah ditandai dengan warna hijau; di atas berwarna biru; dan di samping berwarna cokelat. Selain membedakan anak huruf, tim tersebut membuat susunan yang berbeda dengan mengganti karakter pada keyboard umum yang tidak digunakan untuk aksara Lampung. Tim ini juga mengganti kitkat atau tombol pada keyboard dan mengikuti kaidah font yang ada. “Kalau kita konversi ada tiga puluh dua (kitkat), sementara keyboard umumnya ada dua puluh enam. Jadi kita kekurangan enam anak keyboard,” jelasnya sambil memperlihatkan karyanya. Meizano dan tim telah memproduksi massal hard keyboard sebanyak 100 buah. Lama proses pengerjaan tersebut memakan waktu sepanjang tiga bulan. Selain itu, ditambah masa tertimoni produk selama 6 bulan. Hard keyboard yang diproduksi ini masih menggunakan perangkat biasa. Bukan untuk mementingkan komersial dari produk yang telah dibuat, Meizano dan tim membagikan 100 hard keyboard yang telah diproduksi kepada berbagai sektor. Mulai dari sekolah-sekolah, hingga ke desa tertinggal. Mereka berharap, dengan adanya inovasi tersebut dapat menambah pengetahuan masyarakat akan pentingnya menguasasi bahasa daerah. “2018 sosialisasi ke sekolah dan kita berikan, tahun berikutnya kita bagikan ke desa. Orang daerah itu selain (harus) menguasai bahasa daerah, bahasa ibu dan bahasa internasional,” katanya. Melihat banyaknya waktu yang digunakan untuk mengerjakan hard keyboard. Meizano dan tim pada tahun 2021 mulai mendigitalisasi keyboard dalam bentuk perangkat lunak (software). Akan tetapi, perjalanan ini tak mudah. Mereka mengalami hambatan pada pendaftaran unicloud. Hingga saat ini soft keyboard itu belum dapat terpublikasi, sehingga penggunaannya hanya untuk kebutuhan pembelajaraan saja. “Karena tidak didanai, jadi tidak kami lanjutkan untuk penelitiannya, dan kami masih meniru keyboard yang hard-nya. Saya belum mau publish produk ini kalau belum diuji terlebih dahulu,” ujarnya. Kibor Aksara Lampung,Oleh: Rara Maharani BinIlustrasi: Sintia Enola
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 41 , Upaya Lestarikan Budaya ntang Lampung Usaha untuk mendapatkan sertifikat resmi sudah dilakukan pada tahun 2018. Akan tetapi, hak paten tersebut baru mereka dapatkan pada akhir tahun 2022 lalu. Ia menuturkan untuk siap memproduksi hard keyboard secara massal, tetapi harus menunggu patennya terbit supaya lebih jelas arah penjualannya dan dapat diakui hak paten kepemilikannya. “Kalau mau produksi tentu saya siap, karena kibor ini memiliki peluang untuk dikomersilkan, maka nantinya bisa dibawa ke Dinas Pendidikan Provinsi Lampung agar lebih lancar penjualannya. Tentunya menunggu sertifikat patennya terbit terlebih dahulu” jelasnya. Selain targetnya untuk pendidikan d a n kebu - d a y a a n , Meizano berharap d a p a t mendafta r k a n aksara Lampung ke unicloud. Penggunaannya nantinya bisa diperuntukan pada enkripsi atau untuk pengkodean secara umum. Hingga saat ini, sudah ada 12 aksara dari berbagai daerah di Indonesia yang telah terdaftar di unicloud. Ditambah aksara asal Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang sedang dalam proses pendaftaran. Sedangkan, aksara Provinsi Lampung belum didafta r k a n . Menurut penuturan Meizano, pendaftaran aksara daerah ke unicloud ini harus dilakukan oleh pemerintah provinsi dalam pengajuannya. “kalau kita mau terdaftar, yang mendaftar itu harus Provinsi Lampung, tidak bisa universitas (yang) daftar gitu. Harus ada pengakuan daerah dan harus mengusulkan dari Provinsi Lampung. Kalau tidak salah tarifnya itu 2000 dollar,” katanya. Mengacu pada Peraturan Gubernur, aksara Lampung telah diakui oleh pemerintah. Namun, penggunaannya kurang masif di masyarakat. Supaya aksara Lampung lestari, salah satu hal yang dapat diupayakan adalah dengan menyediakan sistem digital. Meizano berharap dengan pola yang mengikuti perkembangan zaman seperti sekarang, keyboard ini bisa digunakan semua orang. Kemudian, produk ini diproduksi secara massal agar bisa diadopsi untuk pendidikan di Provinsi Lampung dalam rangka pelestarian budaya lampung, kemudian secara umum bisa dipakai masyarakat u m u m u n t u k berkomunikasi. “Harapannya bisa bermanfaat untuk pelestarian budaya lampung. Walaupun tidak termasuk terancam, Lampung itu mulai terkikis penggunaan dari budaya itu sendiri. Kemudian agar nantinya pengajaran bahasa tidak terbatas terhadap komunikasi lisan, tapi bisa juga digunakan untuk komunikasi tulisan,” harapnya• Ilustrasi: Alam Putra A.
42 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KULINER “Sekubal mengandung filo- sofi budaya lokal, dimana be- ras ketan itu lengket sehingga menggambarkan rasa kekel- uargaan yang erat, apalagi sekubal bisa disantap bersa- ma-sama saat hari raya atau hajatan.” Ragam kuliner nu- santara tentunya memiliki kekhasan dan cita rasa tersendiri di tiap-tiap daerah. Tak terke- cuali kuliner asal Provinsi Lampung. Daerah yang ter- letak di ujung selatan Pulau Sumatra ini, memiliki ragam olahan kuliner yang unik dan bervariasi. Keunikan kuliner Lampung, tak ha- nya didapatkan dari ben- tuknya saja, melainkan dari cita rasa, cara pengelolaan hingga tradisi menyantap- nya pun menjadi hal yang menarik. Salah satu kuliner khas Lampung adalah pan- ganan istimewa bercita rasa lezat bernama ‘Sekubal’. Teknokra berkesempa- tan mengunjungi kediaman Ernawati yang berlokasi di Tanjung Karang Pusat. Wan- ita bersuku asli Lampung Saibatin yang juga seorang penggiat budaya lokal ini, menggemari kuliner Lam- pung. Sosok wanita berusia 36 tahun dengan hangat, menjelaskan sejarah olahan Sekubal yang merupakan warisan dari nenek moyang. Tak jarang, sekubal menjadi santapan yang dirindukan masyarakat pada peringa- tan hari besar maupun aca- ra adat tertentu. “Sekubal itu adalah salah satu warisan turun-tem- urun dari nenek moyang, biasanya sekubal ini dibuat saat hari raya dan hajatan. Jadi kadang enggak tiap hari kita buat, ada momenmomen kaya upacara adat ataupun lebaran,” ujar wan- ita berkacamata itu. Kue tradisional satu ini, jarang sekali ditemui pada hari-hari biasa. Hal terse- but karena proses pembua- tan sekubal membutuhkan waktu yang panjang dan ketelatenan yang tinggi. Selain karena proses pem- buatan yang membutuhkan waktu cukup lama, bahan pokok pembuatan sekub- al sebagian besar susah untuk didapatkan. Untuk membuat makanan ini dib- utuhkan bahan utama yai- tu beras ketan putih. Beras tersebut harus benar-benar ditanam pada lahan khu- sus, sehingga menghasilkan beras ketan yang baik untuk pembuatan sekubal. Makanan satu ini memili- ki tampilan seperti lontong Sekubal Makanan Khas Lampung Yang Dirindukan Saat Hari Besar Oleh: Sintia Enola Foto: Revina Azzahra
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 43 beras yang akrab dijumpai di tudung saji masyarakat. Kedua sajian ini, memiliki kesamaan yaitu dibungkus menggunakan daun pisang. Walaupun secara kasat mata keduanya memiliki kemiripan, tetapi nyatanya berbeda. Hal yang mem- bedakannya adalah tekstur dari sekubal terasa lebih pa- dat dan lengket karena ter- buat dari beras ketan putih dan santan kelapa. Sedang- kan, lontong beras terbuat dari beras biasa yang pada umumnya dimasak. Ter- lebih lagi, sekubal memiliki cita rasa khas gurih karena berasal dari bahan utama yaitu santan. “Terbuat dari beras ketan dan santan. Pembuatan sekubal ini kita rendam dulu ketannya, cuci bersih dulu, sudah gitu tunggu kurang lebih selama setengah jam, tapi tergantung ketannya juga ya ada ketannya yang cepat empuk jadi jangan terlalu lama. Kemudian kita aron pakai santan dikasih garam,” kata Erna. Tak berhenti sampai di- tahap itu saja. Terdapat cara unik tersendiri un- tuk membungkus sekubal. Erna mencoba memprak- tikkannya sembari meng- gerak-gerakkan lengannya. Ia menjelaskan cara agar bungkusan sekubal tampak padat. Ketan yang sudah dikukus menjadi setengah matang, kemudian secara bertahap dibentuk menjadi satu irisan berbentuk bulat pipih. Kemudian untuk meng- hindari olahan tersebut lengket, maka dilapisi menggunakan daun pisang antara irisan satu dengan irisan lainnya. Setelah dira- sa sudah padat, selanjut- nya olahan sekubal yang telah terbungkus daun, dili- lit menggunakan tali plastik, lalu dikukus kembali hingga matang sempurna. “Lalu dikukus lagi dan itu dengan cara pertama kalau dengan cara kedua ketan- nya tidak diaron jadi itu di- rebus dan makan waktu yang lama sampai dua jam,” jelasnya. Erna, dengan penuh tel- aten kembali menjelaskan tahapan akhir dalam pros- es pembuatan sekubal. Setelah dua jam lamanya proses perebusan, sekubal yang sudah matang sem- purna kemudian ditiriskan sebentar, lalu dimasukkan ke dalam batang bambu untuk dibakar. Tujuan dari proses pembakaran terse- but untuk mengurangi kandungan air di dalamn- ya, sehingga olahan sekubal dapat lebih tahan lama. ”Nah, kalau sekubal itu memakai bambu dibakarn- ya itu di bambu juga ka- lau biar dia lebih awet dan enak,” ucapnya. Nama sekubal sangat lekat dengan kelompok masyarakat adat Pepadun yaitu masyarakat Lampung yang tinggal di daerah da- ratan Lampung. Sedangkan, masyarakat pesisir pantai yaitu kelompok adat Saiba- tin, lebih akrab menyebut hidangan ini dengan nama ‘lemang atau lemong’. Erna menegaskan, bahwa tiap wilayah memang terdapat perbedaan nama, tetapi cara pengelolaan dan rasa tetap sama. Masyarakat Lampung yang terkenal dengan men- junjung nilai ‘Sakai Sam- bayan’ atau jika diartikan sebagai aktivitas tolong me- nolong dan gotong royong yang kental, memiliki tradisi tersendiri untuk membuat santapan bercita rasa gurih ini. Biasanya masyarakat berkumpul dan bahu mem- bahu membuat olahan lezat ini. “Kalau misalnya tadi kan ada acara acara tertentu kan seperti lebaran, hajatan otomatis orang Lampung ini tadi Sakai Sambayan jadi kita gotong royong mem- buatnya atau ramean. Saya dibantu oleh masyarakat yang lainlah,” jelasnya. Tidak hanya cara pem- buatannya yang kental den- gan ‘Sakai Sembayan’. Cara menyantapnya pun mas- yarakat Lampung, masih menggunakan tradisi terse- but. Pada acara-acara besar atau peringatan hari raya. Sekubal disajian bersa- ma-sama oleh masyarakat dengan ditemani santapan lain seperti tapai ketan hi- tam dan rendang. Saat acara tertentu, mas- yarakat Lampung menyan- tap sekubal bersama-sama. Erna kembali menjelas- kan, biasanya satu orang mendapat tiga piring. Piring pertama berisi irisan sekub- al, piring kedua berisi tapai ketan merah dan piring ke- tiga berisi lauk seperti ren- dang. “Cara makan sekubal bisa dicocol pakai tapai atau rendang lalu ditemani oleh lalapan dan sambal, tergan- tung selera kita bagaimana tapi kebanyakan sekubal ini dicocol pakai tapai ketan,” tutur Erna. Selain disajikan bersa- ma-sama dalam perayaan tertentu. Sekubal juga dapat menjadi teman ber- santai di rumah dengan dilengkapi seduhan kopi khas masyarakat Lampung. Olahan ini lebih nikmat lagi jika disajikan dalam kondisi hangat. Cara makan dengan bersama-sama menambah kehangatan dan harmo- nis antar masyarakat Lam- pung•
44 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 GAYA HIDUP Ketika melewati sebuah restoran di pinggir jalan itu, aroma ayam gorengnya seolah menggoda pengguna jalan untuk mampir. Terlihat dari panjangnya antrian di restoran benuansa merah ini, menunjukkan bahwa mereka –pengunjunglebih memilih membeli ayam goreng siap santap itu, dibandingkan memasaknya sendiri di rumah. Kemudian hanya dalam hitungan menit, sepotong-dua potong ayam goreng berbalut tepung krispi sudah tersaji di depan mata, siap untuk dilahap dan mengisi perut yang sudah keroncongan. Karenanya, mereka menyebutnya fastfood. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fastfood atau yang dikenal sebagai makanan cepat saji adalah makanan yang pengolahannya dan penyajiannya dilakukan dengan serba cepat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan contoh fastfood, misalnya makanan berlemak seperti pizza, ayam goreng, burger, segala jenis gorengan, donat, aneka keripik, makanan beku (frozen food), dan lainnya. Di Indonesia, ada banyak brand terkenal yang menjajakan fastfood. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Top Brand Award, Kentucky Fried Chicken (KFC) merupakan restoran cepat saji paling populer di Indonesia pada tahun 2022. KFC tercatat mendapat nilai Top Brand Index (TBI) sebesar 27,2%. Yakni nilai tertinggi di antara restoran cepat saji lainnya. Lalu, dibawahnya menyusul MC Donald’s, dengan nilai TBI sebesar 26,2%. Dalam rilisnya melalui yankes.kemkes.go.id, Kemenkes menyebutkan bahwa brand dari suatu restoran mampu memengaruhi selera makan seseorang untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Disebutkan pula bahwa remaja lebih cenderung mengonsumsi fastfood sebagai bentuk ajang gengsi atas brand Bye, Makanan Tak Ramah Kesehatan Oleh : Rara Maharani Bintang Lampung Foto: Faridh Azka
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 45 yang ditawarkan. Terlepas dari alasan tersebut, tampaknya fastfood memang menjadi santapan andalan anak muda, lebih khusus lagi mahasiswa. Seperti halnya Latifah Silvilianti (Ilmu Administrasi Negara’21), dirinya mengatakan bahwa fastfood menjadi pilihannya untuk menu makan sehari-hari karena penyajiannya yang praktis. “Saya suka makanan fastfood yang pertama (karena) enak, yang kedua (karena) praktis, enggak perlu nunggu lama,” ujarnya. Latifah, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa dalam waktu satu hari, dirinya tak pernah ketinggalan untuk menyantap fastfood yang dijual di sekitar kampus. “Biasanya sehari pasti komsumsi fastfood, paling lama 2 sampai 3 hari saya konsumsi. Biasanya makan ayam KFC atau MCD, atau k a l a u ke caffe k e n t a n g goreng. Tapi paling sering ayam,” katanya. Alasan lain yang muncul ketika sebagian orang m e m i l i h menyantap f a s t f o o d adalah ‘efek candu’ yang ditimbulkan dari makanan yang umu m n y a didomi - nasi rasa gurih ini. Hal tersebut diungkapkan oleh seorang dokter spesialis gizi klinik RS Advent Bandar Lampung, dr. Wendy Anne, M.Gizi., SpGK. Menurutnya, efek candu yang timbul hadir karena kandungan l e m a k dan gula yang tinggi di dalam fastfood. “Fastfood itu tentunya makanan cepat saji yang tinggi lemaknya dan tinggi gula. Tentunya karna kadar lemak yang tinggi, kan sifat lemak itu membuat rasa gurih, membuat rasa enak. Makanya orang senang lemak ataupun gula yang membuat menjadi kecanduan,” jelasnya. Sebagai seorang ahli gizi, Wendy sangat tidak menyarankan untuk mengonsums i fastfood. Menurutnya, makanan siap saji seringkali tak memiliki cukup kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh. Ia kemudian memberikan saran untuk mengubah pola makan agar kandungan gizi yang diterima dan diserap oleh tubuh lebih seimbang. Bahkan, dalam satu piring porsi makan, perlu diatur bagaimana kebutuhan gizinya. “Mungkin bisa diganti pola makannya. Setiap kali makan itu paling enggak ada karbohidratnya, ada sayurnya, ada proteinnya,” jelasnya. Wendy lalu memberikan tips dalam menakar komposisi porsi makan dalam satu piring. Pertama, pastikan setengah bagian dari piring itu diisi dengan sayuran. Seperempat bagian lain - nya bisa diisi dengan karbohidrat yang biasanya berasal dari nasi, kentang, atau umbi. Kemudian, seperempat sisanya diisi dengan protein yang dapat ditemukan pada olahan ayam, telur, ikan, tahu, dan tempe. Namun, Wendy menjelaskan bahwa kebutuhan gizi setiap orang tidak dapat disamaratakan, karena dari setiap orang memiliki kebutuhan gizi yang berbeda-beda. Beberapa hal yang menjadi faktornya adalah usia, jenis kelamin, dan aktivitas. Seperti misalnya, mahasiswa berbeda kebutuhannya dengan seseorang yang pekerjaannya melakukan aktivitas fisik, tentu akan lebih tinggi mereka yang lebih banyak mengel - u a r k a n energi. Ilustrasi: Neza Puspita Tarigan
46 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 GAYA HIDUP Selain itu, hal terpenting yang dibagikan Wendy, dalam rangka merubah kebiasaan makan fastfood ini adalah dengan niat. Mahasiswa bisa mulai merubah kebiasaan ‘makan di luar’ dengan membawa bekal dari rumah dengan menu sederhana yang lebih sehat. Selain itu menurutnya, membeli makanan siap saji pun tak masalah, asalkan tetap memperhatikan komposisi makanan yang akan disantap tersebut. Ia juga berbagi kiat bagi mahasiswa yang seringkali tidak sempat untuk sarapan. Dibandingkan membeli fastfood untuk mengganjal perut di pagi hari, menurut Wendy lebih baik maha - s i s w a m e n g i s i p e r u t n y a dengan sarapan sederhana misalnya dengan minum segelas susu. Susu cukup baik untuk menjadi andalan sarapan karena mengandung protein. ”Jadi yang paling penting itu protein, kita (harus) selalu makan protein di dalam menu makan. Dalam memilih protein juga pastikan, jadi gini, jangan juga kebanyakan fat-nya,” Selain karena nilai gizi dan vitamin yang kurang, Wendy menyebutkan pula kalua pada umumnya fastfood mengandung nilai kalori yang tinggi. Hal inilah yang kemudian nantinya dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang cukup serius, jika dikonsumsi secara terus menerus. “Fastfood sendiri menyebabkan penyakit degeneratif seperti masalah jantung dan pembuluh darah, resiko terjadinya diabetes, penyakit seperti kolesterol dan lain sebagainya,” ucapnya. Lebih lanjut, disadur dari yankes.kemkes.go.id, Kemenkes juga telah menyebutkan beberapa dampak m e n g o n s u m s i makanan cepat saji. Yang pertama, obesitas atau kegemukan. Obesitas ini dapat terjadi bilamana meng o n s u m s i f a s t f o o d melebihi batas wajar. Dalam sebuah penelitian diseb u t k a n b a h w a den - gan mengonsumsi makanan c e p a t s a j i , k e - mungki n a n untuk men - galami kenaikan berat badan adalah senilai 2,27 kali lebih cepat. Y a n g kedua, r i s i k o tekanan darah tinggi. Makanan cepat saji yang berasa gurih umumnya diracik dengan kandungan garam yang cukup tinggi. Ketika mengonsumsi makanan dengan kandungan garam yang tinggi, maka akan meningkatkan produksi air liur, sehingga menimbulkan efek untuk terus mengonsumsi makanan yang sama tersebut. Kandungan lemak dan natrium pada fastfood mengganggu keseimbangan potassium serta sodium di dalam tubuh, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi. Dampak selanjutnya yaitu dapat meningkatkan faktor risiko diabetes. Makanan yang menjamur di masyarakat tak hanya yang berasa gurih, tapi juga muncul berbagai fastfood berasa manis yang mengandung banyak gula seperti kopi, roti, es krim, dan lainnya. Kandungan gula yang tinggi apabila dikonsumsi terus-menerus akan meingkatkan risiko kenaikan kadar gula dalam darah• Ilustrasi: Neza Puspita Tarigan
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 47 PRESTASI MAHASISWA Ilustrasi: Alam Putra P
48 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 KESEHATAN Sindrom Negeri Dongeng Oleh: Della Amelia Putri Ilustrasi: Alam Putra A.
Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 49 ter sakit kepala di atas migrain. Begitupun dengan orang yang mengalami infeksi virus, farisela atau cacar, herpes, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan tifus. Tak hanya berasal dari penyakit-penyakit tertentu, pada kasus lain dr Zam juga menambahkan bahwa penderita skizofrenia atau penderita penyakit mental memiliki gejala AIWS. Hal ini karena penderita skizofrenia memiliki persepsi diri atau visual yang salah. Selain itu, faktor obat-obatan seperti obat asma, obat batuk, obat kejang (tapilamat) dan kemudian orang yang mengonsumsi narkoba juga menjadi penyebab AWS. “Faktor obat-obatan ada obat asma, obat batuk, obat kejang (tapilamat) kemudian orang yang mengonsumsi narkoba, orang yang memiliki tumor otak juga bisa muncul gejala AIWS,” tuturnya. Sejauh ini, belum diketahui pengobatan untuk masalah pada otak ini. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan membantu pengidapnya agar lebih nyaman. Dr. Zam menuturkan untuk pengobatan mengatasi AIWS ini tergantung pada penyebabnya, jika pasien mengalami gejala AIWS karena pengidap penyakit migrain maka hal utama dilakukan adalah menyembuhkan sakit migrain tersebut. Hingga saat ini upaya untuk pencegahan AWS sendiri belum ditemukan, karena pada prosesnya sindrom ini berjalan sangat cepat. Gejala AIWS tidak menimbulkan masalah yang berarti bagi kesehatan tubuh penderita. Gejala singkat, cepat juga hilang tergantung pada penyakit penyebabnya. Diketahui sindrom ini bukanlah suara penyakit yang dapat menular, meski disebabkan infeksi seperti flu yang menular adalah penyakit aslinya• Alice in Wonderland Syndrome atau disingkat AIWS merupakan salah satu kondisi langka yang mengganggu neurologis atau saraf pada manusia. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan persepsi dan disorientasi oleh penderitanya. Sindrom unik satu ini terdengar seperti sesuatu yang hanya ada dalam cerita dongeng, tetapi nyatanya, ini adalah kondisi medis yang mengubah persepsi dunia seseorang menjadi sesuatu yang ajaib dan aneh. AIWS dapat memengaruhi banyak indera, yakni penglihatan, sentuhan, dan pendengaran. dr. Zam Zanariah sebagai dokter spesialis Neurologi menjelaskan bahwa Alice in Wonderland Syndrom adalah kumpulan gejala dari suatu penyakit. Menurut dokter yang mengambil gelar spesialis di Universitas Padjadjaran (Unpad) ini, gejala-gejala tersebut berkumpul menjadi satu kesatuan dan akhirnya munculah gejala yang dihubungi dengan sindrom yang disebut AIWS. “AIWS adalah gangguan persepsi di otak, dari beberapa penelitian sampai saat ini tidak diketahui pasti apa yang menyebabkan muncul sindrom ini. Dari beberapa kasus ditemukan bahwa AIWS ini biasanya akan ditemukan pada kasus-kasus didasari oleh berbagai macam penyakit, dia ada penyakit dasarnya yang memunculkan gejala gejala AIWS ini,” jelasnya saat diwawancarai pada Minggu, (17/9). dr. Zam juga menjelaskan, karena AIWS ini adalah kumpulan gejala, yang pertama gejala yang akan terlihat yaitu tentang persepsi diri dan yang kedua adalah persepsi visual. Pada persepsi diri, ada beberapa gejala yaitu seolah-olah dia melihat ukuran badannya menjadi lebih besar atau lebih kecil. Tak hanya itu, persepsi diri juga akan membuat penderita seolah-olah berjalan cepat atau sebaliknya. “Dia juga bisa mengeluhkan ada gangguan dalam waktu, dia merasa ini kok waktunya cepet banget, atau kok waktunya berjalan lambat itu persepsi diri,” ujar dokter berusia 49 tahun ini. Kedua persepsi visual, yaitu persepsi terhadap lingkungan yang penderita lihat. Penderita AIWS akan melihat ukuran di lingkungannya besar atau sebaliknya. Benda-benda disekitarnya seolah terlihat berukuran raksasa atau disebut (macropsia) atau lebih kecil (micropsia). Persepsi ini juga penderita akan merasa garis yang lurus tampak bergelombang, melengkung atau kosong. “Liat kok ukurannya besar banget padahal ukuran aslinya normal atau ukurannya kok kecil gitu ya, atau perubahan jarak dia merasa jaraknya jauh padahal jarak normalnya nggak jauh itu, atau dia merasa jaraknya pendek atau kombinasi. Selain itu, perubahan tampilan objek semestinya garis lurus jadi gelombang,” tambahnya. dr. Zam mengungkapkan pada gejala AIWS tersebut tidak diketahui secara pasti kenapa pasien bisa salah persepsi. Namun, setelah adanya penelitian gejala ini muncul pada kasus-kasus tertentu pada penyakit-penyakit yang ditemukan pada berbagai jenis pasien yang mengidap tertentu, contohnya seperti migrain, tifus atau tifoid, epilepsi. Pada keterangannya, dr. Zam menjelaskan dengan detail bahwa adanya tipe pada sakit kepala atau migrain. Ia menyebutkan bahwa migrain aura dan tanpa aura. Migrain dengan aura ini yang dapat terindikasi mengalami AIWS, kemudian cluster sakit kepala hebat diatas migrain akan muncul gejala-gejala seperti dapat melihat lingkungannya lebih besar atau lebih kecil, ukurannya jauh atau pendek dan bisa jadi kombinasi keduanya muncul pada orang orang clusKESEHATAN
50 Teknokra-Oktober 2023 Edisi 222 POJOK PKM Voice of The Voiceless Tirto Adhi Soejo (1880-1918), familiar sebagai Bapak Pers Nasional. Lewat me- dia berlabel Medan Prijaji yang didirikannya pada 1907, Tirto menggunakan surat kabar se- bagai alat penyalur propagan- da pergerakan kemerdekan. Tulisannya identik berisi kecaman-kecaman tajam terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial saat itu. Selain itu, Tirto juga dikenal dengan prinsip jurnalisme yang dijunjung dan diterapkannya. Yang kemudian saat ini disebut sebagai Jurnalisme Advokasi: Membela Kaum Tertindas Lewat Jurnalistik. Nafas perjuangan Tirto merebut kemerdekaan melalui jurnalistik, tampaknya sudah sepatutnya terus merasuk ke dada para insan pejuang pers saat ini. Namun, perjuangan bukan lagi bertitik pada kemerdekaan dari kolonialisme. Sebelum menajamkan pena, maka tajamkan panca indra. Amati sekeliling, mari bersama menelisik keadaan hari ini di negeri tercinta, Indonesia. Hidup dalam kapitalisme. Di sebuah kota besar yang dipenuhi gedung pencakar lan- git, tak hanya dihuni ‘budak cor- porate’ berseragam kerja rapi dan berkalung id card. Di tepian kotanya, mengalir sungai kotor penuh sampah, bak sebuah batas tak kasat mata. Di seberangnya berhuni ribuan masyarakat yang hidupnya di rumah reyot. Keadaannya bagai langit dan bumi. Seperti halnya prinsip kapitalisme, menciptakan kekayaan yang luar biasa, dan menciptakan kemiskinan yang luar biasa pula. Mereka -masyarakat miskin kota- hanya bisa menikmati pe- mandangan megah yang tak pernah bisa digapai. Mereka pun agaknya tak bisa hidup dengan damai barang sehari. Bayangbayang penggusuran terkadang menghantui. Berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dalam kurun waktu 9 bulan saja, yaitu Januari hingga September 2018 lalu, terjadi 79 kasus penggurusan secara paksa. Mereka bukan ha- nya tidak diberikan kesempatan untuk memiliki tempat tinggal yang layak, tapi juga terkadang mendapatkan tindakan represif dari aparat ketika proses peng- gusuran berlangsung. Hidup dalam diskriminasi dan intoleransi. Diskriminasi terhadap kaum rentan, misalnya kepada kaum disabilitas masih menjadi ‘PR’ besar yang mesti diselesaikan. Fasilitas publik sering kali ditemui tak ramah disabilitas. Di trotoar jalan raya misalnya, penggunaan jalan khusus bagi penyandang disabilitas acapkali tak disediakan. Juga fasilitas lainnya seperti kamar kecil khusus, masih sedikit dijumpai di beberapa pusat perbelanjaan. Mereka seolah tak diberi hak untuk ikut menikmati fasilitas publik. Negeri yang dikaruniai jutaan keberagaman ini, juga masih tak ramah minoritas. Dalam hal agama, Februari 2023 lalu, jemaat Gereja Kristen Kemah Daud di Bandar Lampung dilarang beribadah oleh Ketua RT dan warga setempat. Kasus serupa juga dirasakan kelompok minoritas lainnya di berbagai wilayah. Masyarakat adat dengan segala tradisinya pun sering kali dicap sesat dan ‘dipaksa’ menganut salah satu agama yang ‘diakui’ oleh negara. Hidup dalam kerusakan lingkungan. Pembangunan pabrik berska- la besar telah memangkas la- han hijau. Hutan dibuka untuk menyediakan bahan baku yang akan disuplai ke pabrik penghasil polusi itu. Tanah-tanah ibu pertiwi dikeruk habis-habisan untuk mencari ‘harta karun’. Belum lagi sampah-sampah plastik yang tak bisa diurai, menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Adalah bukti nyata bagaimana manusia dengan keserakahannya, merusak alam demi kepuasan akan kekayaan. Siapa yang punya power untuk bersuara menentang penggusuran di kota besar? Siapa yang mampu menjadi pengeras suara bagi kelompok rentan minoritas? Siapa terompet yang menggaungkan kampanye menjaga alam? Gambaran di atas hany- alah segelintir permasalahan di negeri ini. Belum lagi ketika kita berbicara ekonomi, politik, so- sial-budaya, etnis, ekologi, de- mografi, dan lainnya. Ditengah segudang persoalan tersebut, dimanakah jurnalis berdiri? Jurnalis berada di tengah mereka yang tertindas. Voice of the voiceless. Jurnalis adalah penyambung lidah bagi mereka yang tak punya kuasa untuk bersuara. Jurnalisme advokasi yang menjadi pegangan Tirto, adalah pegangan bagi semua jurnalis. Jurnalisme advokasi berprinsip pada keberpihakan yang lemah, pemulihan dan pemberdayaan korban, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), dan perubahan sosial. Tajamkan pena! Pena yang tajam menghasilkan tulisan yang kritis. Tulisan yang kritis meng- hasilkan perubahan. Tetap Berpikir Merdeka!